Anda di halaman 1dari 34

ABSTRAK

Penyedian air pendingin untuk operasi proses di pabrik dapat dilakukan melalui
apparatus cooling tower. Praktikum kali ini bertujuan untuk menghitung kinerja
cooling tower, dengan mengetahui cooling range penurunan temperatur fluida
panaas (air) yang masuk selama proses pendinginan dan kecepatan udara yang
masuk. Metode pendinginan terjadi pada forced draft cooling tower dengan cara
mengontakkan fluida air yang panas dengan udara secara counter current.
Percobaan pertama dengan nilai kalor diatur tetap sebesar 1 kW, laju alir air
masuk (25; 35; 45) g/s dengan temperatur 40℃ mengalami penurunan temperatur
air (cooling range) yang terbesar 1,7℃ dan terendah 1,5℃. Percobaan kedua
dengan nilai kalor sebesar 1,5 kW, dengan laju alir air masuk (25; 35; 45) g/s
dengan temperatur 54℃ mengalami penurunan temperatur air (cooling range)
yang terbesar 13,7℃ dan terendah 11,9℃. Nilai kalor (Q) percobaan pertama
sebesar 1 kW, menarik udara masuk dengan massa udara (0,5505; 0,5499; 0,5496)
kg/s dengan kecepatan udara (20,0549; 22,7510; 22,7640) m/s. Nilai kalor (Q)
pada percobaan kedua sebesar 1,5 kW, menarik udara masuk dengan massa udara
(0,5487; 0,5484; 0,5481) kg/s dengan kecepatan udara (22,8000; 22,8130;
22,8200) m/s. Perhitungan volume udara didapat dari plot antara temperatur dry
bulb dan temperatur wet bulb. Semakin besar nilai kalor (Q), semakin banyak
udara yang dapat ditarik oleh kipas (fan) dengan kecepatan laju alir udara yang
besar juga. Udara yang banyak meningkatkan jumlah kontak dengan fluida air
yang panas, sehingga proses pendinginan dapat maksimal. Variabel yang
mempengaruhi proses pendinginan pada cooling tower adalah cooling load,
kecepatan udara yang masuk, dan temperatur fluida yang bekerja di cooling tower.

Kata kunci: cooling tower, temperatur dry bulb, temperatur wet bulb, nilai kalor,
laju alir udara
BAB I
PENDAHULUAN.

1.1. Latar Belakang/


Air pendingin dalam industri kimia sangat dibutuhkan sebagai media
untuk melakukan pertukaran panas yang terjadi antara/fluida yang panas dengan
air pendingin, berlangsungnya/pertukaran panas tersebut terjadi didalam suatu
heat exchanger atau yang lebih spesifik disebut dengan cooler. Air dingin akan
mengalami perubahan pada temperatur ketika terjadi pertukaran panas.
Temperatur air pendingin akan naik, hal ini disebabkan oleh panas yang
dibawa oleh suatu fluida yang mana panas diserap oleh air. Air yang mengalami
perubahan temperatur tersebut tidak dapat langsung digunakan kembali sebagai
pendingin dan juga tidak dapat dibuang langsung ke sungai atau ke lingkungan.
Hal ini karena air yang dibuang masih memilih temperatur yang sangat tinggi.
Proses pendinginan dilakukan untuk menurunkan temperatur air sehingga
dapat digunakan sebagai air pendingin. Proses pendinginan air tersebut dilakukan
di dalam tower pendingin yang disebut cooling tower. Cooling tower merupakan
peralatan yang digunakan untuk menurunkan temperatur aliran air dengan cara
mengekstraksi panas dari air dan mengemisikan panas air ke atmosfer.
Komponen-komponen yang terdapat pada sistem cooling tower adalah fan,
distribution system, spray nozzle (sprinkle), fill (packing), basin dan pump.
Cooling tower memanfaatkan air dan udara pada proses perpindahan panas yang
dibuang ke atmosfer. Air pendingin merupakan hal yang vital pada proses pabrik.
Pemahaman tentang prinsip kerja atau operasi cooling tower sangat diperlukan.
Proses pendinginan dalam industri dapat terjadi di alat penukar panas atau
heat echanger. Heat exchanger merupakan tempat terjadinya suatu proses
pertukaran panas yang terjadi antara fluida panas dengan fluida yang dingin. Air
pendingin sangat diperlukan dalam hampir setiap semua industri khususnya pada
proses-proses yang terjadi reaksi endotermis. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pemilihan dari sistem penyedian air pendingin dapat diketahui
setelah dilakukan suatu penelitian atau praktikum dalam skala laboratorium.

1
2

1.2. Rumusan Masalah


1) Bagaimana proses yang terjadi pada cooling tower?
2) Bagaimana komponen-komponen yang terdapat pada cooling tower?
3) Bagaimana prinsip dan cara kerja cooling tower?
4) Bagaimana klasifikasi jenis-jenis cooling tower?
5) Bagaimana pengaruh temeperatur wet bulb dan temeperatur dry bulb
terhadap humiditas?
6) Bagaimana pengaruh nilai cooling load (Q) terhadap temperatur udara
yang masuk ke cooling tower?

1.3. Tujuan Percobaan

1) Mengetahui proses yang terjadi pada cooling tower.


2) Mengetahui komponen-komponen yang terdapat pada cooling tower.
3) Mengetahui prinsip dan cara kerja cooling tower.
4) Mengetahui klasifikasi jenis-jenis cooling tower.
5) Mengetahui karakteristik air pendingin pada cooling tower.
6) Mengetahui pengaruh temeperatur wet bulb dan temeperatur dry bulb
terhadap humiditas.
7) Mengetahui pengaruh nilai cooling load (Q) terhadap temperatur udara
yang masuk ke cooling tower.

1.4. Manfaat
1) Sebagai sumber penunjang proses dalam penyediaan air pendingin di
pabrik.
2) Sebagai modal pengetahuan untuk meningkatkan efisiensi kinerja cooling
tower dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya.
3) Mampu mengetahui contoh pengaplikasian dari cooling tower.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Cooling Tower
Cooling tower dapat didefinisikan sebagai alat penukar kalor yang fluida
kerjanya adalah air dan udara yang berfungsi mendinginkan air dengan kontak
langsung dengan udara yang mengakibatkan sebagian kecil air menguap
(Yulianto, 2013). Cooling tower yang bekerja pada sistem pendinginan udara
biasanya menggunakan pompa sentrifugal untuk menggerakkan air vertikal ke
atas melintasi menara. Semua cooling tower yang bekerja akan melepaskan kalor
melalui proses perpindahan panas, fluida panas yaitu air yang temperatur tinggi
akan melepaskan kalornya ke cooling tower sehingga air menjadi dingin.
Cooling tower memanfaatkan proses perpindahan panas antara air dan
udara menggunakan penguapan, sebagian air akan menguap dan bercampur
dengan aliran udara, untuk selanjutnya dibuang ke atmosfer. Sistem cooling tower
tersusun dari fan, distribution system, nozzle, fill, basin, dan pump (Pratiwi dkk,
2014). Cooling tower secara garis besar berfungsi untuk menyerap kalor atau
panas dari air tersebut dan menyediakan sejumlah air yang relatif bersifat dingin
untuk dipergunakan kembali di suatu instalasi pendingin atau dengan kata lain
menara pendingin berfungsi untuk menurunkan temperatur aliran air dengan cara
mengekstraksi panas atau kalor dari air dan akan mengemisikannya ke atmosfer.
Kontruksi dari peralatan cooling tower, berbentuk seperti menara tinggi
dengan menggunakan sistem sirkulasi udara atmosfer. Perubahan temperatur
fluida panas menjadi fluida bertemperatur dingin dapat terjadi melalui kontak
langsung ataupun tidak langsung. Cooling tower mampu menurunkan temperatur
air lebih efektif daripada peralatan-peralatan yang hanya menggunakan udara
untuk membuang panas, seperti radiator yang berada di dalam mobil.
Cooling tower dapat digunakan untuk mendinginkan air atau media kerja
lainnya sampai bertemperatur mendekati temperatur bola basah udara (wet bulb
temperature). Cooling tower mengekstraksi panas dari air dan membuangnya ke
lingkungan, sehingga temperatur air menjadi turun. Tujuan pembuangan panas air
melalui alat cooling tower untuk menyediakan air pendingin agar dapat digunakan

3
4

kembali dalam sistem alat penukar kalor (heat exchanger). Air pendingin akan
dialirkan melalui bagian shell atau bagian tube dari heat exchanger. Suplai air
pendingin yang tepat dan secara berkelanjutan membuat alat penukar kalor atau
panas tersebut dapat bekerja sesuai dengan spesifikasi alat dan kondisi yang telah
diharapkan. Penyediaan air pendingin untuk proses dari sumber peralatan cooling
tower dapat menghemat pengeluaran biaya, sehingga proses akan lebih efisien dan
penggunaan energi yang dikeluarkan tidak terlalu besar, proses lebih efisien.
Pengembangan mesin uap merupakan salah satu langkah pertama dalam
mengembangkan cooling tower. Cooling tower mulai dikembangkan pada abad
ke-19, ketika kondensor digunakan dalam sistem pembangkit listrik. Kondensor
digunakan dalam sistem pembangkit listrik untuk mengembunkan uap yang keluar
dari turbin atau silinder. Mesin uap di beberapa daerah yang memiliki lahan luas
biasanya menggunakan kolam pendingin untuk proses pendinginan, sedangkan
sistem pendingin yang berbentuk cooling tower di kota-kota besar yang memiliki
lahan yang sangat terbatas (Afshari dan Dehghanpour, 2018).
Menurut Afshari dan Dehghanpour (2018), peralatan cooling tower
awalnya diletakkan baik di atap atau sebagai struktur free-standing. Insinyur asal
Amerika mengusulkan untuk membuat desain khusus seperti persegi panjang atau
shell berbentuk bundar pada tahun 1901, desainnya berbentuk seperti cerobong
asap yang diperpendek secara vertikal, namun diperbesar secara lateral. Alat
distribusi terletak pada bagian atas, umpan air dari kondensor dipompakan menuju
ke atas lalu menetes di atas sebilah lapisan kayu atau lapisan dari kawat anyaman.

Gambar 2.1. Barnard's fanless self-cooling tower (1902)


(Sumber: Afshari, 2018)
5

Menurut Gerard (dalam Afshari, 2018), bentuk cooling tower hiperboloid


pertama kali dipatenkan oleh insinyur Belanda Gerard Kuypers dan Frederik van
Iterson pada tahun 1918. Cooling tower berdesain hiperboloid tersebut dibangun
pada tahun yang sama, cooling tower tersebut dibangun di dekat Heerlen.
Barnard's fanless self-cooling tower mengandalkan konsep alami dan sisi terbuka,
air yang akan didinginkan disemprotkan dari bagian atas cooling tower menuju
bagian lapisasn tikar kawat vertikal, ditunjukkan pada Gambar 2.1 kiri. Gambar
cooling tower hiperboloid pertama ditunjukan pada Gambar 2.1 sebelah kanan.

2.2. Komponen-Komponen Cooling Tower


Komponen-komponen penyusun dari alat industri kimia yang berupa
cooling tower itu berfungsi dengan sebagaimana mestinya. Komponen cooling
tower secara garis besar terdiri dari suatu rangka dan wadah, bahan pengisi, kolam
air pendingin, eliminator, saluran udara masuk, louvers, nozzle, dan kipas (fan)
(Pratiwi, 2014). Pemahaman yang lebih jelas mengenai komponen-komponen
penyusun cooling tower akan dijelaskan pada pengertian berikut.
2.2.1. Rumah Menara Pendingin
Rumah menara pendingin juga bisa disebut sebagai casing yang memiliki
fungsi sebagai tempat bagi komponen-komponen dalam cooling tower, oleh sebab
itu casing ini harus mempunyai ketahanan yang sangat baik terhadap segala
kondisi cuaca atau keadaan agar komponen-komponen penyusun cooling tower
awet dan memiliki umur pakai yang lama. Rumah menara pendingin ini ditopang
oleh kerangka pendukung agar dapat berdiri tegak vertikal.
2.2.2. Kipas (Fan)
Kipas atau fan merupakan salah satu bagian terpenting dari sebuah menara
pendingin yang memiliki fungsi untuk menarik udara dingin dan mensirkulasikan
atau mendistribusikan udara tersebut di dalam menara untuk mendinginkan air.
Kinerja dari sebuah menara pendingin akan menjadi tidak maksimal jika kipas
tersebut tidak berfungsi. Fan aksial dan sentrifugal dapat digunakan pada semua
jenis cooling tower. Fan dengan baling-baling atau propeller umumnya digunakan
pada cooling tower dengan jenis induced draft, sedangkan pada cooling tower
jenis forced draft menggunakan penggerak fan propeller maupun sentrifugal.
6

2.2.3. Bahan Pengisi (Filling Material)


Bahan pengisi merupakan bagian dari menara pendingin yang berfungsi
untuk mencampurkan air yang jatuh dengan udara yang bergerak naik. Air yang
masuk mempunyai suhu yang cukup tinggi akan disemprotkan ke filling material.
Filling material ini merupakan tempat air yang mengalir turun menuju water
basin akan bertukar kalor dengan udara segar dari atmosfer. Bahan filling material
harus dapat menimbulkan kontak yang baik antara air dan udara agar terjadi laju
perpindahan kalor yang baik. Filling material harus kuat, ringan dan tahan lapuk.
Filling material berfungsi untuk memecah molekul air yang besar menjadi
butiran-butiran. Pemecahan molekul air bertujuan untuk memperluas permukaan
bidang kontak antara air dan udara selama proses perpindahan panas.
2.2.4. Pipa Sprinkler
Pipa sprinkler merupakan pipa yang berfungsi untuk mensirkulasikan air
secara merata pada menara pendingin, sehingga perpindahan kalor air dapat
menjadi efektif dan efisien. Pipa sprinkler dilengkapi dengan susunan lubang-
lubang kecil untuk mensirkulasikan dan menyemprotkan air guna membasahi
bahan pengisi filling material. Penggunaan sprinkler hanya untuk beberapa tipe
cooling tower, sedangkan untuk tipe lainnya cooling tower menggunakan nozzle.
2.2.5. Penampung Air (Water Basin)
Penampung air berfungsi sebagai pengumpul air sementara yang jatuh dari
filling material sebelum disirkulasikan kembali ke kondensor. Kolam air dingin
terletak pada bagian bawah menara. Kolam biasanya memiliki sebuah lubang atau
titik terendah untuk pengeluaran air dingin. Material yang biasa digunakan untuk
membuat penampung air ini berupa seng dan alumunium (Pratiwi dkk, 2014).
2.2.6. Saluran Masuk Udara
Saluran masuk udara merupakan titik masuk bagi udara menuju ke tower.
Saluran masuk udara bisa berada pada seluruh sisi menara desain aliran melintang
atau berada di bagian bawah menara desain aliran berlawanan arah. Prinsip kerja
pada aliran yang melintang ini yaitu air panas masuk ke puncak menara melalui
bagian filler. Udara mengalir masuk dari bagian samping menara melewati filler,
7

sehingga terjadi kontak langsung dengan air dan keluar menuju puncak. Prinsip
kerja pada aliran yang berlawanan yaitu air panas masuk pada puncak melalui
filler, kemudian udara akan masuk dari salah satu sisi aliran (Yulianto, 2013).

2.3. Jenis-Jenis Cooling Tower


Jenis-jenis cooling towers dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian,
diantaranya berdasarkan kegunaanya, berdasarkan jenis aliran udara yang terjadi,
dan berdasarkan perpindahan panas. Pengelompokan berdasarkan kegunaannya,
ada yang digunakan untuk sistem pendingin bangunan pada umumnya dan ada
pula yang digunakan pada industri-industri seperti pada pabrik. Jenis cooling
tower berdasarkan aliran udara yang terjadi ada yang mengalir secara alami dan
ada juga yang mengalir dengan bantuan secara mekanik. Jenis cooling tower
berdasarkan perpindahan panasnya adalah dry cooling tower, wet cooling tower,
dan kombinasi dari keduanya (Afshari dan Dehghanpour, 2019).
2.3.1. Jenis Cooling Towers Berdasarkan Kegunaannya
Jenis cooling towers berdasarkan kegunaannya terbagi menjadi dua yaitu
heating, ventilation, and air-conditioning (HVAC) dan industrial cooling towers.
Jenis cooling towers HVAC dapat digunakan untuk melepaskan panas dari chiller.
Pendinginan dengan menggunakan media pendingin berupa air biasanya lebih
hemat energi daripada pendingin dengan media udara. Aplikasi jenis menara
pendingin HVAC terdapat pada bangunan kantor besar, rumah sakit, perumahan,
dan sekolah sebagai bagian dari sistem pendinginan. HVAC dirancang untuk
meminimalkan pemanasan dan pendinginan. Target utama penggunaan HVAC
agar dapat meningkatkan efisiensi energi. Pemilihan dan desain HVAC cooling
tower dapat dipengaruhi oleh banyak faktor (Kroger, 1998).
Faktor utama yang menjadi fokus dalam mendesain cooling tower HVAC
adalah tipe bangunan, iklim, biaya penyediaan awal peralatan, dan ketersediaan
bahan bakar. Tipe bangunan terbagi menjadi tiga kategori, yaitu bangunan tempat
tinggal dan bangunan non perumahan. Sistem non perumahan bergantung pada
tata letak denah dan tinggi plafon. Tata letak dari pemasangan HVAC untuk
memberikan kenyamanan termal. Faktor kedua dalam mendesain HVAC adalah
iklim. Temperatur dan kelembaban dari iklim lokal akan berdampak pada manfaat
8

yang diperoleh dari siklus ekonomi (Bobenhausen, 1994). Sistem air pendingin
HVAC tersusun dari chiller, evaporator, kompresor, kondensor, dan perangkat
ekspansi, serta cooling tower sebagai perangkat pendingin tambahan.
Konsep mekanis dari HVAC memanfaatkan penggerak dari fan yang
digerakkan oleh listrik untuk memaksa udara luar mengalir masuk melalui bagian
ekspansi area luas permukaan antara aliran udara dan air. Fan menggerakan air
untuk turun melalui isian dan didinginkan melalui kontak langsung dengan aliran
udara yang lewat di atasnya. Air yang telah melalui proses pendinginan akan
dikumpulkan di dalam tempat penampungan. Aliran udara yang membawa panas
akan keluar dari proses untuk dilepaskan ke atmosfer, dengan jarak yang jauh agar
menghindari panas masuk kembali ke sistem.
Menara pendingin jenis industri jauh lebih besar dari menara jenis HVAC.
Pembangkit listrik umumnya menggunakan jenis menara pendingin industrial
cooling tower untuk menghilangkan panas dari proses termodinamika di industri.
Menara pendingin tipe ini biasanya digunakan di kilang minyak bumi, pabrik
petrokimia, pulp, dan pabrik pengolahan makanan (Bobenhausen, 1994).
2.3.2 Jenis Cooling Tower Berdasarkan Aliran Udara
Jenis cooling tower berdasarkan aliran udara terbagi menjadi dua bagian
yaitu natural draft dan mechanical draft cooling towers. Perpindahan panas yang
terjadi pada natural draft sepenuhnya terjadi oleh konveksi alami melalui udara
yang bersirkulasi di dalam menara pendingin dan udara lembab yang secara alami
naik ke atas, karena perbedaan densitas dengan udara dari luar. Proses pada
natural draft memproduksi aliran udara melalui menara pendingin. Cara kerja dari
natural draft cooling tower sama seperti aliran pada cerobong. Penggunaan fan
tidak dibutuhkan dan tidak ada sirkulasi udara panas menganggu sistem.
Konstruksi yang menggunakan bahan dari beton banyak digunakan untuk
dinding menara dengan ketinggian hingga mencapai 200 meter. Menara pendingin
jenis ini hanya digunakan untuk jumlah panas yang besar, karena untuk
pembangunan kontruksi relatif cukup mahal. Natural draft cooling tower
memiliki pressure drop kecil. Jenis utama aliran dari natural draft cooling tower
dapat dibagi menjadi dua yaitu aliran melintang dan aliran yang berlawanan arah.
9

Aliran melintang terjadi saat aliran udara dialirkan melintasi air yang jatuh
dan bahan pengisi berada diluar. Aliran yang berlawanan arah terjadi saat udara
dihisap melalui air yang jatuh, karena hal tersebut bahan pengisi terletak dibagian
dalam menara. Udara mengalir ke atas akibat adanya perbedaan massa jenis antara
udara atmosfer dengan udara lembab di dalam cooling tower yang bersuhu tinggi
daripada udara atmosfer di sekitarnya.

Gambar 2.2. Natural Draft Cooling Tower


(Sumber: Afshari dan Dehghanpour, 2019)

Aliran pada natural draft ada yang beraliran counter flow dan cross flow.
Udara panas dalam menara oleh air panas yang kontak dengan udara sehingga
densitasnya turun (Afshari dan Dehghanpour, 2019). Jenis mechanical draft
menggunakan fan yang digunakan untuk mengalirkan udara ke dalam cooling
tower. Pengaplikasian mechanical draft menggunakan dua metode. Metode yang
digunakan adalah metode secara induksi dan metode secara paksa.

Gambar 2.3. Mechanical Draft Secara Induksi


(Sumber: Afshari dan Dehghanpour, 2019)
10

2.3.3. Jenis Cooling Tower Berdasarkan Perpindahan Panas


Cooling tower berdasarkan perpindahan panas terbagi menjadi 3 bagian
yaitu dry cooling tower, wet cooling tower, dan wet-dry cooling tower. Fluida
kerja pada dry cooling tower dipisahkan udara sekelilingnya dan proses hampir
sama dengan heat exchanger tube shell. Perpindahan panas secara konveksi
terjadi pada metode ini. Bentuk dari dry cooling tower sama seperti evaporator
tetapi kontruksi di dalamnya berbeda. Prinsip kerja dry cooling tower sama seperti
radiator automobile. Metode pada wet cooling menggunakan prinsip evaporasi
pendinginan. Kontak air dingin dengan udara terjadi secara langsung. panas
dibuang melalui penguapan. Jenis wet cooling tower, air akan disirkulasi ketika
tingkatan panas rendah hilang akibat perpindahan panas ke udara.
Aliran udara di wet cooling tower terjadi dengan atau tanpa bantuan fan,
dengan arah aliran searah atau berlawanan arah (Sugianto, 2012). Metode wet-dry
cooling tower dimaksudkan untuk mengurangi penggunaan air hingga 20%
(Kroger, 1998). Wet cooling tower menurunkan suhu air yang lebih rendah dari
jenis peralatan yang hanya menggunakan udara untuk membuang panas.

2.4. Prinsip dan Cara Kerja


Cooling tower digunakan untuk menghilangkan panas melalui proses
penguapan alami. Air resirkulasi hangat dialirkan ke cooling tower dan sebagian
air diuapkan ke udara yang melewati tower. Saat air menguap, udara akan
menyerap panas. Proses ini memberikan pendinginan yang signifikan ke aliran air
yang tersisa yang terkumpul di dalam tower basin dan dipompa kembali ke dalam
sistem, hal ini agar dapat mengekstrak lebih banyak proses atau menambahkan
panas, sehingga memungkinkan banyak air yang digunakan berulang kali untuk
memenuhi proses pendinginan (U.S. Department of Energy, 2011).
Jumlah panas yang dapat disisihkan dari air ke udara secara langsung
terikat dengan relative humidity udara. Udara dengan relatif humidity yang lebih
rendah memiliki kemampuan lebih besar untuk menyerap air melalui penguapan
dibandingkan udara dengan relative humidity yang lebih tinggi karena ada lebih
sedikit air yang terkandung di udara. Sistem dari air pendingin dapat dibagi
menjadi once through, open recirculating system dan closed recirculating system.
11

2.4.1. Once Through System


Air dari sumbernya diolah sedemikian rupa dengan berbagai macam
proses sehingga dapat dipakai untuk cooler dan setelah keluar dapat langsung
dibuang. Keuntungan sistem pendingin once through adalah biaya investasi yang
dikeluarkan relatif murah, hal ini karena perangkat pengolahan yang diperlukan
lebih sederhana dibandingkan open recirculating dn closed recirculating system.
Kerugian sistem pendingin once through adalah jumlah air yang dibutuhkan
banyak, pencemaran lingkungan, korosi, fouling dan sampah atau kotoran.
2.4.2. Open Evaporative Recirculating System
Air tawar yang berasal dari sungai atau danau dipompakan sebagai make-
up cooling tower setelah sebelumnya dilakukan treatment seperti sedimentasi dan
koagulasi terlebih dahulu. Air tersebut digunakan untuk mendinginkan proses-
proses di dalam pabrik. Air pendingin yang telah panas kemudian didinginkan di
cooling tower untuk disirkulasikan kembali ke dalam pabrik.
Kualitas air dijaga dengan cara menginjeksikan beberapa jenis chemicals
tertentu. Kualitas air juga dijaga melalui mekanisme make-up dan blow-down.
Sistem ini banyak digunakan oleh pabrik yang letaknya berada dekat dengan
sumber air tawar atau jauh dari laut. Spesifikasi material untuk peralatan yang
menggunakan air tawar tidak perlu sebagus peralatan yang menggunakan air laut,
karena air tawar bersifat lebih tidak korosif dibandingkan dengan air laut. Sistem
ini terdiri dari pompa, heat exchanger, dan cooling tower.
Pompa akan meresirkulasikan air melalui heat exchanger, mengambil
panasnya, lalu membuang panasnya di cooling tower dimana panas tersebut akan
dibuang dari air dengan cara evaporasi. Bahan kimia akan lebih banyak digunakan
karena komposisi air akan berubah saat evaporasi berlangsung, dan konstituen
korosi dan scaling akan lebih pekat (Gumilar, 2011). Air pendingin teruapkan
sekitar 1% water. Kehilangan air akibat proses penguapan ini harus dikompensasi
oleh make up air pendingin. Recirculating water akan kembali ke tower.
Keuntungan menggunakan open evaporative recirculating systems adalah
jumlah kebutuhan air sedikit (make up) dan memungkinkan untuk mengontrol
korosi. Keruigian menggunakan open evaporative recirculating system adalah
12

biaya investasi (capital cost) lebih tinggi daripada once through system,
memerlukan cooling tower yang cukup besar dan system purge dan blowdown
kemungkinan dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan.
2.4.3. Closed Non-Evaporative Recirculating Systems
Air pendingin yang sedikit mengandung mineral akan digunakan untuk
mendinginkan proses-proses di dalam pabrik. Air pendingin yang telah panas
hasil proses pertama, didinginkan kembali di suatu secondary cooler (biasanya
plate heat exchanger) untuk disirkulasikan kembali secara tertutup ke dalam
pabrik. Air laut dipakai untuk mendinginkan secondary cooler dengan cara hanya
sekali pakai (once through), sumber air berasal dari laut kemudian dibuang lagi ke
laut. Sistem closed non-evaporative recirculating menggunakan air pendingin
yang sama dan disirkulasikan berulang kali dalam siklus yang kontinu.
Jumlah air relatif konstan pada proses pendinginan secara closed non-
evaporative recirculating systems. Air pendingin didinginkan pada secondary
heat exchanger. Tidak ada kehilangan yang terjadi akibat penguapan. Keuntungan
menggunakan sistem ini adalah air pendingin yang kembali relatif bersih dan
temperatur air pendingin dapat lebih tinggi dari 100C. Kerugian menggunakan
closed non-evaporative recirculating system adalah biaya investasinya sangat
tinggi. Kerugian kedua karena dibatasi oleh equipment secondary heat exchanger.

2.5. Karakteristik Air Pendingin


Sumber air pendingin yang utama merupakan air tawar. Air tawar ini bisa
berupa air permukaan seperti sungai, danau dan waduk ataupun air tanah. Air
tanah bersifat lebih konsisten dalam komposisi, suhu, dan mengandung sedikit
bahan yang tersuspensi daripada persediaan air permukaan. Sumber air tanah
dapat mengandung zat besi atau terlarut lainnya yang dapat menyebabkan fouling
dan scaling pada sistem pendingin jika tidak dikeluarkan.
Air limbah juga bisa digunakan sebagai air pendingin, namun harus
melewati serangkaian proses tertentu. Pengolahan air limbah sebagai sumber air
pendingin perlu memperhatikan desain dan perawatan sistem pendingin sehingga
kinerja sistem pendingin tersebut dapat maksimal (Johanes, 2010). Ada beberapa
karakteristik agar air bisa digunakan menjadi air pendingin. Air pendingin tidak
13

mengandung bahan-bahan anorganik yang dapat menggangu proses pertukaran


panas pada sistem pendingin, maupun merubah komposisi air karena bereaksi
akibat adanya perubahan suhu air. Air pendingin harus bersifat tawar agar tidak
menyebabkan korosi pada peralatan atau pipa-pipa cooling water.
Air pendingin tidak boleh sampai menyebabkan terjadinya fouling. Fouling
merupakan masalah yang timbul karena adanya kotoran-kotoran yang terikut saat
air masuk ke dalam unit pengolahan air seperti pasir, mikroba dan zat-zat organik
lainnya. Air pendingin juga harus jernih, maksudnya air harus bersih tidak
terdapat partikel-partikel kasar seperti yaitu batu, kerikil, atau partikel-pertikel
halus lainnya yang menyebabkan air kotor (Johanes, 2010).
2.6. Aplikasi Cooling Tower pada Utilitas Pabrik
Menurut Afshari dan Dehghanpour (2018), cooling tower atau menara
pendingin memiliki banyak bidang dalam pengaplikasiannya. Pengaplikasian
cooling tower dapat dilihat mulai dari bangunan-bangunan besar seperti gedung
kantor yang besar, rumah sakit, perumahan, perguruan tinggi, sekolah, hingga
pada industri seperti food processing, pabrik petrokimia industri oil and gas.
Gedung besar, rumah sakit, dan sekolah biasanya menggunakan cooling
tower sebagai salah satu bagian sistem pendingin. Cooling tower yang digunakan
adalah cooling tower heating, ventilation, and air conditioning (HVAC), cooling
tower HVAC adalah subkategori yang menolak panas dari chiller. Chiller yang
berpendingin air biasanya bersifat lebih hemat energi dibandingkan dengan chiller
berpendingin udara (Afshari dan Dehghanpour, 2018).

Gambar 2.4. Cooling tower industri pembangkir listrik


(Sumber: Afshari, 2018
14

Cooling tower pada industri biasanya jauh lebih besar dibandingkan


dengan cooling tower HVAC. Cooling tower pada industri bertujuan untuk
menghilangkan panas dari proses termodinamika pada industri pembangkit tenaga
listrik. Cooling tower yang digunakan adalah circulating cooling tower. Cooling
tower pada pembangkit listrik ditunjukkan pada Gambar 2.7.1. Cooling tower
jenis ini juga dapat diaplikasikan pada kilang minyak bumi, pabrik petrokimia,
dan pabrik pengolahan bahan makanan (Afshari dan Dehghanpour, 2018).

2.7. Masalah yang Timbul dalam Sistem Air Pendingin

Masalah yang berpotensial muncul dalam sistem pendinginan adalah


korosi, scaling, dan fouling. Korosi adalah proses elektrokimia, proses anodik
yang terjadi dalam sistem dimana beda potensial metal dan adanya oksigen yang
terlarut dalam media dan akan membentuk radikal bebas yang sangat reaktif
terhadap besi. Scaling adalah endapan yang melekat dalam sistem pendingin,
material endapan yang terlarut dalam air secara spesifik dikenal sebagai hardness.
Fouling adalah padatan yang terbentuk akibat adanya mikroorganisme.
2.7.1. Korosi
Korosi oleh air pendingin pada rentang temperatur air biasanya disebabkan
oleh gas-gas terlarut seperti karbon dioksida dan oksigen serta garam-garam
terlarut lainnya yang menimbulkan karat. Air pendingin umumnya mengandung
banyak oksigen terlarut karena kontak dengan udara bebas, namun pada kondisi
anaerobik juga dapat terjadi, misalnya pada saat shut down, atau pada permukaan
yang tertutup kerak atau endapan. Keadaan seperti dijelaskan diatas ada
kemungkinan terjadi serangan korosi yang disebabkan bakteri peredeksi sulfat
yang menghasilkan zat korosif terhadap baja dan paduan zat tembaga, seperti
hidrogen sulfat dan sulfur terlarut (Dhamayanthie dan Nugraha, 2018).
Bentuk korosi lain dari air pendingin adalah crevice corrosion, baik pada
celah mekanik yaitu sambugan ulir, antar muka flange, dan sambungan di roll
maupun pada bagian bawah endapan, film, atau kerak. Korosi celah terutama
disebabkan oleh adanya sel konsentrasi oksigen, dengan daerah permukaan yang
mengandung oksigen yang sedikit berfungsi sebagai anoda yang terkorosi secara
15

intensif. Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh korosi pada sistem air pendingin
ini adalah penyumbatan dan kerusakan pada sistem perpipaan yang ada di cooling
tower. Kontaminasi produk yang diinginkan karena adanya kebocoran-kebocoran,
dan menurunkan efisiensi perpindahan panas (Utomo, 2009).
Pengendalian masalah korosi pada peralatan cooling tower dilakukan
dengan cara menambahkan bahan-bahan kimia yang memiliki fungsi sebagai
penghambat terjadinya korosi. Inhibitor yang biasa digunakan adalah polifosfat,
kromat, dikromat, silikat, nitrat ferrisianida dan molibtat. Dosis dari inhibitor
yang digunakan harus tepat jumlahnya, karena suatu inhibitor hanya dapat bekerja
secara efektif dan maksimal setelah kadarnya mencapai harga tertentu. Kadar
minimum yang dibutuhkan oleh suatu inhibitor agar dapat bekerja efektif disebut
juga dengan batas kritis inhibitor (Dhamayanthie dan Nugraha, 2018).
2.7.2. Fouling
Fouling disebabkan oleh padatan yang ditimbulkan oleh material biologi.
Dampak dari fouling adalah mengurangi laju perpindahan panas, penyumbatan
saluran pipa, mengurangi umur pakai alat, menambah cost seperti maintenance,
pumping cost naik, korosi meningkat, menjadi tempat pembiakan mikroba.
Pembentukan fouling disebabkan oleh mikroorganisme dapat dikendalikan
mengunakan klorin, klorofenol, garam organometal dan lain sebagainya.
Padatan tersuspensi dalam air dapat menyebabkan kotoran menempel pada
permukaan sehingga mengakibatkan berkurangnya efisiensi dari perpindahan
panas dan dapat menimbulkan kebocoran pada bagian water basin pada cooling
tower. Metode yang digunakan untuk mengendalikan padatan tersuspensi adalah
dengan melakukan penyaringan yang dilakukan secara berkelanjutan terhadap
sebagian air yang disirkulasi (Dhamayanthie dan Nugraha, 2018).
2.7.3. Scaling
Scaling disebabkan oleh garam-garam mineral terlarut seperti kalsium
yang mempunyai konsentrasi melebihi batas dari kelarutannya. Gangguan yang
biasanya ditimbulkan oleh terbentuknya kerak adalah penurunan efisiensi dan laju
perpindahan panas, memperbesar pressure drop, naiknya nilai kehilangan tekanan
karena naiknya tahanan dalam pipa, penyumbatan pada pipa-pipa yang kecil.
16

2.8. Penelitian Terkait


Penelitian berkaitan dengan cooling tower dilakukan oleh Yulianto dan
Urbiantoro (2013) dengan judul Perancangan Cooling Tower untuk Alat Penukar
Kalor Shell dan Tube Kapasitas Skala Laboratorium. Penelitian untuk menguji
kinerja Induced Draft Cooling Tower ini dilakukan dengan memvariasikan suhu
heater pada penampungan oli dari temperatur 40-60C.
Waktu pengambilan data juga divariasikan dalam kurun waktu setiap 30
menit sampai dengan 1 jam, sehingga akan diketahui range maksimum cooling
towe bekerja dengan optimal. Debit air maksimum menggunakan spesifikasi
pompa dengan Q=18 (l/menit). Bahan pengisi jenis film fill luas bidang kontak
pindahan panas yang efektif adalah 150 m2/m3. Penelitian ini range selisih
maksimum yang dapat dicapai dari cooling tower adalah sebesar 6C. Efisiensi
yang diperoleh pada cooling tower rancangan adalah 85,10%.
Penelitian mengenai cooling tower juga pernah dilakukan salah satunya
oleh Effendi dan Wirza (2013) dengan judul Perencanaan Sistem Scada Cooling
Tower Menggunakan Siemens Simatic Step 7 dan WINCC. Penelitian tentang
perancangan penggantian sistem manual control Cooling Tower ini merupakan
penelitian eksperimen sekaligus penelitian untuk menemukan metode yang lebih
baik dibandingkan metode sebelumnya. Temperatur keluar cooling tower diatur
menggunakan 2 buah motor pompa air. Operator menginginkan temperatur
cooling tower outlet 140C. Temperatur inlet cooling tower yang berubah-ubah
dari 370-405C. Temperatur outlet cooling tower dapat dikontrol secara otomatis
sesuai kebutuhan dan dapat mempertahankan temperatur tersebut sebesar 140C.
Penelitian lainnya mengenai cooling tower juga dilakukan oleh Kariem,
dkk (2018) dalam jurnal yang berjudul Performance of Cooling Tower with
Honeycomb Packing. Udara dan air digunakan sebagai fluida, laju aliran massa
udara dan laju aliran massa air berkisar antara 0,05 dan 0,15 kg/s, dan masing-
masing antara 0,1 dan 0,25 kg/s. Temperatur air inlet berkisar antara 35-50C.
Tinggi cooling tower adalah 1,5 m dan penampang luar 35x35 cm. Pemanasan air
dilakukan hingga temperatur yang diinginkan. Pemanasan dilakukan dengan
menggunakan 5 heater dengan masing-masing daya 2,5 kW.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
1) Satu unit Cooling Tower Amfield yang dilengkapi dengan pemanas.
3.1.2. Bahan
1) Aquadest.
2) Udara bebas (sebagai media pendingin).

3.2. Prosedur Percobaan


1) Peralatan cooling tower disiapkan supaya dapat beroperasi.
2) Aquadest diisi ke basin.
3) Cooling tower dihubungkan dengan arus listrik, debit air yang mengalir
diatur sesuai dengan Q yang dikehendaki.
4) Temperatur inlet dan outlet untuk dry bulb dan wet bulb (T1 – T6) tekanan
dan pressure drop yang ditunjukkan dicatat. Pengambilan data dilakukan
sebanyak lima kali dengan tekanan yang berbeda-beda.
5) Laju alir udara masing-masing data dihitung.

17
18

3.3. Blok Diagram

Persiapan peralatan cooling


tower

Aquadest diisi ke basin

Cooling tower dihubungkan ke arus listrik

Debit air yang mengalir diatur

Temperatur inlet dan outlet


dicatat

Tekanan dan pressure drop dicatat

Pengambilan data dilakukan sebanyak


lima kali dengan tekanan berbeda

Laju alir udara dihitung

Gambar 3.1. Blok Diagram Percobaan Cooling Tower


19

4.3. Pembahasan

Praktikum yang dilaksanakan kali ini adalah praktikum cooling tower.


Penggunaan cooling tower bertujuan sebagai penyediaan sumber air pendingin
untuk proses-proses di dalam pabrik. Aliran fluida panas yaitu air dari bagian atas
dikontakkan dengan udara dari bagian bawah secara counter current. Keluaran
cooling tower biasanya akan masuk ke cooler. Cooling tower yang digunakan
dalam praktikum merupakan jenis cooling tower mechanical draft tipe forced
draft cooling tower, karena terdapat penggunaan kipas (fan) pada bagian bawah
tempat aliran udara masuk. Penggunaan fan untuk menarik udara dari luar untuk
masuk ke dalam menara pendingin. Penggunaan louver berbentuk persegi panjang
transparan sebagai kerangka cooling tower, bertujuan mencegah losses water
ketika air proses yang ingin didinginkan bersentuhan dengan udara.
Penggunaan packing termasuk jenis regular packing dengan efisiensi lebih
tinggi dibandingkan random packing, karena jenis random packing lebih mahal
dalam perawatannya. Penggunaan packing bertujuan memecah molekul air agar
memperluas bidang kontak antara fluida panas dengan udara, dan memperlama
waktu kontak antara keduanya. Bahan packing terbuat dari kayu cyprus karena
tahan korosi. Alasan lainnya dari penggunaan bahan kayu, karena konduktivitas
panas kayu sangat kecil dibandingkan bahan jenis logam. Konduktivitas panas
yang besar dapat membuat proses pendinginan kurang efektif. Penggunaan
eliminator drift filter yang berbentuk seperti busa pada bagian atas louver
bertujuan untuk mengurangi losses water, pada saat terjadinya kontak.
Cara untuk mengurangi losses water saat proses pendinginan, maka pada
cooling tower akan ditambahkan make up water. Panas air yang diserap oleh
udara dalam kondisi tertentu, akan membuat terjadinya penguapan air menjadi
uap air dan secara bersama-sama dengan udara akan ke luar dari cooling tower.
Terdapat tiga jenis losses, yaitu drift losses, evaporation losses dan blowdown
losses. Penurunan temperatur air bervariasi untuk setiap nilai kalor (Q) yang
digunakan. Penurunan suhu air ditunjukan dengan selisih komponen T5 dan T6,
dengan variasi nilai kalor sebesar 1 kW dan 1,5 kW. Percobaan pertama dengan
nilai kalor diatur tetap sebesar 1 kW, dengan laju alir air masuk (25; 35; 45) g/s
20

didapat penurunan temperatur air yang paling besar sebesar 1,7℃ dan yang paling
rendah sebesar 1,5℃. Perbedaan penurunan temperatur air masih dalam batas
wajar, karena penurunan suhu pada cooling tower kebanyakan sekitar 10℃.
Perbedaan temperatur juga terjadi pada nilai kalor sebesar 1,5 kW, dengan laju
alir air masuk (25; 35; 45) g/s didapat penurunan temperatur air yang paling besar
13,7℃ dan yang paling rendah 11,9℃. Perbedaan dari percobaan kedua yaitu,
penurunan temperatur air lebih besar, karena air yang masuk memiliki temperatur
yang tinggi, semakin besar penurunan suhu maka semakin maksimal kerja alat
cooling tower untuk pendinginan. Nilai kalor (Q) pada percobaan pertama sebesar
1 kW, menarik udara masuk dengan massa udara (0,5505; 0,5499; 0,5496) kg/s
dengan kecepatan udara (20,0549; 22,7510; 22,7640) m/s.
Nilai kalor (Q) pada percobaan kedua sebesar 1,5 kW, menarik udara
masuk dengan massa udara (0,5487; 0,5484; 0,5481) kg/s dengan kecepatan udara
(22,8000; 22,8130; 22,8200) m/s. Semakin besar nilai kalor (Q), maka semakin
banyak udara yang dapat ditarik oleh kipas (fan) dengan kecepatan laju alir udara
yang besar juga. Udara yang banyak akan meningkatkan jumlah kontak dengn
fluida air yang panas, sehingga pendinginan dapat maksimal. Pengukuran
temperatur T3 dilakukan dengan menggunakan temperatur dry bulb, sedangkan T4
menunjukkan perbedaan temperatur udara yang dihitung menggunakan
temperatur wet bulb. Perbedaan pengukuran temperatur udara untuk menunjukkan
kandungan humiditas udara yang masuk. Hasil pengamatan antara T3 dan T4
menunjukkan perbedaan suhu yang hampir sama di setiap variabek percobaan.
Perbedaan temperatur yang rendah menunjukkan bahwa lingkungan
sekitar tempat dilakukannya percobaan memiliki udara yang lembab atau
kandungan humiditas yang relatif tinggi. Pengaruh laju alir massa air yang masuk
berbanding lurus dengan penurunan temperatur yang dihasilkan. Grafik kecepatan
udara vs approach to wet bulb menunjukkan penurunan nilai approach baik pada
cooling load 1 kW dan 1,5 kW. Semakin tinggi kecepatan udara maka akan
semakin rendah nilai approach to wet bulb. Variabel yang mempengaruhi proses
pendinginan pada coolin tower adalah cooling load, kecepatan udara yang masuk,
dan temperatur fluida yang bekerja di cooling tower dan laju alir fluida.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan


Tabel 4.1. Hasil Pengamatan
Q Mv x Temperatur (C)
(kW) (g/s) (mmH2O) T1 T2 T3 T4 T5 T6
25 36,5 36,3 39,35 37,6 40 38,5
1 35 15 37,3 36,3 39,95 38,5 40 38,3
45 36,5 36,3 40,25 38,5 40 38,3
25 36,3 38,3 41,75 38,6 54 42,1
1,5 35 15 36,5 36,3 41,85 39,1 54 40,8
45 36,3 36,3 42,25 39,3 54 40,3
Keterangan:
T1 = Temperatur dry bulb masuk (oC)
T2 = Temperatur wet bulb masuk (oC)
T3 = Temperatur dry bulb keluar (oC)
T4 = Temperatur wet bulb keluar (oC)
T5 = Temperatur air masuk (oC)
T6 = Temperatur air keluar (oC)

4.2. Hasil Data Pengolahan


Tabel 4.2. Spesific volume (Psycometric Chart) Udara-Air.
Spesific
Q X T3 T4
Volume
(kW) (mmH2O) (oC) (oC)
(Vb)
1 15 39,35 34 0,929
1 15 39,95 34 0,931
1 15 40,25 34 0,932
1,5 15 41,75 34 0,935
1,5 15 41,85 34 0,936
1,5 15 42,25 34 0,937

21
22

Tabel 4.3. Kecepatan Udara, Approach to Wet Bulb, dan Cooling Range.
Kecepatan Approach to Cooling
Q Mv
Udara Wet Bulb Range
(kW) (g/s)
(m/s) (oC) (oC)
1 25 20,0549 2.2 1,5
1 35 22,751 2 1,7
1 45 22,7640 2 1,7
1,5 25 22,8000 3,8 11,9
1,5 35 22,8130 4,5 13,2
1,5 45 22,8200 4 13,7

2.25
Approach to Wet Bulb

2.2

2.15

2.1

2.05

1.95
19.5 20 20.5 21 21.5 22 22.5 23 23.5
Kecepatan Udara

Gambar 4.1. Grafik Kecepatan Udara dan Approach to Wet Bulb, Q = 1 kW.

1.75

1.7
Cooling Range

1.65

1.6

1.55

1.5

1.45
19.5 20 20.5 21 21.5 22 22.5 23 23.5
Kecepatan Udara

Gambar 4.2. Grafik Kecepatan Udara dan Cooling Range, Q = 1 kW.


22

13.8
13.6

Approach to Wet Bulb


13.4
13.2
13
12.8
12.6
12.4
12.2
12
11.8
22.795 22.8 22.805 22.81 22.815 22.82 22.825
Kecepatan Udara

Gambar 4.3. Grafik Kecepatan Udara dan Approach to Wet Bulb, Q = 1,5 kW.

16
14
12
Cooling Range

10
8
6
4
2
0
22.795 22.8 22.805 22.81 22.815 22.82 22.825
Kecepatan Udara

Gambar 4.4. Grafik Kecepatan Udara dan Cooling Range, Q = 1,5 kW.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

A.1. Perhitungan Kecepatan Udara dan Approach to Wet Bulb


A.1.1. Perhitungan Kecepatan Udara dan Approach to Wet Bulb
Cooling load (Q) = 1 kW
Laju alir = 25 g/s
Orifice differential (x) = 15 mmH2O
Temperatur wet bulb masuk (T2) = 36,3℃
Temperatur air keluar (T6) = 38,5℃
Approach to Wet Bulb (T6-T2) = 38,5℃-36,3℃
= 2,2℃

Gambar A.1. Nilai Vb = 0,929 m3/kg pada T3= 39,35 °C dan T4 = 34°C

Spesifikasi volumetric udara keluar dengan menggunakan cara plot


temperatur dry bulb udara keluar T3= 39,35℃ dan temperatur wet bulb udara
keluar T4= 37,6℃pada psychrometric chart, maka diperoleh Vb= 0,929m3/kg

x
Air mass flow rate (m) = 0,137 √
Vb

15
= 0,137√0,929

= 0,5505 kg/s
Air volume flow rate (V) = m x Vb
= 0,5505 kg/s x 0,929 m3/kg
= 0,5114 m3/s
Cross sectional area empty tower (A) = 0,15 m x 0,15 m
= 0,0225 m2
V
Kecepatan udara =
A
0,5114
=
0,0225
= 20,0549 m/s
A.1.2. Perhitungan Kecepatan Udara dan Approach to Wet Bulb
Cooling load (Q) = 1 kW
Laju alir = 35 g/s
Orifice differential (x) = 15 mmH2O
Temperatur wet bulb masuk (T2) = 36,3℃
Temperatur air keluar (T6) = 38,3℃
Approach to Wet Bulb (T6-T2) = 38,3℃-36,3℃
= 2℃

Gambar A.2. Nilai Vb = 0,931 m3/kg pada T3 = 39,95 °C dan T4 = 34 °C


Spesifikasi volumetric udara keluar dengan menggunakan cara plot
temperatur dry bulb udara keluar T3= 39,95℃ dan temperatur wet bulb udara
keluar T4= 38,5℃pada psychrometric chart, maka diperoleh Vb= 0,931 m3/kg

x
Air mass flow rate (m) = 0,137 √
Vb

15
= 0,137 √
0,931

= 0,5499 kg/s
Air volume flow rate (V) = m x Vb
= 0,5499 kg/s x 0,931 m3/kg
= 0,5119 m3/s
Cross sectional area empty tower (A) = 0,15 m x 0,15 m
= 0,0225 m2
V
Kecepatan udara =
A
0,5119
=
0,0225
= 22,751 m/s
A.1.3. Perhitungan Kecepatan Udara dan Approach to Wet Bulb
Cooling load (Q) = 1 kW
Laju alir = 45 g/s
Orifice differential (x) = 15 mmH2O
Temperatur wet bulb masuk (T2) = 36,3℃
Temperatur air keluar (T6) = 38,3℃
Approach to Wet Bulb (T6-T2) = 38,3℃-36,3℃
= 2℃
Gambar A.3. Nilai Vb= 0,932 m3/kg pada T3= 40,25 °C dan T4= 34 °C

Spesifikasi volumetric udara keluar dengan menggunakan cara plot


temperatur dry bulb udara keluar T3= 40,25℃ dan temperatur wet bulb udara
keluar T4= 38,5℃pada psychrometric chart, maka diperoleh Vb= 0,932 m3/kg

x
Air mass flow rate (m) = 0,137 √
Vb

15
= 0,137 √
0,932

= 0,5496 kg/s
Air volume flow rate (V) = m x Vb
= 0,5496 kg/s x 0,932 m3/kg
= 0,5122 m3/s
Cross sectional area empty tower (A) = 0,15 m x 0,15 m
= 0,0225 m2
V
Kecepatan udara =
A
0,5122
=
0,0225
= 22,7640 m/s

A.1.4. Perhitungan Kecepatan Udara dan Approach to Wet Bulb


Cooling load (Q) = 1,5 kW
Laju alir = 25 g/s
Orifice differential (x) = 15 mmH2O
Temperatur wet bulb masuk (T2) = 38,3℃
Temperatur air keluar (T6) = 42,1℃
Approach to Wet Bulb (T6-T2) = 42,1℃-38,3℃
= 3,8℃

Gambar A.4. Nilai Vb = 0,935 m3/kg pada T3= 41,75 °C dan T4= 34 °C

Spesifikasi volumetric udara keluar dengan menggunakan cara plot


temperatur dry bulb udara keluar T3= 41,75℃ dan temperatur wet bulb udara
keluar T4= 38,6℃pada psychrometric chart, maka diperoleh Vb= 0,935 m3/kg

x
Air mass flow rate (m) = 0,137 √
Vb

15
= 0,137 √
0,935

= 0,5487 kg/s
Air volume flow rate (V) = m x Vb
= 0,5487 kg/s x 0,935 m3/kg
= 0,5130 m3/s
Cross sectional area empty tower (A) = 0,15 m x 0,15 m
= 0,0225 m2
V
Kecepatan udara =
A
0,5130
=
0,0225
= 22,8000 m/s

A.1.5. Perhitungan Kecepatan Udara dan Approach to Wet Bulb


Cooling load (Q) = 1,5 kW
Laju alir = 35 g/s
Orifice differential (x) = 15 mmH2O
Temperatur wet bulb masuk (T2) = 36,3℃
Temperatur air keluar (T6) = 40,8℃
Approach to Wet Bulb (T6-T2) = 40,8℃-36,3℃
= 4,5℃

Gambar A.5. Nilai Vb= 0,936 m3/kg pada T3= 41,85 °C dan T4= 34 °C

Spesifikasi volumetric udara keluar dengan menggunakan cara plot


temperatur dry bulb udara keluar T3= 41,85℃ dan temperatur wet bulb udara
keluar T4= 39,1℃pada psychrometric chart, maka diperoleh Vb= 0,936 m3/kg
x
Air mass flow rate (m) = 0,137 √
Vb

15
= 0,137 √
0,936

= 0,5484 kg/s
Air volume flow rate (V) = m x Vb
= 0,5484 kg/s x 0,936 m3/kg
= 0,5133 m3/s
Cross sectional area empty tower (A) = 0,15 m x 0,15 m
= 0,0225 m2
V
Kecepatan udara =
A
0,5133
=
0,0225
= 22,8130 m/s

A.1.6. Perhitungan Kecepatan Udara dan Approach to Wet Bulb


Cooling load (Q) = 1,5 kW
Laju alir = 45 g/s
Orifice differential (x) = 15 mmH2O
Temperatur wet bulb masuk (T2) = 36,3℃
Temperatur air keluar (T6) = 40,3℃
Approach to Wet Bulb (T6-T2) = 40,3℃-36,3℃
= 4℃
Gambar A.6. Nilai Vb= 0,937 m3/kg pada T3= 42,25 °C dan T4= 34 °C

Spesifikasi volumetric udara keluar dengan menggunakan cara plot


temperatur dry bulb udara keluar T3= 42,25℃ dan temperatur wet bulb udara
keluar T4= 39,3℃pada psychrometric chart, maka diperoleh Vb= 0,937 m3/kg

x
Air mass flow rate (m) = 0,137 √
Vb

15
= 0,137 √
0,937

= 0,5481 kg/s
Air volume flow rate (V) = m x Vb
= 0,5481 kg/s x 0,937 m3/kg
= 0,5135 m3/s
Cross sectional area empty tower (A) = 0,15 m x 0,15 m
= 0,0225 m2
V
Kecepatan udara =
A
0,5135
=
0,0225
= 22,8200 m/s
DAFTAR PUSTAKA

Afshari, F., dan Dehghanpour, H. 2018. A Review Study On Cooling Towers;


Types, Performance and Application. Proceedings of International
Conference on Nuclear Structure Properties. Trabzon. 12-14 September
2018. Hal. 1-9.
Afshari, F., dan Dehghanpour, H. 2019. A Review Study on Cooling Towers;
Types, Performance and Aplication. ALKU Journal of Science. Vol. 1(2):
1-10.
Bobenhausen, W. 1994. Simplified Design of HVAC Systems. New York: John
Wiley & Sons Inc.
Dhamayanthie, I., dan Nugraha, D.F. 2018. Pengolahan Air Pendingin pada Unit
Utilitas Area Karawang. Jurnal Migasian. Vol. 2(1): 15-21.
Effendi, A., dan Wirza, R. 2013. Perencanaan Sistem Scada Cooling Tower
Menggunakan Siemens Simatic Step 7 dan WINCC. Jurnal Teknoif. Vol.
1(1): 6-14.
Gumilar, Arie. 2011. Sistem Air Pendingin. Jakarta: STE.
Johanes, S. 2010. Karakteristik Menara Pendingin dengan Bahan Isian Ijuk.
Jurnal Forum Teknik. Vol. 33(3): 188-194.
Kariem, N.A., dan Jaffal, H.M. Performance of Cooling Tower with Honeycomb
Packing. Eng. and Tech. Journal. Vol. 29(6): 1080-1093.
Kroger, G. 1998. Air-cooled Heat Exchangers and Cooling Towers. New York:
Beggel House.
Pratiwi, N.P., Nugroho, G., dan Hamidah, N. R. 2014. Analisa Kinerja Cooling
Tower Induced Draft Tipe LBC W-300 terhadap Pengaruh Temperatur
Lingkungan. Jurnal Teknik Fisika. Vol. 7(7): 1-6.
Sugianto, B. 2012. Revitalisa Sistem Pendingin Evaporator Tipe Cooling Tower.
Jurnal Penelitia BATAN. Vol. 1(2): 837-846.
U.S. Department of Energy. 2011. Cooling Towers: Understanding Key
Components of Coolng Towers and How to Improve Water Efficiency.
(Online). Https://www1.eere.energy.gov/femp/pdfs/waterfs_coolingtowers
.pdf. (Diakses pada tanggal 21 September 2019).
Utomo, B. 2009. Jenis Korosi dan Penanggulangannya. Jurnal KAPAL. Vol. 6(2):
138-141.
Yulianto, S., dan Urbiantoro, A. 2013. Perancangan Cooling Tower Untuk Alat
Penukar Kalor Shell and Tube Kapasitas Skala Laboratorium. Jurnal
Saintek. Vol. 7(1): 1-10.

Anda mungkin juga menyukai