Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I

”ALIRAN FLUIDA DALAM SISTEM PERPIPAAN”

Dosen Pengampu :
Ahmad Fadli M.T.,PhD

Asisten :
Retwi Restyanda

OLEH:

Kelompok : I (Satu)

Nama Kelompok : 1. Chichi Wulandara (2207036152)

2. Deffa Akbar Aulia (2207036507)

3. Gustina Magdalena (2207036183)

PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
Abstrak

Headloss adalah suatu nilai untuk mengetahui seberapa besarnya reduksi tekanan total
(total head) yang diakibatkan oleh fluida saat melewati sistem pengaliran. Total head,
seperti ini merupakan kombinasi dari elevation head (tekanan karena ketinggian suatu
fluida), velocity head (tekanan karena kecepatan alir suatu fluida,) dan pressure head
(tekanan normal dari fluida itu sendiri). Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari
head loss dan friction loss aliran fluida pada pipa 2 dan 3, enlargement pada pipa 2 dan
contraction pada pipa 2. Percobaan ini menggunakan serangkaian alat yang secara
skematik yaitu ‘’general Arrangement of Apparatus” dan “Manometer Connection
Diagram”. Percobaan pertama dilakukan dengan memvariasikan bukaan yaitu pada
bukaan 25%, 50%, 75%, 100% pada volume 5, 10, 15, dan 20 liter. Head loss terbesar
cenderung pada bukaan 100%. Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa
terjadi aliran turbulen pada setiap pipa yang diuji, karena bilangan reynold nya >4000.

Kata kunci: Aliran Fluida, Contraction, Enlargement, Friction Loss, Head Loss.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Suatu sistem transfer fluida dari suatu tempat ke tempat lain biasanya terdiri dari
pipa, valve, sambungan (elbow, tee, shock, dll) dan pompa. Jadi pipa memiliki peranan
yang penting dalam suatu sistem transfer fluida. Pipa memiliki berbagai macam ukuran
dan bentuk penampang serta material yang bervariasi. Material pipa bermacam-macam,
seperti plastic, PVC, logam, acrylic, dan lain-lain. Ukuran pipa juga bervariasi dari yang
berukuran kecil sampai besar dan diaplikasikan dalam berbagai bidang seperti untuk
penelitian, pemakaian rumah tangga, industri makanan, industri manufactur bahkan pada
bidang industri minyak dan gas. Dari segi bentuk penampangnya, pipa dengan
penampang lingkaran atau bulat adalah yang paling banyak digunakan, tapi tidak
menutup kemungkinan untuk menggunakan pipa dengan bentuk penampang yang lain.
Untuk mengalirkan fluida dari tempat yang satu ke tempat yang lain diperlukan
suatu peralatan. Selain peralatan utama yang digunakan, ada bagian-bagian yang tidak
kalah penting dimana dalam bagian ini, sering terjadi peristiwa-peristiwa yang dapat
mengurangi efisiensi kerja yang diinginkan. Bagian dari peralatan ini dapat berupa pipa-
pipa yang dihubungkan. Dalam menggunakan pipa yang harus diperhatikan adalah
karakteristik dari fluida yang digunakan, misalnya : sifat korosi, explosive, racun, suhu
dan tekanan. Apabila fluida dilewatkan ke dalam pipa maka akan terjadi gesekan antara
pipa dengan fluida tersebut. Besarnya gesekan yang terjadi tergantung pada kecepatan,
kekerasan pipa, diameter dan viskositas fluida yang digunakan.
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui peristiwa yang terjadi dalam pipa
apabila fluida dilewatkan ke dalamnya. Gesekan yang terjadi dapat mempengaruhi aliran
fluida dalam pipa, aliran ini dapat terjadi secara laminar atau turbulen yang nilainya dapat
didekati dengan bilangan Reynolds.

1.2. Tujuan Percobaan


Adapun tujuan setelah melakukan pratikum yaitu:
1. Mengukur friction loss dan head loss pada pipa 2 dan 3
2. Mengukur friction loss&head loss pada enlargement dan contraction pada pipa 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Tipe aliran fluida
Ada 3 tipe aliran fluida didalam pipa, yaitu (White, 1988):
1. Aliran laminer, aliran fluida dengan kecepatan rendah. Partikel-partikel fluida
mengalir secara teratur dan sejajar dengan sumbu pipa. Reynold menunjukkan
bahwa untuk aliran laminer berlaku Bilangan Reynold, NRe < 2100. Pada
keadaan ini juga berlaku hubungan Head Loss berbanding lurus dengan
kecepatan linear fluida, atau H α V.
2. Aliran turbulen, aliran fluida dengan kecepatan tinggi. Partikel-partikel fluida
mengalir secara tidak teratur atau acak didalam pipa. Reynold menunjukkan
bahwa untuk aliran turbulen berlaku Bilangan Reynold, NRe < 4000. Pada
keadaan ini juga berlaku hubungan Head Loss berbanding lurus dengan
kecepatan linear berpangkat n, atau H α Vn.
3. Aliran transisi, aliran fluida dengan kecepatan diantara kecepatan linear dan
kecepatan turbulen. Aliran berbentuk laminar atau turbulen sangat tergantung
oleh pipa dan perlengkapannya. Reynold menunjukkan bahwa untuk aliran
transisi berlaku hubungan Bilangan Reynold, 2100 < NRe < 4000
.
2.1.2 Bilangan Reynold
Angka Reynolds adalah bilangan tanpa dimensi yang nilainya bergantung pada
kekasaran dan kehalusan pipa sehingga dapat menentukan jenis aliran dalam pipa.
Profesor Osborne Reynolds menyatakan bahwa ada dua tipe aliran yang ada didalam
suatu pipa yaitu (Raswari, 1986):
1. Aliran laminar pada kecepatan rendah dimana berlaku h α v
2. Aliran Turbulen pada kecepatan tinggi dimana berlaku h α vn
Dalam penelitiannya, Reynolds mempelajari kondisi dimana satu jenis aliran
berubah menjadi aliran jenis lain, dan bahwa kecepatan kritis, dimana aliran laminar
berubah menjadi aliran turbulen. Keadan ini bergantung pada empat buah besaran yaitu:
diameter tabung, viskositas, densitas dan kecepatan linear rata-rata zat cair. Lebih jauh ia
menemukan bahwa ke empat faktor itu dapat digabungkan menjadi suatu gugus, dan
bahwa perubahan macam aliran berlangsung pada suatu nilai tertentu gugus itu.
Pengelompokan variabel menurut penemuannya itu adalah (Raswari, 1986).
D .V . ρ
N Re =
μ ..........................................................................................................(2.1)

Dimana : D = Diameter pipa ( m )


V = Kecepatan rata-rata zat cair ( m / s )
μ = Viskositas zat cair ( kg / m.s )
ρ = Densitas zat cair ( kg / m3 )

Gugus variabel tanpa dimensi yang didefinisikan oleh persamaan di atas


dinamakan Angka Reynolds (Reynolds Number). Aliran laminar selalu ditemukan pada
angka Reynold di bawah 2.100, tetapi bisa didapat pada angka Reynold sampai beberapa
ribu, yaitu dalam kondisi khusus dimana lubang masuk pipa sangat baik kebundarannya
dan zat cair di dalamnya sangat tenang. Pada kondisi aliran biasa, aliran itu turbulen pada
angka Reynolds di atas kira-kira 4.000. Terdapat suatu daerah transisi yatu pada angka
Reynolds antara 2100 sampai 4000, dimana jenis aliran itu mungkin laminar dan mungkin
turbulen, bergantung pada kondisi di lubang masuk pipa dan jaraknya dari lubang masuk
itu. Berdasarkan pengaruh tekanan terhadap volume, fluida dapat digolongkan menjadi 2
yaitu (Raswari 1986):
1. Fluida tak termampatkan (incompressible), pada kondisi ini fluida tidak
mengalami perubahan dengan adanya perubahan tekanan, sehingga fluida tak
termampatkan.
2. Fluida termampatkan (compressible), pada keadaan ini, fluida mengalami
perubahan volume dengan adanya perubahan tekanan.

2.1.3 Head loss & Friction loss pada pipa horizontal


Head loss biasanya dinyatakan dengan satuan panjang. Sehingga untuk
persamaan (2), Head Loss adalah harga ∆p yang dinyatakan dengan satuan panjang
mmHg atau inchHg. Harga F sendiri bergantung pada tipe alirannya. Untuk aliran
laminar, dimana N Re < 2100, berlaku persamaan (Mc.Cabe, 1985).

f L .V 2
F= .
2 gc . D ………………........................................................(2
Untuk aliran turbulen dengan N Re > 4000, berlaku persamaan :

32 . μ L .V 2
F= .
g c D2 ρ ................................................................................(2.3)

2.1.4 Head loss & Friction loss pada Elbow


Sambungan-sambungan didalam pipa, misalnya elbow, kran, valve, tee akan
mengganggu pola aliran fluida dan menyebabkan terjadinya rugi gesekan atau Friction
Loss. Friction Loss ini biasanya dinyatakan sebagai rugi gesekan yang setara dengan
panjang pipa lurus. Untuk 45o Elbow, dengan diameter pipa 1 in – 3 in, misalnya, maka
setara dengan panjang pipa 15 x D, sedangkan untuk 90 o Elbow, dengan diameter 3/8 in –
2,5 in, misalnya maka setara dengan panjang pipa 30 x D (Sularso, 2000).
Persamaan-persamaan yang digunakan didalam pipa Horizontal, termasuk
untuk menentukan Head Loss juga berlaku untuk elbow dengan catatan elbow juga dalam
posisi horizontal didalam sistem perpipaan. Hasil pengujian head loss menunjukkan
bahwa, sudut sambungan belokkan berbanding lurus dengan head loss. Semakinn besar
sudut sambungan belokan pipa, nilai head loss yang dihasilkan semakin besar. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan tinggi tekan pada sebelum dan setelah belokan pipa yang
semakin meningkat. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kecepatan air berbanding
terbalik dengan sudut sambungan belokan pipa, semakin besar sudut sambungan belokan
pipa maka kecepatan air semakin kecil, dan sebaliknya semakin kecil sudut sambungan
belokan pipa kecepatan air semakin besar. Hal tersebut disebabkan karenan waktu yang
diperlukan lebih lama untuk sudut belokan yang semakin besar (Sularso, 2000).

2.1.5 Friction Loss pada Enlargement dan Contraction


Untuk pipa dimana diameternya berubah kecil kebesar, pipa pertama dengan
diameter D1 dan pipa kedua dengan diameter D 2, atau Enlargement, dan pipa masih
didalam posisi horizontal, tidak ada kerja pada sistem, maka ∆Z = 0, W = 0 dengan
persamaan (Mc.Cabe, 1985).

ΔV 2 Δp
−F= +
2 g c ρ ................................................................................(2.4)
2
∆p ∆v
Jika sangat kecil dan bisa diabaikan terhadap harga dari ,maka:
ρ 2 gc
2
∆v
=−F ..................................................................................................(2.5)
2 gc

2.1.6 Pressure Drop


Pressure menunjukkan penurunan tekanan dari titik 1 ke titik 2 dalam suatu
sistem aliran fluida. Penurunan tekanan,biasa dinyatakan juga dengan ∆P saja. Jika
manometer yang digunakan adalah manometer air raksa,dan beda tinggi air raksa dalam
manometer H ft, maka :
∆p = H ( ρ Hg) g/g ......................................................................................(2.6)
Pressure drop adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penurunan
tekanan dari satu titik di dalam pipa atau aliran air. "Penurunan Tekanan" adalah hasil
dari gaya gesek pada fluida seperti yang mengalir melalui tabung. Gaya gesek disebabkan
oleh resistensi terhadap aliran. Faktor utama yang mempengaruhi resistensi terhadap
aliran fluida adalah kecepatan fluida melalui pipa dan viskositas fluida. Aliran cairan atau
gas selalu akan mengalir ke arah perlawanan sedikit (kurang tekanan). Pada aliran satu
fase, pressure drop dipengaruhi oleh Reynold number yang merupakan fungsi dari
viskositas, densitas fluida dan diameter pipa (White, 1985).

2.1.7 Gesekan dalam pipa


Gesekan pada pipa dapat menyebabkan hilangnya energi mekanik fluida.
Gesekan inilah yang menetukan aliran fluida dalam pipa, apakah laminar atau turbulen.
Gesekan juga dapat menimbulkan panas pada pipa sehingga merubah energi mekanik
menjadi energi panas (kalor) (Mc.Cabe, 1985).
Dalam aplikasi kesehariannya, ada banyak sekali bentuk dan model pipa,
seperti pipa bentuk elbow, mitter, tee, reducer, cross, dan lainnya. Bentuk serta model
yang beraneka ragam tersebut sangat membantu dalam desain layout sistem perpipaan
didunia industri. Pada saat operasi, bentuk dan model pipa yang bermacam-macam
tersebut akan memiliki karakteristik tegangan yang berbeda-beda sebagai akibat dari
pembebanan yang diterimanya. Akumulasi dari berat pipa itu sendiri dan tekanan fluida
yang mengalir didalamnya, akan menyebabkan tegangan pada pipa yang dikenal sebagai
beban static. Namun efek dari pembebanan seperti ini dapat diminimalisasi dengan
memilih jenis penyangga (support) yang sesuai, dan menggunakan penyangga tersebut
dalam jumlah cukup. Secara umum, beban dinamik dan beban termal pada pipa
merupakan dua hal yang lebih penting, dan lebih sulit untuk ditangani. Pembebanan
dinamik terjadi pada pipa yang berhubungan langsung dengan peralatan bergetar seperti
pompa atau kompresor. Beban dinamik juga terjadi pada pipa yang mengalami beban
termal, sehingga beberapa bagian pipa berekspansi dan menimbulkan tegangan pada pipa.
Oleh sebab itu, perlu digunakan beberapa alat atau mekanisme yang didesain untuk
memperkecil tegangan pada sistem perpipaan tersebut, agar kelebihan beban yang bisa
mengakibatkan kegagalan pada bagian pipa, atau kerusakan pada alat yang terhubung
dengannya dapat dihindari (Mc.Cabe, 1985).
Salah satu komponen penyambungan dalam sistem perpipaan adalah pipe bend
(pipa lengkung) atau elbow. Pipe bend berfungsi untuk membelokkan arah aliran fluida
didalam pipa. Namun pipe bend lebih sulit untuk dianalisa karena permukaannya menjadi
oval dibawah pembebanan momen bending. Hal ini menyebabkan pipe bend memiliki
fleksibilitas yang lebih besar dibandingkan dengan pipa lurus yang sama ukuran dan jenis
materialnya. Lebihnya fleksibilitas ini menjadikan pipe benda berfungsi sebagai penyerap
ekspansi thermal. Dengan berbagai karakteristik tersebut, pipe bend menjadi komponen
yang sangat penting di dalam sistem perpipaan dan memerlukan berbagai macam
pertimbangan dalam proses perancangannya (Mc.Cabe, 1985).

2.1.8 Persamaan Kontinuitas


Persamaan kontinuitas mengatakan hubungan antara kecepatan fluida yang
masuk pada suatu pipa terhadap kecepatan fluida yang keluar (White, 1988). Hubungan
tersebut dinyatakan dengan :
Q = A V ........................................................................................................(2.7)
Dimana :
A = Luas penampang(m2)
V = kecepatan (m/det)
Debit adalah besaran yang menyatakan volume fluida yang mengalir tiap satuan
waktu.
V
Q= ...........................................................................................................(2.8)
t

Dimana :
V = Volume(m3)
t = waktu(detik)
Jika disubtitusikan persamaan 6 dan 7 maka akan dihasilkan persamaan:
V
v= ........................................................................................................(2.9)
t.A
Dimana :
V = volume(m3)
t = waktu(detik)
A = Luas penampang(m2)
v = kecepatan (m/det)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan – bahan


Adapun bahan – bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah :
1. Air

3.2 Alat - alat


Adapun alat - alat yang digunakan pada percobaan ini adalah :
1. Rangkaian alat General Arrangement of Apparatus
2. Manometer Connection Diagram
3. Stopwatch
4. Penggaris

3.3 Prosedur Percobaan


1. Pompa dihidupkan kemudian tangki diisi dengan air,
2. Valve 2 dibuka sehingga air akan mengalir melalui pipa yang diinginkan sesuai
penugasan.
3. Aliran pipa selain menuju pipa 2 ditutup untuk menentukan head loss,
4. Selang disambungkan untuk menentukan pressure drop yang menghubungkan
manometer dengan 2 titik pada pipa 2,
5. Bukaan valve diputar pada peralatan diantaranya bukaan 25%,50%, 75% dan 100 %.
6. Kecepatan volumetrik air ditentukan, lalu aliran air dibuka. Gunakan stopwatch
untuk menentukan waktu yang dibutuhkan setiap mengalirkan air pada 0, 5, 10, 15
dan 20 liter,
7. Selang disambungkan untuk menentukan pressure drop dengan alat manometer pada
dua titik untuk pipa 2, aliran air dihentikan lalu dilakukan pembacaan pada
manometer,
8. Tinggi air raksa dicatat pada kedua pipa U. Tinggi air raksa pada pipa kiri
dinyatakan ha, dan tinggi air raksa pada pipa kanan dinyatakan hb.
9. Dilakukan cara yang sama untuk penentuan head loss pada pipa 3, enlargement pipa
2, contraction pipa 2.

3.4 Rangkaian alat


Rangkaian peralatan pada percobaan aliran fluida dalam sistem perpipaan adalah
sebagai berikut:

Gambar 3.1 Rangkaian alat General Arrangement of Apparatus


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Hasil

4.1.1 Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan pada Pipa Nomor 2

Head loss
Bukaan Volume V Waktu t ha hb
ha-hb
Valve (Liter) (Detik) (mmHg) (mmHg)
(mmHg)

5 45,85 301 600 229

10 01.12 327 604 277


25%
15 01.39 328 605 277

20 01.56 330 601 271

5 45,00 331 559 228

10 01.13 329 601 272


50%
15 01.39 330 601 271

20 02.06 328 603 275

5 46,18 338 604 266

10 01.11 360 598 238


75%
15 01.38 333 599 266

20 02.05 335 595 260

100% 5 01.23 365 568 203


10 02.10 360 569 209

15 02.58 366 567 201

20 02.45 363 568 205

4.1.2 Tabel 4.2 Data Hasil Percobaan pada Pipa Nomor 3

Head loss
Bukaan Volume V Waktu t ha hb
ha-hb
Valve (Liter) (Detik) (mmHg) (mmHg)
(mmHg)

5 12,90 315 615 300

10 21,48 316 616 300


25%
15 30,66 315 615 300

20 39,72 317 617 300

5 13,45 300 600 300

10 22,49 320 610 290


50%
15 31,77 323 609 286

20 41,04 321 610 289

5 13,31 315 615 300

10 22,84 316 615 299


75%
15 32,15 317 617 300

20 41,93 316 616 300

5 02.02 222 709 487

10 01.02 220 710 490


100%
15 01.46 225 705 480

20 02.23 220 710 490


4.1.3 Tabel 4.3 Data Hasil Percobaan pada Pipa 2 Enlargement

Volume Head loss


Bukaan Waktu t ha hb
V ha-hb
Valve (Detik) (mmHg) (mmHg)
(Liter) (mmHg)

5 43,21 451 481 30

10 01.09 443 489 46


25%
15 01.35 444 490 46

20 02.01 443 490 47

5 43,63 443 490 47

10 01.09 444 490 46


50%
15 01.35 443 490 47

20 02.01 444 489 45

5 43,87 440 491 51

10 01.10 440 492 52


75%
15 01.36 440 493 53

20 02.02 440 493 53

5 01.13 329 622 293

10 01.54 310 620 310


100%
15 02.32 310 622 312

20 03.14 309 621 312


4.1.4 Tabel 4.4 Data Hasil Percobaan pada Pipa 2 Contraction

Head loss
Bukaan Volume V Waktu t ha hb
ha-hb
Valve (Liter) (Detik) (mmHg) (mmHg)
(mmHg)

5 42,28 469 463 3

10 01.09 521 411 110


25%
15 01.35 543 389 154

20 02.00 547 321 226

5 43,93 580 353 227

10 01.09 590 340 250


50%
15 01.34 597 330 267

20 02.01 604 328 276

5 43,55 611 321 290

10 01.10 615 317 298


75%
15 01.36 612 312 300

20 02.01 621 309 312

5 01.27 660 270 390

10 02.19 667 264 403


100%
15 03.12 672 259 413

20 04.06 680 251 429


4.2 Hubungan Head Loss dengan kecepatan Volumetrik pada sistem
Perpipaan
Aliran fluida yang melalui pipa akan selalu mengalami kerugian (head loss). Hal
ini disebabkan oleh gesekan yang terjadi antara fluida dengan dinding pipa atau karena
perubahan kecepatan yang dialami oleh aliran fluida.
Percobaan aliran fluida dalam sistem perpipaan ini dilakukan dengan
memvariasikan bukaan valve (25% ; 50% ; 75% ; 100%) pada masing-masing variasi
system perpipaan, yaitu pada pipa 2 dan 3 horizontal, enlargement pipa 2, dan contraction
pipa 2. Semakin besar bukaan valve, kecepatan fluida yang mengalir semakin besar pula
(Giles, 1986).

4.2.1 Head Loss pada Pipa 2 dan pipa 3 pada bukaan 25%, 50%, 75%, dan
100%
Pipa nomor 2 yang dilakukan pengukuran head loss dan friction loss nya pada
percobaan ini dalam keadaan horizontal/lurus, dimana keadaan diameter dari pipa sama
ukurannya mulai dari awal hingga ujung. Head loss biasanya dinyatakan dengan satuan
panjang. Sehingga nilai head loss adalah harga ∆h yang dinyatakan dengan satuan
panjang mmHg atau inHg menggunakan persamaan ∆h = ha - hb.
Berdasarkan literatur diketahui bahwa hubungan antara kecepatan (v) dan head
loss (H) adalah berbanding lurus. Dari hasil percobaan yang didapatkan menyatakan
bahwa semakin besar kecepatan aliran fluida maka semakin besar pula head loss yang
terjadi pada aliran pipa dikarenakan aliran dengan kecepatan tinggi maka gesekan fluida
dengan dinding pipa semakin besar sehingga energi yang hilang (head loss) juga
semakin banyak (Muchsin, 2014).

Kecepatan VS Head Loss


Head Loss (inHg)

1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0

Kecepatan (ft/s)

Series 1
Grafik 4.1 Hubungan Kecepatan (ft/s) terhadap Head Loss (inHg) pada bukaan
valve 25%, 50%, 75%, dan 100% pada Pipa No. 2
Berdasarkan literatur diketahui bahwa hubungan antara kecepatan (v) dan head
loss (H) adalah berbanding lurus. Dilihat dari gambar 4.1, hasil percobaan yang
didapatkan sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin besar kecepatan
aliran fluida maka semakin besar pula head loss yang terjadi pada aliran pipa dikarenakan
aliran dengan kecepatan tinggi maka gesekan fluida dengan dinding pipa semakin besar
sehingga energi yang hilang (head loss) juga semakin banyak (Muchsin, 2014).

f VS NRe
3000 2642.93
2500 2067.68
2000
1379.98
NRe

1500
1000 682.43
500 0
0
0.02 0.02 0.03 0.04 0.04

Series 1

Grafik 4.2 Hubungan friction loss (f) terhadap Bilangan Reynold (NRe) pada
bukaan valve 25%, 50%, 75%, dan 100% pada Pipa No. 2

Dilihat dari persamaan diatas bahwa bilangan Reynold berbanding terbalik dengan
friction loss (f). Berdasarkan Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa friction loss memiliki nilai
yang sama seiring bertambahnya bilangan Reynold, hasil yang didapat dari grafik tidak
sesuai dengan persamaan blasius diatas bahwa seharusnya hasil percobaan yang didapat
berbanding terbalik. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kekasaran relatif pada pipa
yaitu perbandingan ketidaksempurnaan permukaan ϵ terhadap garis tengah dalam pipa.

4.2.2 Head Loss pada Enlargement dan Contraction bukaan 25%, 50%, 75%
dan 100%
Pada sistem perpipaan, pipa perbesaran Enlargement terjadi dimana diameter dari
pipa yang awalnya kecil mengalami perbesaran menjadi diameternya lebih besar.
Sedangkan jika pipa diameter besar ke kecil disebut Contraction.
Perhitungan rata-rata pada enlargement dan contraction dari data percobaan yang
dilakukan serta kecenderungan grafik yang terjadi.
f VS NRe
30000
29500
29000
28500
NRe

Series2
28000
27500
27000
0.02 0.03 0.04 0.05
f

Grafik 4.3 Hubungan friction loss terhadap bilangan Reynold pada bukaan
valve 25%, 50%, 75% dan 100% pada pipa enlargement

Enlargement untuk pipa dimana diameter berubah dari kecil ke besar, sehingga luas
penampang pipa juga berubah dari kecil ke besar. Harga diameter pipa enlargement
adalah 0,0289 ft. Dan luas pipa pertama yang digunakan pada pipa enlargment adalah
0.00066 ft2. Adapun yang membuat hal ini terjadi yaitu karena kesalahan pengambilan
data sehingga data yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur.

f VS NRe
22000

20000
NRe

18000 Series2

16000
0.02 0.03 0.04 0.05

Grafik 4.4 Hubungan friction loss terhadap bilangan Reynold pada bukaan valve
25%, 50%, 75% dan 100% pada pipa Contraction

Contraction untuk pipa dimana diameter berubah dari kecil ke besar, sehingga luas
penampang pipa juga berubah dari kecil ke besar. Harga diameter pipa contraction adalah
0,0289 ft dan luas pipa pertama yang digunakan pada pipa contraction luas pipa adalah
0,00066 ft2.

Dari persamaan kontinuitas yang menyatakan bahwa kecepatan fluida adalah


perbandingan debit air dengan luas penampang pipa. Semakin kecil luas penampang pipa
maka semakin besar kecepatan fluida yang mengalir (Triatmodjo, 1993).
Q
v=
A
Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa luas penampang berbanding terbalik
dengan kecepatan fluida. Pada enlargement dimana luas pipa pertama lebih kecil
dibanding dengan luas pipa kedua, hal ini mengakibatkan kecepatan fluida pada
penampang kecil lebih besar dari pada kecepatan pada penampang besar. Berbeda dengan
contraction diameter berubah dari pipa besar kekecil sehingga kecepatan pada
penampang pertama lebih kecil dari penampang kedua. Hal ini mengakibatkan friction
loss pada enlargement lebih besar dari pada contraction. Dari grafik 4.3 dan 4.4 juga
dapat kita ketahui bahwa jenis aliran yang digunakan pada percobaan adalah jenis aliran
turbulen dimana NRe > 3000.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Semakin besar kecepatan fluida yang mengalir dalam pipa, maka semakin besar
pula head loss yang terjadi. Head loss terkecil terjadi pada aliran fluida yang
melalui yang melalui pipa 2 dengan bukaan valve 25%. Sedangkan head loss
terbesar terjadi pada bukaan valve 75%.
2. Semakin besar bilangan Reynold maka faktor gesekan yang dihasilkan semakin
kecil.
5.2 Saran
Praktikan harus teliti pada saat membuka dan menutup aliran pada valve juga pada
saat membaca skala yang terlihat pada manometer karena jika terjadi kesalahan pada
kedua hal tersebut berpengaruh fatal terhadap hasil perhitungan.
DAFTAR PUSTAKA

Haruo Tahara, Sularso, 2000. Pompa dan Kompresor. Jakarta : Penerbit PT. Pradnya
Pramita.

McCabe L Warren, Smith C Julian, and Herriot Peter, 1985. Operasi Teknik Kimia
Jilid 1. Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.

M. White, Frank dan Hariandja, Manahan. 1988. Mekanika Fluida. Jakarta :


Erlangga.

Raswari. 1986. Teknologi dan Perencanaan Sistem Perpipaan. Jakarta : Penerbit


Universitas Indonesia.

Tipler paul.1998. Fisika Untuk Sain Dan Teknik. Jakarta : Erlangga.


LAMPIRAN B
SPESIFIKASI PERALATAN

Spesifikasi peralatan pipa-pipa yang digunakan pada percobaan aliraan fluida dalam
sistem perpipaan:

1. Pipa 2
Panjang pipa : 190 cm = 6,2335 ft
ID pipa : 9,7 mm = 0,0318 ft
Luas pipa : 0,18014 ft2

2. Pipa 3
Panjang pipa : 190 cm = 6,2335 ft
ID pipa : 19,8 mm = 0,0649 ft
Luas pipa : 0,3964 ft2

3. Pipa enlargement dan contraction pada Pipa 2


Panjang pipa : 190 cm = 6,2335 ft
ID pipa 2 : 9,7 mm = 0,0318 ft
Luas Pipa 2 : 0,18014 ft2

4. Data fluida
Densitas fluida(ρ) : 62,43 lbm/ft3
Viskositas(µ) : 0,00067197 lbm/ft.s
LAMPIRAN C
PERHITUNGAN

1. Menghitung debit (Q) dan kecepatan (v) Pipa 2


Diameter pipa 2 = 0,0318 ft

Penyelesaian :
Pipa 2 Bukaan 25 %
V
Q1 =
t
0,005
=
45 , 85
= 1,8 × 10-4 m3/s

V
Q2 =
t
0 ,01
=
01 ,12
= 3,69× 10-4m3/s

V
Q3 =
t
0,015
=
01 ,39
= 5,52 × 10-4m3/s

0 , 02
Q5 =
01 ,56
= 7,06 × 10-4m3/s
π 2
A = d
4
3 ,14
= ( 0,0318 ft )2
4
= 0,00079 ft2

Q1
V1 =
A
0
= 2
0,00079 ft
= 0 ft2

Q2
V2 =
A
1, 82 ×10−4
= 2
0,00079 ft
= 0,2309896 ft2

Q3
V3 =
A
3 ,69 × 10−4
= 2
0,00079 ft
= 0,4670933 ft2

Q4
V4 =
A
5 ,52 ×10−4
= 2
0,00079 ft
= 0,6998652 ft2
Q5
V5 =
A
7 , 06 ×10−4
= 2
0,00079 ft
= 0,8945744 ft2
Perhitungan debit dan kecepatan untuk variasi sistem perpipaan lainnya mengunakan
cara yang sama.

1. Menghitung bilangan Reynold Pipa 2


ρ air= 1 gr/cm3 = 62,43 lbm/ft3
Diameter pipa 2 = 0,0318 ft
µ= 1cP = 6,7197 x 10-4 lb/ft.s

Penyelesaian:
Pipa 2 bukaan 25%
ρvD
NRey1 =
μ

lb 3 ft
62 , 43 ×0 ×0,0318 ft
ft s
=
lb
0,00067197 . s
ft
=0

ρvD
NRey2 =
μ
3
lb ft
62 , 43 ×0,2309896 ×0,0318 ft
ft s
=
lb
0,00067197 . s
ft
= 682,43

ρvD
NRey3 =
μ

lb 3 ft
62 , 43 ×0,4670933 ×0,0318 ft
ft s
=
lb
0,00067197 . s
ft
= 1379,98

ρvD
NRey4 =
μ
3
lb ft
62 , 43 ×0,6998652 × 0,0318 ft
ft s
=
lb
0,00067197 . s
ft
= 2067,68

ρvD
NRey5 =
μ
3
lb ft
62 , 43 ×0,8945744 × 0,0318 ft
ft s
=
lb
0,00067197 . s
ft
= 2642,93
Perhitungan bilangan Reynold untuk variasi sistem perpipaan lainnya menggunakan
cara yang sama.

2. Menghitung F Pipa 2
Diameter pipa 2 = 0,0318ft
µ = 1 Cp = 6,7197 × 10-4 lb/ft.s
L =6,2335 ft
gc = 32,174 lbm.ft/lbf.s2
ρair = 1 g/cm3 = 62,43 lb/ft3

Penyelesaian :
Pipa 2 bukaan 25%
2
32. μ . L. v
F = 2
gc . D . ρ
= 32 ×0,00067197 lb/ft . s ×6,2335 ft × ¿ ¿

= 9,3539 ft/lbf
Perhitungan factor gesekan (F) untuk variasi sistem perpipaan lainnya menggunakan
cara yang sama.

3. Menghitung f(friction loss) Pipa 2


Pipa 2 bukaan 25%
2. F . gc . D
f = 2
L. v
2
2 x 9,3539 ft /lbf x 32,174 lbm . ft /lbf . s x 0 , 0 318 ft
= 2
6,2335 ft . ( 10 , 82 ft / s )
= 0,02384
Perhitungan friction loss (f) untuk variasi sistem perpipaan lainnya menggunakan cara
yang sama.

LAMPIRAN D
DOKUMENTASI
Gambar D.1 Pengukuran beda Gambar D.2 Gambar Tinggi Air
Tekanan air Raksa

Gambar D.3 Pengukuran waktu Gambar D.4 Proses Bukaan


Laju Alir Laju Alir

Anda mungkin juga menyukai