Anda di halaman 1dari 10

PRAKTIKUM HIDROLIKA

S1 TEKNIK SIPIL – FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS JEMBER

SALURAN TERTUTUP (CLOSE CHANNEL)

1.1 Pendahuluan
Pipa merupakan saluran tertutup yang biasanya berpenampang lingkaran yang digunakan
untuk mengalirkan fluida dibawah tekanan. Saluran pipa ini digunakan untuk mengalirkan
zat cair dari suatu tempat ke tempat yang lain, misalnya : pengaliran air minum suatu waduk
atau mata air ke kawasan perkotaan, pengaliran air dari waduk ke turbin pembangkit listrik
tenaga air dan lain sebagainya.
Pada sistem distribusi air minum di daerah perkotaan harus memenuhi dua faktor penting
dalam perencanaan jaringan sistem perpipaan, yaitu : besarnya debit kebutuhan dan tekanan
yang harus diberikan pada sistem perpipaan tersebut. Disamping itu perlu juga
dipertimbangkan besarnya kehilangan tinggi tekan sepanjang pengaliran. Kehilangan tinggi
tekan ini dibedakan dua macam, yaitu : kehilangan tinggi tekan besar (major losses), akibat
gesekan dan kehilangan tinggi kecil (minor losses), akibat adanya perubahan penampang,
belokan pipa, pemasukan dan lain-lain.
Untuk mengetahui karakteristik aliran dalam saluran tertutup (sistem perpipaan) tersebut,
maka perlu dilakukan penyelidikan (penelitian) di laboratorium melalui serangkaian
percobaan praktikum.

Gambar 1.1 Sistem Saluran Tertutup

MODUL PRAKTIKUM HIDROLIKA


1
PRAKTIKUM HIDROLIKA
S1 TEKNIK SIPIL – FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER

1.2 Maksud dan Tujuan Praktikum


Maksud dan tujuan dilakukan percobaan saluran tertutup ini adalah agar mahasiswa
mengetahui secara praktis di lapangan tentang karakteristik aliran pada saluran tertutup,
sebagaimana yang telah di berikan dalam mata kuliah hidrolika dan mekanika fluida.
Sedangkan tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Mengetahui dan mengerti cara mengukur aliran yang melalui alat ukur volumetric.
2. Mengetahui cara perhitungan kecepatan aliran dalam pipa dan kehilangan tinggi tekan,
sehingga mahasiswa mengerti dengan jelas aplikasi kemiringan garis energi (energy
gradient) dan kemiringan garis hidrolik (hydraulic gradient) baik dengan pipa datar
maupun pipa miring.
3. Mengetahui cara penentuan jenis aliran berdasarkan bilangan Reynolds (Re).
4. Menghitung besarnya faktor gesekan f (friction factor) dengan persamaan Darcy
Weisbach dan koefisien Chezy (C), sehingga dapat diketahui besarnya penyimpangan
debit aliran antara metode volumetrik dengan perhitungan dari persamaan Chezy.
5. Menghitung cara penentuan tebal lapisan aliran air sehingga mengetahui jenis aliran yang
terjadi pada saluran.
6. Dapat mambandingkan sifat hidrolik berdasarkajn hasil percobaan pada poin 1 sampai
poin 5 pada saluran tertutup baik untuk kondisi pipa datar, pipa miring maupun pada
belokan pipa.

1.3 Dasar Teori


1.3.1 Aliran dalam Pipa
Gerakan air dalam saluran tertup (aliran pipa) sering terjadi aliran tunak (steady
flow), yaitu suatu aliran yang mana suatu titik tertentu besarnya tekanan dan
kecepatan tidak berubah terhadap waktu.
Berdasarkan cara bergeraknya, aliran tunak dibedakan menjadi :
1. Aliran Laminer
Aliran ini terjadi jika semua partikel zat cair bergerak menurut lintasan yang sejajar
dan tidak ada komponen kecepatan yang bersilangan.

MODUL PRAKTIKUM HIDROLIKA


2
PRAKTIKUM HIDROLIKA
S1 TEKNIK SIPIL – FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER

2. Aliran turbulen
Aliran terjadi jika partikel zat cair bergerak secara tidak beraturan dan seolah-olah
lintasannya berpotongan satu dengan yang lainnya.Pada pengaliran di dalam saluran
tertutup terjadi aliran turbulen.
Pada tahun 1884 Osborn Reynolds melakukan percobaan untuk menentukan sifat-
sifat aliran laminar dan turbulen. Hasil percobaan menunjukkan bahwa : ada tiga
factor yang mempengaruhi keadaa aliran, yaitu kekentalan zat cair, rapat massa zat
cair dan diameter pipa.
Bilangan Reynolds ini ditentukan berdasarkan persamaan berikut ini :
ρ .V . D V .D
Re= Re=
μ atau ν
Dengan :
Re = Bilangan Reynold
V = Kecepatan rat-rata (m/dt)
D = Diameter Pipa (m)
ρ = Rapat massa zat cair (kg/cm3)
µ = Kekentalan dinamis (m2/dt)
υ = Kekentalan kinematis (m2/dt)
Dari percobaan yang dilakukan untuk aliran air melalui pipa dapat disimpulkan
bahwa pada angka Reynolds rndah gaya kental dominan sehingga aliran adalah
laminar. Dengan bertambahnya kecepatan atau berkurangnya kekentalan zat cair atau
bertambah besarnya dimensi medan aliran (pipa), akan menyebabkan kondisi aliran
laminer menjadi tidak stabil sampai angka Reynolds tertentu, aliran akan berubah
dari aliran laminer menjadi aliran turbulen. Dari percobaan ini Reynolds menetapkan
klasifikasi aliran berdasarkan bilangan Reynolds (Re), sebagai berikut :
a. Jika nilai Re ≤ 2000, maka alirannya disebut laminer.
b. Jika nilai Re ≥ 4000, maka alirannya disebut turbulen.
Sedangkan jika Re antara 2000 sampai 4000, kondisi aliran sulit diketahui atau
dipastikan karena dalam keadaaan tersebut terjadi fase peralihan (transisi). Jadi

MODUL PRAKTIKUM HIDROLIKA


3
PRAKTIKUM HIDROLIKA
S1 TEKNIK SIPIL – FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER

kemungkinan terjadi laminer atau turbulen. Akan tetapi batas ini dapat dianggap
sebagai turbulen untuk maksut perhitungan.

1.3.2 Kehilangan Tinggi Tekan (Loss of Head)


Pada zat cair (yang mempunyai kekentalan), sewaktu mengalir dalam pipa terjadi
gesekan antara zat cair itu sendiri dengan dinding pipa, sehingga menyebabkan
terjadinya kehilangan tinggi energi (loss of energy). Kehilangan ini tidak hanya
disebabkan oleh kondisi diatas, tetapi juga disebabkan oleh penyempitan pipa,
pelebaran, tikungan, katub dan sebagainya.
Kehilangan tinggi ini diklasifikasikan menjadi :
1. Kehilangan tinggi tekan besar (major losses)
Kehilangan ini terutema disebabkan oleh gesekan (friction) dan turbulensi
cairan.
Besarnya kehilangn tinggi ini dinyatakan dalam beberapa persamaan berikut :
a. Hagen Poiseuille
Persamaan ini digunakan untuk aliran laminar.
32⋅v⋅L⋅V
Hf =
g⋅D 2
Dengan :
Hf = kehilangan tinggi tekan (m)
L = panjang pipa (m)
V = kecepatan (m/dt)
υ = kekentalan kinematis (m2/dt)
D = diameter pipa (m)
g = percepatan grafitasi (m/dt2)

b. Darcy-Weisbach
Persamaan ini dapat digunakan semua jenis aliran.
2
f⋅L⋅V
Hf =
2 g⋅D
MODUL PRAKTIKUM HIDROLIKA
4
PRAKTIKUM HIDROLIKA
S1 TEKNIK SIPIL – FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER

Dengan :
Hf = kehilangan tinggi tekan (m)
f = koefisien kekasaran Darcy
L = panjang pipa (m)
V = kecepatan (m/dt)
υ = kekentalan kinematis (m2/dt)
D = diameter pipa (m)
g = percepatan grafitasi (m/dt2)
Nilai f ini ditentukan berdasarkan diagram moody yang merupakan fumgsi
diameter dan angka kekasaran mutlak bahan pipa.

2. Kehilangan tinggi tekan kecil (minor losses)


Kehilangan tinggi ini disebabkan beberapa hal, antara lain : akibat lubang
pemasukan, penyempiptan tiba-tiba, belokan, lubang keluaran dan sebagainya.
Untuk pipa yang mempunyai panjang lebih dari 1000 kali diameternya,
kehilangan tinggi tekan akibat gesekan adalah yang paling berpengaruh,
sehingga kehhilangan tinggi kecil (minor losses) ini harus diperhitungkan.
Persamaan dasar untuk menghitung kehilangan tinggi tekan kecil (minor losses)
adalah sebagai berikut :
2
v
H 1=α
2g
Dengan :
Hl = kehilangan tinggi (m)
α = koefisien kehilangan tinggi tekan
v = kecepatan aliran (m/dt)
g = percepatan gravitasi (m/dt2)

a. Kehilangan Tinggi Tekan Akibat Pembesaran Penampang.

MODUL PRAKTIKUM HIDROLIKA


5
PRAKTIKUM HIDROLIKA
S1 TEKNIK SIPIL – FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER

Pembesaran penampang mendadak dari aliran seperti yang ditunjukkan


pada Gambar 1.1, mengakibatkan kenaikan tekanan dari p1menjadi p2 dan
kecepatan menurun dri V1 menjadi V2. Pada tempat disekitar pembesaran
penampang (1) akan terjadi olakan dan aliaran akan nomal kembali mulai
dari penampang (2).

Gambar 1.1 Pembesaran Penampang Pipa


Karena V1 lebih besar maka akan terjadi tumbukan di daerah anatara
penampang (1) dan penampang (2). Tekanan di penampang (2) sebesar ρ2,
sedangkan tekanan rerata di penampang (1) pada bagian yang tidak efektif
(berbentuk cincin) adalah ρ’ dengan gaya tekanan sebesar (A2-A1) ρ’.
Persamaan momentum untuk gaya-gaya yang bekerja pada zat cair antara
penampang (1) dan penmapang (2) adalah sebagai berikut:
p1 . A1 + p' . ( A 2− A1 ) −p 2 . A 2=ρ . Q .(V 2−V 1)

Persamaan Bernoulli untuk kedua penampang adalah:

p 1 V 21 p2 V 22
+ = + + hl
γ 2g γ 2g

Dari kedua persamaan ini maka akan didapat besarnya kehilangan tinggi
adalah:

A 1 2 V 21
Hl=(1− ).
A2 2 g

b. Kehilangan Tinggi Tekan Akibat Pengecilan Penampang.

MODUL PRAKTIKUM HIDROLIKA


6
PRAKTIKUM HIDROLIKA
S1 TEKNIK SIPIL – FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER

Pada pengecilan penampang secara tiba-tiba (Gambar 2.2), garis aliran


pada bagian hulu dari sambungan akan menguncup dan akan mengecil pada
vena kontrakta. Beberapa percobaan yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa luas penampang pada vena kontrakta sekitar 0,6A2.

Gambar 1.2 Pengecilan Penampang Pipa


Berdasarkan nilai ini maka kehilangan tinggi dihitung dengan cara seperti
pada pembesaran mendadak,yaitu vena kontrakta ke pipa kecil, yaitu :
A C 2 V 2C
Hl=(1− ).
A2 2 g
Dengan AC dan VC adalah luas penampang dan kecepatan pada vena
kontrakta. Karena AC = 0,6 A2 dapat berdasarkan persamaan kontinuitas di
daerah vena kontrakta, maka didapat :
V 22
Hl=0,44 .
2g

c. Kehilangan Tinggi Tekan Akibat Belokan Pipa.


Kehilangan tingggi yang terjadi pada belokan pipa tergantung pada
besarnya sudut belokan pipa. Persamaan dasar kehilangan tinggi pada
belokan pipa adalah sama dengan persamaan kehilangan tinggi akibat
perubahan penampang, yaitu :
V 21
Hl=K b .
2g

MODUL PRAKTIKUM HIDROLIKA


7
PRAKTIKUM HIDROLIKA
S1 TEKNIK SIPIL – FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER

Dengan V1 adalah kecepatan aliaran sebelum belokan dan Kb adalah


koefisien kehilangan tinggi pada belokan. Untuk belokan pipa dengan sudut
belokan sebesar 90, besarnya nilai Kb adalah = 0,98, sedangkan untuk
berbagai sudut belokan pipa (α) besarnya nilai K b ditunjukkan pada tabel
berikut ini :
Tabel 1.1 Koefisien untuk Berbagai Sudut Belokan Pipa

α 20 40 60 80 90


Kb 0,05 0,14 0,36 0,74 0,98
Sumber : Triatmaja, 1992 : 278

1.3.3 Kemiringan Garis Hidrolik dan Kemiringan Garis Energi


Persamaan energi pada saluran tertutup (aliran dalam pipa) adalah sebagai berikut :
p v2
E=z+ +
γ 2g
Dengan :
E = energy total (m)
z = jarak sumbu pipa dengan datum (m)
p/γ= tinggi tekan pisometris (m)
v^2/2g = energy kinetic persatuan berat (m)
Kemiringan garis hidrolik (hydraulic gradient) adalah garis yang menghubungkan
berbagai titik yang ordinat vertikalnya menyatakan tinggi tekanan yang diukur dari
garis pusat pipa (ρ/γ), sedangkan kemiringan garis energy (energy gradient) adalah
garis yang menghubungkan berbagai titik yang ordinat vertikalnya menyatakan
jumlah tinggi tekanan dan tinggi kecepatan air, yang diukur dari garis pusat pipa.
Secara skematis kemiringan garis energy dan kemiringan garis garis hidolik
ditunjukkan pada Gambar 2.3 berikut ini :

MODUL PRAKTIKUM HIDROLIKA


8
PRAKTIKUM HIDROLIKA
S1 TEKNIK SIPIL – FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER

Gambar 1.3 Garis Kemiringan Hidrolik dan Kemiringan Energi

1.4 Pelaksanaan Percobaan


1.4.1 Jenis Percobaan
1. Pipa datar
2. Pipa miring
3. Pipa belokan 90˚

1.4.2 Peralatan/Instrumen yang Diperlukan


1. Pipa datar
2. Pipa miring
3. Pipa belokan 90˚
4. Mistar dan roll meter
5. Stopwatch
6. Alat ukur debit volumetrik
7. Jangka sorong
8. Termometer
9. Manometer
10. Pompa air

MODUL PRAKTIKUM HIDROLIKA


9
PRAKTIKUM HIDROLIKA
S1 TEKNIK SIPIL – FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER

1.4.3 Tahapan Pelaksanaan Percobaan


1. Menentukan debit aliran melalui saluran tertutup
a. Debit aliran diukur apabila debit yang melalui saluran tertutup (pipa) pada
kondisi konstan. Pengukuran debit aliran dilakukan dengan metode
volumetric, yaitu pengukuran volume aliran yang terjadi untuk satuan
waktu tertentu. Pengukuran waktu pengaliran dilakukan dengan
pembacaan stopwatch.
b. Lakukan kegiatan poin a sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai yang
teliti, kemudian hitung rata-rata dari pengukuran tersebut.
2. Mengukur diameter pipa
Diameter pipa diukur dengan menggunakan jangka sorong, baik untuk
diameter dalam maupun luar. Dari pengukuran ini juga dapat diketahui ketebalan
pipa. Sedangkan jarak antar masing-masing tabung pipa saluran diukur
menggunakan roll meter.
3. Pembacaan muka air pada manometer
Pembacaan dilakukan pada kondisi air tidak mengalir dan kondisi mengalir.
Pada kondisi air mengalir, pembacaan pada manometer ini dilakukan untuk
menentukan tinggi pisometrik suatu titik pengamatan tertentu. Pada saat
pembacaan manometer ini tidak dibenarkan (diperbolehkan) erjadi gelembung
udara baik pada selang penghubung maupun pada abung manometer. Apabila
terdapat gelembung udara, maka dilakukan pembebasan udara yang
terperangkap dengan cara memutar kran pada papan manometer.

MODUL PRAKTIKUM HIDROLIKA


10

Anda mungkin juga menyukai