Penyedian air pendingin untuk operasi proses di pabrik dapat dilakukan melalui
apparatus cooling tower. Praktikum kali ini bertujuan untuk menghitung kinerja
cooling tower, dengan mengetahui cooling range penurunan temperatur fluida
panaas (air) yang masuk selama proses pendinginan dan kecepatan udara yang
masuk. Metode pendinginan terjadi pada forced draft cooling tower dengan cara
mengontakkan fluida air yang panas dengan udara secara counter current.
Percobaan pertama dengan nilai kalor diatur tetap sebesar 1 kW, laju alir air
masuk (25; 35; 45) g/s dengan temperatur 40℃ mengalami penurunan temperatur
air (cooling range) yang terbesar 1,7℃ dan terendah 1,5℃. Percobaan kedua
dengan nilai kalor sebesar 1,5 kW, dengan laju alir air masuk (25; 35; 45) g/s
dengan temperatur 54℃ mengalami penurunan temperatur air (cooling range)
yang terbesar 13,7℃ dan terendah 11,9℃. Nilai kalor (Q) percobaan pertama
sebesar 1 kW, menarik udara masuk dengan massa udara (0,5505; 0,5499; 0,5496)
kg/s dengan kecepatan udara (20,0549; 22,7510; 22,7640) m/s. Nilai kalor (Q)
pada percobaan kedua sebesar 1,5 kW, menarik udara masuk dengan massa udara
(0,5487; 0,5484; 0,5481) kg/s dengan kecepatan udara (22,8000; 22,8130;
22,8200) m/s. Perhitungan volume udara didapat dari plot antara temperatur dry
bulb dan temperatur wet bulb. Semakin besar nilai kalor (Q), semakin banyak
udara yang dapat ditarik oleh kipas (fan) dengan kecepatan laju alir udara yang
besar juga. Udara yang banyak meningkatkan jumlah kontak dengan fluida air
yang panas, sehingga proses pendinginan dapat maksimal. Variabel yang
mempengaruhi proses pendinginan pada cooling tower adalah cooling load,
kecepatan udara yang masuk, dan temperatur fluida yang bekerja di cooling tower.
Kata kunci: cooling tower, temperatur dry bulb, temperatur wet bulb, nilai kalor,
laju alir udara
BAB I
PENDAHULUAN.
1
2
1.4. Manfaat
1) Sebagai sumber penunjang proses dalam penyediaan air pendingin di
pabrik.
2) Sebagai modal pengetahuan untuk meningkatkan efisiensi kinerja cooling
tower dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya.
3) Mampu mengetahui contoh pengaplikasian dari cooling tower.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Cooling Tower
Cooling tower dapat didefinisikan sebagai alat penukar kalor yang fluida
kerjanya adalah air dan udara yang berfungsi mendinginkan air dengan kontak
langsung dengan udara yang mengakibatkan sebagian kecil air menguap
(Yulianto, 2013). Cooling tower yang bekerja pada sistem pendinginan udara
biasanya menggunakan pompa sentrifugal untuk menggerakkan air vertikal ke
atas melintasi menara. Semua cooling tower yang bekerja akan melepaskan kalor
melalui proses perpindahan panas, fluida panas yaitu air yang temperatur tinggi
akan melepaskan kalornya ke cooling tower sehingga air menjadi dingin.
Cooling tower memanfaatkan proses perpindahan panas antara air dan
udara menggunakan penguapan, sebagian air akan menguap dan bercampur
dengan aliran udara, untuk selanjutnya dibuang ke atmosfer. Sistem cooling tower
tersusun dari fan, distribution system, nozzle, fill, basin, dan pump (Pratiwi dkk,
2014). Cooling tower secara garis besar berfungsi untuk menyerap kalor atau
panas dari air tersebut dan menyediakan sejumlah air yang relatif bersifat dingin
untuk dipergunakan kembali di suatu instalasi pendingin atau dengan kata lain
menara pendingin berfungsi untuk menurunkan temperatur aliran air dengan cara
mengekstraksi panas atau kalor dari air dan akan mengemisikannya ke atmosfer.
Kontruksi dari peralatan cooling tower, berbentuk seperti menara tinggi
dengan menggunakan sistem sirkulasi udara atmosfer. Perubahan temperatur
fluida panas menjadi fluida bertemperatur dingin dapat terjadi melalui kontak
langsung ataupun tidak langsung. Cooling tower mampu menurunkan temperatur
air lebih efektif daripada peralatan-peralatan yang hanya menggunakan udara
untuk membuang panas, seperti radiator yang berada di dalam mobil.
Cooling tower dapat digunakan untuk mendinginkan air atau media kerja
lainnya sampai bertemperatur mendekati temperatur bola basah udara (wet bulb
temperature). Cooling tower mengekstraksi panas dari air dan membuangnya ke
lingkungan, sehingga temperatur air menjadi turun. Tujuan pembuangan panas air
melalui alat cooling tower untuk menyediakan air pendingin agar dapat digunakan
3
4
kembali dalam sistem alat penukar kalor (heat exchanger). Air pendingin akan
dialirkan melalui bagian shell atau bagian tube dari heat exchanger. Suplai air
pendingin yang tepat dan secara berkelanjutan membuat alat penukar kalor atau
panas tersebut dapat bekerja sesuai dengan spesifikasi alat dan kondisi yang telah
diharapkan. Penyediaan air pendingin untuk proses dari sumber peralatan cooling
tower dapat menghemat pengeluaran biaya, sehingga proses akan lebih efisien dan
penggunaan energi yang dikeluarkan tidak terlalu besar, proses lebih efisien.
Pengembangan mesin uap merupakan salah satu langkah pertama dalam
mengembangkan cooling tower. Cooling tower mulai dikembangkan pada abad
ke-19, ketika kondensor digunakan dalam sistem pembangkit listrik. Kondensor
digunakan dalam sistem pembangkit listrik untuk mengembunkan uap yang keluar
dari turbin atau silinder. Mesin uap di beberapa daerah yang memiliki lahan luas
biasanya menggunakan kolam pendingin untuk proses pendinginan, sedangkan
sistem pendingin yang berbentuk cooling tower di kota-kota besar yang memiliki
lahan yang sangat terbatas (Afshari dan Dehghanpour, 2018).
Menurut Afshari dan Dehghanpour (2018), peralatan cooling tower
awalnya diletakkan baik di atap atau sebagai struktur free-standing. Insinyur asal
Amerika mengusulkan untuk membuat desain khusus seperti persegi panjang atau
shell berbentuk bundar pada tahun 1901, desainnya berbentuk seperti cerobong
asap yang diperpendek secara vertikal, namun diperbesar secara lateral. Alat
distribusi terletak pada bagian atas, umpan air dari kondensor dipompakan menuju
ke atas lalu menetes di atas sebilah lapisan kayu atau lapisan dari kawat anyaman.
sehingga terjadi kontak langsung dengan air dan keluar menuju puncak. Prinsip
kerja pada aliran yang berlawanan yaitu air panas masuk pada puncak melalui
filler, kemudian udara akan masuk dari salah satu sisi aliran (Yulianto, 2013).
yang diperoleh dari siklus ekonomi (Bobenhausen, 1994). Sistem air pendingin
HVAC tersusun dari chiller, evaporator, kompresor, kondensor, dan perangkat
ekspansi, serta cooling tower sebagai perangkat pendingin tambahan.
Konsep mekanis dari HVAC memanfaatkan penggerak dari fan yang
digerakkan oleh listrik untuk memaksa udara luar mengalir masuk melalui bagian
ekspansi area luas permukaan antara aliran udara dan air. Fan menggerakan air
untuk turun melalui isian dan didinginkan melalui kontak langsung dengan aliran
udara yang lewat di atasnya. Air yang telah melalui proses pendinginan akan
dikumpulkan di dalam tempat penampungan. Aliran udara yang membawa panas
akan keluar dari proses untuk dilepaskan ke atmosfer, dengan jarak yang jauh agar
menghindari panas masuk kembali ke sistem.
Menara pendingin jenis industri jauh lebih besar dari menara jenis HVAC.
Pembangkit listrik umumnya menggunakan jenis menara pendingin industrial
cooling tower untuk menghilangkan panas dari proses termodinamika di industri.
Menara pendingin tipe ini biasanya digunakan di kilang minyak bumi, pabrik
petrokimia, pulp, dan pabrik pengolahan makanan (Bobenhausen, 1994).
2.3.2 Jenis Cooling Tower Berdasarkan Aliran Udara
Jenis cooling tower berdasarkan aliran udara terbagi menjadi dua bagian
yaitu natural draft dan mechanical draft cooling towers. Perpindahan panas yang
terjadi pada natural draft sepenuhnya terjadi oleh konveksi alami melalui udara
yang bersirkulasi di dalam menara pendingin dan udara lembab yang secara alami
naik ke atas, karena perbedaan densitas dengan udara dari luar. Proses pada
natural draft memproduksi aliran udara melalui menara pendingin. Cara kerja dari
natural draft cooling tower sama seperti aliran pada cerobong. Penggunaan fan
tidak dibutuhkan dan tidak ada sirkulasi udara panas menganggu sistem.
Konstruksi yang menggunakan bahan dari beton banyak digunakan untuk
dinding menara dengan ketinggian hingga mencapai 200 meter. Menara pendingin
jenis ini hanya digunakan untuk jumlah panas yang besar, karena untuk
pembangunan kontruksi relatif cukup mahal. Natural draft cooling tower
memiliki pressure drop kecil. Jenis utama aliran dari natural draft cooling tower
dapat dibagi menjadi dua yaitu aliran melintang dan aliran yang berlawanan arah.
9
Aliran melintang terjadi saat aliran udara dialirkan melintasi air yang jatuh
dan bahan pengisi berada diluar. Aliran yang berlawanan arah terjadi saat udara
dihisap melalui air yang jatuh, karena hal tersebut bahan pengisi terletak dibagian
dalam menara. Udara mengalir ke atas akibat adanya perbedaan massa jenis antara
udara atmosfer dengan udara lembab di dalam cooling tower yang bersuhu tinggi
daripada udara atmosfer di sekitarnya.
Aliran pada natural draft ada yang beraliran counter flow dan cross flow.
Udara panas dalam menara oleh air panas yang kontak dengan udara sehingga
densitasnya turun (Afshari dan Dehghanpour, 2019). Jenis mechanical draft
menggunakan fan yang digunakan untuk mengalirkan udara ke dalam cooling
tower. Pengaplikasian mechanical draft menggunakan dua metode. Metode yang
digunakan adalah metode secara induksi dan metode secara paksa.
biaya investasi (capital cost) lebih tinggi daripada once through system,
memerlukan cooling tower yang cukup besar dan system purge dan blowdown
kemungkinan dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan.
2.4.3. Closed Non-Evaporative Recirculating Systems
Air pendingin yang sedikit mengandung mineral akan digunakan untuk
mendinginkan proses-proses di dalam pabrik. Air pendingin yang telah panas
hasil proses pertama, didinginkan kembali di suatu secondary cooler (biasanya
plate heat exchanger) untuk disirkulasikan kembali secara tertutup ke dalam
pabrik. Air laut dipakai untuk mendinginkan secondary cooler dengan cara hanya
sekali pakai (once through), sumber air berasal dari laut kemudian dibuang lagi ke
laut. Sistem closed non-evaporative recirculating menggunakan air pendingin
yang sama dan disirkulasikan berulang kali dalam siklus yang kontinu.
Jumlah air relatif konstan pada proses pendinginan secara closed non-
evaporative recirculating systems. Air pendingin didinginkan pada secondary
heat exchanger. Tidak ada kehilangan yang terjadi akibat penguapan. Keuntungan
menggunakan sistem ini adalah air pendingin yang kembali relatif bersih dan
temperatur air pendingin dapat lebih tinggi dari 100C. Kerugian menggunakan
closed non-evaporative recirculating system adalah biaya investasinya sangat
tinggi. Kerugian kedua karena dibatasi oleh equipment secondary heat exchanger.
intensif. Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh korosi pada sistem air pendingin
ini adalah penyumbatan dan kerusakan pada sistem perpipaan yang ada di cooling
tower. Kontaminasi produk yang diinginkan karena adanya kebocoran-kebocoran,
dan menurunkan efisiensi perpindahan panas (Utomo, 2009).
Pengendalian masalah korosi pada peralatan cooling tower dilakukan
dengan cara menambahkan bahan-bahan kimia yang memiliki fungsi sebagai
penghambat terjadinya korosi. Inhibitor yang biasa digunakan adalah polifosfat,
kromat, dikromat, silikat, nitrat ferrisianida dan molibtat. Dosis dari inhibitor
yang digunakan harus tepat jumlahnya, karena suatu inhibitor hanya dapat bekerja
secara efektif dan maksimal setelah kadarnya mencapai harga tertentu. Kadar
minimum yang dibutuhkan oleh suatu inhibitor agar dapat bekerja efektif disebut
juga dengan batas kritis inhibitor (Dhamayanthie dan Nugraha, 2018).
2.7.2. Fouling
Fouling disebabkan oleh padatan yang ditimbulkan oleh material biologi.
Dampak dari fouling adalah mengurangi laju perpindahan panas, penyumbatan
saluran pipa, mengurangi umur pakai alat, menambah cost seperti maintenance,
pumping cost naik, korosi meningkat, menjadi tempat pembiakan mikroba.
Pembentukan fouling disebabkan oleh mikroorganisme dapat dikendalikan
mengunakan klorin, klorofenol, garam organometal dan lain sebagainya.
Padatan tersuspensi dalam air dapat menyebabkan kotoran menempel pada
permukaan sehingga mengakibatkan berkurangnya efisiensi dari perpindahan
panas dan dapat menimbulkan kebocoran pada bagian water basin pada cooling
tower. Metode yang digunakan untuk mengendalikan padatan tersuspensi adalah
dengan melakukan penyaringan yang dilakukan secara berkelanjutan terhadap
sebagian air yang disirkulasi (Dhamayanthie dan Nugraha, 2018).
2.7.3. Scaling
Scaling disebabkan oleh garam-garam mineral terlarut seperti kalsium
yang mempunyai konsentrasi melebihi batas dari kelarutannya. Gangguan yang
biasanya ditimbulkan oleh terbentuknya kerak adalah penurunan efisiensi dan laju
perpindahan panas, memperbesar pressure drop, naiknya nilai kehilangan tekanan
karena naiknya tahanan dalam pipa, penyumbatan pada pipa-pipa yang kecil.
16
17
18
4.3. Pembahasan
didapat penurunan temperatur air yang paling besar sebesar 1,7℃ dan yang paling
rendah sebesar 1,5℃. Perbedaan penurunan temperatur air masih dalam batas
wajar, karena penurunan suhu pada cooling tower kebanyakan sekitar 10℃.
Perbedaan temperatur juga terjadi pada nilai kalor sebesar 1,5 kW, dengan laju
alir air masuk (25; 35; 45) g/s didapat penurunan temperatur air yang paling besar
13,7℃ dan yang paling rendah 11,9℃. Perbedaan dari percobaan kedua yaitu,
penurunan temperatur air lebih besar, karena air yang masuk memiliki temperatur
yang tinggi, semakin besar penurunan suhu maka semakin maksimal kerja alat
cooling tower untuk pendinginan. Nilai kalor (Q) pada percobaan pertama sebesar
1 kW, menarik udara masuk dengan massa udara (0,5505; 0,5499; 0,5496) kg/s
dengan kecepatan udara (20,0549; 22,7510; 22,7640) m/s.
Nilai kalor (Q) pada percobaan kedua sebesar 1,5 kW, menarik udara
masuk dengan massa udara (0,5487; 0,5484; 0,5481) kg/s dengan kecepatan udara
(22,8000; 22,8130; 22,8200) m/s. Semakin besar nilai kalor (Q), maka semakin
banyak udara yang dapat ditarik oleh kipas (fan) dengan kecepatan laju alir udara
yang besar juga. Udara yang banyak akan meningkatkan jumlah kontak dengn
fluida air yang panas, sehingga pendinginan dapat maksimal. Pengukuran
temperatur T3 dilakukan dengan menggunakan temperatur dry bulb, sedangkan T4
menunjukkan perbedaan temperatur udara yang dihitung menggunakan
temperatur wet bulb. Perbedaan pengukuran temperatur udara untuk menunjukkan
kandungan humiditas udara yang masuk. Hasil pengamatan antara T3 dan T4
menunjukkan perbedaan suhu yang hampir sama di setiap variabek percobaan.
Perbedaan temperatur yang rendah menunjukkan bahwa lingkungan
sekitar tempat dilakukannya percobaan memiliki udara yang lembab atau
kandungan humiditas yang relatif tinggi. Pengaruh laju alir massa air yang masuk
berbanding lurus dengan penurunan temperatur yang dihasilkan. Grafik kecepatan
udara vs approach to wet bulb menunjukkan penurunan nilai approach baik pada
cooling load 1 kW dan 1,5 kW. Semakin tinggi kecepatan udara maka akan
semakin rendah nilai approach to wet bulb. Variabel yang mempengaruhi proses
pendinginan pada coolin tower adalah cooling load, kecepatan udara yang masuk,
dan temperatur fluida yang bekerja di cooling tower dan laju alir fluida.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
21
22
Tabel 4.3. Kecepatan Udara, Approach to Wet Bulb, dan Cooling Range.
Kecepatan Approach to Cooling
Q Mv
Udara Wet Bulb Range
(kW) (g/s)
(m/s) (oC) (oC)
1 25 20,0549 2.2 1,5
1 35 22,751 2 1,7
1 45 22,7640 2 1,7
1,5 25 22,8000 3,8 11,9
1,5 35 22,8130 4,5 13,2
1,5 45 22,8200 4 13,7
2.25
Approach to Wet Bulb
2.2
2.15
2.1
2.05
1.95
19.5 20 20.5 21 21.5 22 22.5 23 23.5
Kecepatan Udara
Gambar 4.1. Grafik Kecepatan Udara dan Approach to Wet Bulb, Q = 1 kW.
1.75
1.7
Cooling Range
1.65
1.6
1.55
1.5
1.45
19.5 20 20.5 21 21.5 22 22.5 23 23.5
Kecepatan Udara
13.8
13.6
Gambar 4.3. Grafik Kecepatan Udara dan Approach to Wet Bulb, Q = 1,5 kW.
16
14
12
Cooling Range
10
8
6
4
2
0
22.795 22.8 22.805 22.81 22.815 22.82 22.825
Kecepatan Udara
Gambar 4.4. Grafik Kecepatan Udara dan Cooling Range, Q = 1,5 kW.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
Gambar A.1. Nilai Vb = 0,929 m3/kg pada T3= 39,35 °C dan T4 = 34°C
x
Air mass flow rate (m) = 0,137 √
Vb
15
= 0,137√0,929
= 0,5505 kg/s
Air volume flow rate (V) = m x Vb
= 0,5505 kg/s x 0,929 m3/kg
= 0,5114 m3/s
Cross sectional area empty tower (A) = 0,15 m x 0,15 m
= 0,0225 m2
V
Kecepatan udara =
A
0,5114
=
0,0225
= 20,0549 m/s
A.1.2. Perhitungan Kecepatan Udara dan Approach to Wet Bulb
Cooling load (Q) = 1 kW
Laju alir = 35 g/s
Orifice differential (x) = 15 mmH2O
Temperatur wet bulb masuk (T2) = 36,3℃
Temperatur air keluar (T6) = 38,3℃
Approach to Wet Bulb (T6-T2) = 38,3℃-36,3℃
= 2℃
x
Air mass flow rate (m) = 0,137 √
Vb
15
= 0,137 √
0,931
= 0,5499 kg/s
Air volume flow rate (V) = m x Vb
= 0,5499 kg/s x 0,931 m3/kg
= 0,5119 m3/s
Cross sectional area empty tower (A) = 0,15 m x 0,15 m
= 0,0225 m2
V
Kecepatan udara =
A
0,5119
=
0,0225
= 22,751 m/s
A.1.3. Perhitungan Kecepatan Udara dan Approach to Wet Bulb
Cooling load (Q) = 1 kW
Laju alir = 45 g/s
Orifice differential (x) = 15 mmH2O
Temperatur wet bulb masuk (T2) = 36,3℃
Temperatur air keluar (T6) = 38,3℃
Approach to Wet Bulb (T6-T2) = 38,3℃-36,3℃
= 2℃
Gambar A.3. Nilai Vb= 0,932 m3/kg pada T3= 40,25 °C dan T4= 34 °C
x
Air mass flow rate (m) = 0,137 √
Vb
15
= 0,137 √
0,932
= 0,5496 kg/s
Air volume flow rate (V) = m x Vb
= 0,5496 kg/s x 0,932 m3/kg
= 0,5122 m3/s
Cross sectional area empty tower (A) = 0,15 m x 0,15 m
= 0,0225 m2
V
Kecepatan udara =
A
0,5122
=
0,0225
= 22,7640 m/s
Gambar A.4. Nilai Vb = 0,935 m3/kg pada T3= 41,75 °C dan T4= 34 °C
x
Air mass flow rate (m) = 0,137 √
Vb
15
= 0,137 √
0,935
= 0,5487 kg/s
Air volume flow rate (V) = m x Vb
= 0,5487 kg/s x 0,935 m3/kg
= 0,5130 m3/s
Cross sectional area empty tower (A) = 0,15 m x 0,15 m
= 0,0225 m2
V
Kecepatan udara =
A
0,5130
=
0,0225
= 22,8000 m/s
Gambar A.5. Nilai Vb= 0,936 m3/kg pada T3= 41,85 °C dan T4= 34 °C
15
= 0,137 √
0,936
= 0,5484 kg/s
Air volume flow rate (V) = m x Vb
= 0,5484 kg/s x 0,936 m3/kg
= 0,5133 m3/s
Cross sectional area empty tower (A) = 0,15 m x 0,15 m
= 0,0225 m2
V
Kecepatan udara =
A
0,5133
=
0,0225
= 22,8130 m/s
x
Air mass flow rate (m) = 0,137 √
Vb
15
= 0,137 √
0,937
= 0,5481 kg/s
Air volume flow rate (V) = m x Vb
= 0,5481 kg/s x 0,937 m3/kg
= 0,5135 m3/s
Cross sectional area empty tower (A) = 0,15 m x 0,15 m
= 0,0225 m2
V
Kecepatan udara =
A
0,5135
=
0,0225
= 22,8200 m/s
DAFTAR PUSTAKA