Anda di halaman 1dari 7

Hakikat Manusia Sebagai Khalifah Allah serta Implikasinya Dalam Kehidupan Sosial dan

Bernegara Di Indonesia

Oleh:
Muhammad Iqbal Ilmiawan
21011010115
Program Studi Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pemabngunan “veteran” Jawa timur
muhammadiqbalilmawan@gmail.com

Dosen Pengampu:
Bpk. Taufikurrahman, S.Pd., M.Pd

Penadahuluan

Manusia adalah makhul yang cukup unik. Al-ghazali sendiri mendefinisiakan manusia
adalah al-insasnu hayawanun nathiq, manusia adalah hewan yang berpikir 1. Pendefinisian
menurut al-ghazaali tersbut medasarkan diri bahwasannya hakikat manusia sendiri adalah
sebagai makluk yang berpikir. Jika kita merujuk pada al-qur’an pada dasarnya hakikat manusia
adalah sebagai khalifah dimuka bumi, lalu apakah pernyataan al-ghozzali yang menyatakan
manusia sebagai hewan yang berpikir adalah bertentngan dengan hakikat manusia didalam al-
qur’an. Dalam essai ini akan dibahasa keterkaitan penjelasan hakikat manusia merurt al-
ghozzali dengan hakiakat manusia sebagai khalifah dimuka bumi.

Pembahasan

Untuk memahami konsep serta hakikat manusia menurut islam, maka seharusnya kita
merujuk pada konsepsi manusia dalam al-qur’an. Menurut Muin Salim, ada dua cara yang dapat
digunakan, pertama, dengan menelusuri arti kata-kata yang dipergunakan Al-Qur’an untuk
menunjukan makna manusia (analisis terminologis). Kedua, menelusuri pernyataan Al-Qur’an
yang berhubungan dengan kedudukan manusia dan potensi yang dimiliki manusia.

Konsep Manusia dalam kajian terminologis

1
Rahmi Damis, FALSAFAH MANUSIA DALAM AL-Qur’an, sipakalebbi’| Volume 1 Nomor 2
Desember 2014, hal. 202
Secara terminologis definisi manusia menurut al-qur’an dapat dibedakan menjadi 3
yakni, al-insan, al-ins, unas, al-nas, anasiy dan insiy; al-basyar; dan Banu Adam dan zurriyat
adam. Kata al-insan adalah insiyan yang berakar kata ins yang berarti sesuatu yang tampak dan
jinak. Maka dapat dikatakan bahwa kata insan mengandung konsep manusia sebagai makhluk
yang memiliki keramahan dan kemampuan mengetahui yang sangat tinggi, atau dalam
ungkapan lain, manusia merupakan makhluk kultural dan sosial. Kemudia manusia sebagai al-
basyar, Dalam al-Qur’an, untuk makna manusia selain kata al-insan dipergunakan kata basyar.
Al-Basyar berasal dari huruf ba, syin dan ra yang berarti nampaknya sesuatu dengan baik dan
indah. Dari makna tersebut terbentuk kata karja basyara yang berarti gembira, menggembirakan,
memperhatikan dan mengurus sesuatu. Atau dapat disimpulkan bahwa istilah basyar
menunjukan makna manusia pada aspek hakikatnya sebagai pribadi yang kongkrit, dengan
menekankan aspek lahiriah manusia. Dan yang terakhir adalah Banu Adam dan Zurriyat Adam,
Istilah banu adam dan zuriyat adam merujuk kepada pengertian manusia karena adanya kaitan
dengan nama Adam yang memberi kesan historis dalam konsep manusia, bahwa manusia
berasal dari satu sumber dan satu darah, walaupun mereka tersebar dalam berbagai warna kulit,
ras dan bangsa2.

Kedudukan dan potensi manusia

Pada dasarnya kedudukan manusia jika kita merujuk pada penjelasan al-qur’an adalah
sebagai khalifah dimuka bumi hal ini merujuk pada surat al-baqarah ayat 30

ٰۤ
ُ‫ ِّد َم ۤا ۚ َء َونَحْ ن‬G‫ك ال‬ ِ ْ‫ َك ِة ِانِّ ْي َجا ِع ٌل فِى ااْل َر‬Gِ‫َواِ ْذ قَا َل َربُّكَ ِل ْل َمل ِٕٕى‬
ُ ِ‫ف‬G‫ا َويَ ْس‬GGَ‫ ُد فِ ْيه‬G‫ا َم ْن يُّ ْف ِس‬GGَ‫ ُل فِ ْيه‬G‫ض َخلِ ْيفَةً ۗ قَالُ ْٓوا اَتَجْ َع‬
َ‫ك ۗ قَا َل اِنِّ ْٓي اَ ْعلَ ُم َما اَل تَ ْعلَ ُموْ ن‬
َ َ‫ك َونُقَدِّسُ ل‬
َ ‫نُ َسبِّ ُح بِ َح ْم ِد‬

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan
khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak
dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-
Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” 3

Sehingga dapat dipahami bahwasanya kedudukan manusia dimuka bumi adalah sebagai
khalifah atau pemimpin dimuka bumi. Manusia mempunyai peran yang ideal yang harus
dijalankan, yakni memakmurkan bumi, mendiami dan memelihara serta mengembangkannya

2
Isop Syafe'i, HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM, Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi (2012),
Vol. V, No.1: 743 – 755, hal. 746.
3
Ibid, hal 747
demi kemaslahatan hidup mereka sendiri, bukan mengadakan pengrusakan di dalamnya. 4 jika
dihubungkan dengan filsafat, maka yang menjadi filososf adalah yang mengikuti nafsu
mutmainnahnya yang dapat memimpin dan membawa negara menjadi al-Madinah al-Fadilah.
Untuk mencapai hal tersebut maka khalifah mempunyai kewajiban antara lain:

a. Mengabdi kepada Tuhan. Tugas ini dapat dipahami dari QS. al-Zariyat (51) : 56.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.” 52
b. Memakmurkan atau melakukan pembanguna dipermukaan bumi QS. Hud (11) :61.
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh
berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu
Tuhan selain Dia. dia Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan
menjadikan kamu pemakmurnya[726], Karena itu mohonlah
ampunan-Nya, Kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya
Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-
Nya)."
c. Menunaikan amanah QS. al-nisa (4): 58.
“ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi
Maha Melihat”.
d. Menegakkan hukum dengan benar dan melarang mengikuti hawa nafsu (ammarah)
QS. al-Shad (38);26.
“ Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah
(penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara
manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu,
karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya
orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang
berat, karena mereka melupakan hari perhitungan “.

4
Sami’uddin, FUNGSI DAN TUJUAN KEHIDUPAN MANUSIA, PANCAWAHANA: Jurnal Studi Islam
Vol.14, No.2, Desember 2019, hal. 26
e. Berbuat adil, ihsan, memenuhi hak-hak kerabat dan hak-hak sebagai hamba Allah,
menjauhi perbuatan mungkar, menahan hak orang lain atau bebuat aniaya dan
merusak atau menjual sumpah QS. Al-Nahl (16) :90-91.
“ Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. Dan
tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah
kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah
meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai
saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat”.5

Lalu apakah keterkaitan pendifinisian al-ghazzali tentang manusia sebagai makhluk


yang beripikir dengan hakikat manusia dalam al-quran sebagai khalifah. Pada dasarnya manusia
menjadi khalifah dimuka bumi didasari oleh kempemilikikan akal dan hal ini pada dasarnya
sejalan dengan penjelasan al-ghozzali. Sesuai dengan kewajiban manusia sebagai khalifah
dimana didalamnya terkadung tugas-tugas mulai menegakkan hukum hingga berbuat adil yang
seharunya didasari juga oleh akal.

Implikasi Manusia Sebagai Khalifah Dalam Kehidupan Sosial Bernegara di Indonesia.

Bersadasarkan penjelasan sebelumnya mengenai hakikat manusia sebagai khalifah serta


kaitan atas kepemilikan akan sebagai anugerah dari Allah SWT. Pada dasarnya setiap
pengimplementasian dalam rangka menjalankan kewajiban sebagai khalifah dimuka bumi
maka, manusia sudah sepatutnya menjalankan dengan mendasarkan diri pada akal. Dalam
pengaplikasiannya seharunya kehupan bersosial umat muslim harunya menjalankan dengan
mendasarkan diri pada konsepsi serta hakikat manusia sebagai khalifah, dimana kita harus
berlaku adil, bertanggung jawab dan menggunakan akal guna kehidupan dibumi lebih damai
dan tentram. Jika seorang khalifah mampu bertindak seperti disebutkan di atas, kehidupan di
bumi dapat berlangsung penuh kebahagiaan dan kedamaian. Namun kenyataannya manusia
yang diberikan amanat tersebut, masih banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan,
karena mereka lebih mengikuti hawa nafsunya dibandingkan dengan tugas yang diamanatkan
oleh Allah. Sehingga dapat dikatakan, manusia yang berperan sebagai khalifah tersebut masih
5
Rahmi Damis, op cit, hal 214
belum bisa mempertanggung jawabkan amanat yang Allah berikan kepada mereka.6 Pada era
kini kita sering (terutama umat muslim) ditambrakan dengan pilihan antara pancasila dengan
konsepsi keislaman, jika kita mampu memahami hakiakat kedunya maka pada dasarnya
pancasila dengan ajaran islam merupakan dua hal yang selaras. Pada sila-1 pancasila
“ketuhanan yang maha Esa”, makna dari sial tersebut sebenarnya telah sesuai dengan kewajiban
manusia sebagai khalifah yang pada dasarnya merupakan keawjiban sebagai hamba allah SWT
yang harus menjalankan kewajibannya. Serta sila-sila lain pada pancasila sebenarnya sudah
selaras dengan apa yang kita pahami dalam hakikat manusia sebagai khalifah contoh lainnya,
sebagai khalifah manusia memiliki tugas untuk berbuat adil dan mengharagai sesama manusia
hal ini selaras dengan pancasila pada sila ke-2 dan ke5 nya.

Dalam praktik pemerintahan seharunya kita sebagai masyarakat Indonesia Sekaligus


umat muslim harusnya mendasarkan diri pada konsepsi serta hakiakat manusia sebagai khalifah
sehingga dalam memilih pemimpin tidak salah pilihan. menurut Quraish Shihab Ada lima sifat
Khalifah terpuji yang di muatkan dalam konsep khalifatullah:

1. Yahduna bi Amrina, mengantar masyarakat ke tujuan yang sesuai dengan petunjuk


kami (Allah).
2. Wa awhayna ilayhim fi’la al-khairat (telah membudaya pada diri mereka kebajikan). 3.
Aabidin (termasuk Iqam Al-shalat dan Ita’ Al-Zakat)
3. Yuqinun (penuh keyakinan)
4. Shabaru (kesabaran dan ketabahan), kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin ketika
mereka tabah dan sabar.7

Penutup

Padasarnya manusia diciptakan oleh allah sebagai khalifah dimuka bumi dengan akal
yang diberikan , sebagai penunjang sekaligus salah satu alasan menjadikan manusia sebagai
khalifah dimuka bumi. Hakikakat manusia sebagai khalifah juga didasari pada kewajiban
manusia itu sendiri yakni Mengabdi kepada Tuhan Memakmurkan atau melakukan pembanguna
Menunaikan Amanah, Menegakkan hukum dengan benar dan melarang mengikuti hawa nafsu ,
serta Berbuat adil, ihsan, memenuhi hak-hak kerabat dan hak-hak sebagai hamba Allah,
6
Mar’atul Azizah dan Raini, KONSEP KHALIFATULLAH DAN IMPLIKASIMYA TERHADAP
PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF M. QURAISH SHIHAB, CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman Volume 4,
Nomor 2, Desember 2018, hal. 103.
7
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2009), hal. 234
menjauhi perbuatan mungkar, menahan hak orang lain atau bebuat aniaya dan merusak atau
menjual sumpah. Dalam pengaplikasiannya kehidupan sosial bernegara seharunya
mendasarkandiri pada konsepsi hakikat mansia sebagai khalifah dimuka bumi. Dimana pada
kehidupan bernegara di Indonesia yang mendasarkan diri pada pancasila pada dasarnyatelah
selaras dengan hakikat dasar manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini.
DAFTAR PUSTAKA

Mar’atul Azizah dan Raini, KONSEP KHALIFATULLAH DAN IMPLIKASIMYA


TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF M. QURAISH SHIHAB,
CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman Volume 4, Nomor 2, Desember 2018

Rahmi Damis, FALSAFAH MANUSIA DALAM AL-Qur’an, sipakalebbi’| Volume 1 Nomor 2


Desember 2014

Sami’uddin, FUNGSI DAN TUJUAN KEHIDUPAN MANUSIA, PANCAWAHANA: Jurnal


Studi Islam Vol.14, No.2, Desember 2019

Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, Cet. III (Bandung: Mizan, 2009)

Anda mungkin juga menyukai