Anda di halaman 1dari 39

Laporan Praktikum Dosen Pembimbing

Operasi Teknik Kimia I Prof. Amun Amri, MT, Ph.D

”ALIRAN FLUIDA DALAM SISTEM PERPIPAAN”

OLEH:

Kelompok : I (SATU)

Nama Kelompok : 1. ASRI AULIANI (1607036601)

2. FACHRI LUTHFI (1607036567)

3. RISTONO MT SITINJAK (1607036730)

4. VIVI SRIRISKA WAHYUNI (1607036668)

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2017
Abstrak

Headloss adalah suatu nilai untuk mengetahui seberapa besarnya reduksi tekanan
total (total head) yang diakibatkan oleh fluida saat melewati sistem pengaliran. Total head,
seperti ini merupakan kombinasi dari elevation head (tekanan karena ketinggian suatu
fluida), velocity head (tekanan karena kecepatan alir suatu fluida,) dan pressure head
(tekanan normal dari fluida itu sendiri). Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari head
loss dan friction loss aliran fluida pada pipa no. 2 dan 4, elbow 450, enlargement dan
contraction. Percobaan ini menggunakan serangkaian alat yang secara skematik yaitu
‘’general Arrangement of Apparatus” dan “Manometer Connection Diagram”. Percobaan
pertama dilakukan dengan memvariasikan bukaan yaitu pada bukaan 25%, 50%, 75%,
100% pada volume 10, 15 dan 20 liter. Head loss terbesar cenderung pada bukaan 100%
yaitu pada pipa no. 2 sebesar 0,70 inHg; contraction sebesar 2,96 inHg; tee junction
sebesar 1,42, pada bukaan 25% yaitu pada pipa no. 4 sebesar 1,47 inHg; elbow 450 sebesar
0,5. Sedangkan friction loss memiliki nilai yang sama terhadap setiap bukaan yaitu pada
pipa no. 2 sebesar 0,02, pipa no. 4 sebesar 0,01, elbow 45 0 sebesar 0,01, enlargement
sebesar 0,02, contraction sebesar 0,02, dan tee junction sebesar 0,01. Dari percobaan
tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi aliran turbulen pada setiap pipa yang diuji, karena
bilangan reynold nya >4000.

Kata kunci: Aliran Fluida, Contraction, Enlargement, Friction Loss, Head Loss.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Suatu sistem transfer fluida dari suatu tempat ke tempat lain biasanya terdiri
dari pipa, valve, sambungan (elbow, tee, shock, dll) dan pompa. Jadi pipa memiliki
peranan yang penting dalam suatu sistem transfer fluida. Pipa memiliki berbagai
macam ukuran dan bentuk penampang serta material yang bervariasi. Material pipa
bermacam-macam, seperti plastic, PVC, logam, acrylic, dan lain-lain. Ukuran pipa
juga bervariasi dari yang berukuran kecil sampai besar dan diaplikasikan dalam
berbagai bidang seperti untuk penelitian, pemakaian rumah tangga, industri makanan,
industri manufactur bahkan pada bidang industri minyak dan gas. Dari segi bentuk
penampangnya, pipa dengan penampang lingkaran atau bulat adalah yang paling
banyak digunakan, tapi tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan pipa
dengan bentuk penampang yang lain.
Untuk mengalirkan fluida dari tempat yang satu ke tempat yang lain
diperlukan suatu peralatan. Selain peralatan utama yang digunakan, ada bagian-
bagian yang tidak kalah penting dimana dalam bagian ini, sering terjadi peristiwa-
peristiwa yang dapat mengurangi efisiensi kerja yang diinginkan. Bagian dari
peralatan ini dapat berupa pipa-pipa yang dihubungkan. Dalam menggunakan pipa
yang harus diperhatikan adalah karakteristik dari fluida yang digunakan, misalnya :
sifat korosi, explosive, racun, suhu dan tekanan. Apabila fluida dilewatkan ke dalam
pipa maka akan terjadi gesekan antara pipa dengan fluida tersebut. Besarnya gesekan
yang terjadi tergantung pada kecepatan, kekerasan pipa, diameter dan viskositas
fluida yang digunakan.

Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui peristiwa yang terjadi dalam pipa
apabila fluida dilewatkan ke dalamnya. Gesekan yang terjadi dapat mempengaruhi
aliran fluida dalam pipa, aliran ini dapat terjadi secara laminar atau turbulen yang
nilainya dapat didekati dengan bilangan Reynolds.

1.2. Tujuan Percobaan


Adapun tujuan setelah melakukan pratikum yaitu:
1. Mengukur friction loss dan head loss pada pipa 2 dan 34
2. Mengukur friction loss dan head loss pada elbow 450
3. Mengukur friction loss dan head loss pada enlargement dan contraction
4. Mengukur friction loss dan head loss pada tee junction

1.3. Dasar Teori


1.3.1. Tipe aliran fluida
Ada 3 tipe aliran fluida didalam pipa, yaitu (White, 1988):
1. Aliran laminer, aliran fluida dengan kecepatan rendah. Partikel-partikel fluida
mengalir secara teratur dan sejajar dengan sumbu pipa. Reynold menunjukkan
bahwa untuk aliran laminer berlaku Bilangan Reynold, NRe < 2100. Pada
keadaan ini juga berlaku hubungan Head Loss berbanding lurus dengan
kecepatan linear fluida, atau H α V.
2. Aliran turbulen, aliran fluida dengan kecepatan tinggi. Partikel-partikel fluida
mengalir secara tidak teratur atau acak didalam pipa. Reynold menunjukkan
bahwa untuk aliran turbulen berlaku Bilangan Reynold, NRe < 4000. Pada
keadaan ini juga berlaku hubungan Head Loss berbanding lurus dengan
kecepatan linear berpangkat n, atau H α Vn.
3. Aliran transisi, aliran fluida dengan kecepatan diantara kecepatan linear dan
kecepatan turbulen. Aliran berbentuk laminar atau turbulen sangat tergantung
oleh pipa dan perlengkapannya. Reynold menunjukkan bahwa untuk aliran
transisi berlaku hubungan Bilangan Reynold, 2100 < NRe < 4000.
1.3.2. Bilangan Reynold
Angka Reynolds adalah bilangan tanpa dimensi yang nilainya bergantung
pada kekasaran dan kehalusan pipa sehingga dapat menentukan jenis aliran dalam
pipa. Profesor Osborne Reynolds menyatakan bahwa ada dua tipe aliran yang ada
didalam suatu pipa yaitu (Raswari, 1986):
1. Aliran laminar pada kecepatan rendah dimana berlaku h α v
2. Aliran Turbulen pada kecepatan tinggi dimana berlaku h α vn

Dalam penelitiannya, Reynolds mempelajari kondisi dimana satu jenis aliran


berubah menjadi aliran jenis lain, dan bahwa kecepatan kritis, dimana aliran laminar
berubah menjadi aliran turbulen. Keadan ini bergantung pada empat buah besaran
yaitu: diameter tabung, viskositas, densitas dan kecepatan linear rata-rata zat cair.
Lebih jauh ia menemukan bahwa ke empat faktor itu dapat digabungkan menjadi
suatu gugus, dan bahwa perubahan macam aliran berlangsung pada suatu nilai
tertentu gugus itu. Pengelompokan variabel menurut penemuannya itu adalah
(Raswari, 1986):
D .V . ρ
N Re =
μ .................................................................................................(1)

Dimana : D = Diameter pipa ( m )


V = Kecepatan rata-rata zat cair ( m / s )
μ = Viskositas zat cair ( kg / m.s )
ρ = Densitas zat cair ( kg / m3 )

Gugus variabel tanpa dimensi yang didefinisikan oleh persamaan di atas


dinamakan Angka Reynolds (Reynolds Number). Aliran laminar selalu ditemukan
pada angka Reynold di bawah 2.100, tetapi bisa didapat pada angka Reynold sampai
beberapa ribu, yaitu dalam kondisi khusus dimana lubang masuk pipa sangat baik
kebundarannya dan zat cair di dalamnya sangat tenang. Pada kondisi aliran biasa,
aliran itu turbulen pada angka Reynolds di atas kira-kira 4.000. Terdapat suatu daerah
transisi yatu pada angka Reynolds antara 2100 sampai 4000, dimana jenis aliran itu
mungkin laminar dan mungkin turbulen, bergantung pada kondisi di lubang masuk
pipa dan jaraknya dari lubang masuk itu. Berdasarkan pengaruh tekanan terhadap
volume, fluida dapat digolongkan menjadi 2 yaitu (Raswari 1986):
1. Fluida tak termampatkan (incompressible), pada kondisi ini fluida tidak
mengalami perubahan dengan adanya perubahan tekanan, sehingga fluida tak
termampatkan.
2. Fluida termampatkan (compressible), pada keadaan ini, fluida mengalami
perubahan volume dengan adanya perubahan tekanan.

1.3.3. Head loss & Friction loss pada pipa horizontal


Head loss biasanya dinyatakan dengan satuan panjang. Sehingga untuk
persamaan (2), Head Loss adalah harga ∆p yang dinyatakan dengan satuan panjang
mmHg atau inchHg. Harga F sendiri bergantung pada tipe alirannya. Untuk aliran
laminar, dimana N Re < 2100, berlaku persamaan (Mc.Cabe, 1985).

f L .V 2
F= .
2 gc . D …………………........................................................(2)

Untuk aliran turbulen dengan N Re > 4000, berlaku persamaan:

32 . μ L .V 2
F= .
g c D2 ρ .................................................................................(3)

1.3.4. Head loss & Friction loss pada Elbow


Sambungan-sambungan didalam pipa, misalnya elbow, kran, valve, tee akan
mengganggu pola aliran fluida dan menyebabkan terjadinya rugi gesekan atau
Friction Loss. Friction Loss ini biasanya dinyatakan sebagai rugi gesekan yang setara
dengan panjang pipa lurus. Untuk 45 o Elbow, dengan diameter pipa 1 in – 3 in,
misalnya, maka setara dengan panjang pipa 15 x D, sedangkan untuk 90 o Elbow,
dengan diameter 3/8 in – 2,5 in, misalnya maka setara dengan panjang pipa 30 x D
(Sularso, 2000).
Persamaan-persamaan yang digunakan didalam pipa Horizontal, termasuk
untuk menentukan Head Loss juga berlaku untuk elbow dengan catatan elbow juga
dalam posisi horizontal didalam sistem perpipaan. Hasil pengujian head loss
menunjukkan bahwa, sudut sambungan belokkan berbanding lurus dengan head loss.
Semakinn besar sudut sambungan belokan pipa, nilai head loss yang dihasilkan
semakin besar. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tinggi tekan pada sebelum dan
setelah belokan pipa yang semakin meningkat. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
kecepatan air berbanding terbalik dengan sudut sambungan belokan pipa, semakin
besar sudut sambungan belokan pipa maka kecepatan air semakin kecil, dan
sebaliknya semakin kecil sudut sambungan belokan pipa kecepatan air semakin besar.
Hal tersebut disebabkan karenan waktu yang diperlukan lebih lama untuk sudut
belokan yang semakin besar (Sularso, 2000).

1.3.5. Friction Loss pada Enlargement dan Contraction


Untuk pipa dimana diameternya berubah kecil kebesar, pipa pertama dengan
diameter D1 dan pipa kedua dengan diameter D 2, atau Enlargement, dan pipa masih
didalam posisi horizontal, tidak ada kerja pada sistem, maka ∆Z =0, W = 0 dengan
persamaan (Mc.Cabe, 1985).

ΔV 2 Δp
−F= +
2 g c ρ .................................................................................(4)
2
∆p ∆v
Jika sangat kecil dan bisa diabaikan terhadap harga dari ,maka:
ρ 2 gc
2
∆v
=−F .................................................................................................(5)
2 gc

1.3.6. Pressure Drop


Pressure menunjukkan penurunan tekanan dari titik 1 ke titik 2 dalam suatu

sistem aliran fluida. Penurunan tekanan,biasa dinyatakan juga dengan ∆P saja. Jika
manometer yang digunakan adalah manometer air raksa,dan beda tinggi air raksa
dalam manometer H ft, maka :
∆p = H ( ρ Hg) g/g ...................................................................................(6)
Pressure drop adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
penurunan tekanan dari satu titik di dalam pipa atau aliran air. "Penurunan Tekanan"
adalah hasil dari gaya gesek pada fluida seperti yang mengalir melalui tabung. Gaya
gesek disebabkan oleh resistensi terhadap aliran. Faktor utama yang mempengaruhi
resistensi terhadap aliran fluida adalah kecepatan fluida melalui pipa dan viskositas
fluida. Aliran cairan atau gas selalu akan mengalir ke arah perlawanan sedikit (kurang
tekanan). Pada aliran satu fase, pressure drop dipengaruhi oleh Reynold number yang
merupakan fungsi dari viskositas, densitas fluida dan diameter pipa (White, 1985).

1.3.7. Gesekan dalam pipa


Gesekan pada pipa dapat menyebabkan hilangnya energi mekanik fluida.
Gesekan inilah yang menetukan aliran fluida dalam pipa, apakah laminar atau
turbulen. Gesekan juga dapat menimbulkan panas pada pipa sehingga merubah energi
mekanik menjadi energi panas (kalor) (Mc.Cabe, 1985).
Dalam aplikasi kesehariannya, ada banyak sekali bentuk dan model pipa,
seperti pipa bentuk elbow, mitter, tee, reducer, cross, dan lainnya. Bentuk serta model
yang beraneka ragam tersebut sangat membantu dalam desain layout sistem
perpipaan didunia industri. Pada saat operasi, bentuk dan model pipa yang
bermacam-macam tersebut akan memiliki karakteristik tegangan yang berbeda-beda
sebagai akibat dari pembebanan yang diterimanya. Akumulasi dari berat pipa itu
sendiri dan tekanan fluida yang mengalir didalamnya, akan menyebabkan tegangan
pada pipa yang dikenal sebagai beban static. Namun efek dari pembebanan seperti ini
dapat diminimalisasi dengan memilih jenis penyangga (support) yang sesuai, dan
menggunakan penyangga tersebut dalam jumlah cukup. Secara umum, beban dinamik
dan beban termal pada pipa merupakan dua hal yang lebih penting, dan lebih sulit
untuk ditangani. Pembebanan dinamik terjadi pada pipa yang berhubungan langsung
dengan peralatan bergetar seperti pompa atau kompresor. Beban dinamik juga terjadi
pada pipa yang mengalami beban termal, sehingga beberapa bagian pipa berekspansi
dan menimbulkan tegangan pada pipa. Oleh sebab itu, perlu digunakan beberapa alat
atau mekanisme yang didesain untuk memperkecil tegangan pada system perpipaan
tersebut, agar kelebihan beban yang bisa mengakibatkan kegagalan pada bagian pipa,
atau kerusakan pada alat yang terhubung dengannya dapat dihindari (Mc.Cabe,
1985).
Salah satu komponen penyambungan dalam sistem perpipaan adalah pipe
bend (pipa lengkung) atau elbow. Pipe bend berfungsi untuk membelokkan arah
aliran fluida didalam pipa. Namun pipe bend lebih sulit untuk dianalisa karena
permukaannya menjadi oval dibawah pembebanan momen bending. Hal ini
menyebabkan pipe bend memiliki fleksibilitas yang lebih besar dibandingkan dengan
pipa lurus yang sama ukuran dan jenis materialnya. Lebihnya fleksibilitas ini
menjadikan pipe benda berfungsi sebagai penyerap ekspansi thermal. Dengan
berbagai karakteristik tersebut, pipe bend menjadi komponen yang sangat penting di
dalam sistem perpipaan dan memerlukan berbagai macam pertimbangan dalam
proses perancangannya (Mc.Cabe, 1985).

1.3.8 Persamaan Kontinuitas


Persamaan kontinuitas mengatakan hubungan antara kecepatan fluida yang
masuk pada suatu pipa terhadap kecepatan fluida yang keluar (White, 1988).
Hubungan tersebut dinyatakan dengan :
Q = A V .....................................................................................................(7)
Dimana :
A = Luas penampang(m2)
V = kecepatan (m/det)
Debit adalah besaran yang menyatakan volume fluida yang mengalir tiap
satuan waktu.
V
Q= ........................................................................................................(8)
t

Dimana :
V = Volume(m3)
t = waktu(detik)
Jika disubtitusikan persamaan 6 dan 7 maka akan dihasilkan persamaan:
V
v= .....................................................................................................(9)
t.A
Dimana :
V = volume(m3)
t = waktu(detik)
A = Luas penampang(m2)
v = kecepatan (m/det)
Jika fluida bergerak dalam pipa yang mengalir dengan luas penampang yang
berbeda maka volume yang mengalir (Tipler.1998) :
V=A.v.t ................................................................................................... (10)
A1.v1.t1 = A2.v2.t2 ......................................................................................... (11)
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah air dan alat yang dipakai
adalah rangkaian alat general arrangement of apparatus, manometer connection
diagram, stopwatch, dan jangka sorong.

2.2 Prosedur Percobaan


1. Dihidupkan pompa, diisi tangki dengan air,
2. Dibuka Valve yang akan digunakan sehingga air akan mengalir melalui pipa
yang diinginkan sesuai penugasan.
3. Untuk menentukan head loss pada pipa 2, maka aliran pipa selain menuju
pipa 2 ditutup.
4. Disambungkan selang untuk menentukan pressure drop yang
menghubungkan manometer dengan 2 titik pada pipa 2.
5. Diputar bukaan valve pada peralatan diantaranya bukaan 25%,50%, 75% dan
100 %.
6. Ditentukan kecepatan volumetrik air, aliran air dibuka. Digunakan stopwatch
untuk menentukan waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan air setiap 10,
15, dan 20 liter.
7. Disambungkan selang untuk menentukan pressure drop dengan alat
manometer pada dua titik pada pipa no. 2, aliran air dihentikan lalu dilakukan
pembacaan pada manometer.
8. Dilakukan cara yang sama untuk penentuan head loss pada pipa no.4, elbow
45o, contraction, enlargement, dan tee junction.
2.3 Rangkain Alat
Rangkain peralatan pada percobaan aliran fluida dalam sistem perpipaan
adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Rangkaian Alat Aliran Fluida


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Head Loss & Friction Loss pada Pipa Horizontal No. 2 bukaan 25%,
50%, 75%, dan 100%
Pipa nomor 2 yang dilakukan pengukuran head loss dan friction loss nya pada
percobaan ini dalam keadaan horizontal/lurus, dimana keadaan diameter dari pipa
sama ukurannya mulai dari awal hingga ujung. Head loss biasanya dinyatakan
dengan satuan panjang. Sehingga nilai head loss adalah harga ∆h yang dinyatakan
dengan satuan panjang mmHg atau inHg menggunakan persamaan ∆h = ha - hb. Data
percobaan pada pipa nomor 2 yang dilakukan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Kecepatan VS Head Loss


Head Loss (inHg)

0.80
0.60
0.40
0.20 Series2

0.00

Kecepatan (ft/s)

Gambar 3.1 Hubungan Kecepatan (ft/s) terhadap Head Loss (inHg) pada
bukaan valve 25%, 50%, 75%, dan 100% pada Pipa No. 2.

Berdasarkan literatur diketahui bahwa hubungan antara kecepatan (v) dan head
loss (H) adalah berbanding lurus. Dilihat dari gambar 3.1, hasil percobaan yang
didapatkan sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin besar kecepatan
aliran fluida maka semakin besar pula head loss yang terjadi pada aliran pipa
dikarenakan aliran dengan kecepatan tinggi maka gesekan fluida dengan dinding pipa
semakin besar sehingga energi yang hilang (head loss) juga semakin banyak
[Muchsin, 2014].

log v VS log h
-0.1001.030 1.035 1.040 1.045 1.050 1.055 1.060

-0.300
log h

-0.500 Series2

-0.700

-0.900

log v

Gambar 3.2 Hubungan Log V dan Log h pada bukaan valve 25%, 50%, 75%,
dan 100% pada Pipa No. 2.

Dari percobaan yang dilakukan selain diperoleh nilai pressure drop yang ada
serta kecepatan dari aliran dapat juga dilihat kenaikan dan penurunan yang terjadi
dengan membandingkan nilai dari logaritma antara kecepatan dan pressure drop.
Pada gambar 3.2 dapat dilihat hubungan antara log v dengan log h. Puncak head loss
terjadi pada log v dengan nilai sebesar 1,057 dan log h sebesar -0,157. Dari grafik ini
terlihat bahwa terjadi peningkatan log v seiring dengan peningkatan log h.
f VS Nre
31000.000

NRe
30000.000
29000.000 Series2

28000.000
0.01 0.02 0.03 0.04
f

Gambar 3.3 Hubungan friction loss (f) terhadap Bilangan Reynold (NRe) pada
bukaan valve 25%, 50%, 75%, dan 100% pada Pipa No. 2.

Percobaan ini menggunakan pipa yang sangat halus sehingga bilangan


Reynold dan friction loss menggunakan persamaan sebagai berikut :
0 ,316
Blasius: f = 0 ,25 Untuk Re = 3000 sampai 100.000
Nre
Dilihat dari persamaan diatas bahwa bilangan Reynold berbanding terbalik dengan
friction loss (f). Berdasarkan Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa friction loss memiliki
nilai yang sama seiring bertambahnya bilangan Reynold, hasil yang didapat dari
grafik tidak sesuai dengan persamaan blasius diatas bahwa seharusnya hasil
percobaan yang didapat berbanding terbalik. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
kekasaran relatif pada pipa yaitu perbandingan ketidaksempurnaan permukaan ϵ
terhadap garis tengah dalam pipa.

3.2 Head Loss & Friction Loss pada Pipa Horizontal No. 4 bukaan 25%,
50%, 75%, dan 100%.
Pipa nomor 4 yang dilakukan pengukuran head loss dan friction loss nya pada
percobaan ini dalam keadaan horizontal sama dengan percobaan pipa nomor 2,
dimana keadaan diameter dari pipa sama ukurannya mulai dari awal hingga ujung.
Head loss biasanya dinyatakan dengan satuan panjang. Sehingga nilai head loss
adalah harga ∆h yang dinyatakan dengan satuan panjang mmHg atau inHg
menggunakan persamaan ∆h = ha - hb. Data percobaan pada pipa nomor 4 yang
dilakukan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Kecepatan VS Head Loss


1.6
1.4
1.2
Head Loss (inHg)

1.0
0.8
Series2
0.6
0.4
0.2
0.0
6 7 8
Kecepatan (ft/s)

Gambar 3.4 Hubungan Kecepatan (ft/s) terhadap Head Loss (inHg) pada bukaan
valve 25%, 50%, 75%, dan 100% pada Pipa No. 4.

Pengukuran head loss dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (∆h=


ha – hb), nilai head loss yang diperoleh dari percobaan berdasarkan Gambar 3.4 dapat
diketahui penurunan tekanan terkecil terjadi pada saat kecepatan fluida 6996,8 ft/s
dengan nilai head loss 1,21 inHg. Dari percobaan ini dapat diketahui semakin besar
kecepatan aliran fluida semakin besar pula head loss yang terjadi pada aliran pipa
nomor 4. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin besar
kecepatan aliran fluida maka semakin besar pula head loss yang terjadi pada aliran
pipa dikarenakan aliran dengan kecepatan tinggi maka gesekan fluida dengan dinding
pipa semakin besar sehingga energi yang hilang (head loss) juga semakin banyak
[Muchsin, 2014].
log v VS log h
0.20
0.15

log h 0.10 Series2


0.05
0.00
0.84 0.85 0.86 0.87 0.88 0.89 0.90
log v

Gambar 3.5 Hubungan log v terhadap log h pada bukaan valve 25%, 50%, 75%,
dan 100% pada Pipa No. 4.

Pada gambar 3.5 dapat dilihat hubungan antara log v dengan log h. Puncak
head loss terjadi pada log v dengan nilai sebesar 3,89 dan log h sebesar 0,17. Dari
grafik ini terlihat bahwa terjadi peningkatan log v seiring dengan peningkatan log h.

f VS NRe
48000000.0
46000000.0
44000000.0
Series2
NRe

42000000.0
40000000.0
38000000.0
0.00 0.01 0.02
f

Gambar 3.6 Hubungan Faktor Gesekan (F) terhadap Bilangan Reynold pada
bukaan valve 25%, 50%, 75%, dan 100% pada Pipa No. 4.
Percobaan ini menggunakan pipa yang sangat halus sehingga bilangan
Reynold dan friction loss menggunakan persamaan sebagai berikut :
0 ,316
Blasius: f = 0 ,25 Untuk Re = 3000 sampai 100.000
Nre
Dilihat dari persamaan diatas bahwa bilangan Reynold berbanding terbalik dengan
friction loss (f). Berdasarkan Gambar 3.6 dapat dilihat bahwa friction loss memiliki
nilai yang sama seiring bertambahnya bilangan Reynold, hasil yang didapat dari
grafik tidak sesuai dengan persamaan blasius diatas bahwa seharusnya hasil
percobaan yang didapat berbanding terbalik.
Kecepatan friction loss dan head loss pada pipa nomor 2 lebih kecil
dibandingkan pada pipa nomor 4. Hal ini tidak sesuai dengan literature yang
menyatakan bahwa perbedaan diameter memiliki hubungan dengan persamaan
kontinuitas, dimana semakin kecil luas pipa maka semakin besar kecepatannya
sehingga akibatnya friction loss dan head loss juga semakin besar (White, 1988).
Adapun yang membuat hal ini terjadi yaitu karena kesalahan pengambilan data
sehingga data yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh kekasaran relatif pada pipa yaitu perbandingan ketidaksempurnaan
permukaan ϵ terhadap garis tengah dalam pipa.

3.3 Head Loss & Friction Loss pada Elbow 45o bukaan valve 25%, 50%, 75%,
dan 100%
Pada percobaan ini akan ditentukan besar laju aliran dan head loss pada pipa
elbow 450. Besarnya laju aliran fluida dan head loss yang terjadi dipengaruhi oleh
besar kecilnya elbow yang diberikan. Perhitungan rata-rata pada pipa elbow 450 dari
data percobaan yang dilakukan serta kecenderungan grafik yang terjadi, dapat dilihat
pada grafik dibawah :
Kecepatan VS Head Loss

Head Loss (inHg)


0.52
0.50
0.48
0.46
0.44 Series2
0.42
0.40
0.38
7 8 8

Kecepatan (ft/s)

Gambar 3.7 Hubungan kecepatan (v) terhadap Head Loss (h) pada bukaan 25%,
50%, 75%, dan 100% pipa elbow 450 .

Pada Gambar 3.7 terlihat hubungan antara kecepatan dengan head loss,
dimana nilai head loss terbesar pada elbow 450 bernilai 0,5 inHg dengan nilai
kecepatannya sebesar 7,9 ft/s. Dari percobaan ini dapat diketahui bahwa semakin
besar kecepatan aliran fluida semakin besar pula head loss yang terjadi pada aliran
pipa elbow 450. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin
besar kecepatan aliran fluida maka semakin besar pula head loss yang terjadi pada
aliran pipa dikarenakan aliran dengan kecepatan tinggi maka gesekan fluida dengan
dinding pipa semakin besar sehingga energi yang hilang (head loss) juga semakin
banyak [Muchsin, 2014].
log v VS log h
0.00
-0.050.84 0.85 0.86 0.87 0.88 0.89 0.90 0.91
-0.10
-0.15

log h
-0.20 Series2
-0.25
-0.30
-0.35
-0.40

log v

Gambar 3.8 Hubungan log V terhadap log h pada bukaan 25 %, 50%, 75%,
100% pipa elbow 450.

Selain menentukan perhitungan nilai head loss serta nilai kecepatan aliran,
dapat juga dilihat kenaikan dan penurunan yang terjadi dengan membandingkan nilai
dari logaritma antara head loss dan kecepatan pada elbow 450, hal ini dapat dilihat
dari gambar 3.8 dimana keadaan minimum dari log v terhadap log h yaitu ketika log v
bernilai 0,85 dan log h bernilai -0,38 serta keadaan maksimum pada saat log v
bernilai 0,9 dan log h -0,3. Dari grafik diatas dapat dilihat semakin besar log v nya
maka semakin besar pula log h nya dan hasil ini sesuai dengan literature.

f VS Nre
48000000
46000000
44000000
NRe

42000000 Series2
40000000
38000000
0.00 0.01 0.02

Gambar 3.9 Hubungan friction loss terhadap bilangan reynold pada bukaan
25%, 50%, 75%, 100% pipa elbow 450.
Pada gambar 3.9 menyatakan hubungan antara friction loss dengan bilangan
Reynold pada pipa elbow 450. Percobaan ini menggunakan pipa yang sangat halus
sehingga bilangan Reynold dan friction loss menggunakan persamaan sebagai berikut:
0 ,316
Blasius: f = 0 ,25 Untuk Re = 3000 sampai 100.000
Nre
Dilihat dari persamaan diatas bahwa bilangan Reynold berbanding terbalik dengan
friction loss (f). Berdasarkan Gambar 3.9 dapat dilihat bahwa friction loss memiliki
nilai yang sama seiring bertambahnya bilangan Reynold, hasil yang didapat dari
grafik tidak sesuai dengan persamaan blasius diatas bahwa seharusnya hasil
percobaan yang didapat berbanding terbalik. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
kekasaran relatif pada pipa yaitu perbandingan ketidaksempurnaan permukaan ϵ
terhadap garis tengah dalam pipa.

3.4 Head Loss & Friction Loss pada tee junction bukaan valve 25%, 50%,
75%, dan 100%
Pada percobaan ini akan ditentukan besar laju aliran dan head loss pada pipa
tee junction. Perhitungan rata-rata pada pipa tee junction dari data percobaan yang
dilakukan serta kecenderungan grafik yang terjadi dapat dilihat pada grafik dibawah :

Kecepatan Vs Head Loss


Head Loss (inHg

1.42
1.41
1.4
Series2
1.39
1.38
1.37
8 8.5 9 9.5 10 10.5 11 11.5 12 12.5

Kecepatan (ft/s)

Gambar 3.10 Hubungan kecepatan (v) terhadap Head Loss (h) pada bukaan
25%, 50%, 75%, dan 100% pipa tee junction.
Gambar 3.10 menyatakan hubungan antara kecepatan dengan head loss pada
pipa tee junction. Berdasarkan literatur diketahui bahwa hubungan antara kecepatan
(v) dan head loss (H) adalah berbanding lurus. Dilihat dari gambar 3.10, hasil
percobaan yang didapatkan sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin
besar kecepatan aliran fluida maka semakin besar pula head loss yang terjadi pada
aliran pipa dikarenakan aliran dengan kecepatan tinggi maka gesekan fluida dengan
dinding pipa semakin besar sehingga energi yang hilang (head loss) juga semakin
banyak [Muchsin, 2014].

log v Vs log h
0.152
0.149
log h

0.146
0.143 Series2

0.140
0.137
0.9 0.95 1 1.05 1.1
log v

Gambar 3.11 Hubungan log v terhadap log h pada bukaan 25%, 50%, 75%, dan
100% pipa tee junction.

Dari percobaan yang dilakukan selain diperoleh nilai pressure drop yang ada
serta kecepatan dari aliran dapat juga dilihat kenaikan dan penurunan yang terjadi
dengan membandingkan nilai dari logaritma antara kecepatan dan pressure drop.
Pada gambar 3.11 dapat dilihat hubungan antara log v dengan log h. Puncak head loss
terjadi pada log v dengan nilai sebesar 1,07 dan log h sebesar 0,151. Dari grafik ini
terlihat bahwa terjadi peningkatan log v seiring dengan peningkatan log h.
f VS NRe
75000
70000
65000

NRe
60000 Series2
55000
50000
45000
0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018 0.02
f

Gambar 3.12 Hubungan friction loss terhadap bilangan reynold pada bukaan
25 %, 50%, 75%, 100% pipa tee junction.

Pada gambar 3.12 menyatakan hubungan antara friction loss dengan bilangan
Reynold pada pipa tee junction. Percobaan ini menggunakan pipa yang sangat halus
sehingga bilangan Reynold dan friction loss menggunakan persamaan sebagai berikut:
0 ,316
Blasius: f = 0 ,25 Untuk Re = 3000 sampai 100.000
Nre
Dilihat dari persamaan diatas bahwa bilangan Reynold berbanding terbalik dengan
friction loss (f). Berdasarkan Gambar 3.12 dapat dilihat bahwa friction loss memiliki
nilai yang sama seiring bertambahnya bilangan Reynold, hasil yang didapat dari
grafik tidak sesuai dengan persamaan blasius diatas bahwa seharusnya hasil
percobaan yang didapat berbanding terbalik. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
kekasaran relatif pada pipa yaitu perbandingan ketidaksempurnaan permukaan ϵ
terhadap garis tengah dalam pipa.

3.5 Head Loss & Friction Loss pada Enlargement dan Contraction bukaan
25%, 50%, 75% dan 100%
Pada sistem perpipaan, pipa perbesaran/Enlargement terjadi dimana diameter
dari pipa yang awalnya kecil mengalami perbesaran menjadi diameternya lebih besar.
Sedangkan jika pipa diameter besar ke kecil disebut Contraction. Perhitungan rata-
rata pada enlargement dan contraction dari data percobaan yang dilakukan serta
kecenderungan grafik yang terjadi, dapat dilihat pada gambar 3.13 dan 3.14 dibawah :

f VS NRe
30000
29500
29000
NRe 28500
28000 Series2
27500
27000
0.02 0.03 0.04 0.05

Gambar 3.13 Hubungan friction loss terhadap bilangan Reynold pada bukaan
valve 25%, 50%, 75% dan 100% pada pipa enlargement.

Enlargement untuk pipa dimana diameter berubah dari kecil ke besar, sehingga
luas penampang pipa juga berubah dari kecil ke besar. Harga diameter pipa
enlargement adalah 0,0289 ft. Dan luas pipa pertama yang digunakan pada pipa
enlargment adalah 0.00066 ft2 . Adapun yang membuat hal ini terjadi yaitu karena
kesalahan pengambilan data sehingga data yang diperoleh tidak sesuai dengan
literatur.
f VS NRe
22000
20000

NRe
18000 Series2

16000
0.02 0.03 0.04 0.05

Gambar 3.14 Hubungan friction loss terhadap bilangan Reynold pada bukaan
valve 25%, 50%, 75% dan 100% pada pipa Contraction.

Contraction untuk pipa dimana diameter berubah dari kecil ke besar, sehingga
luas penampang pipa juga berubah dari kecil ke besar. Harga diameter pipa
contraction adalah 0,0289 ft dan luas pipa pertama yang digunakan pada pipa
contraction luas pipa adalah 0,00066 ft2.
Dari persamaan kontinuitas yang menyatakan bahwa kecepatan fluida adalah
perbandingan debit air dengan luas penampang pipa. Semakin kecil luas penampang
pipa maka semakin besar kecepatan fluida yang mengalir [Triatmodjo, 1993].

Q
v= A ............................

(3.2)
Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa luas penampang berbanding terbalik
dengan kecepatan fluida. Pada enlargement dimana luas pipa pertama lebih kecil
dibanding dengan luas pipa kedua, hal ini mengakibatkan kecepatan fluida pada
penampang kecil lebih besar dari pada kecepatan pada penampang besar. Berbeda
dengan contraction diameter berubah dari pipa besar kekecil sehingga kecepatan pada
penampang pertama lebih kecil dari penampang kedua. Hal ini mengakibatkan
friction loss pada enlargement lebih besar dari pada contraction. Dari gambar 3.13
dan 3.14 juga dapat kita ketahui bahwa jenis aliran yang digunakan pada percobaan
adalah jenis aliran turbulen dimana NRe > 3000.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Head loss terbesar cenderung pada bukaan 100% pada pipa nomor 2 sebesar
0,7 inHg, bukaan 25% pada pipa nomor 4 sebesar 1,47 inHg, bukaan 25%
pada elbow 45o sebesar 0,5 inHg, bukaan 25% pada enlargement sebesar
0,83 inHg, bukaan 100% pada contraction sebesar 2,96 inHg, dan bukaan
100% pada pipa tee junction sebesar 1,42 inHg.
2. Friction loss memiliki nilai yang sama terhadap setiap bukaan yaitu pada
pipa no. 1 sebesar 0,02, pipa no. 3 sebesar 0,01, elbow 45 0 sebesar 0,01,
enlargement sebesar 0,02, contraction sebesar 0,02, dan tee junction sebesar
0,01. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kekasaran relatif pada pipa yaitu
perbandingan ketidaksempurnaan permukaan ϵ terhadap garis tengah dalam
pipa.

4.2 Saran
Praktikan harus teliti pada saat membuka dan menutup aliran pada valve juga
pada saat membaca skala yang terlihat pada manometer karena jika terjadi kesalahan
pada kedua hal tersebut berpengaruh fatal terhadap hasil perhitungan.
DAFTAR PUSTAKA

Haruo Tahara, Sularso, 2000. Pompa dan Kompresor. Jakarta :Penerbit PT. Pradnya
Pramita.

McCabe L Warren, Smith C Julian, and Herriot Peter, 1985. “Operasi Teknik Kimia
Jilid 1. Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.

M. White, Frank dan Hariandja, Manahan. 1988. Mekanika Fluida. Jakarta: Erlangga.

Raswari. 1986. Teknologi dan Perencanaan Sistem Perpipaan. Jakarta: Penerbit


Universitas Indonesia.

Tim Laboratorium. 2016. Penuntun Praktikum Operasi Teknik Kimia I. Pekanbaru:


Universitas Riau.

Tipler paul. 1998 . Fisika Untuk Sain Dan Teknik . Jakarta:Erlangga.


LAMPIRAN A
LAPORAN SEMENTARA

Judul Pratikum : Aliran Fluida dalam Sistem Perpipaan


Dosen Pembimbing : Amun Amri, MT, Ph.D
Kelompok : I (Satu)
Nama Kelompok : 1. Asri Auliani
2. Fachri Luthfi
3. Ristono MT Sitinjak
4. Vivi Sririska Wahyuni

Tabel. 1 Data Hasil Percobaan pada Pipa Nomor 2

Head loss
Bukaan Volume V Waktu t ha hb
ha-hb
Valve (Liter) (Detik) (mmHg) (mmHg)
(mmHg)

10 49.85 465 465 0


25% 15 74.06 467 462 5
20 98.06 468 461 7
10 48.35 469 460 9
50% 15 73.70 470 460 10
20 98.94 471 459 12
10 47.36 472 458 14
75% 15 72.13 472 458 14
20 97.32 473 457 16
100% 10 45.91 473 457 16
15 70.03 474 456 18
20 96.21 474 455 19

Tabel. 2 Data Hasil Percobaan pada Pipa Nomor 4

Bukaan Volume Waktu t Ha Hb Head loss


Valve (Liter) (Detik) (mmHg) (mmHg) (ha-hb)

10 14.24 484 446 38


25% 15 21.58 483 446 37
20 28.49 483 446 37
10 14.55 483 446 37
50% 15 21.40 483 446 37
20 28.96 483 446 37
10 14.69 483 447 36
75% 15 22.03 483 447 36
20 29.81 483 447 36
10 15.42 481 449 32
100% 15 24.39 480 450 30
20 32.30 480 450 30

Tabel. 3 Data Hasil Percobaan pada Construction

Bukaan Volume Waktu t Ha Hb Head loss


Valve (Liter) (Detik) (mmHg) (mmHg) (ha-hb)

10 50.79 601 328 273


25% 15 77.55 622 307 315
20 101.60 634 295 339
50% 10 50.66 640 290 350
15 74.63 642 287 355
20 101.36 642 287 355
10 49.63 643 286 357
75% 15 76.97 644 285 359
20 100.25 645 284 361
10 49.06 645 285 360
100% 15 76.34 645 285 360
20 101.25 645 285 360

Tabel. 4 Data Hasil Percobaan pada Enlargement

Bukaan Volume Waktu t Ha Hb Head loss


Valve (Liter) (Detik) (mmHg) (mmHg) (ha-hb)

10 49.36 476 455 21


25% 15 74.61 475 454 21
20 99.93 475 454 21
10 48.24 475 454 21
50% 15 76.81 475 454 21
20 99.53 475 454 21
10 44.08 475 454 21
75% 15 76.49 475 454 21
20 103.22 475 454 21
10 50.74 475 454 21
100% 15 76.74 475 454 21
20 103.70 475 454 21

Tabel. 5 Data Hasil Percobaan pada Elbow 450

Bukaan Volume Waktu t Ha Hb Head loss


Valve (Liter) (Detik) (mmHg) (mmHg) (ha-hb)

25% 10 13.98 471 459 12


15 21.19 472 459 13
20 28.14 472 459 13
10 14.00 472 459 13
50% 15 22.04 471 459 12
20 28.85 471 459 12
10 14.77 471 459 12
75% 15 22.05 471 460 11
20 29.83 470 460 10
10 15.82 470 459 11
100% 15 23.63 471 460 11
20 31.59 470 460 10

Tabel. 6 Data Hasil Percobaan pada Tee junction

Bukaan Volume Waktu t Ha Hb Head loss


Valve (Liter) (Detik) (mmHg) (mmHg) (ha-hb)

10 13.34 473 455 18


25% 15 20.18 474 454 20
20 26.78 476 452 24
10 12.13 482 448 32
50% 15 18.96 484 445 36
20 25.67 484 444 40
10 10.15 490 439 51
75% 15 15.90 492 438 54
20 23.43 493 436 57
10 08.45 499 420 79
100% 15 13.79 500 429 71
20 20.67 503 427 76

Mengetahui Pekanbaru, 2 Oktober 2017


Asisten Praktikan

Ulfi Rahayu Vivi Sririska Wahyuni


LAMPIRAN B
SPESIFIKASI PERALATAN

Spesifikasi peralatan pipa-pipa yang digunakan pada percobaan aliraan fluida


dalam system perpipaan:
1. Pipa No. 2
Panjang pipa : 190 cm = 6,2335 ft
ID pipa : 8,8 mm = 0,0289ft
Luas pipa : 0,18014 ft2

2. Pipa No. 4
Panjang pipa : 190 cm = 6,2335 ft
ID pipa : 19,38 mm = 0,0636 ft
Luas pipa : 0,3964 ft2

3. Elbow 450
Panjang pipa : 190 cm = 6,2335 ft
ID pipa : 19,38 mm = 0,0636 ft
Luas pipa : 0,3964 ft2

4. Pipa enlargement dan contraction


Panjang pipa : 190 cm = 6,2335 ft
ID pipa 1 : 8,8 mm = 0,0289ft
ID pipa 3 : 19,38 mm = 0,0636 ft
Luas Pipa 1 : 0,18014 ft2
Luas pipa 3 : 0,3964 ft2

5. Data fluida
Densitas fluida(ρ) = 62,43 lbm/ft3
Viskositas(µ) = 0,00067197 lbm/ft.s
LAMPIRAN C
PERHITUNGAN

1. Menghitung debit (Q) dan kecepatan (v) Pipa No. 2


Diameter pipa no. 2 = 0,0289 ft
Penyelesaian :
Pipa No. 2 Bukaan 25 %
V
Q1 =
t
0 , 01
=
49 , 85
= 2 × 10-4 m3/s

V
Q2 =
t
0,015
=
74 , 06
= 2,03 × 10-4 m3/s

V
Q3 =
t
0 , 02
=
98 , 06
= 2,04× 10-4m3/s

−4 −4 −4
2× 10 + 2, 03 ×10 +2 , 04 ×10
Qrata-rata =
3
−4 3 3
6 , 87 ×10 m 1 ft
= × 3
s 0,028317 m
= 7,14 x 10-3 ft3/s
π 2
A = d
4
3 ,14
= ( 0,0289ft )2
4
= 0,00066 ft2

Q
v =
A
3
7 ,14 x 10−3 ft /s
= 2
0,00066 ft
= 10,82 ft/s
Perhitungan debit dan kecepatan untuk variasi sistem perpipaan lainnya mengunakan cara
yang sama

2. Menghitung bilangan Reynold Pipa No. 2


ρ air= 1 gr/cm3 = 62,43 lbm/ft3
Diameter pipa No. 2 = 0,0289ft
µ= 1cP = 6,7197 x 10-4 lb/ft.s
Penyelesaian:
Pipa No. 2 bukaan 25%
ρvD
NRe =
μ
3
lb ft
62 , 43 ×10 , 82 × 0,0289 ft
ft s
=
lb
0,00067197 . s
ft
= 29051,5
Perhitungan bilangan Reynold untuk variasi sistem perpipaan lainnya menggunakan
cara yang sama.

3. Menghitung F Pipa No. 2


Diameter pipa No. 2 = 0,0289ft
µ = 1 Cp = 6,7197 × 10-4 lb/ft.s
L =6,2335 ft
gc = 32,174 lbm.ft/lbf.s2

ρair = 1 g/cm3 = 62,43 lb/ft3


Penyelesaian :
Pipa No. 2 bukaan 25%
2
32. μ . L. v
F = 2
gc . D . ρ
= 32 ×0,00067197 lb/ft . s ×6,2335 ft × ¿ ¿
= 9,3539 ft/lbf
Perhitungan factor gesekan (F) untuk variasi sistem perpipaan lainnya menggunakan
cara yang sama.

4. Menghitung f(friction loss) Pipa No. 2


Pipa No. 2 bukaan 25%
2. F . gc . D
f = 2
L. v
2
2 x 9,3539 ft /lbf x 32,174 lbm . ft /lbf . s x 0 , 0 289 ft
= 2
6,2335 ft . ( 10 , 82 ft / s )
= 0,02384
Perhitungan friction loss (f) untuk variasi sistem perpipaan lainnya menggunakan
cara yang sama.
LAMPIRAN D
HASIL PERHITUNGAN

Tabel D.1 Hasil Perhitungan Pipa No. 2


Q Kecepat
Bukaan H
rerata an log v log h NRe F f
valve (inHg)
Ft3/det (ft/det)
7.14 ×
25% 10.82 0.16 1.034 -0.804 29051.5 9.3539 0.02
10-3
7.21 ×
50% 10.98 0.41 1.041 -0.390 29481.1 9.63 0.02
10-3
7.06 ×
75 % 10.7 0.58 1.029 -0.239 28279.3 9.15 0.02
10 -3
7.02 ×
100 % 22.15 0.70 1.027 -0.157 28595.1 9.06 0.02
10-3

Tabel D.2 Hasil Perhitungan Pipa No. 4


Q Kecepat
Bukaan H
rerata an log v log h NRe F f
valve (inHg)
Ft3/det (ft/det)
24.72 4607754 100322
25% -3
7798.1 1.47 3.89 0.17 0.01
× 10 8.6 1.44
24.48 4563025 0.01
50% 7722.4 1.46 3.89 0.16 9838.44
× 10-3 1.2
23.94 4462397 940924. 0.01
75 % -3
7552.1 1.42 3.88 0.15
× 10 9.5 26
100 % 22.18 6996.8 1.21 3.84 0.08 4134281 807640. 0.01
× 10-3 3.3 56

Tabel D.3 Hasil Perhitungan pada Elbow 450


Q Kecepat
Bukaan H
rerata an log v log h NRe F f
valve (inHg)
Ft3/det (ft/det)
25.12 4682324 1035955 0.01
25% 7924.3 0.50 3.90 -0.30
× 10-3 1.4 .31
24.57 4579806 991088. 0.01
50% -3
7750.8 0.49 3.89 -0.31
× 10 1.6 11
23.59 4397105 913591. 0.01
75 % 7441.6 0.43 3.87 -0.36
× 10-3 5.3 07
22.35 4166011 820085. 0.01
100 % -3
7050.5 0.42 3.85 -0.38
× 10 6.8 32

Tabel D.4 Hasil Perhitungan pada Enlargement


Q Kecepat
Bukaan H
rerata an log v log h NRe F f
valve (inHg)
Ft3/det v(ft/det)
7,11 × 1.03 -0.08
25% 10,77 0.83 28917,3 9.27 0.02
10-3
7,1 × 0.83 1.03 0.08
50% -3
10,76 28890,4 9.25 0.02
10
7,26 × 0.83 1.04 0.08
75 % 11 29534,8 9.67 0.02
10-3
6,89 × 0.83 1.02 0.08
100 % -3
10,44 28031,2 8.71 0.02
10
Tabel D.5 Hasil Perhitungan pada Contraction
Kecepat
Q
Bukaan an H log v log h
rerata NRe F f
valve v1(ft/det (inHg)
Ft3/det
)
2.48 × 0.81365 0.8932 - 20996.5
25% 7.82 4.8527 0.02
10-3 1 0 0.8956 5
2.42 × 1.41732 0.8825 0.1514
50% -3
7.63 20486.4 4.6197 0.02
10 8 2 7
2.16 × 2.12599 0.8333 0.3275 18292.7
75 % 6.813 3.6834 0.02
10-3 2 3 6 7
2.28 × 0.8568 0.4721 19310.3
100 % 7.192 2.96589 4.1046 0.02
10-3 5 5 8

Tabel D.6 Hasil Perhitungan pada Tee Junction


Kecepat
Q
Bukaan an H Log V Log H
rerata NRe F F
valve 3
V1(ft/de (inHg)
Ft /det
t)
68.8 × 1.0178 1.0851 0.01
25% -3
10.42 12.1654 27977.5 8.616
10 6 26
70 × 1.0253 1.1433 0.01
50% 10.6 13.9106 28460.8 8.916
10-3 0 48
69.1 × 1.0199 1.1502 28111.7 0.01
75 % 10.47 14.1339 8.698
10-3 4 62 5
69.9 × 1.0248 1.1514 28433.9 0.01
100 % 10.59 14.1732 8.899
10-3 9 70 5

Anda mungkin juga menyukai