Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

Pengendalian Internal, Audit Internal, Manajemen Risiko,


Organisasi Berintegritas
Dosen Pembimbing:
Ferdy Putra SE., M. Ak.

Disusun oleh :
KELOMPOK 6

1. OKY YUWANDA 1702114659


2. IQSAN BIFADLI 1702121920

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS RIAU
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’allaikum, Wr. Wb
Segala puji dan syukur kepada Allah Swt, karena atas segala rahmat dan
inayahNya penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai Pengendalian Internal,
Audit Internal, Manajemen Risiko, dan Organisasi Berintegritas , makalah ini disusun
dan dipersiapkan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Etika Profesi. Materi yang
ditampilkan dalam makalah ini sudah diupayakan lebih terstruktur dan sistematis.
Dengan harapan akan lebih praktis bagi pembaca menelusuri alur pemahaman
pengetahuan yang ada dalam makalah ini. Makalah ini mengawali narasi di dalamnya
dengan konsep dasar tentang definisi Pengendalian Internal.
Penulis menyadari kekurangan dan keterbatasannya sebagai penyusun. Ibarat
“tak ada gading yang tak retak”, makalah ini tetap membutuhkan koreksi bersama agar
dapat menjadi lebih baik dan diterima oleh seluruh kalangan akademisi. Oleh karena
itu saran dan koreksi membangun akan sangat diharapkan demi penyempurnaan hasil
tulisan yang lebih baik dan mapan pada penulisan lanjutannya. Namun penulis telah
berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu
dan dengan sebaik-baiknya.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Atas dukungan moral dan materil yang diberikan
dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada Bapak Ferdy Putra SE., M. Ak. selaku dosen pembimbing mata kuliah Etika
Profesi yang telah memberikan bimbingan, saran, dorongan dan masukan pada
penulisan makalah ini. Akhir kata penulis menyampaikan, selamat membaca dan
memahami sajian pengetahuan dalam makalah ini. Semoga apa yang terkandung dalam
tulisan ini akan mampu menambah wawasan dan khasanah ilmu bagi kita semua.

Pekanbaru, 11 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2


1.3 Tujuan Makalah ............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3


2.1 Pengendalian Internal .................................................................................... 3
2.1.1 Komponen dan Prinsip ........................................................................... 3

2.1.2 Efektivitas .............................................................................................. 6


2.1.3 Limitasi .................................................................................................. 7

2.1.4 Pelaporan Keuangan .............................................................................. 8


2.1.5 Asersi Manajemen ................................................................................. 8

2.1.6 Sistem Informasi Akuntansi ................................................................... 9


2.2 Audit Internal ................................................................................................ 9
2.2.1 Persyaratan ............................................................................................ 10

2.2.2 Mengkomunikasikan kepada Komite Audit ............................................ 10


2.3 Manajemen Risiko ......................................................................................... 11

2.3.1 Jenis-jenis Risiko .................................................................................... 11


2.3.2 Sistem Manajemen Risiko ....................................................................... 13

2.4 Organisasi Berintegritas ................................................................................ 13


2.4.1 Model Integritas Organisasi ................................................................... 14

2.4.2 Lingkungan Makro ................................................................................. 15


2.5 Studi Kasus PT. KAI ..................................................................................... 15
2.5.1 Evaluasi atas Kasus PT. KAI ...................................................................... 19

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 20


3.1 Simpulan ....................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengendalian Internal mencakup nilai-nilai, struktur, kebijakan, dan prosedur


yang dirancang dan dimplementasikan dalam perusahaan guna mencapai tujuan
efisiensi dan efektivitas operasional, keandalan pelaporan, dan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan. Dihubungkan dengan tata kelola perusahaan,
pengendalian internal yang baik harus dapat mendukung asas-asas transaparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, indenpendensi, dan fairness.

Peraturan mewajibkan direksi (management) untuk melaporkan dan membuat


pernyataan (assertion) tentang efektivitas pengendalian internal yang dirancang dan
diimplementasikan. Sebelum membuat pernyataan direksi (management) harus
mempunyai keyakinan yang memadai (reasonable assurance) bahwa pengendalian
internal yang diterapkan benar-benar efektif. Fungsi Audit Internal dapat memberi
keyakinan tersebut. Audit Internal itu sendiri, menurut COSO, merupakan salah satu
elemen dari pengendalian internal.

Salah satu komponen pengenadalian internal menurut Committee of


Sponsoring Organization of Treadway Commission (COSO) adalah penilaian resiko
atau risk assessment (COSO, 2013:4). Penilaian resiko merupakan proses dinamis
berulang untuk untuk mengidentifikasi dan menilai resiko dari semua bagian dalam
entitas perusahaan.

Berdasarkan uraian diatas kami kelompok penyaji makalah meyampaikan


judul dari pembahasan makalah ini yaitu “ Pengendalian Internal, Audit Internal,
Manajemen Resiko, dan Organisasi Berintegritas.”

1
1.2 Rumusan Masalah

Tema yang penulis coba kupas pada makalah ini sengaja diberikan rumusan
masalah, dengan maksud lebih mempelancar pembahasan makalah. Supaya dalam
makalah ini tidak terjadi ketidak rancuan pembahasan. Berikut rumusan masalah dari
makalah, yakni:
1) Apa pengertian pengendalian internal?
2) Apa pengertian audit internal?
3) Apa pengertian manajemen resiko?
4) Apa pengertian organisasi berintegritas?
1.3 Tujuan Makalah

Sesuai dengan rumusan masalah yang penulis paparkan, maka tujuan dari
makalah ini selaras dengan apa yang akan dibahas. Penulis menyampaikan tujuan
agar dipahami dengan baik oleh pembaca maksud penulisan makalah ini. Berikut
tujuan dari makalah ini.
1) Untuk mengetahui pengertian audit produksi dan operasi.
2) Untuk mengetahui pengertian audit internal.
3) Untuk mengetahui pengertian manajemen resiko.
4) Untuk mengetahui pengertian organisasi berintegritas.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengendalian Internal

COSO (2013: 3) mendefinisikan pengendalian internal (interal controls)


sebagai berikut:

“A process, effected by an entity's board of directors, management and other


personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of
objective in the following categories (1) effectiveness and efficiecy of operation: (2)
reliablity of fiacial reporting: and (3) compliance with applicable laws and
regulation.”

Artinya: Sebuah proses, yang dilaksanakan oleh dewan direksi, manajemen


dan personel lainnya, dirancang untuk memberikan jaminan yang masuk akal
mengenai pencapaian tujuan dalam kategori berikut (1) efektivitas dan efektivitas
operasi: (2) keterandalan dari laporan fiasial: dan (3) kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku.

2.1.1 Komponen dan Prinsip

COS0 (2013: 4-5) menyebutkan adanya 5 (lima) komponen pengendalian


internal sebagai berikut.

1. Lingkungan pengendalian (control environment).


2.Penilaian risiko (risk asstsmen)
3. Kegiatan pengendalian (control activities).
4. Informasi dan konunikasi (information and comemurtiation).
5. Kegiatian montitoring (monitoring activities).

3
1) Lingkungan Pengendalian

Fondasi terciptanya sistem pengendalian internal yang efektif adalah


lingkungan pengendalianyang dapat memengaruhi kesadaran semua orang yang
terlibat di dalam perusahaan tentang perlunya pengendalian internal yang baik.
Lingkungan pengendalian terdiri atas himpunan standar proses, dan struktur yang
djadikan sebagai dasar dalam menjalankan pengendalian internal di perusahaan.
Lingkungan pengendalian internal yang kondusif dimulai dari sikap pucuk pimpinan
(top management) terhadap pentingnya pengendalian tersebut. Sikap ini akan menjadi
panutan (tone at the top) bagi bawahan dalam penerapan pengendalian internal.
COSO (2013: 6) menyebutkan adanya 5 (lima) prinsip yang perlu diperhatikan dalam
penataan lingkungan pengendalian. Berikut kelima prinsip tersebut.

1. Komitmen terhadap integritas dan nilai-nilai etika.


2. Komitmen terhadap kompetensi.
3. Independensi dewan komisaris terhadap direksi dalam melaksanakan fungsi
pengawasan.
4. Struktur jalur pelaporan, penetapan wewenang, dan tanggung jawab yang
tepat.

5. Penetapan akuntabilitas yang jelas bagi setiap individu.


2) Penilaian Risiko

Prinsip-prinsip yang harus dianut dalam penilaian risiko menurut COSO


(2013:7) sebagai berikut :

1. Penjabaran tujuan organisasi (perusahaan) secara spesifik sehingga


identifikasi dan penilaian risiko dapat dikaitkan dengannya.

2. Pengidentifikasian risiko dikaitkan dengan tujuan organisasi untuk semua


bagian (kegiatan) perusahaan

3. Penilaian (assesment) terhadap risiko dengan mempertimbangkan


kemungkinan terjadinya

4
4. Pengidentifikasian dan penilaian terhadap perubahan risiko yang berpengaruh
terhadap pengendalian internalkecurangan.

3) Kegiatan Pengendalian

Arens dk (2012: 318-321) menggolongkan kegiatan pengendalian ke dalam lima


bentuk berikut

1. Pemisahan tugas yang memadai (adequate separation of duties).

2. Otorisasi yang tepat (proper authorization) atas transaksi dan kegiatan.

3. Dokumen dan catatan yang memadai (adequate documents and records).

4. Pengamanan fisik terhadap aset dan catatan (phisical control over assets and
records).

5. Verifikasi internal (independent checks on performance).

Pemisahan Tugas. Tentang pemisahan tugas, terdapat empat pedoman yang


dapat digunakan sebagai pegangan. Pemisahan tugas perlu dilakukan untuk fungsi-
fungsi sebagai berikut.

a. Penyimpanan aset (assets custody) dan akuntansi (accounting)

b. Otorisasi transaksi (authorization of transactions) dan penyimpanan aset


(assets custody).

c. Tanggung jawab operasional (operational) dan pencatatan (record keeping).

d. Tanggung jawab informasi teknologi (information technology-IT) dan


departemen pengguna (user departments).

4) Informasi dan Komunikasi

Komponen pengendalian internal yang ke-empat adalah informasi dan


komunikasi. COSO (2013:7) menyebutkan adanya 3 (tiga) prinsip dalam
pengembangan komponen informasi dan komunikasi.

5
Berikut ini yang termasuk ke dalam ketiga komponen tersebut:

1. Penggunaan informasi yang relevan dan berkualitas untuk mendukung


berfungsinya pengendalian internal.

2. Mengomunikasikan informasi kepada pihak internal untuk mendukung


berfungsinya pengendalian internal.

3. Mengomunikasikan informasi kepada pihak eksternal tentang hal-hal yang


berpengaruh terhadap berfungsinya pengendalian internal.

5) Monitoring

Menurut COSO (2013: 7), prinsip-prinsip yang dianut dalam komponen


monitoring meliputi 2 (dua) poin berikut ini.

1. Penilaian terhadap berfungsinya pengendalian internal dilakukan secara terus-


menerus (on going) atau secara terpisah (separate).

2. Mengomunikasikan kelemahan pengendalian internal dilakukan pada waktu yang


tepat kepada pihak yang bertanggung jawab terhadap tindakan koreksi, termasuk
direksi, manajemen senior, dan dewan komisaris, jika diperlukan.

2.1.2 Efektivitas

Direksi dan seluruh jajaran manajemen harus memastikan efektifnya sistem


pengendalian internal. Sistem pengendalian internal yang efektif akan dapat
mengurangi risiko tidak tercapainya tujuan Buperusahaan sampai pada tingkat (level)
yang dapat diterima. Tujuan perusahaan dikaitkan dengan maksud dikembangkannya
sistem pengendalian internal. Terdapat beberapa syarat agar suatu sistem
pengendalian internal dapat dikatakan efektif. Berikut ketiga syarat yang dimaksud.

1. Keberadaan (present)
2. Berfungsi (functioning).
3. Terintegrasi (integrited).
6
2.1.3 Limitasi

Definisi pengendalian internal yang dikembangkan oleh COSO (2013: 3)


menyebutkan a babwa tujuan pengendalian internal adalah untuk memberikan
kepastian yang wajar (reasonabir assurance) tentang pencapaian tujuan perusahaan.
Kalimat kepastian yang wajar mengandung arti "tidak absolut". Kepastian yang wajar
merupakan pernyataan, secara implisit, bahwa pengendalia internal yang dirancang
dan dimplementasikan masih mengandung risiko tidak dapat mencapai tujuan yang
dikehendaki.

Misalnya, menghasilkan pelaporan keuangan yang dapat dipercaya. Kepastian


yang wajar tidak dapat menjamin 100 persen bahwa risiko salah saji material dalam
pelaporan keuangan tidak akan terjadi. Namun, kepastian yang wajar juga tidak
berarti bahwa risiko yang bersangkutan adalah sedemikian besar sehingga
probabilitas terjadinya menjadi sangat tinggi dan tidak terkendali. COSO (2013: 4)
menyebutkan bahwa penyebab adanya keterbatasan (limitation) dalam pengendalian
internal adalah:

1. Kepantasan (suitability) tujuan yang ditetapkan sebagai prakondisi.

2. Kenyataan bahwa pertimbangan manusia dalam pengambilan keputusan dapat


salah dant berpihak (bias),

3. Gangguan (break-down) karena kegagalan manusia, misalnya kesalahan yang


dibuat oleh orang-orang yang bersangkutan.

4. Tindakan manajemen untuk mengabaikan (override) pengendalian internal,

5. Adanya kolusi antara orang, pihak, atau unit yang dapat membuat tidak
berfungsinya pengendalian internal,

6. Adanya kejadian-kejadian eksternal yang berada di luar kendali perusahaan.

Limitasi-limitasi tersebut perlu dipertimbangkan pada waktu merancang dan


mengimplementasikan sistem pengendalian internal.

7
2.1.4 Pelaporan Keuangan

Pelaporan keuangan mencakup aspek yang lebih luas daripada laporan


keuangan. Termasuk dalam pelaporan keuangan, misalnya adalah angka-angka
proyeksi, anggaran, dan lain sebagainya. Dalam bagian tentang keterbukaan
informasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM)
menyebutkan bahwa emiten atau perusahaan publik diwajibkan untuk melaporkan
kepada OJK dan/atau mengumumkan kepada publik mengenai laporan berkala dan
peristiwa (fakta) material yang memengaruhi harga efelk selambat-lambatnya hari
kedua setelah terjadinya peristiwa tersebut (Pasal 85, 86, 87 UUPM).

2.1.5 Asersi Manajemen

COSO (2013: 3) menyebutkan bahwa salah satu tujuan pengendalian internal


adalah menghasilkan pelaporan keuangan yang dapat dipercaya (reliable). Dalam hal
laporan keuangan, tujuan tersebut diwujudkan dalam bentuk asersi (assertion) yang
secara implisit melekat dalam pernyataan eksplisit yang mereka buat kepada pihak
otoritas.

Asersi manajemen terhadap kelompok transaksi yang membentuk laporan


keuangan mencakup pernyataan bahwa (Arens dk., 2012: 173-176):

1. transaksi yang dicatat betul-betul terjadi (occurence)

2. semua transaksi yang ada telah dicatat (completeness)

3. transaksi yang tercatat telah dinyatakan dalam jumlah yang benar (accuracy)

4. transaksi telah diklasifikasikan dengan benar (classification)

5. transaksi telah dicatat pada periode akuntansi yang tepat (cut off).

8
2.1.6 Sistem Informasi Akuntansi

Ketentuan SEC (Securities and Exchange Commision) bahwa informasi yang


dilaporkan harus akurat dan lengkap serta telah dikumpulkan, dicatat, diproses,
dikhtisarkan, dan dilaporkan dalam jangka waktu yang tepat sehingga dapat
diwujudkan dalam bentuk sistem informasi akuntansi. Dalam hal ini, pernyataan
tentang pengendalian internal banya bersangkutan dengan laporan keuangan. Artinya,
perhatian harus diberikan pada pengendalian yang akan meminimalisir risiko salah
saji material sehingga berkaitan dengan dapat dipercayanya laporan keuangan.
Rujukan harus diberikan pada asersi manajemen yang dilakukan secara tertulis dan
tersirat. Sistem informasi akuntansi berkaitan dengan Internal Controls aver Financial
Reporting (ICFR) dan DisclosureControls and Procedures (DCP).

2.2 Audit Internal

Peraturan Bapepam LK Nomor IX.1.7 mendefinisikan audit internal sebagai


berikut:

“Suatu kegiatan pemberian keyakinan (assurance) dan konsultasi yang bersifat


independen dan objektif dengan tujuan untuk meningkatkan nilai dan memperbaiki
operasional perusahaan melalui pendekatan yang sistematis, dengan cara
mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan
proses tata kelola perusahaan"

Peraturan tersebut memberikan pengertian audit internal sebagai unit kerja


dalam emiten atau perusahaan publik yang menjalankan fungsi audit internal.

9
2.2.1 Persyaratan

Dalam sistem tata kelola perusahaan yang baik, persyaratan yang harus
dipenuhi seseorang untuk suatu jabatan haruslah mencakup unsur-unsur integritas,
kompetensi, dan independensi. Hal ini juga berlaku untuk mereka yang duduk
sebagai tim profesional dalam unit audit internal. Persyaratan yang harus dipenuhi
untuk duduk dalam unit audit internal juga mencakup kriteria-kriteria integritas,
kompetensi, dan independensi. Kriteria integritas menurut Peraturan Bapepam LK
Nomor IX.1.7 meliputi poin-poin berikut.

1. Memiliki integritas dan perilaku yang profesional, independen, jujur,


dan objektif dalam pelaksanaan tugasnya.

2. Wajib mematuhi kode etik audit internal.

3. Wajib mematuhi standar profesi yang dikeluarkan oleh asosiasi audit


internal.

4. Wajib menjaga kerahasiaan informasi dan/atau data perusahaan terkait


dengan pelaksanaan.

2.2.2 Mengomunikasikan Kepada Komite Audit

Dalam melaksanakan tugasnya, unit audit internal berkoordinasi dan bekerja


sama dengan komite audit. Oleh karena itu, unit audit internal harus mengadakan
pertemuan dengan komite audit secara berkala. Pertemuan, paling tidak, membahas
hal-hal berikut ini.

1. Perencanaan audit tahunan dan perkembangan pelaksanaannya.


2. Temuan-temuan yang diperoleh dan saran perbaikannya.
3. Tindak lanjut atas berbagai temuan.

10
2.3 Managemen Resiko

COSO (2013:4) mendefinsikan resiko sebagai berikut:

“The Possibility that an event will occur and adversely affect the achievement of
objectives”

Artinya: kemungkinan bahwa suatu kejadian akan terjadi dan berdampak buruk
terhadap pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Peraturan Bank Indonesia No 14/25/PBI/2009 mendefinisikan managemen


resiko sebagai serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan resiko yang timbul
dari kegiatan usaha bank.

2.3.1 Jenis-jenis Resiko

Peraturan Bank Indoonesia Nomor 11/25/PBI/2009 menggolongkan jenis


resiko menjadi 8, yakni:

1. Resiko kredit
2. Resiko pasar
3. Resiko Operasioanl
4. Resiko likuiditas
5. Resiko kepatuahn
6. Resiko hokum
7. Resiko reputasi
8. Resiko Strategis

1) Resiko Kredit

Terjadi karena ketidakmampuan (ability) dan/atau ketidakmauan


(willingness) debitur untuk membayar. Ketidakmampuan berkaitan dengan
operasi bisnis, sementara ketidakmauan menyangkut integritas.
11
2) Resiko Pasar

Yang termasuk dalam resiko pasar adalah perubahan suku bunga, nilai
tukar, perubahan harga komoditas barang/jasa.

3) Resiko Likuiditas

Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar liabilitas (utang) saat jatuh


tempo menimbulkan resiko likuiditas. Peraturan Bak Indonesia No
14/25/PBI/2009 menambahkan bahwa ketidakmampuan diukur dari sumber
pendapatan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualiatas tinggi yang dapat
diagunkan tanpa menggangu aktivitas dan kondisi keuangan bank.

4) Resiko Operasional

Resiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal,


kesalahan manusia, kegagalan system, dan/atau adanya kejadia-kejadian eksternal
yang memengaruhi operasional perusahaan.

5) Resiko Hukum

Resiko hukum adalah kemunkinan kerugian yang disebabkan oleh


kelalaian perusahaan untuk mempertimbangkan aspek hukum/legalitas/yuridis
dalam kegiatannya.

6) Resiko Kepatuhan

Tidak dipatuhinya atau tidak dilaksanakannya peraturan perundang-


undangan berkaitan denga regulasi yang dikeluarkan oleh pihak
pemerintah/otoritas.

7) Resiko Reputasi

Menurunnya persepsi masyarakat terhadap nama baik perusahaan


disebabkan oleh tindakan perusahaan yang dianggap tidak elok.

12
8) Resiko Strategis

Resiko yang disebakan oleh tidak tepatnya keputusan strategis yang


diambil.

Dalam bidang informasi dan komunikasi, muncul resiko informasi. Arens dkk
(2012;26) mendefinisikan resiko informasi sebagai kemunkinan kerugian yang
disebabkan oleh tidak andalnya informasi yang digunakan dalam pengambilan
keputusan bisnis.

2.3.2 Sistem Informasi Managemen Resiko

Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 menentukan bahwa system


informasi managemen resiko sekurang-kurangnya mencakup laporan atu informasi
mengenai tiga hal berikut:

1. Eksposur Resiko

2. Kepatuhan terhadap kebijakn dan prosedur serta penetapan limit

3. Realisasi pelaksanaan managemen resiko dibandingkan dengan target


yang ditetapkan.

Lam (2006:32) menyebutkan adanya empat elemen penting yang perlu


dilaporkan kepada pihak eksekutif, yaitu kerugian, peristiwa beresiko, penilaian
mangemen, dan indicator resiko.

2.4 Organisasi Berintegritas

Integritas organisasi diartikan secara lebih sederhana dengan istilah “I will do


what I say I will do”. Kata “we” (kita) merupakan himpunan dari”I” (saya) yang
menunjukkan bahwa “we” adalah himpunnan dari “I” yang bergerak secara
terorganisisr. Integritas, secara sederhana, dapat diartikan sebagai melakukan sesuatu
yang benar walaupun tidak ada orang lain yang melihatnya (doing the right things
even when no one is wactching).

13
2.4.1 Model Integritas Organisasi

Gambar 2.1 Faktor Penentu Organisasi Berintegritas

Berdasarkan gambar 2.1 dapat disimpulkan bahwa organisasi berintegrasi


dapat diraih melalui penerapan konsep-konsep pengelolaan organisasi yang
didasarkan atas 3 (tiga) hal berikut:

1. Nilai-nilai dan etika keutamaan (virtues).


2. Tata kelola perusahaan yang baik.

3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

14
2.4.2 Lingkungan Makro

Lingkungan makro menurut Karam Pal dalam bukunya “ The Challenges of


Business” seperti dikutip UGC Net Tutor Commerce dalam “ Elements of Business
Environment” menyatakan bahwa lingkungan makro terdiri atas faktor-faktor
ekonomi, politik, pemerintahan, demografi, social-budaya, Internasional, dan alam.
Unsur lingkungan hukum (legal environment) dan lingkungan keuangan (financial
environment) sering ditambahkan dalam factor-faktor ini. Faktor-faktor tersebut tidak
dapat dikendalikan oleh perusahaan. Dalam batas-batas tertentu, perusahaan harus
menyesuaikan diri dengan factor-faktor tersebut. Namun, untuk faktor-faktor
lingkungan yang berdampak negative terhadap pencapaian integritas organisasi,
perusahaan harus berani mengambil sikap.

2.5 Studi Kasus PT KAI

Kasus PT KAI adalah kasus pelanggaran kode etik profesi akuntansi, diduga
terjadi manipulasi data keuangan pada tahun 2005, perusahaan BUMN tercatat
meraih laba sebesar Rp 6,9 Miliar, padahal apabila diteliti lebih rinci perusahaan
BUMN ini mencatat kerugian sebesar Rp 63 Miliar. Kasus ini bermula akibat adanya
pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pada tahun 2005
laporan keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab. Banyak terdapat kejanggalan dalam penyajian laporan
keuangan seperti data yang disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi. Ini
menimbulkan permasalahan, karena auditor menyatakan opini Laporan Wajar Tanpa
Pengecualian, tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi yang telah ditetapkan.
Laporan keuangan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan.

15
Kasus PT. KAI berawal pada perbedaan pandangan antara Manajemen dan
Komisaris, khususnya Komisaris yang merangkap sebagai Ketua Komite Audit
dimana Komisaris tersebut menolak menyetujui dan menandatangani laporan
keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Dan Komisaris meminta untuk
dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan
sesuai dengan fakta yang ada, perbedaan tersebut adalah:

1. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya sebesar RP 674,5


Milyar dan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 70 miliar oleh
manajemen PT KAI dalam neraca per 31 Desember 2005 merupakan bagian
dari hutang. Akan tetapi pendapat berbeda dikemukakan Komisaris PT. KAI
Hekinus Manao bahwa bantuan penyertaan modal harus disajikan sebagai
bagian dari modal perseroan.

2. Terjadi penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp


24 Miliar yang diketahui pada saat melakukan investarisasi tahun 2002 diakui
manajemen PT KAI sebagai kerugan bertahap selama lima tahun. Pada akhir
tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan
sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan
seluruhnya dalam tahun 2005.

3. Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan
keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT. KAI selama tahun 2005.
Kewajiban PT. KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak
pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan
keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang
seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standar
Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa
dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat
penerimaan perusahaan selama tahun 2005. Masalah piutang PPN per 31

16
Desember 2005 senilai RP 95,2 Miliar, menurut komite audit harus
dicadangkan penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan
kolektibilitasnya tetapi tidak dilakukan oleh manajemen dan tidak dikoreksi
oleh auditor.

4. Masalah uang muka gaji yang dibayar sebesar Rp 28 Milyar merupakan gaji
bulan Januari 2006 dan seharusnya yang dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi
telah dibayar per 31 Desember 2005 diperlakukan sebagai uang muka biaya
gaji menurut Komite Audit harus dibebankan pada tahun 2005

Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kasus PT. KAI adalah karena
rumitnya laporan keuangan PT. KAI. Hal ini karena terdapat ratusan stasiun, puluhan
depo dan gudang yang seluruhnya memiliki laporan keuangan yang terpisah,
sehingga yang berpotensi menyebabkan masalah maupun perbedaan pendapat di
kemudian hari. Hal ini ditambah lagi dengan kenyataan bahwa baru sebagian kecil
proses akuntansi dilaksanakan dengan komputer. Sebenarnya sistem akuntansi PT.
KAI cukup modern untuk penyusunan laporan keuangan dan informasi manajemen,
namun karena kedua hal tersebut diatas maka sistem akuntansi tersebut tidak dapat
berfungsi dengan baik.

Selain beberapa hal teknis tersebut diatas, beberapa hal yang diidentifikasi
turut berperan dalam masalah pada laporan keuangan PT. Kereta Api adalah:

1. Auditor Internal tidak berperan aktif dalam proses audit, yang berperan hanya
Auditor Eksternal.

2. Komite Audit tidak ikut dalam proses penunjukan auditor sehingga tidak
terlibat dalam proses audit.

3. Manajemen (termasuk auditor internal) tidak melaporkan kepada Komite


Audit dan Komite Audit juga tidak menanyakannya.

17
Sanksi dan denda sesuai Pasal 5 huruf N Undang-Undang No. 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal, maka:

1. Direksi PT KAI saat itu yang terlibat diwajibkan membayar sejumlah Rp


1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena
melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan.

2. Auditor PT. KAI diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus


juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak
berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT.
KAI tersebut. KAP S. Manan & Rekan & Rekan tetap diwajibkan membayar
denda karena dianggap telah gagal menerapkan persyaratan profesional yang
disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor
Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional.

3. Berdasarkan kaitannya dengan kasus manipulasi laporangan keuangan PT


KAI auditor eksternal dinyatakan ada mempunyai hubungan dengan kasus
manipulasi tersebut. Menteri Keuangan terhitung sejak tanggal 6 juli 2007,
membekukan izin Akuntan Publik (AP ) Drs. Salam Manao, yang merupakan
pemimpin rekan pada Kantor Akuntan Publik (KAP ) S. Manao, Sofwan,
Adnan dan Rekan yang merupakan pemimpin rekan pada Kantor Akuntan
Publik (KAP ) S. Manao, Sofwan, Adnan dan Rekan Pembekuan izin yang
berlaku selama sepuluh bulan itu dituangkan melalui Keputusan Menkeu
Nomor 500/KM.1/2007 Pembekuan izin yang berlaku selama sepuluh bulan
itu dituangkan melalui Keputusan Menkeu Nomor 500/KM.1/2007.

18
2.5.1 Evaluasi atas Kasus PT. KAI

Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara Komisaris dan auditor


akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang
baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT
KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Berikut
solusi agar kejadian serupa dapat diminimalisir dan tidak terulang kembali:

1) Membangun kultur perusahaan yang baik; dengan mengutamakan


integritas, etika profesi dan kepatuhan pada seluruh aturan, baik
internal maupun eksternal, khususnya tentang otorisasi.

2) Memperbaiki sistem pengendalian internal perusahaan, dengan


langkah diantarnya:

1. Akuntabilitas dan Transparansi setiap “proses bisnis” dalam


organisasi agar memungkinkan monitoring dari setiap pihak
sehingga penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum dapat
diketahui.

2. Dalam hal kecurangan yang dilakukan oleh akuntan publik


yang mengaudit laporan keuangan perusahaan ada beberapa
kemungkinan yang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan
pada hasil laporan keuangan PT. KAI yaitu pada saat proses
lelang, Komite Audit seharusnya ikut untuk melihat apakah
auditor eksternal layak dipilih dan melihat keadilan proses
pemilihan.

3. Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai


suatu jabatan tertentu dengan adil dan terbuka. Siapapun yang
telah memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama dan
adil untuk “terpilih”.

19
BAB III

PENUTUPAN

3.1 Simpulan

Untuk mencapai sistem pengendalian internal yang efektif


diperlukan lingkungan pengendalian yang dapat mempengaruhi kesadaran
semua orang yang terlibat dalam perusahaan. Direksi dan seluruh jajaran
manajemen harus memastikan efektivitasnya sistem pengendalian internal.
Sistem pengendalian internal yang efektif akan dapat mengurangi risiko
tidak tercapainya tujuan perusahaan. Untuk meningkatkan nilai dan
memperbaiki operasional perusahaan melalui evaluasi dan meningkatkan
efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola
perusahaan. Menurut Peraturan Bank Indonesia, terdapat 8 jenis risiko :
risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko
kepatuhan, risiko hukum, risiko reputasi, dan risiko strategis. Lingkungan
makro terdiri atas beberapa faktor, faktor-faktor tersebut tidak dapat
dikendalikan oleh perusahaan. Namun, untuk faktor-faktor lingkungan
yang berdampak negatif terhadap pencapaian integritas organisasi, maka
perusahaan harus berani mengambil sikap.

20
DAFTAR PUSTAKA

Rahardjo, Soemarso Slamet. 2018. Etika dan Tata Kelola Perusahaan dalam Bisnis
dan Profesi Akuntan. Jakarta: Salemba Empat.

21

Anda mungkin juga menyukai