Manusia merupakan unsur terpenting dalam kehidupan dunia. Tidak ada satupun
agama, ideologi, aliran filsafat, aliran pemikiran yang menafikan aspek manusia. Bahkan
tidak berlebihan jika dikatakan bahwa dunia tidak akan diciptakan tanpa manusia, baik
manusia sebagai pelaku sejarah, maupun sebagai objek dari perjalanan sejarahnya sendiri.
Dalam al-Qur’an, masalah SDM menjadi masalah yang amat penting dalam konteks
hidup berorganisasi, bermasyarakat dan bernegara. Tanpa SDM berkualitas, apapun visi,
misi, target, tujuan, workplanning yang telah dipersiapkan secara baik dan ideal, tidak akan
efektif dan fungsional. Suatu organisasi, perusahaan, bangsa, agama, bahkan peradaban yang
maju dapat dipastikan memiliki SDM berkualitas, inovatif dan produktif.1
A.
B.
1
Aunur Rofiq, ‘Sumber Daya Manusia Berkualitas Perspektif Nabi Syu’aib dalam Al-Qur’an’.
C. Bertakwa (Berakhlak Mulia)
Imam al-Ghazali misalnya, menganggap bahwa karakter itu lebih dekat dengan
akhlaq, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau melakukan perbuatan yang telah
menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa karakter itu berkaitan dengan kekuatan moral,
berkonotasi ‘positif’, bukan netral. Jadi orang berkarakter adalah orang yang mempunyai
kualitas moral (tertentu) positif.4
Dalam menunjukkan bahwa kepribadian merupakan sesuatu yang sentral dalam diri
manusia, Driyarkara menyatakan : "Pertama-tama harus kita ingat, bahwa manusia adalah
PRIBADI (pengata diri atau persona). Dalam diri manusia yang kita sebut pertama-tama
ialah bahwa ia "memiliki" diri sendiri. "Janganlah isi perkataan ini dianggap ringan. Untuk
memberi kesan tentang apa yang dimaksud, kita katakan, bahwa manusia "Bersemayam
dalam diri sendiri". Ingatlah arti "bersemayam" pada jaman dulu. Bersemayam tidak hanya
berarti "berada", melainkan juga bertahta. Bertahta mengandung arti berkuasa, berdaulat;
kekuasaan, kewibawaan, kedaulatan seakan-akan terlihat dalam cara duduk raja, yang kita
sebut bersemayam itu” (Driyarkara, 1980, hal. 17).5
2
https://www.google.com/amp/s/kbbi.web.id/takwa.html diakses 26 April 2020
3
https://Id.m.Wikipedia.org/wiki/takwa diakses 18 Februari 2020
4
Satrijo Budiwibowo, ‘Membangun Pendidikan Karakter Generasi Muda Melalui Budaya
Kearifan Lokal di Era Global’, 43
5
Djuretna Adi Imam Muhni, ‘Manusia dan Kepribadiannya (Tinjauan Filsafati)’, Jurnal Filsafat,
Maret 1997, 25
Zohar menjelaskan dengan mengutip perkataan Jalaluddin Rahmat dalam kata
pengantar buku SQ edisi Indonesia dengan mengatakan bahwa, “Spritual Quetient
(Kecerdasan Spritual) adalah kecerdasan yang paling diperlukan bagi manusia modern.
Kecerdasan ini memiliki peran penting untuk menghadapi dan memecahkan persoalan
dengan menempatkan perilaku sebagai hal terpenting dalam kehidupan itu sendiri”.6
Ciri-ciri orang bertakwa terdapat dalam Qs. Al-Baqarah ayat 177 dan Qs. Ali Imran
ayat 146, yaitu orang yang beriman kepada hal gaib, memberi sedekah, melaksanakan
perintah agama yang utama, dan banyak bersabar dalam menjalani kehidupannya. Namun,
Allah juga memberitahukan agar kita tidak sendirian saja dalam proses melakukan kebaikan
dan ketakwaan ini melainkan dengan mengajak dan saling tolong-menolong dalam
melaksanakannya sehingga tercipta komunitas muslim yang bertakwa.
Perencanaan SDM yang baik dan benar akan menghasilkan SDM yang berkualitas
sehingga mampu mengelola organisasi kehidupannya dengan baik. Konsep perencanaan ini
dalam Islam terdapat dalam Al-Qur`an surat Al-Hasr ayat 18, dalam surat ini Allah
memerintahkan umatnya untuk memperhatikan dan menganalisis (Al-Tandur) setiap
perbuatannya untuk hari esok yakni untuk bersiap menghadapi kejadian tidak terduga. 7
Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan
masa kritis bagi pembentukkan karakter seseorang. Banyak pakar mengatakan bahwa
kegagalan penanaman karakter pada seseorang sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang
bermasalah di masa dewasanya kelak.8
Terdapat empat jenis pendidikan karakter yang selama ini dilaksanakan dalam proses
pendidikan, yaitu; 1. Pendidikan karakter berbasis nilai religius (konservasi moral), 2.
Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, 3. Pendidikan karakter berbasis lingkungan
(konservasi lingkungan), 4. Pendidikan karakter berbasis potensi diri (konservasi humanis).9
Tujuan pendidikan karakter yang diinginkan oleh Pemerintah adalah sebagai berikut:
Sedangkan Rosworth Kidder dalam “how Good People Make Tough Choices” yang
dikutip oleh Majid (2010 : 89) menyampaikan tujuan kualitas yang diperlukan dalam
pendidikan karakter, yaitu; 1. Pemberdayaan (empowered), 2. Efektif (effective), 3. Extended
into community, 4. Embedded, 5. Enganged, 6. Epistemological, 7. Evaluative.10
7
Dhoni Kurniawati, ‘Manajemen Sumberdaya Manusia Dalam Perspektif Islam dan Elevansinya
dengan Manajemen Modern’, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Vol 11, No. 1, Pebruari 2018, 28
8
Sri Suwartini, ‘Pendidikan Karakter dan Pembangunan Sumber Daya Manusia Keberlanjutan’,
Trihayu: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an, Vol. 4 No. 1, September 2017, 222
9
Sri Suwartini, ‘Pendidikan Karakter dan Pembangunan Sumber Daya Manusia Keberlanjutan’,
231
10
Sri Suwartini, ‘Pendidikan Karakter dan Pembangunan Sumber Daya Manusia Keberlanjutan’,
227
Faktor-faktor Peningkat SDM
a) Internal, faktor ini terkait dengan kemampuan, pengetahuan dan potensi diri:
1) Pendidikan yang berkualitas
2) Keterampilan dan Keahlian
3) Kepercayaan diri yang baik
4) Mampu bekerjasama dan individual
5) Bermental kuat dan teguh pendirian
6) Keseteraan Gender
b) Eksternal, faktor ini terkait dengan tiga hal, yaitu pangan, sandang, dan papan:
1) Kebutuhan gizi yang sempurna
2) Kesehatan yang baik
3) Lingkungan yang mendukung
4) Pakaian yang bersih dan rapi
a). Pendidikan, meliputi antara lain; banyaknya masyarakat yang buta huruf, tidak atau
belum mencukupi masa sekolah yang dicanangkan pemerintah, anak jalanan yang
terlantar, dll.
b). Kesehatan, meliputi antara lain; angka kematian ibu dan anak yang tinggi,
kekurangan gizi, kematian mendadak yang tinggi, angka usia harapan hidup yang kecil,
tempat tinggal yang tidak sehat, kekurangan pasokan air bersih, dll.
c). Ekonomi, meliputi antara lain; kesenjangan sosial yang tinggi, pendapatan perkapita
yang rendah, harga bahan pokok yang semakin mahal, dll.11
11
Soekidjo Notoatmodjo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT. RINEKA CIPTA, 2009), 1-6