Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH MESIN TENAGA UAP

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB I

1.1 PENDAHULUAN

Turbin uap terutama digunakan di Pusat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan di
industri. Di PLTU, turbin uap dipergunakan untuk menggerakkan generator. Di industri,
turbin uap selain untuk menggerakkan generator (untuk pembangkit listrik kawasan
industrinya) juga sebagai pemutar kompresor, pompa, dan berbagai proses lainnya.

Klasifikasi turbin uap dapat dibagi dalam beberapa kelompok yaitu:

a. Berdasarkan jumlah tingkat:

1. Turbin satu tingkat (single stage)

2. Turbin bertingkat (multistage)

b. Berdasarkan arah aliran uap:

1. Turbin radial

2. Turbin aksial

c. Berdasarkan jumlah silinder:

1. Turbin silinder tunggal

2. Turbin silinder ganda

3. Turbin silinder tiga

4. Turbin silinder empat

Silinder merupakan poros dan tromol di mana sudu-sudu turbin dipasang.

d. Berdasarkan jumlah poros:

1. Turbin silinder jamak dengan rotor tunggal dan dikopel dengan generator
tunggal, dikenal dengan nama turbin poros tunggal.

2. Turbin-turbin dengan poros lebih dari satu dan diparalel disebut sebagai turbin
poros jamak (multiaxial).
e. Berdasarkan prinsip kerja uap:

1. Turbin impulse (turbin aksi, turbin tekanan rata), tekanan uap di sisi masuk
turbin sama dengan sisi keluar. Ekspansi uap terjadi pada nosel (nozzle) atau
karangan sudu arah.

2. Turbin reaksi (turbin tekanan tak rata), bila tekanan uap di sisi masuk lebih
besar daripada di sisi keluar. Ekspansi uap terjadi baik di karangan sudu arah
yang merupakan nosel maupun di sudu jalan.

f. Berdasarkan penurunan panas:

1. Turbin berkondensor, “condensing turbine”, atau dikenal juga dengan turbin


siklus tertutup.

2. Turbin berkondensor dengan satu atau dua tingkat ekstraksi pada tekanan
tertentu untuk kebutuhan kalor lain (water heater misalnya).

3. Turbin siklus terbuka, “back pressure turbine”, tanpa dilengkapi kondensor.

Kondensor dapat menurunkan tekanan menjadi sangat rendah, jadi bila turbin
tidak dilengkapi kondensor maka tekanan di sisi keluar akan lebih tinggi
daripada turbin berkondensor.

4. “Topping turbine”, jenis back pressure turbine yang biasanya dipergunakan


pada waktu peningkatan daya terpasang suatu instalasi. Biasanya turbin ini
akhirnya akan dilengkapi dengan kondensor sehingga berfungsi seperti turbin
berkondensor biasa.

5. Back pressure turbine dengan beberapa ekstraksi uap di beberapa tingkat


untuk memasok uap dengan spesifikasi tekanan dan temperatur tertentu.

g. Berdasarkan kondisi uap pada sisi masuk:

1. Turbin bertekanan rendah, 1 – 2 bar.

2. Turbin bertekanan menengah, sampai 40 bar.

3. Turbin bertekanan tinggi, diatas 40 bar.

4. Turbin bertekanan sangat tinggi, diatas 170 bar dan bertemperatur diatas 550

5. Turbin superkritikal, menggunakan uap bertekanan 225 bar.


h. Berdasarkan sifat penggunaannya:

1. Turbin stasioner dengan kecepatan konstan, biasanya digunakan untuk


memutar alternator di PLTU.

2. Turbin stasionar dengan kecepatan variable, biasanya untuk memutar


kompresor, pompa dan sebagainya.

3. Turbin nonstasioner dengan kecepatan variable, misalnya yang digunakan di


kapal, lokomotif dan sebagainya.

Dari klasifikasi -f- di atas, dua macam instalasi turbin uap yang banyak dijumpai adalah:

1. instalasi turbin uap tertutup (condensing turbine).

2. instalasi turbin uap terbuka (back pressure turbine).

Instalasi tertutup menggunakan fluida kerja yang mengikuti jaringan tertutup. Di


sini diperlukan kondensor untuk mengkondensasikan kembali uap, kemudian pompa
dan boiler untuk menaikkan energi air dari kondensor untuk disirkulasikan secara
tertutup menuju ke turbin uap kembali. PLTU menggunakan prinsip kerja ini,
selain untuk menjaga kebutuhan air kerja yang ketat syarat kualitasnya juga secara nyata
dapat menaikkan efisiensi total PLTU.

Instalasi terbuka tidak menggunakan kondensor. Uap yang keluar dari turbin masih
tinggi temperatur dan tekanannya dan sisa energi ini dipergunakan dalam proses lain di
pabrik. Di industri kedua system instalasi ini dapat kita jumpai.

Gambar 5.1. Contoh skema system instalasi turbin uap terbuka (a) dan kombinasi terbuka
dan tertutup (b).
Gambar 5.1 berikut menunjukkan contoh skema instalasi terbuka dan tertutup.
Gambar 5.1b menunjukkan system kombinasi antara instalasi terbuka dengan tertutup di
industri.

Jalur uap bekas adalah uap yang telah dipergunakan turbin untuk dipergunakan
pada proses produksi dalam industri tertentu, misalnya kilang minyak, pabrik pupuk dan
sebagainya.

Gambar berikut menunjukkan skema instalasi turbin uap tertutup yang dilengkapi
dengan unit pemanfaat panas (economizer), pemanas ulang (reheater) dan pemanas lanjut
(superheater).

2,2 bar
5,1 bar

Gambar 5.2. Contoh skema instalasi turbin uap tertutup dengan economizer, reheater dan
superheater

Gambar 5.3 berikut menunjukkan skema aliran turbin uap tertutup sederhana.

Gambar 5.3 Skema aliran siklus Rankine sederhana.


Dari gambar,

WT adalah kerja keluar poros turbin.

Qklr adalah panas yang dikeluarkan melalui kondensor.

Qmsk adalah panas yang masuk ke sistem melalui boiler (ketel).

WP adalah kerja yang masuk sistem melalui poros pompa.

Gambar 5.4 berikut menunjukkan diagram T-s siklus tertutup suatu turbin uap 1 tingkat
sederhana.

Gambar 5.4 Diagram P-v dan T-s turbin uap sederhana, menunjukkan diagram tanpa dan
dengan pemanas lanjut.

Langkah 1-2 : langkah ekspansi isentropik di turbin.

2-3 : langkah pengeluaran panas ke penyedot panas di kondensor

3-4 : langkah penaikan tekanan isentropik di pompa pemasok air boiler

4-1 : langkah pemasukan kalor dengan tekanan konstan dalam boiler

Langkah 1-1’ : langkah pemanasan lanjut (superheated)

2-2’ : langkah pengeluaran panas dikondensor

Langkah 2’-3 merupakan satu langkah yaitu pengeluaran panas di kondensor.

Proses ideal ditunjukkan dengan siklus tertutup 1-2-3-4-1. Energi yang masuk
(berupa energi panas melalui boiler dan energi poros melalui poros pompa) dinyatakan
dengan luas area a-3-4-j-1-2-b-a pada Gambar 5.4 (b). Sedangkan energi panas yang
keluar melalui kondensor ditunjukkan dengan luas area a-3-2-b-a.

Untuk menaikkan kerja keluar yang dapat dihasilkan, pada gambar (b) siklus
yang berjalan dimodifikasi dengan penambahan pemanas

lanjut (superheater), yang ditunjukkan pada langkah 1-1’. Siklus menjadi 1-1’-2’-3-4-j-1.

1.2 SIKLUS RANKINE YANG IREVERSIBEL

Pertukaran kalor pada penukar panas terjadi karena ada perbedaan temperatur
antara yang dipanaskan dengan yang memanaskan. Aliran kalor terjadi dari sisi yang
bertemperatur tinggi ke sisi yang bertemperatur rendah. Dalam hal di boiler, sisi
bertemperatur tinggi (sumber panas-heat source) adalah api, gas panas atau fluida panas
lainnya (di reaktor nuklir). Sedangkan sisi bertemperatur lebih rendah (penyedot panas-
heat sink) adalah fluida kerja (air atau uap) dalam boiler.

Siklus yang ireversibel terjadi akibat kalor hanya bisa mengalir dari sisi
bertemperatur tinggi ke sisi bertemperatur rendah, hal yang sebaliknya adalah tidak
mungkin.

Gambar 5.5 berikut menunjukkan proses pertukaran panas antara sumber


dengan penyedot. Akibat aliran kalor ini, sumber akan turun

temperaturnya, sedangkan penyedot akan naik. Hal ini digambarkan dengan garis
a-b untuk proses pendinginan sumber panas dan garis 4-j-1 untuk proses pemanasan
penyedot panas. Kondisi ireversibilitas akan membatasi kemungkinan terjadinya
penyilangan dua garis tersebut.

Gambar 5.5 Diagram T-s mengakomodir konsep “Pinch” untuk boiler dan kondensor.

Pada gambar diatas, arah garis-garis penurunan temperatur dan kenaikan


temperatur adalah saling berlawanan. Kondisi ini kita sebut sebagai proses berlawanan
arah (counterflow). Sebaliknya, bila arah penurunan dan kenaikan temperatur adalah
sama, prosesnya kita sebut sebagai proses searah. Titik-titik diantara dua garis yang
terpendek disebut sebagai “titik pinch”.

Dalam prakteknya proses yang berlawanan arah lebih banyak digunakan daripada
proses searah karena beda temperatur keseluruhannya antara sumber dan penyedot panas
tidak sebesar proses paralel. Gambar berikut menunjukkan konsep ini.

Gambar 5.6 Beda temperatur antara proses searah (a) dan berlawanan arah (b).

Jenis fluida juga menentukan beda temperatur antara sumber dan penyedot panas.
Pertukaran panas antara gas dengan gas, meskipun dengan perantara pipa yang sama,
akan lebih rendah kapasitasnya dibandingkandengan antara gas dengan cair. Hal ini
ditunjukkan dengan gambar berikut. Gambar (a) adalah antara gas dengan cair, sedangkan
gambar (b) adalah antara gas dengan gas.

Gambar 5.7 Beda antara fluida sumber dan penyedot panas


Gambar 5.8 Perbandingan antara pemanas lanjut menggunakan air sebagai fluida primer

(a) dan gas atau metal cair sebagai fluida primer (b).

Gambar 5.9 Skema turbin uap bertekanan tinggi dan rendah dengan pemanas ulang.

Bila di pasal depan telah diterangkan perlunya penambahan instalasi pemanas lanjut
(superheater) maka pada gambar diatas ditunjukkan instalasi pemanas ulang (reheater).
Pemanas ulang sebenarnya sama fungsinya dengan pemanas lanjut, tetapi dilakukan
pada tekanan uap yang lebih rendah. Uap di by-pass pada sisi keluar turbin tekanan tinggi
untuk dialirkan kembali ke boiler. Di boiler uap dipanaskan kembali untuk meningkatkan
kembali entalpinya. Uap yang telah dipanaskan ulang ini dikembalikan ke turbin tekanan
rendah untuk kembali diekspansikan dan diambil energinya.
Gambar berikut menunjukkan diagram T-s siklus ideal dengan pemanas ulang ini.

Gambar 5.10 Diagram T-s turbin uap tekanan tinggi dan rendah dengan pemanas ulang

Pada gambar ditunjukkan pula garis pinch antara sumber panas (di boiler) dengan
penyedot panas (di boiler dan pemanas ulang). Lihat titik mula proses sumber panas
dimulai dari atas titik 3 penyedot panas.

Gambar 5.11 Turbin uap dengan 2 ekstraksi 3 tingkat tidak ideal.

Gambar diatas menunjukkan skema aliran dan diagram T-s turbin uap siklus
Rankine tak ideal dengan dua buah pemanas air pasok tipe terbuka. Uap panas hasil
ekstraksi dari turbin dicampur dengan air pemasok boiler yang lebih dingin
temperaturnya. Keseimbangan tekanan dan temperatur antara uap hasil ekstraksi dengan
air pemasok harus diatur dengan baik.

Beberapa konfigurasi turbin uap tanpa ekstrasi uap (gambar a) dan dengan ekstrasi
uap di antara turbin tekanan tinggi dan rendah ditunjukkan dalam gambar-gambar berikut
Gambar 5.12 Beberapa konfigurasi turbin reaksi antara lain dengan ekstraksi uap.

5.3 KEBUTUHAN ENERGI INTERNAL DAN EFISIENSI

Gambar 5.13 Aliran energi pada suatu PLTU.

Sebagian energi yang dihasilkan turbin tidak dapat dipergunakan untuk melayani
kebutuhan luar. Sebagian energi ini diperlukan untuk mentenagai peralatan internal yang
dibutuhkan antara lain:

 Pompa pemasok boiler (termasuk dalam siklus).


 Peralatan tambahan, antara lain:
 Pulverizer (penghalus batubara). b. Pengolah air (water treatment).
 Motor dan peralatan kontrol.
 Conveyor batubara, pompa minyak atau kompresor gas untuk PLTU batubara,
minyak atau gas.
 Pengolah limbah padat dan cair. f. Pompa-pompa pendingin.
 Mesin pendingin kondensor.
 Air conditioning bangunan kantor.
 Lampu penerangan dan peralatan lainnya.

Untuk menentukan unjuk kerja sistem, dikenal beberapa istilah, antara lain:

1. Efisiensi termal (thermal efficiency), adalah rasio kerja neto terhadap jumlah kalor
yang diperlukan oleh pembangkit tenaga.

Efisiensi termal pembangkit akan lebih kecil daripada efisiensi yang dihitung dalam
siklus karena perhitungan untuk yang terakhir ini tidak memasukkan energi yang
diperlukan untuk peralatan-peralatan bantu dan energi akibat ireversibiltas dalam
prosesnya.

2. Efisiensi kotor (gross efficiency), berbeda dengan efisiensi termal, efisiensi kotor
dihitung berdasarkan rasio kerja kotor dari turbin dan generator.

3. Efisiensi bersih (net efficiency), dihitung berdasarkan kerja neto dari plant, yaitu
energi kotor dikurangi dengan energi yang diperlukan plant.

Pemilik pembangkit listrik pada umumnya menginginkan ukuran efisiensi yang


dapat menunjukkan unjuk kerjanya dari sudut pandang ekonomi sebagai akibat biaya-
biaya yang harus dikeluarkan untuk membangun dan menjalankan instalasi seperti
investasi, bahanbakar, operasi dan perawatannya. Untuk itu diperkenalkan ukuran lain
yaitu heat rate (HR), yang menyatakan jumlah kalor yang dimasukkan (biasanya dalam
Btu) untuk memproduksi satu satuan energi, biasanya dalam kWh. Satuannya adalah
Btu/kWh. HR adalah kebalikan secara proporsional dari efisiensi. Jadi makin kecil HR
akan makin baik. Ada beberapa definisi HR menurut variabel pembandingnya, yaitu:
5.4 KOMPONEN TURBIN UAP

Komponen utama turbin uap terdiri dari:

a. Rumah turbin (casing), umumnya terdiri dari belahan tutup atas dan rumah bagian
bawah

b. Poros dan piringan sudu jalan (rotor)

c. Piringan sudu arah dan nosel


d. Bantalan aksial dan radial

e. Penyekat (umumnya dari jenis labirint)

f. Peralatan kontrol uap (steam chest)

Sudu Arah dan Sudu Gerak

Gambar 5.14 Tampak belahan turbin uap (Siemens)


1. Kopling,
2. Bantalan luncur,
3. Poros turbin,
4. Tutup (casing) atas,
5. Piringan dan sudu jalan,
6. Piringan dan sudu arah,
7. Rumah (casing) turbin bawah,
8. Labirint, 9. Bantalan radial dan aksial,
9. Penumpu (pedestal) bantalan depan,
10. Penumpu (pedestal) bantalan belakang,
11. Sistem kontrol hidrolik,
12. Katup pengontrol

Gambar 5.16 Rotor impuls 2 tingkat (Shin Nippon Machinery).

i. Aliran Uap di Nosel

Persamaan konservasi energi bentuk umum akan dipergunakan dalam


mempelajari proses perubahan energi didalam nosel, yaitu:

2 2
Disini h adalah entalpi fluida dengan satuan [m /s ]. Indeks 0 menyatakan kondisi sisi awal
nosel dan 1 menyatakan sisi keluar nosel. Notasi kecepatan V pada rumus diatas dapat
diganti dengan C sebagai notasi yang dipergunakan pada sistem mesin pada mesin konversi
energi. Selanjutnya beda ketinggian antara sisi masuk dan keluar nosel sangatlah kecil
peranannya dalam menyumbang perubahan bentuk energi, sehingga dapat diabaikan.

Energi kinetik spesifik fluida masuk nosel:

Energi kinetik spesifik fluida keluar nosel:

Dengan menggunakan persamaan konservasi energi, penambahan energi kinetik pada nosel
diperoleh dari penurunan entalpi fluida dari h0 ke h1. Jadi:

Untuk fluida kompresibel ideal pada nosel tanpa timbulnya gelombang kejut, dengan
mengabaikan kecepatan fluida masuk nosel C0 dan beda ketinggian z0 dan z1, maka:

Bila fluidanya tidak ideal, maka perlu diintrodusir faktor kerugian , sehingga kecepatan

C dapat dirumuskan sebagai berikut:

Disini (h0 – h1) adalah penurunan entalpi melalui noselm dalam


2 2
m /s atau kJ/kg. Untuk aliran isentropik di nosel,

Diintegrasikan
Selanjutnya dengan menggunakan asumsi hukum eksponen isentropik, dari Pers (5.5),
didapat:

Laju massa m&


menjadi maksimum bila turunan persamaan di atas ada dan sama dengan nol, yaitu:

*
Di mana p adalah tekanan kritik, dan persamaan di atas berarti rasio tekanan
*
kritiknya. Bila dikehendaki pklr < p maka harus dipergunakan nosel jenis konvergen-
*
divergen yang memiliki leher nosel. Bila dikehendaki pklr > p maka harus dipergunakan
nosel jenis konvergen.

Kecepatan uap pada leher nosel, yang merupakan kecepatan kritiknya,


dirumuskan sebagai berikut:
*
di mana h0 – h adalah penurunan entalpi uap pada sisi konvergen dari nosel. Penurunan
entalpi ini dapat dibaca pada diagram Mollier.

Bila noselnya hanya konvergen, tekanan minimum di mana uap dapat berekspansi
adalah tekanan kritiknya bila laju uap keluarnya mencapai harga maksimumnya dan
kecepatan keluar uap mencapai kecepatan suaranya (sonik).

Kecepatan kritik dapat diperoleh dari Pers. (5.8) dengan disubstitusi rasio tekanan
kritiknya.

Sebagai contoh, untuk uap panas lanjut, k = 1,3, sedangkan untuk uap kering,
k=1,135. Di sini, k adalah eksponen politropik.

Efisiensi nosel dinyatakan sebagai

Untuk gas ideal,

Bila kecepatan riel uap keluar nosel adalah C1 dan kecepatan idealnya adalah Cis, maka:

Bila kecepatan awal dapat diabaikan,


Gambar 5.17 Nosel dan diafragma turbin uap.

Gambar 5.18 Diafragma (SNM).

Nosel

Gambar 5.19 Nosel jenis dilas

Nosel
Gambar 5.20 Nosel jenis “reaming”.
MKE 2
BAB 5 TURBIN
ii. Aliran Uap di Sudu Gerak UAP

Aliran uap di sudu gerak dapat dikelompokkan sebagai aliran tekanan tetap (pada turbin
aksi) dan aliran tekanan tidak tetap (pada turbin reaksi). Penjelasan untuk turbin aksi dan
reaksi diberikan pada pasal-pasal selanjutnya.

5.5 DERAJAT REAKSI

Derajat reaksi R adalah rasio penurunan energi tekanan di sudu terhadap


energi spesifik keseluruhan. Atau:

dimana: Yp2-3 adalah beda energi tekanan spesifik fluida masuk dan keluar
sudu gerak.

Y adalah energi spesifik fluida semula.

Dalam hal penulisan dengan entalpi, di atas dapat ditulis sebagai:

Turbin Hero merupakan contoh untuk turbin reaksi penuh (R = 1), karena

Lihatlah turbin dengan karakteristik sebagai berikut. Diagram segitiga kecepatan satu
tingkat turbin uap digambarkan sebagai berikut:

Gambar 5.21 Diagram kecepatan suatu tingkat turbin uap.

Kecepatan C1 = W2, C 2 = W1
Sudut α1 = β 2 α2 = β 1
Sudu ini tidak simetrik, seperti ditunjukkan pada Gambar 5.23.b. Karena Ca1=Ca2,
maka tidak ada gaya aksial akibat perubahan vektor kecepatan absolut yang bekerja pada
MKE 2
BAB 5 TURBIN
poros. Tetapi sebaliknya, akan ada gaya aksial
UAP akibat beda tekanan sebelum dan sesudah
sudu.

Anda mungkin juga menyukai