PERCOBAAN
FRICTION LOSS IN SMALL BORE PIPE
ABSTRAK
Tujuan dari percobaan Friction Loss in Small Bore Pipe ialah untuk mempelajari variasi
faktor, f, terhadap bilangan Reynolds pada aliran laminar dan transisi, mencari bilangan
Reynolds kritis akhir wilayah laminar dan bilangan Reynolds kritis awal turbulent, dan
mengevaluasi korelasi faktor friksi yang sesuai untuk masing-masing aliran. Pada percobaan
aliran laminar dan transisi menggunakan manometer air sedangkan aliran turbulen
menggunakan manometer raksa. Pada percobaan ini, variabel kontrol nya yaitu waktu selama
10 sekon, kecepatan sebagai variabel bebas yang diberikan oleh asisten. Dari data percobaan
didapatkan volume air, waktu keluarnya air, dan perbedaan ketinggian antara manometer air
dan manometer raksa. Kemudian, menghitung NRe, f percobaan, dan korelasi f menggunakan
Darcy, Hagen-Poiseuile, dan Von Karman. Dari hasil percobaan diketahui bahwa semakin
besar nilai NRe maka nilai f akan semakin kecil. Terjadinya penyimpangan dalam korelasi
Hagen-Poiseuille ketika titik kritis ujung laminar ke titik kritis awal transisi. Penyimpangan
yang terjadi merupakan titik kritis pada awal transisi. Besarnya titik kritis NRe di ujung daerah
laminar adalah 2049,26. Sedangkan pada aliran turbulent titik kritis awalnya adalah 2807,212.
Berdasarkan hasil percobaan yanga da, dapat disimpulkan bahwa korelasi Darcy dan korelasi
Hagen-Poiseuille cukup baik untuk digunakan dalam perhitungan aliran laminar. Sedangkan
korelasi Von Karman cocok untuk aliran turbulen meskipun dapat juga digunakan untuk
aliran lamina. Dengan demikian, perhitungan menggunakan korelasi f secara keseluruhan
lebih baik digunakan dalam perancangan sistem perpipaan,
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ................................................................................................................ I-1
I.2 Tujuan ............................................................................................................................. I-1
I.3 Dasar Teori ..................................................................................................................... I-2
BAB II PERCOBAAN
II.1 Variabel Percobaan ........................................................................................................ II-
II.2 Metodologi ................................................................................................................... II-1
II.3 Alat dan Bahan ............................................................................................................. II-1
II.4 Skema Alat ................................................................................................................... II-2
II.5 Data Percobaan ............................................................................................................. II-2
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1 Hasil Perhitungan ....................................................................................................... III-1
III.2 Pembahasan................................................................................................................ III-1
III.3 Diskusi ....................................................................................................................... III-7
BAB IV KESIMPULAN .....................................................................................................IV-1
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. iii
APPENDIX .............................................................................................................................. iv
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sistem instalasi perpipaan merupakan suatu sistem yang sangat penting pada kehidupan
sehari-hari utamanya kebutuhan rumah tangga. Pipa pada umumnya berfungsi untuk
mengalirkan suatu fluida baik itu cair maupun gas, dari suatu tempat ketempat yang lain
dengan memanfaatkan bantuan mesin ataupun pompa. Sistem perpipaan harus disusun
seefisien dan sepraktis mungkin dengan minimum bengkokan dan sambungan. Pada sistem
instalasi yang diharapkan dapat menghasilkan suatu jaringan instalasi pipa yang efisien baik
dari segi peletakan maupun segi keamanannya harus diperhatikan sesuai peraturan klasifikasi
maupun dari spesifikasi installation guide dari sistem pendukung permesinan.
Pada kenyataanya dalam proses penggunaannya pada sistem perpipaan tidak dapat bekerja
secara efisien 100% serta selalu terjadi kerugian energi. Dengan kita mengetahui kerugian
energi pada suatu sistem yang memanfaatkan fluida yang mengalir sebagai media, akan
menentukan tingkat efisiensi penggunaan energi tersebut. Bentuk kerugian energi pada aliran
fluida antara lain dijumpai pada aliran didalam instalasi pipa. Kerugian tersebut dapat
disebabkan oleh berbagai hal seperti gesekan antara partikel fluida, gesekan antara fluida
dengan pipa, adanya turbulensi dan lain-lain. Salah satu kerugian tersebut diakibatkan oleh
adanya gesekan fluida dengan dinding pipa atau biasa disebut dengan friction loss. Besarnya
gesekan yang terjadi tergantung pada kecepatan, kekerasan pipa, diameter dan viskositas
fluida yang digunakan.
Praktikum ini dapat untuk mengetahui peristiwa yang terjadi dalam pipa apabila fluida
dilewatkan ke dalamnya. Gesekan yang terjadi dapat mempengaruhi aliran fluida dalam pipa,
aliran ini dapat terjadi secara laminar atau turbulen maupun transisi yang nilainya dapat
didekati dengan bilangan Reynolds. Oleh karena itu, dalam praktikum ini kita bisa
mengetahui pengaruh dari bilangan Reynolds terhadap faktor friksi, menentukan bilang
Reynold kritis akhir pada wilayah laminar dan batas awal pada wilayah turbulent, dan
mengetahui faktor friksi yang sesuai untuk masing-masing aliran.
I.2 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini sebagai berikut.
a) Mempelajari variasi faktor friksi, f, terhadap bilangan Reynolds pada aliran laminer dan
transisi.
b) Mencari bilangan Reynolds kritis akhir wilayah laminer dan bilangan Reynolds kritis awal
turbulent.
c) Mengevaluasi korelasi faktor friksi yang sesuai untuk masing-masing aliran.
I.3 Dasar Teori
1.3.1 Macam-Macam Fluida
Sifat dan aliran fluida sangat penting dalam berbagai unit operasi. Dimana aliran fluida
dapat digolongkan menjadi 3 jenis yaitu :A). Aliran Laminar : Kecepatan aliran kecil dengan
pola aliran teratur, simple flow (streamline) Flow rate fluida kecil dengan dimensi vektor
kecepatan berubah terus menerus dari nol di dinding dan maksimum pada sumbu pipa
(dimensi linier kecil) dan memiliki Nre <2100.
B). Aliran Turbulen: Kecepatan aliran tinggi dengan viskositas relatif tinggi dan dimensi
linier tinggi, pola aliran tidak teratur, dan memiliki Nre >4000.
C). Aliran Transisi: Aliran ini merupakan perubahan dari aliran laminar ke aliran turbulen
dengan Nre antara 2100 hingga 4000.
1.3.2 Friction Loss
Friction loss adalah suatu nilai untuk mengetahui seberapa besarnya reduksi tekanan
total (total head) yang diakibatkan oleh fluida saat melewati sistem pengaliran. Total head,
seperti yang diketahui merupakan kombinasi dari elevation head (tekanan karena ketinggian
suatu fluida), velocity head (tekanan karena kecepatn alir suatu fluida), dan pressure head
(tekanan normal dari fluida itu sendiri). Friction loss dapat terjadi karena gesekan antar fluida
dan dinding pipa, friksi anatara sesama partikel pembentukan fluida tersebut dan turbulensi
yang disebabkan ketika aliran dibelokkan arahnya. Friction loss merupakan bagian dari total
head loss yang terjadi saat aliran fluida melewati suatu pipa lurus (Mustakim, 2015).
Pada percobaan ini, fluida mengalir dengan berbagai kecepatan. Fluida yang mengalir
pada suatu sistem perpipaan akan mengalami gesekan dengan permukaan pipa sehingga akan
menimbulkan kerugian energi yang diakibatkan oleh gesekan tersebut. Untuk mendapatkan
persamaan gesekan fluida untuk pipa lurus dan fitting dapat diturunkan dari neraca energi.
(𝜌1 −𝑝2 ) 𝑔
0 = 𝑄 + ∑𝐹 + + 2 (𝑣2 2 − 𝑣1 2 ) + 𝑔(ℎ2 − ℎ1 ) (1.1)
𝜌
Pada pipa lurus h2 = h1 dan v2 = v1, dimana Q = 0, karena constant flowrate (steady state)
maka persamaan (1.1) menjadi sebagai berikut.
(𝜌1 −𝑝2 )
0 = ∑𝐹 + 𝜌
(𝜌1 −𝑝2 )
∑𝐹 + (1.2)
𝜌
Faktor gesekan pada pipa lurus, dapat menggunakan persamaan sebagai berikut.
∆𝑙 𝑣 2
𝐹𝑟𝑖𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑙𝑜𝑠𝑠, 𝐹𝑓 = 4𝑓 𝐷 (1.4)
2
Reynolds dan kekasaran. Colebrook mengembangkan fungsi transisi empiris untuk jaringan
pipa komersial. Diagram Moody didasarkan pada persamaan Colebrook dalam aliran
turbulen.
𝜀
1 ( ) 2.51
𝐷
= 2𝑙𝑜𝑔 + (1.10)
√𝑓 3.7 𝑁𝑅𝑒√𝑓
BAB II
PERCOBAAN
memutar katup jarum dan ukur volume air yang keluar dari tabung reaksi untuk rentang waktu
tertentu. Terakhir, baca dan tulis perbedaan ketinggian pada manometer Hg.
II.3 Alat dan bahan percobaan
1.Manometer (air dan raksa)
2.Air valve
3.Gelas ukur 1 buah
4.Stopwatch 1 buah
5.Needle valve
6.Selang air
II.4 Gambar Skema Alat
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3 jenis yaitu aliran laminar, transisi, dan turbulen dengan alat yang sama. Dalam 10 detik
didapatkan berbagai macam volume seperti pada tabel III.1.1. Jenis aliran ditunjukkan dari
nilai Nre yang dihitung menggunakan data yang diketahui. Untuk aliran laminar dengan range
kurang dari 2100 didapatkan Nre sebesar 982,52, 1122,88, 2049,26 dan 1965, 64. Untuk
aliran transisi dengan range 2100-4000 didapatkan nilai Nre 2975,64 untuk dua kali
percobaan. Untuk aliran turbulen dengan range lebih dari 4000 didapatkan nilai Nre sebesar
4210,8, 3930,096, 5165,269 dan 4996,836.
Percobaan dimulai dengan membuka penuh needle valve dan valve utama pada pipa
pemasok, kemudian mengalirkan fluida melalui isolating tap sesuai jenis aliran. Untuk
percobaan pertama dilakukan dengan aliran laminar, sehingga isolating tap perlu dibuka untuk
mengalirkan air pada manometer air. Selanjutnya melakukan kalibrasi dengan menutup valve
pemasok utama dan memasukkan udara ke dalam manometer bersamaan dengan menurunkan
selang keluarnya air untuk memperoleh ketinggian fluida manometer yang sejajar. Selang
harus lebih tinggu dari test tube. Selanjutnya mengatur flowrate fluida dengan menggunakan
needle valve, agar sesuai dengan variabel bilangan Reynold yang diperkirakan. Kemudian
mencatat perbedaan ketinggian air pada manometer air.
Percobaan kedua dilakukan untuk aliran turbulen. Pada aliran turbulen digunakan
manometer berisi raksa karena kecepatan aliran dan pressure drop yang tinggi, sehingga
diperlukan zat yang memiliki massa jenis lebih besar daripada air. Untuk aliran transisi dapat
digunakan kedua jenis manometer. Perbedaan penggunaan manometer ini bergantung pada
sensitivitas manometer dalam membaca perubahan tekanan, dimana sensitivitas tersebut
bergantung dari berat fluida yang digunakan dalam manometer.
Kalibrasi yang dilakukan untuk manometer raksa adalah dengan mengeluarkan udara
yang ada pada manometer bersamaan dengan meninggikan selang keluarnya air supaya udara
keluar dari alat. Kemudian setelah needle valve dibuka kembali untuk aliran laminar,
dilakukan pengamatan pada perbedaan ketinggian manometer raksa. Perbedaan ketinggian
pada manometer air maupun raksa melambangkan pressure drop yang dikarenakan aliran
fluida.
Selain pengamatan perbedaan ketinggian pada manometer, dilakukan pendataan pada
Volume air dalam beberapa selang waktu. Volume didapatkan dari gelas ukur dan waktu dari
stopwatch. Dalam waktu 10 detik didapatkan data volume seperti pada tabel III.1.1.
Kemudian dapat dihitung flowrate air dengan rumus
𝑉
𝑄=
𝑡
Selanjutnya dapat dihitung kecepatan fluida yang mengalir, dengan prinsip kontinuitas
𝑄 = 𝐴1 𝑣1 = 𝐴2 𝑣2
𝑣
𝑄=
𝐴
Diameter luar pipa didapatkan dari pengukuran jangka sorong, dan diameter dalam pipa
didapatkan dari data diameter luar pipa yang disetarakan dengan standar pipa untuk
mendapatkan nilai luas (Area). Selanjutnya dapat diperoleh bilangan Reynold
𝐷𝜌𝑣
𝑁𝑅𝑒 =
𝜇
Sehingga bilangan Reynolds ini dapat diketahui jenis-jenis aliran apakah laminer, transisi,
atau turbulen.
Perhitungan faktor friksi dapat dilakukan dengan 3 cara. Pertama, menggunakan
persamaan darcy, menggunakan head loss dari selisih ketinggian manometer.
𝐿𝑣 2
ℎ=𝑓
2𝐷𝑔
Kedua, menggunakan korelasi persamaan Hagen-Poiseuille
64
𝑓=
𝑁𝑟𝑒
Ketiga, menggunakan persamaan Von Karman asumsi pipa halus
1 𝑁𝑅𝑒 √𝑓𝑘𝑜𝑟𝑒𝑙𝑎𝑠𝑖
= 2 log ( )
√𝑓𝑘𝑜𝑟𝑒𝑙𝑎𝑠𝑖 2,51
Perhitungan faktor friksi menggunakan persamaan Darcy bisa digunakan untuk aliran laminar,
transisi dan turbulen. Sebagai tambahan pada laminer dihitung juga faktor friksi
menggunakan persamaan Hagen-Poiseuille pada aliran turbulen menggunakan persamaan
Von Karman.
Berdasarkan hasil perhitungan faktor friksi yang telah dilakukan, dapat dibuat grafik
hubungan antara Nre vs faktor friksi pada setiap aliran dengan 2 variasi faktor friksi yang ada
sebagai berikut.
0.06
0.05
Friction Factor
0.04
0.02 f darcy
0.01
0
0 500 1000 1500 2000 2500
Nre
0.03
0.025
f darcy
0.02
0.015 f correlation
0.01
0.005
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
Nre
0.03
0.025
f correlation
0.02
0.015 f darcy
0.01
0.005
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Nre
Diskusi
(a) Menurut Hagen-Poiseuille, pada aliran laminer f = c/Re. Dengan c = 64. Apakah
percobaan saudara mendukung pernyataan tersebut? Lakukan regressi linear terhadap
hasil percobaan saudara pada wilayah laminer. Apakah kekasaran permukaan pipa
berpengaruh pada aliran laminer?
Ya, hasil percobaan ini mendukung persamaan Hagen-Poiseuille untuk aliran laminar, hal ini
terlihat dari tabel perhitungan bahwa nilai f dari Hagen-Poiseuille dan Darcy memiliki nilai
yang sama. Untuk aliran laminar, kekasaran permukaan pipa tidak dipengaruhi oleh faktor
friksi. Dapat dibuktikan di Gambar IV.3.1 dimana semakin besar Nre semakin kecil faktor
friksi.
(b) Pada nilai Re berapa korelasi Hagen-Poiseuille mulai menyimpang? Kapan korelasi
turbulent sesuai sepenuhnya? Korelasi mana yang cocok untuk aliran transisi?
Korelasi Hagen-Poiseulle mulai menyimpang pada aliran transisi. Aliran transisi lebih cocok
digunakan korelasi Von Karman.
(c) Menurut Von Karman, pada Re tinggi nilai f menjadi tidak terpengaruh Re tetapi
asimptotik pada nilai. Buktikan dengan hasil percobaan saudara, apakah percobaan
sudah mencapai keadaan tersebut?
Ya, percobaan kami sebenarnya sudah asimtotik tetapi, karakteristik asimtotik tidak dapat
dilihat dengan jelas karena NRe terlalu rendah.
(d) Nilai asimptot tersebut dapat dipakai menghitung kekasaran (roughness) pipa.
Taksir kekasaran pipa percobaan. Apakah hasil hitungan saudara dapat dipercaya?
Beri alasannya.
Kekerasan pipa dapat dicari menggunakan f correlation milik Von Karmon yaitu,
Setelah itu kita ambil salah satu f correlaction dari aliran turbulen dimasukkan ke dalam
rumus.
(e) Apabila saudara ditugasi merancang sistem perpipaan, korelasi mana yang saudara
pilih? Jelaskan alasannya.
Tergantung pada jenis aliran itu sendiri. Berdasarkan hasil eksperimen yang ada, dapat
disimpulkan bahwa korelasi Darcy dan korelasi Hagen-Poiseuille cukup baik untuk digunakan
dalam perhitungan aliran laminar. Sedangkan korelasi Von Karman cocok untuk aliran
turbulen meskipun dapat juga digunakan untuk aliran laminar.
BAB IV
SIMPULAN
Berdasarkan percobaan dan perhitungan yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Bilangan Reynold berbanding terbalik dengan faktor gesekan (f) pada aliran laminar
dan transisi dimana NRe yang lebih besar memiliki nilai faktor gesekan yang lebih
kecil, tetapi tidak berpengaruh pada aliran turbulen
2. Bilangan Reynolds kritis akhir daerah laminar terjadi pada NRe = 2049,26 dan
bilangan Reynolds kritis awal turbulen terjadi pada NRe = 2807,212.
3. Korelasi faktor gesekan menggunakan persamaan Hagen-Poiseuille cocok untuk aliran
laminar dan untuk aliran turbulen, persamaan Von Karman cocok.
DAFTAR PUSTAKA
Geankoplis, Christie J. 2003. Transport Processes and Separation Process Principles
(Includes Unit Operations). 4th edition. New Jersey: Prentice Hall.
Mustakim, M. dan Syakura, A. 2015. Pengaruh Reynold Number (Re) terhadap Head Losses
pada Varias Jenis Belokan Pipa (Berjari-Jari dan Patah). Tanjungbalai: Politeknik
Tanjungbalai.
APPENDIX
Data:
T udara 29.5 ºC
T air 31.5 ºC
𝜌 air 994.953 kg/m3
𝜌 Hg 13600 kg/m3
𝜌 udara 1.169543 kg/m3
µ air 0.0007525 Pa.s
D 0.003 m
L 0.5 m
g 9.8 m/s2
A 7.065 × 10-6 m2
ALIRAN LAMINAR
Contoh perhitungan menggunakan data 1:
V = 17.5 ml = 17.5 × 10-6 m3
Waktu (t) = 10 s
1. Debit air
V 17.5 × 10−6
Q= = = 1.75 × 10−6 m3 /s
t 10
2. velocity
𝑄 1.75 × 10−6
𝑣= = = 0.2477 𝑚/𝑠
𝐴 7.065 × 10−6
3. Nre
𝜌 × 𝐷 × 𝑣 994.953 × 0.003 × 0.2477
𝑁𝑅𝑒 = = = 982.52
𝜇 0.0007525
4. Head loss
32𝜇𝐿𝑣 32 × 0.0007525 × 0.5 × 0.2477
ℎ𝐿 = = = 0.03398
𝜌𝑔𝐷2 994.953 × 9.8 × 0.0032
5. Friction factor dengan Persamaan Darcy
𝐷2𝑔 0.003 × 2(9.8)
𝑓 𝑑𝑎𝑟𝑐𝑦 = ℎ𝐿 2
= 0.03398 = 0.0651
𝐿𝑣 0.5(0.24772 )
6. Friction factor dengan persamaan Hagen Poiseuille
64 64
𝑓 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 = = = 0.065
𝑁𝑅𝑒 982.52
ALIRAN TURBULEN
Contoh perhitungan menggunakan data 1:
V = 75 ml = 75 × 10-6 m3
Waktu (t) = 10 s
1. Debit air
V 75 × 10−6
Q= = = 0.0000075 m3 /s
t 10
2. Velocity
𝑄 0.0000075
𝑣= = = 1.06157 𝑚/𝑠
𝐴 7.065 × 10−6
3. Nre
𝜌 × 𝐷 × 𝑣 994.953 × 0.003 × 0.2477
𝑁𝑅𝑒 = = = 4210.817
𝜇 0.0007525
4. Head loss
32𝜇𝐿𝑣 32 × 0.0007525 × 0.5 × 1.06157
ℎ𝐿 = = = 0.145648
𝜌𝑔𝐷2 994.953 × 9.8 × 0.0032
5. Friction factor dengan Persamaan Darcy
𝐷2𝑔 0.003 × 2(9.8)
𝑓 𝑑𝑎𝑟𝑐𝑦 = ℎ𝐿 2
= 0.145648 = 0.015198
𝐿𝑣 0.5(1.061572 )
6. Friction factor dengan persamaan Von Karman
1 𝑁𝑟𝑒 × √𝑓
= 2 𝑙𝑜𝑔 ( )
√𝑓 2.51
1 4210.817 × √𝑓
= 2 𝑙𝑜𝑔 ( ) = 𝑓 = 0.039
√𝑓 2.51