Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


1. Mengukur friction loss dan head loss pada pipa 4 dan pipa 3.
2. Mengukur friction loss dan head loss pada elbow 450.
3. Mengukur friction loss dan head loss pada enlargement dan contraction.

1.2 Dasar Teori


1.2.1 Macam-macam aliran fluida dalam pipa
Menurut Ridjadi (2013) ; ada 3 tipe aliran fluida didalam pipa, yaitu :
1. Aliran Laminer, aliran fluida dengan kecepatan rendah. Partikel-partikel
fluida mengalir secara teratur dan sejajar dengan sumbu pipa. Reynold
menunjukkan bahwa untuk aliran laminer berlaku Bilangan Reynold, NRe <
2100. Pada keadaan ini juga berlaku hubungan Head Loss berbanding lurus
dengan kecepatan linear fluida, atau H α V.
2. Aliran Turbulen, aliran fluida dengan kecepatan tinggi. Partikel-partikel fluida
mengalir secara tidak teratur atau acak didalam pipa. Reynold menunjukkan
bahwa untuk aliran turbulen berlaku Bilangan Reynold, NRe < 4000. Pada
keadaan ini juga berlaku hubungan Head Loss berbanding lurus dengan
kecepatan linear berpangkat n, atau H α Vn.
3. Aliran Transisi, aliran fluida dengan kecepatan diantara kecepatan linear dan
kecepatan turbulen. Aliran berbentuk laminar atau turbulen sangat tergantung
oleh pipa dan perlengkapannya. Reynold menunjukkan bahwa untuk aliran
transisi berlaku hubungan Bilangan Reynold, 2100 < NRe < 4000.

1.2.2 Bilangan Reynold


Bilangan reynold adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya viskos
(μ/L) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi
aliran tertentu. Bilangan Reynolds ini dapat digunakan untuk mengidentikasikan jenis
aliran yang berbeda, seperti jenis aliran laminar dan turbulen. Dimana nama tersebut
diambil dari profesor Osborne Reynolds (1842–1912) yang mengusulkannya di tahun
1883. Angka Reynolds adalah bilangan tanpa dimensi yang nilainya bergantung pada
kekasaran dan kehalusan pipa sehingga dapat menentukan jenis aliran dalam pipa.
Profesor Osborne Reynolds menyatakan bahwa ada dua tipe aliran yang ada didalam
suatu pipa yaitu :
1. Aliran laminar pada kecepatan rendah dimana berlaku h α v
2. Aliran Turbulen pada kecepatan tinggi dimana berlaku h α vn
Dalam penelitiannya, Profesor Osborne Reynolds mempelajari kondisi dimana
satu jenis aliran berubah menjadi aliran jenis lain, dan bahwa kecepatan kritis, dimana
aliran laminar berubah menjadi aliran turbulen. Keadan ini bergantung pada empat
buah besaran yaitu: diameter tabung, viskositas, densitas dan kecepatan linear rata-
rata zat cair. Lebih jauh ia menemukan bahwa ke empat faktor itu dapat digabungkan
menjadi suatu gugus, dan bahwa perubahan macam aliran berlangsung pada suatu
nilai tertentu gugus itu. Pengelompokan variabel menurut penemuannya itu adalah :
.
D.V.ρ .......................................................(1.1)
NRe 
μ

Dimana : D = Diameter pipa ( m )


V = Kecepatan rata-rata zat cair ( m / s )
μ = Viskositas zat cair ( kg / m.s )
ρ = Densitas zat cair ( kg / m3 )
Gugus variabel tanpa dimensi yang didefinisikan oleh persamaan di atas
dinamakan Angka Reynolds ( Reynolds Number ). Aliran laminar selalu ditemukan
pada angka Reynold di bawah 2.100, tetapi bisa didapat pada angka Reynold sampai
beberapa ribu, yaitu dalam kondisi khusus dimana lubang masuk pipa sangat baik
kebundarannya dan zat cair di dalamnya sangat tenang. Pada kondisi aliran biasa,
aliran itu turbulen pada angka Reynolds di atas kira-kira 4.000. Terdapat suatu daerah
transisi yatu pada angka Reynolds antara 2100 sampai 4000, dimana jenis aliran itu
mungkin laminar dan mungkin turbulen, bergantung pada kondisi di lubang masuk
pipa dan jaraknya dari lubang masuk itu (Raswari, 1986).

1.2.3 Sistem Perpipaan


Sistem perpipaan dapat ditemukan hampir pada semua jenis industri, dari
sistem pipa tunggal yang sederhana sampai sistem pipa bercabang yang sangat
kompleks. Contoh berbagai sistem perpiaan adalah, sistem distribusi air minum pada
gedung atau kota, sistem pengangkutan minyak dari sumur bor ke tadon atau tangki
penyimpan, sistem penyaluran oil, sistem distribusi udara pendingin pada suatu
gedung, sistem distribusi uap pada proses pengeringan dll.
Sistem perpipaan meliputi semua komponen dari lokasi awal sampai dengan
lokasi tujuan antara lain, saringan (strainer), katup atau kran, sambungan nosel dan
sebagainya. Sambungan dapat berupa sambungan penampang tetap, sambungan
penampang berubah , belokan (elbow) atau sambungan bentuk T (Tee).
Sistem perpipaan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sistem pipa
tunggal, dan sistem pipa majemuk. Sistem pipa tunggal adalah sistem perpipaan
dimana semua komponen pipa terhubung secara seri tanpa adanya cabang. Sedangkan
sistem pipa majemuk adalah gabungan dari sistem perpipaan yang dipasang secara
seri dan paralel disertai dengan cabang perpipaan yang ada (Tipler, 1998).

1.2.4 Gesekan dalam pipa


Gesekan pada pipa dapat menyebabkan hilangnya energi mekanik fluida.
Gesekan inilah yang menetukan aliran fluida dalam pipa, apakah laminar atau
turbulen. Gesekan juga dapat menimbulkan panas pada pipa sehingga merubah energi
mekanik menjadi energi panas (kalor). Dalam aplikasi kesehariannya, ada banyak
sekali bentuk dan model pipa, seperti pipa bentuk elbow, mitter, tee, reducer, cross,
dan lainnya. Bentuk serta model yang beraneka ragam tersebut sangat membantu
dalam desain layout sistem perpipaan didunia industri. Pada saat operasi, bentuk dan
model pipa yang bermacam-macam tersebut akan memiliki karakteristik tegangan
yang berbeda-beda sebagai akibat dari pembebanan yang diterimanya. Akumulasi
dari berat pipa itu sendiri dan tekanan fluida yang mengalir didalamnya, akan
menyebabkan tegangan pada pipa yang dikenal sebagai beban static. Namun efek dari
pembebanan seperti ini dapat diminimalisasi dengan memilih jenis penyangga
(support) yang sesuai, dan menggunakan penyangga tersebut dalam jumlah cukup.
Salah satu komponen penyambungan dalam sistem perpipaan adalah pipe
bend (pipa lengkung) atau elbow. Pipe bend berfungsi untuk membelokkan arah
aliran fluida didalam pipa. Namun pipe bend lebih sulit untuk dianalisa karena
permukaannya menjadi oval dibawah pembebanan momen bending. Hal ini
menyebabkan pipe bend memiliki fleksibilitas yang lebih besar dibandingkan dengan
pipa lurus yang sama ukuran dan jenis materialnya. Lebihnya fleksibilitas ini
menjadikan pipe bend berfungsi sebagai penyerap ekspansi thermal. Dengan berbagai
karakteristik tersebut, pipe bend menjadi komponen yang sangat penting di dalam
sistem perpipaan dan memerlukan berbagai macam pertimbangan dalam proses
perancangannya (McCabe, 1985).

1.2.5 Head loss & Friction loss pada pipa horizontal


Head loss biasanya dinyatakan dengan satuan panjang. Sehingga untuk
persamaan (1.2) , head loss adalah harga ∆p yang dinyatakan dengan satuan panjang
mmHg atau inchHg. Harga F sendiri bergantung pada tipe alirannya. Untuk aliran
laminar, dimana N Re < 2100, berlaku persamaan :
𝑓 𝐿𝑉 2
𝐹= ............................................................(1.2)
2 𝑔𝑐𝐷

Untuk aliran turbulen dengan N Re > 4000, berlaku persamaan:


32  𝐿𝑉 2
𝐹= ......................................................(1.3)
𝑔𝑐 D2

1.2.6 Head loss & Friction loss pada Elbow


Sambungan-sambungan didalam pipa, misalnya elbow, kran, valve, tee akan
mengganggu pola aliran fluida dan menyebabkan terjadinya rugi gesekan atau friction
loss. Friction loss ini biasanya dinyatakan sebagai rugi gesekan yang setara dengan
panjang pipa lurus. Untuk 45o elbow, dengan diameter pipa 1 in – 3 in, misalnya,
maka setara dengan panjang pipa 15 x D, sedangkan untuk 90o elbow, dengan
diameter 3/8 in – 2,5 in, misalnya maka setara dengan panjang pipa 30 x D
(Irianty, 2017).
Persamaan-persamaan yang digunakan didalam pipa Horizontal, termasuk
untuk menentukan head loss juga berlaku untuk elbow dengan catatan elbow juga
dalam posisi horizontal didalam sistem perpipaan. Hasil pengujian head loss
menunjukkan bahwa, sudut sambungan belokkan berbanding lurus dengan head loss.
Semakin besar sudut sambungan belokan pipa, nilai head loss yang dihasilkan
semakin besar. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tinggi tekan pada sebelum dan
setelah belokan pipa yang semakin meningkat. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
kecepatan air berbanding terbalik dengan sudut sambungan belokan pipa, semakin
besar sudut sambungan belokan pipa maka kecepatan air semakin kecil, dan
sebaliknya semakin kecil sudut sambungan belokan pipa kecepatan air semakin besar.
Hal tersebut disebabkan karenan waktu yang diperlukan lebih lama untuk sudut
belokan yang semakin besar (Raswari, 1986).

1.2.7 Friction Loss pada Enlargement dan Contraction


Untuk pipa dimana diameternya berubah kecil kebesar, pipa pertama dengan
diameter D1 dan pipa kedua dengan diameter D2, atau Enlargement, dan pipa masih
didalam posisi horizontal, tidak ada kerja pada sistem, maka ∆Z =0, W = 0 dengan
persamaan :
∆𝑣 2 ∆𝑝
−𝐹 = + ......................................................(1.4)
2𝑔𝑐 
∆𝑝⁄ ∆𝑣 2⁄
Jika 𝜌 sangat kecil,dan bisa diabaikan terhadap harga dari 2𝑔𝑐 , maka :
∆𝑣 2
= −𝐹 ...................................................................(1.5)
2𝑔𝑐

1.2.8 Pressure Drop


Pressure drop adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
penurunan tekanan dari satu titik di dalam pipa atau aliran air. Penurunan
tekanan,biasa dinyatakan juga dengan ∆P. Jika manometer yang digunakan adalah
manometer air raksa,dan beda tinggi air raksa dalam manometer H (ft), maka :
∆𝑝 = 𝐻 (  𝐻𝑔) 𝑔/𝑔.......................................(1.6)
"Penurunan Tekanan" adalah hasil dari gaya gesek pada fluida seperti yang
mengalir melalui tabung. Gaya gesek disebabkan oleh resistensi terhadap aliran.
Faktor utama yang mempengaruhi resistensi terhadap aliran fluida adalah kecepatan
fluida melalui pipa dan viskositas fluida. Aliran cairan atau gas selalu akan mengalir
ke arah perlawanan sedikit (kurang tekanan). Pada aliran satu fase, pressure drop
dipengaruhi oleh Reynold number yang merupakan fungsi dari viskositas, densitas
fluida dan diameter pipa (Deslia, 2011).

1.2.9 Persamaan Kontinuitas


Persamaan kontinuitas mengatakan hubungan antara kecepatan fluida yang
masuk pada suatu pipa terhadap kecepatan fluida yang keluar(White, 1988).
Hubungan tersebut dinyatakan dengan :
𝑄 = 𝐴 𝑉 ..........................................................(1.7)
Dimana :
A = Luas penampang(m2)
V = kecepatan (m/det)
Debit adalah besaran yang menyatakan volume fluida yang mengalir tiap
satuan waktu (Tipler, 1998) :
𝑄 = 𝑉/ 𝑡 ....................................................... (1.8)
Dimana :
V = Volume (m3)
t = waktu (detik)

DAFTAR PUSTAKA
Deslia, P. 2011. Laporan Dasar-dasar Proses Kimia I. Pekanbaru. Diakses 3
November 2017

Irianty, R.S. 2017. Penuntun Praktikum Operasi Teknik Kimia I. Pekanbaru:


Universitas Riau

McCabe, L.W, dkk. 1985. Operasi Teknik Kimia. Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.

Raswari. 1986. Teknologi dan Perencanaan Sistem Perpipaan. Jakarta: Penerbit


Universitas Indonesia

Ridjadi. 2013. Pengantar Teknik Kimia . Bandung : ITENAS

Tipler, P. 1998. Fisika Untuk Sain Dan Teknik. Jakarta: Erlangga.

Zulkifli. 2012. Sistem Perpipaan. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai