MODUL 1
MOTOR BAKAR
Oleh :
2.1 Prinsip kerja motor bakar otto (berdasarkan langkah dan proses)
Siklus otto memiliki 4 langkah dan 2 langkah yang biasanya disebut mesin 4
tak dan 2 tak disini saya akan sedikit menjelaskan siklus otto dengan 4 langkah
dan memiliki 6 proses, berikut penjelasannya:
Langkah
Langkah Hisap
Pada langkah ini piston bergerak dari titik mati atas(TMA) ke titik
mati bawah(TMB) pada piston. Katup masik terbuka sedangakan
katub buang tertutup dan disini juga campuran antara udara dan bensin
masuk kedalam ruang bakar.
Langkah Kompresi
Pada langkah ini piston bergerak dari titik mati bawah(TMB) ke titik
mati atas(TMA). Katup masuk tertutup sedangan katup buang terbuka
dan disini gas dalam ruang bakar terkompresi, beberapa saat sebelum
piston sampai pada TMA, busi menyala dan terjadi proses
pembakaran.
Langkah Kerja
Pada langkah ini katu masuk tertutup begitu pula dengan katup buang
tertutup, piston bergerak dati TMA menuju TMB dan gas yang
terbakar dalam ruang bakar, mengakibatkan piston terdorong dari
TMA dan TMB. Pada langkah ini adalah proses yang menghasilkan
tenaga.
Langkah Buang
Pada langkah ini katup masuk tertutup sedangkan tatup buang terbuka.
Piston bergerak dari TMB menuju TMA, sehingga sisa pembakaran
terdorong menuju katup buang yang sedang terbuka untuk silanjutkan
pada saluran pembuangan.
Proses
Poses Hisap (0-1)
Pada langkah hisap campuran udara-bahan bakar dari karburator
terhisap masuk ke dalam silinder dengan bergeraknya piston ke
bawah, dari TMA menuju TMB. Katup hisap pada posisi terbuka,
sedang katup buang pada posisi tertutup. Di akhir langkah hisap, katup
hisap tertutup secara otomatis. Fluida kerja dianggap sebagai gas ideal
dengan kalor spesifik konstan. Proses dianggap berlangsung pada
tekanan konstan.
Proses Kompresi (1-2)
Pada langkah kompresi katup hisap dan katup buang dalam keadaan
tertutup. Selanjutnya piston bergerak ke atas, dari TMB menuju TMA.
Akibatnya campuran udara-bahan bakar terkompresi. Proses kompresi
ini 11 menyebabkan terjadinya kenaikan temperatur dan tekanan
campuran tersebut, karena volumenya semakin kecil. Campuran
udara-bahan bakar terkompresi ini menjadi campuran yang sangat
mudah terbakar. Proses kompresi ini dianggap berlangsung secara
isentropik.
Proses Pembakaran(2-3)
Pada saat piston hampir mencapai TMA, loncatan nyala api listrik
diantara kedua elektroda busi diberikan ke campuran udara-bahan
bakar terkompresi sehingga sesaat kemudian campuran udara-bahan
bakar ini terbakar. Akibatnya terjadi kenaikan temperatur dan tekanan
yang drastis. Kedua katup pada posisi tertutup. Proses ini dianggap
sebagai proses pemasukan panas (kalor) pada volume konstan.
Proses Ekspansi (3-4)
Kedua katup masih pada posisi tertutup. Gas pembakaran yang terjadi
selanjutnya mampu mendorong piston untuk bergerak kembali dari
TMA menuju TMB. Dengan bergeraknya piston menuju TMB, maka
volume gas pembakaran di dalam silinder semakin bertambah,
akibatnya temperatur dan tekanannya turun. Proses ekspansi ini
dianggap berlangsung secara isentropik.
Proses Buang pada Volume Konstan(4-1)
Saat piston telah mencapai TMB, katup buang telah terbuka secara
otomatis sedangkan katup hisap masih pada posisi tertutup. Langkah
ini 12 dianggap sebagai langkah pelepasan kalor gas pembakaran yang
terjadi pada volume konstan.
Proses Buang pada Tekanan Konstan(1-0)
Selanjutnya piston bergerak kembali dari TMB menuju TMA. Gas
pembakaran didesak keluar melalui katup buang (saluran buang)
dikarenakan bergeraknya piston menuju TMA. Langkah ini dianggap
sebagai langkah pembuangan gas pembakaran pada tekanan konstan.
Siklus Otto ideal terdiri dari empat proses reversibel internal, yaitu proses
1-2 kompresi isentropik, proses 2-3 penambahan kalor pada volume tetap, proses
3-4 ekspansi isentropik, dan proses 4-1 pelepasan kalor pada volume tetap. Karena
siklus Otto ideal ini merupakan sistem tertutup, maka ada beberapa asumsi yang
digunakan yaitu (1) mengabaikan perubahan energi kinetik dan potensial, dan (2)
tidak ada kerja yang timbul selama proses perpindahan kalor. Efisiensi termal
siklus Otto ideal ini tergantung dari besarnya rasio kompresi mesin dan rasio kalor
spesifik dari fluida kerjanya. Efisiensi siklus akan naik bila rasio kompresi dan
rasio kalor spesifik semakin besar.
Proses yang terjadi adalah :
1-2 : Kompresi adiabatis
2-3 : Pembakaran isokhorik
3-4 : Ekspansi / langkah kerja adiabatis
4-1 : Langkah buang isokhorik
Beberapa rumus yang digunakan untuk menganalisa sebuah siklus Otto adalah
sebagai berikut :
1. Langkah kompresi adiabatis reversibel (1-2)
K −1
T1 V2
T2
=
V1 ( ) (2.1)
(2.2)
Q ¿ = u3-u2 = c v (T 3−T 2 ¿
3. Langkah ekspansi adiabatis reversibel (3-4)
K −1
V3 T4
( )
V4
=
T3
(2.3)
4. Langkah pembuangan panas secara isokhorik (4-1)
Gambar 2.4 Hubungan Torsi (Nm) Dengan Pemakaian Bahan Bakar (Fc) Pada
Bahan Bakar Premium Dan Pertamax, dengan putaran konstan 2200 rpm
Menunjukkan bahwa pemakaian bahan bakar (Fc) mesin berbanding lurus dengan
torsi, semakin tinggi torsi maka semangkin meningkat pula pemakaian bahan
bakar (Fc) yang di gunakan. Pada bahan bakar premium dengan torsi 2.403 Nm,
4.807 Nm, 7.210 Nm, 9.614 Nm – 12.017 Nm, menghasilkan kondisi bahan bakar
sebesar 0.292 kg/jam, 0.333 kg/jam, 0.355 kg/jam, 0.419 kg/jam - 0.536 kg/jam,
sedangkan pada bahan bakar pertamax dengan torsi (Nm) 2.403 Nm, 4.807 Nm,
7.210 Nm, 9.614 Nm – 12.017 Nm, menghasilkan konsumsi bahan bakar (Fc)
sebesar 0.2306 kg/jam, 0.2867 kg/jam, 0.3162 kg/jam, 0.3587 kg/jam - 0.4647
kg/jam. Hal ini di sebabkan oleh singkatnya waktu pemakaian bahan bakar (Fc),
pada kedua bahan bakar yang digunakan.
Gambar 2.5 Hubungan Torsi (Nm) Dengan Efisiensi Volumetric (ηvol) Pada
Bahan Bakar Premium Dan Pertamax pada putaran 2200 rpm
Dengan :
Ne = daya poros (Nm/det atau watt)
T = momen putar poros (rpm)
n = putaran poros (rpm)
T=F.r (2.6)
Dengan :
T = momen putar (Nm)
F = gaya pada timbangan (N)
r = jarak lengan = 150 mm
ṁa (2.16)
=
ṁ f
P 1(Vd +Vc)
m=
R . Ti
Torsi mesin diperoleh dengan mengalikan besar gaya pada ujung lengan
dengan jarak x :
T = Fx (2.17)
dimana :
X = Panjang lengan (m)
F = Gaya yang pada ujung lengan (kg)
Daya (P) yang diberikan mesin ke dinamometer diperoleh dengan
memasukkan torsi dan putaran yang didapat ke persamaan (2.5).
Terhadap Brake Tinjauan Dinamometer Tipe Cakram Prinsip kerja brake
dinamometer adalah mengubah daya poros suatu penggerak mula menjadi daya
gesek agar mudah untuk diukur. Daya gesek pada brake dinamometer ini
kemudian ditransfer menjadi kalor dan dilepas ke lingkungan. Untuk memperoleh
daya gesek dalam perancangan ini menerapkan sistem rem dari kendaraan yaitu
sistem rem cakram. Jenis dinamometer ini disebut brake dinamometer tipe cakram
yang untuk selanjutnya akan disebut brake dinamometer. Brake dinamometer
menggunakan cakram untuk menghasilkan daya gesek dimana energi yang
dihasilkan oleh mesin penghasil daya diubah menjadi daya gesek dan ditransfer
menjadi panas kemudian dilepas ke lingkungan, seperti terlihat pada diagram alir
di bawah ni :
Brake dinamometer terdiri dari dua bagian, yaitu rotor dan stator.
Rotor adalah bagian yang berputar yang terdiri dari poros (No.1) dan cakram
(No.8).
Rotor dihubungkan ke poros out-put penggerak mula yang akan diukur.
Stator adalah bagian yang cukup untuk bisa bergerak secara rotasi, tidak
sampai berputar. Komponen- komponen stator adalah kaliper (No.3), lengan
(No.4) dan kanvas rem (No.7).
Rotor rangka bertumpu pada melewati dua bantalan peluru (No.2), dan stator
bertumpu pada frame melewati bantalan jarum (No.6).
Kontruksi untuk seperti membebaskan rotor dari stator, jadi ini beban lentur
pada rotor hanya akibat berat poros dan cakram saja.
Oli dari sebuah master rem ditekan masuk ke kaliper (No.3)
Tekanan oli tersebut akan menekan piston di dalam kaliper.
Kontruksi menghasilkan arah tekanan pada masing-masing kanvas rem saling
berhadapan, mengakibatkan kedua kanvas rem akan menjepit cakram yang
sedang berputar sehingga terjadi gaya gesek.
Gaya gesek ini akan mengakibatkan terjadinya torsi pada rotor. Torsi gesek
pada rotor ini mengakibatkan terjadinya momen pada stator.
Untuk mengetahui besarnya momen pada pengukur gaya pada lengan (No.4)
dimana lengan ini masih bagian dari stator dipasang piranti stator.
Piranti pengukur gaya ini dipasang di titik A sejauh X dari titik sumbu putar
momen, seperti terlihat pada gambar 2.7.
Piranti menunjukan besarnya gaya (F) yang pengukur gaya akan bekeria pada
titik A.
Kesetimbangan memberikan, momen yang bekerja pada stator sama dengan
besar gaya yang terbaca pada piranti pengukur gaya (F) dikalikan dengan
jarak X, atau memenuhi persamaan :
Momen pada stator = F.X
Karena brake kerja dinamometer mengubah daya mesin menjadi daya gesek,
maka torsi yang prinsip diberikan oleh mesin ke brake dinamometer sama
dengan torsi gesek pada cakram. Torsi gesek pada cakram ini sama dengan
momen pada stator yang besarnya sama dengan F xX.
Maka torsi mesin sama dengan F x X.
(2.18)
Dimana :
P( hp )= adalah daya horse power
T (lb.ft) = adalah torsi dalam pound-feet
n (rpm) = adalah kecepatan rotasi dalam revolusi per menit.
Untuk satuan kW,
(2.19)
Dimana :
P (kW) = adalah daya dalam kilowatt
T (N.m) = adalah torsi dalam newton meter
n (rpm) = adalah kecepatan rotasi dalam revolusi per menit.
dimana :
Q = Laju aliran gas dalam kondisi dasar, cuft/jam (kondisi dasar untuk
temperatur = 60 oF dan untuk tekanan = 14,73 psia);
CI = Konstanta aliran orifis;
hw = Beda tekanan antara bagian hulu dan hilir dari orifis, in H2O;
Pf = Tekanan aliran gas (static pressure), psia.
Rumus di atas berdasar pada prinsip fisika, jika kehilangan atau berkurangnya
tekanan pada fluida yang mengalir melalui suatu penghalang akan berbanding
langsung dengan kuadrat kecepatan fluida tersebut. Dengan adanya pernyataan ini
maka dengan memberikan suatu penghalang terhadap aliran fluida dan mengukur
kehilangan tekanan fluida setelah melewati penghalang tersebut maka akan dapat
dihitung jumlah volume aliran fluidanya.
3. Konstanta Aliran Orifis, CI
Konstanta aliran orifis atau sering disingkat CI adalah jumlah aliran fluida dalam
ft3/jam pada suhu dan tekanan dasar dan ekstensi tekanan (hw.Pf). Besarnya
konstanta aliran orifis dinyatakan dengan persamaan berikut :
CI = ( Fb )( Fr )( Y )( Fpb )( Ftb )( Ftf )( Fg )( Fpv )( Fm )( F1 )( Fa )
Dimana :
Fb = Faktor orifis dasar
Fr = Faktor bilangan Reynolds
Y = Faktor ekspansi
Fpb = Faktor tekanan dasar
Ftb = Faktor suhu dasar
Ftf = Faktor suhu saat gas mengalir
Fg = Faktor spesifik gravity
Fpv = Faktor super kompressibilitas
Fm = Faktor manometer
F1 = Faktor lokasi pengukuran
Fa = Faktor ekspansi thermal orifis
4. Bagaimana cara kerjanya
Saat fluida, baik gas maupun liquid, mengalir melalui orifice, tekanan
terbentuk di sisi upstream dari orifice tetapi fluida "dipaksa" menjadi konvergen
untuk melewati lubang pada orifice. Pada saat "pemaksaan" ini kecepatan aliran
fluida menjadi naik dan tekanannya turun.
Pada sisi pangkal downstream dari orifice, aliran fluida mencapai titik
maksimum konvergensinya, vena contracta, kondisi di mana kecepatan aliran
mencapai maksimum dan tekanan mencapai nilai minimum. Di luar
daerah upstream dan downstream dari orifice, aliran fluida terekspansi yang
artinya kecepatannya akan menurun dan tekanannya akan naik. Dengan mengukur
perbedaan tekanan fluida pada upstream dan downstream dariplat orifice, laju
aliran didapatkan dengan persamaan Bernoulli.
Gambar 3.1 merupakan bagian-bagian alat uji, dimana bahan bakar pada
tangki (1) penampungan masuk menuju tabung ukur (11) kemudian dari tabung
ukur bahan bakar dialirkan menuju karburator (2) sebelum masuk ruang bakar
pada engine (5), waktu konsumsi bahan bakar diukur menggunakan stopwatch
sedangkan udara masuk ke karburator setelah melewati orifice plate (3) yang
dapat dilihat pada differensial manometer (4), pemberian beban pada mesin
dilakukan oleh disc brake (7) dengan cara menekan pedal rem (8) dimana tekanan
yang diberikan dapat dilihat pada pressure gauge (9), untuk mengukur kecepatan
putaran mesin menggunakan digital tachometer (10) yang diarahkan pada
profeller shaft (6).
B. Data lainya
● Massa jenis udara (ρud) = 1,1644 kg/m3
● Massa jenis minyak (ρoil) = 920 kg/m3
● Massa jenis bahan bakar (ρbb) = 753 kg/m3
● Niai kalor bahan bakar (LHVbb) = 44000 kJ/kg
● Volume bahan bakar (Vf) = 6 ml = 6 × 10-6 m3
1.Torsi (T)
Adapun torsi dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut.
T =μ . F . K 1 . R m
dimana,
F=P . A
dengan data tekanan permukaan (P) dan luas penampang piston (A), dengan
π . d2
A=
4
π . ( 0,0544 m )2
A=
4
A=0,002324275909 m2
maka,
F=6000 kg /m2 .0,002324275909m2
F=13,94565545 kg
kemudian dikalikan dengan gravitasi untuk mendapatkan nilai gaya nya.
F=13,94565545 kg . 9,81 m/ s2
F=136,80688000374 N
2Φ R .R
K 1=
3 sin
Φ
2
[
1− 1 2 2
( R1 + R 2 ) ]
maka,
2 . 1,134464 radian 0,064 m .0,11 m
K 1=
3 sin
1,134464 radian
2
× 1−
[
( 0,064 m+ 0,11 m )2 ]
K 1=1,407611935 × [ 0,7674725855 ]
K 1=1,08030357
Lalu kemudian, dengan koefisien gesek (μ) = 0,5 maka, nilai torsi (T) dapat
ditentukan yaitu
karena Vd tidak diketahui, maka kita tentukan dulu nilai variabel V d nya, yang
mana Vd merupakan volume langkah piston dengan persamaan
V d = Arb .l
dimana, Arb = luas penampang piston pada ruang bakar dan l = Langkah piston,
maka
π . ( 0,076 m )2
V d= . 0,073m
4
V d =0,00453645 m2 . 0,073 m
V d =0,00033116085 m 3
Karena motor bakar yang digunakan adalah motor bakar 4 langkah, maka nilai
MEP adalah
1232,707303445 Nm/ s
MEP=
0,00033116085 m 3 .1 . 1831rpm . 0,5
858,491158 Nm /s
MEP=
2π
0,00033116085 m3 .1 . 1831× . 0,5
60 s
MEP=38827,01592 N /m 2
MEP=38,827,01592kPa
ṁa
❑v =
ṁui
karena laju pemakaian udara aktual (ṁa) belum diketahui, maka kita tentukan
dahulu nilainya dengan persamaan
ṁ a= ρu . m v
karena laju aliran udara volumetrik yang melewati oirifis belum diketahui, maka
kita tentukan dahulu nilainya dengan persamaan
π d2
mv = × vu
4
karena kecepatan aliran urada melewati orifis belum diketahui, maka kita tentukan
dahulu nilainya dengan persamaan
2g ∆h
vu =C d
√ (( ) )
A1 2
A2
−1
maka,
2 . 9,81 m/ s2 . 0,021m
√(
vu =0,35 ×
2 2
π . ( 0,0633 m )
4
π . ( 0,022 m )
4
2
))−1
0,41202m2 /s 2
vu =0,35 ×
√
( 7,13020453 )
vu =0,08413490319177 m/s
2
π ( 0,0633m )
mv = × 0,08413490319177 m/ s
4
m v =0,0002647728808m 3 /s
0,0003083015424 kg /s
❑v =
0,036968186971 kg/ s
❑v =0,0083396
❑v =0,83396 %
n Vs T
2500
2000
1500
n(rpm)
1000
500
0
14 29 43 57 71 86 15 .14 .29 .43 .57 .72 .86 30 .14 .29 .43
2. 4. 6. 8. 10. 12. 17 19 21 23 25 27 32 34 36
Dari hasil pengolahan data setelah kita mumpulkan bisa dilihat bahwa semakin
besar putaran motor akan memperkecil jumlah torsi yang diberikan dimana bisa
kitalihat pada putaran 1960 rpm menghasilkan 2,214 Nm , sedangkan untuk
putaran 773 rpm menghasilkan torsi sebesar 36,43 Nm, jadi dari hasil pengolahan
data maka besaar putaran akan berbanding terbalik dengan torsi yang didapat.
n Vs NE
2500
2000
n(rpm) 1500
1000
500
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
Ne
Dari hasil pengolahan data bisa kita lihat grafik antara n Vs Ne dimana
nilai Ne akan mengalami penaikan seiring berkurangnya jumlah putaran yang
diberikan, namun dari graik pada putaran 1176 rpm menjadi penaikan nilai Ne
dan akan turun lagi sampai pada putaran 773 rpm. hal ini didapat dari hasil data
yang diberikan .
n Vs mbb
2500
2000
1500
n(rpm)
1000
500
0
0 0 0 0 0 0 0 0
mbb
Pada hasil pengolahan data antara n Vs mbb atau konsumsi bahan bakar
akan dilihat akan semakin bertambah dengan adanya pertambahan jumlah
kecepatan motor bisa dilihat pada saaat kecepatan 1960 rpm konsumsi bahan
bakar yang diberikan sebesar 0,00056 Kg/s sedangkan dengan putaran 773 maka
konsumsi bahan bakar sebesar 0,00044 Kg/s
2500 n Vs Be
2000
1500
n(rpm)
1000
500
0
0 0 0 0 0 0 0 0
Be
Gambar 4.4 Grafik n Vs Be
n Vs efisiensi th,e
2500
2000
1500
n(rpm)
1000
500
0
0 5 10 15 20 25
efisiensi th,e
Gambar 4.5 Grafik n Vs efisiensi th,e
pada grafik antara Grafik n Vs efisiensi th,e kita bisa lihat bahwa efisiensi
tertinggi didapat pada putaran 1287 rpm dengan tekanan sebesar 22000 Kg/m2
meskipun putaran terbesar pada 1960 rpm, hal ini dipengaruhi pada tekanan
semakin meningkat dan juga putaran semakin kecil.
n Vs Pe
2500
2000
1500
n(rpm)
1000
500
0
0 50000 100000 150000 200000 250000
Pe
Pada grafik n Vs Pe kita bisa lihat bahwa tekanan efektif rata-rata akan
mengalami peningkatan seirung dengan berkurangnya putaran yang diberikan hal
ini disebabkan oleh tekanan yang berbeda sehingga terjadinya perbedaan yang
naik dan turun pada tiap putarannya.
n Vs mui
2500
2000
n(rpm)
1500
1000
500
0
0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
mui
Pada grafik diatas niali mui sama sebesar 0,5 berarti hanya berpengaruh
pada putaran motor, oleh sebab itu semakin tinggi nilai putaran maka semakin
tinggi grafik yang didapat.
2500
n Vs Ef volume
2000
n(rpm)
1500
1000
500
0
0.76 0.83 0.83 0.84 0.88 0.9 0.95 1.03 1.1 1.1 1.16 1.18 1.27 1.37 1.49 1.63 1.83
Ef volume
Pada hasil pengolahan data ini kita dapat lihat bahwa efisiensi volume
berbanding terbalik dengan putaran motor , semakin kecil putaran motor maka
akan semakin besar pula efisiensi volumetric yang didapat hal ini dipengaruhi
oleh beda tekanan pada tiap putaran yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA