Anda di halaman 1dari 1

Jalaluddin al-Rumi dan Ibnu 'Arabi : Mengembalikan Pandangan Cinta kepada Mata-mata

Pembenci

Muhammad Aulia Gazali

Bagian terindah dalam hidup adalah ketika kita dapat merasakan cinta, baik mencintai maupun
dicintai. Cinta merupakan anugrah terbesar yang diberikan Tuhan kepada seluruh makhluk-Nya
yang berasal dari sifat-Nya sendiri, betapa agungnya karakteristik cinta ini sehingga
pemberiannya sendiri merupakan pemberian langsung dari Tuhan tanpa adanya penyalur,
sehingga seolah-olah orang yang memilikinya telah berinteraksi dengan Tuhan.

Sejatinya seorang pencinta akan mengorbankan segalanya hanya agar dapat menyenangkan
yang dicinta, tidak terkecuali jika dia harus mengorbankan dirinya sendiri untuk yang
dicintainya. Besarnya pengaruh cinta ini bagi kehidupan seseorang kadang membawa pada
"kegilaan" sehingga orang yang mencinta akan sirna dihadapan yang dicinta sebagaimana yang
terjadi kepada diri Qoys ketika ia berhadapan dengan Layla yang selalu mengisi pandangannya
setiap waktu, saat berhadapan itu maka keindahan Layla membutakan matanya dan
mengacaukan akalnya, sehingga dia tidak bisa menjaga kewarasan dan kesadarannya
dihadapan Layla.

Muhyiddin Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad al-Arabi atau lebih
dikenal sebagai Ibnu Arabi adalah seorang pemikir muslim yang hidup dari sejak 1165M -
1240M, beliau lahir di Andalusia dan wafat di Damaskus,

perjalanan beliau dalam mencapai cinta Ilahi membawanya pada pemahaman bahwa cinta
adalah segala-galanya, ia tidak akan ada tanpa membawa kebahagiaan bersamanya, dan
kepergiannya pun tidak akan meninggalkan selain dari kesengsaraan. Cinta bagi Ibnu Arabi

Anda mungkin juga menyukai