Anda di halaman 1dari 10

NAMA : MUHAMMAD AULIA GAZALI

NIM : 170104020136

TUGAS FINAL FIQH

JAWABAN

1. Qurban dan Aqiqah adalah ibadah yang memiliki kesamaan walaupun secara tujuan
memiliki perbedaan. Perintah berkurban tentunya sangat disarankan bagi umat muslim
sebagai bentuk latihan keikhlasan dan pengorbanan serta mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Tentunya ini adalah bentuk pengamalan umat islam dari rukun iman dan rukun
islam, serta fungsi agama islam.
Ibadah Qurban memiliki aspek pendidikan yaitu melangsungkan keikhlasan dan
kemurnian ibadah hanya kepada Allah SWT. Orang yang beriman akan mengamalkan
ibadah qurban tentu harus memiliki keikhlasan dalam mengorbankan sebagian hartanya
untuk amaliah. Hal ini sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim dan juga
Ismail. Merekalah sosok Ayah dan Anak yang memiliki ketaqwaan yang sangat tinggi
kepada Allah SWT.
Begitupun dengan Aqiqah yang memiliki teknis ibadah sama seperti qurban, yaitu
menyembelih hewan qurban.
 Dasar hukum berqurban :
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah
shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah.” (QS Al Kautsar : 1-2)
 Dasar hukum aqiqah :
“Anak tergadai dengan aqiqahnya. Disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (dari
kelahirannya)”. (HR Tirmidzi)
 Tujuan berqurban :
Menjadikan bentuk bukti dan realisasi dari ketaqwaan kita terhadap Allah
Mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan ibadah qurban
Mengenang dan kilas balik sejarah Nabi Ibrahim dan Putranya, Nabi Ismail
Menjadikan diri ikhlas kepada Allah

Dapat memperkuat ukhuwah (persaudaraan) di antara masyarakat dan mengurangi


kelaparan di masyarakat terkait pembagian hewan penyembelihan tersebut.

 Tujuan aqiqah :
Sebagai bentuk kesyukuran akan nikmat dan karunia dari Allah SWT, yaitu berupa
seorang anak.
Sebagai tebusan bagi anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak
pada hari akhir
Akikah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syariat Islam
dan bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah SAW
pada hari kiamat.
Akikah dapat memperkuat ukhuwah (persaudaraan) di antara masyarakat dan mengurangi
kelaparan di masyarakat terkait pembagian hewan penyembelihan tersebut.
2. Tasmiyah adalah pemberian nama kepada anak yang baru dilahirkan, Sunnah dilakukan
pada hari ketujuh kelahirannya dan lebih afdhol dilakukan bersamaan dengan
pelaksanaan aqiqah. Sunnah memberikan nama-nama yang baik dan dianjurkan dalam
Islam seperti Abdullah, Abdurrahman, Muhammad, Ibrahim, Ismail, Abdul Qadir, Abdul
Shomad dan yang semisalnya lebih utama untuk anak. Dilarang memberikan nama pada
anak dengan sifat ketuhanan (seperti al-Malik, ar-rahman) atau nama-nama ahli neraka
(seperti Fir'aun, Walid, Qorun) ataupun juga nama-nama jenis syaithan (seperti Hubab,
Khunzab, Wahl) maupun nama-nama surah di Alquran terkecuali nama yang maklum
(Muhammad, Maryam, Luqman, Ibrahim, Hud, Nuh), penamaan dengan nama yang
menghambakan kepada selain Allah juga dilarang seperti abdunnas (hamba Manusia),
abdunnabi (hamba nabi), Abdul dirham (hamba uang).
Berikut tata cara pemberian nama bayi secara kronologis:
 Apabila dilengkapi dengan pembacaan kitab Maulid al-Barzanji1, maka sesudah
bacaan Maulid al-Barzanji:
[Walamma tamma min hamlihi… wa-akhadzahal-mukhaadhu nawaladathu ShallaLLaahu
‘alaihi wa sallama nuuran yatala’la-u sanaah].
 Lalu diadakan marhaba sesudah itu disambung bacaan Maulid al-Barzanji sampai
dengan wakaana akhir. Dan apabila dilakukan tanpa pembacaan kitab Maulid al-
Barzanji, maka langsung ke poin nomor 2
 Sebelum berdoa anak tersebut dihadirkan di tengah-tengah majelis di hadapan yang
akan memberi nama. Dan yang akan memberi nama memegang kepala anak itu lalu
membaca: Ta’awudz, surat al Ikhlash, surat al Falaq surat an Naas.
 Mengucapkan lafadz untuk memberi nama anak sebagai berikut:
[Sammaituka (sammainaka) bil-Islaamilladziy sammaaka bihiLLaahi…bin… al-
Faatihah].
Jika perempuan:
[Sammaituki (sammainaki) bil-Islaamilladziy sammaaki bihiLLaahi…binti… al-
Faatihah].
Semua yang hadir membaca al-Faatihah
 Kemudian yang memberi nama membaca/ mengucapkan:
[Al-Faatihatu bi-annaLLaaha yaj’alusmahu (ha) mubaarakan lahu (laha). Al-Faatihah].
Semua yang hadir membaca al Faatihah.
 Kemudian yang memberi nama mengucapkan:
[“Al-Faatihatu bi-annaLLaaha yuthawwilu ‘umrahu (ha) fiy thaa’atillaahi wa thaa’atir-
Rasuli wa fiy sihhatin wa salaamah. Al-Faatihah…”]
 Kemudian ditutup dengan bacaan doa (Berdo'a).
Pembacaan doa, berikut contoh do’a yang dibaca:
“BismiLLaahir-Rahmaanir-Rahiim. AlhamduliLLaahi Rabbil-‘aalamiin hamdan
yuwaafiy wayukaafiy maziidahu Yaa Rabbanaa lakal-hamdu kamaa yambaghi lijalaali
wajhikal-Kariim wa’azhiimi sulthaanika. ALLaahumma shalli wasallim ‘alaa sayyidinaa
wamaulaanaa Muhammadin wa’alaa Aalihi wa-ashhaabihi ajma’iin. Allaahummaj’alnaa
haadzal-Islaama mubaarakan lahu (laha) waj’al bithaa’atikasytighaalahu (ha) wabimaa
yurdhiika ‘amaalahu (ha) bithalabil ‘ilmikajtihaadahu (ha) wakhtim bish-shaalihati
ajaalahu (ha). Allaahumma thawwil ‘umrahu fiy thaa’atika wathaa’ati rasuulika wasahhih
jasadahu fiy sihhati wa’aafiyah. Wa tsabbit iimaanahu (ha) wasalaamatin wanawwir
qalbahu (ha) warzuqhu (ha) rizqan halaalan thayyiban mubaarakan waasi’an wa ilal-
khairi qaribhu (ha) wa’anis-sarri ab’adhu (ha) wabirahmatika Yaa arhamar-Raahimiin.
Rabbanaa taqabbal minnaa innaka Antas-samii’ul-‘aliim. Watub ‘alai
3. • MANDI SEMBILAN
Mandi Sembilan merupakan proses mandi selanjutnya setelah melakukan berbagai
pemandian mayat. Ada dua cara yang sering dipakai dalam mandi Sembilan ini yaitu :
Sebelum memulai mandi sembilan, berniat Memandikan mayat dengan lafazh :
"Sahajaku memandikan mayit ini fardhu karena Allah ta’ala"

 Cara pertama:

I.BERSELA-SELA

1. Memakai air sabun

2. Lalu air biasa

3. Air sabun

4. Air biasa

5. Air sabun

6.Air biasa

7. Air sabun

8. Air bercampur kembang

9. Air kapur barus

 Cara kedua

II. TIDAK BERSELA-SELA

1. Memakai air biasa

2. Air biasa
3. Air biasa

4. Air Sabun

5. Air sabun

6. Air sabun

7. Air biasa

8. Air biasa bercampur kembang

9. Air kapur barus

Ingat setiap kali menyiram/membasuh tubuh mayit dengan air, dari awal mulai mandi sampai
selesai agar diiringi dengan bacaan :

a. Ketika mayit dalam posisi telentang

‫غفرانك يا ﷲ يا ربنا واليك المصير‬

b. Ketika mayit disiram dalam posisi miring kesebelah kanan

‫غفرانك يا رحمن يا ربنا واليك المصير‬

c. Ketika mayat disiram dalam posisi miring kesebelah kiri

‫غفرانك يا رحيم يا ربنا واليك المصير ال اله اال ﷲ وحده ال شريك له له الملك وله الحمد يحيی ويميت وهو عل كل شيء قدير‬

Cara mandi sembilan:

Petugas membalik sisi tubuhnya hingga miring ke sebelah kiri, kemudian membasuh belahan
punggungnya yang sebelah kanan. Kemudian dengan cara yang sama petugas membasuh
anggota tubuh jenazah yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga miring ke sebelah kanan
dan membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan setiap kali membasuh bagian perut si
mayit keluar kotoran darinya, hendaklah dibersihkan.
Banyaknya memandikan: Apabila sudah bersih, maka yang wajib adalah memandikannya satu
kali dan mustahab (disukai/sunnah) tiga kali. Adapun jika belum bisa bersih, maka ditambah lagi
memandikannya sampai bersih atau sampai tujuh kali (atau lebih jika memang dibutuhkan). Dan
disukai untuk menambahkan kapur barus pada pemandian yang terakhir, karena bisa
mewangikan jenazah dan menyejukkannya. Oleh karena itulah ditambahkannya kapur barus ini
pada pemandian yang terakhir agar baunya tidak hilang.

Setelah proses mandi selesai segera keringkan mayit, ambil kain kering untuk menutup mayit
dan tariklah kain basah yang dipakai mandi tadi dengan cara ditarik dari bagian bawah kakinya
sampai tertarik semua, dan tutuplah mayat agar auratnya tidak terbuka. Setelah itu pindahkan
mayat ke tempat kain kapan yang sudah disiapkan sebelumnya untuk proses pengapanan.

• MENGAFANKAN MAYAT

A. Tata Cara Mengkafani Jenazah Laki-laki

Bentangkan 3 lembar kain kafan yang sudah dipotong sesuai ukuran sang mayit, kemudian
disusun, untuk kain yang paling lebar maka letakan paling bawah. Namun jika kain itu sama
lebarnya, maka geser kain yang ditengah ke kanan sedikit dan yang paling atas ke kiri sedikit,
atau bisa sebaliknya.

Berilah kain kafan wangi-wangian

Siapkan 3 – 5 utas tali, letakkan tepat di bawan kain yang paling bawah.

Persiapkan kafan yang sudah diberikan wangi-wangian untuk nantinya diletakkan di bagian
anggota badan tertentu, antara lain sebagai berikut :

 Bagian Manfad (lubang terus), antara lain:

- Kedua mata

- Hidung

- Mulut

- Kedua telinga
- Kemaluan

 Bagian anggota sujud, antara lain:

- Dahi

- Kedua telapak tangan

- Kedua lutut

- Jari-jari kedua kaki

 Bagian persendian dan anggota yang tersembunyi, antara lain:

- Belakangnya kedua lutut

- Ketiak

- Belakangnya kedua telinga

Setelah siap kain kafan, maka angkat dengan hati-hati jenazahnya kemudian baringkan diatas
kain sebagaimana sudah disebutkan diatas. Tutup bagian anggota badan tertentu, kemudian
selimutkan kain kafan selembar demi selembar dimulai dari kain yang teratas hingga yang paling
bawah, lalu ikatlah dengan tali-tali yang sudah disiapkan dibawahnya.

B. Tata Cara Mengkafani Jenazah Perempuan

Bentangkan 2 lembar kain kafan yang sudah dipotong sesuai ukuran sang mayit, kemudian
letakkan kain sarung tepat pada badan antara pusar dan kedua lututnya

Persiapkan baju kurung dan kerudung ditempatnya

Sediakan 3 – 5 utas tali dan letakkan dipaling bawah kain kafan

Sediakan kapas yang sudah diberikan wangi-wangian, yang nantinya diletakkan pada anggota
badan tertentu

Setelah siap kain kafan, lalu angkat dan baringkan jenazah diatas kain kafan.
Letakkan kapas yang sudah diberi wangi-wangian tadi ketempat anggota tubuh seperti halnya
pada jenazah laki-laki

Selimutkan kain sarung pada badan mayit, antara pusar dan kedua lutut, pasangkan baju kurung
berikut kain penutup kepala (kerudung). Untuk yang rambutnya panjang itu bisa dikepang
menjadi 2/3, dan diletakkan di atas baju kurung tadi tepatnya di bagian dada

Terakhir selimutkan kedua kain kafan selembar demi selembar mulai dari yg atas sampai paling
bawah, kemudian ikat dengan beberapa utas tali yg tadi telah disediakan.

4. - Pengertian i'tikaf
I'tikaf (Itikaf, iktikaf, iqtikaf, i'tiqaf, itiqaf), berasal dari bahasa Arab akafa yang berarti
menetap, mengurung diri atau terhalangi. Pengertiannya dalam konteks ibadah Islam
adalah berdiam diri di dalam masjid dalam rangka untuk mencari keridhaan Allah SWT
dan bermuhasabah (introspeksi) atas perbuatan-perbuatannya. Orang yang sedang
beriktikaf disebut juga mutakif.
- Waktu i'tikaf
I'tikaf wajib tergantung pada berapa lama waktu yang dinazarkan, sedangkan i'tikaf
sunnat tidak ada batasan waktu tertentu, kapan saja pada malam atau siang hari,
waktunya boleh lama atau singkat.
Ya'la bin Umayyah berkata: "Sesungguhnya aku berdiam satu jam di masjid tidak lain
hanya untuk beriktikaf."
- Cara Pelaksanaannya
 Orang yang beri'tikaf harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Muslim
b. Niat
c. Baligh/Berakal
d. Suci dari hadats (junub), haid dan nifas
e. Dilakukan di dalam masjid
Oleh karena itu, i'tikaf tidak sah bagi orang yang bukan muslim, anak-anak yang belum
dewasa, orang yang terganggu kewarasannya, orang yang dalam keadaan junub, wanita
dalam masa haid dan nifas.
 Adapun jika ingin i'tikaf maka harus memperhatikan rukun-rukun i'tikaf tersebut,
yakni :
a. Berniat saat hendak memasuki masjid
b. Berdiam di masjid (QS. Al Baqarah : 187)
Di sini ada dua pendapat ulama tentang masjid tempat i'tikaf. Sebagian ulama
membolehkan i'tikaf disetiap masjid yang digunakan untuk salat berjama'ah lima waktu.
Hal itu dalam rangka menghindari seringnya keluar masjid dan untuk menjaga
pelaksanaan salat jama'ah setiap waktu.
Ulama lain mensyaratkan agar i'tikaf itu dilaksanakan di masjid yang digunakan untuk
melaksanakan salat Jum'at, sehingga orang yang beri'tikaf tidak perlu meninggalkan
tempat i'tikafnya menuju masjid lain untuk salat Jumat.
Pendapat ini dikuatkan oleh para ulama Syafi'iyah bahwa yang utama yaitu i'tikaf di
masjid jami', karena Rasulullah beri'tikaf di masjid jami'. Lebih utama beri'tikaf di tiga
masjid, yaitu Masjid al-Haram, Masjid Nabawi dan Masjid Al-Aqsa.
Dalam pelaksanaan i'tikaf tersebut, mutakif mesti memperhatikan hal-hal apa sajakah
yang dapat membatalkan i'tikaf nya dan hal-hal apa sajakah yang diperbolehkan untuk
dilakukannya selama beri'tikaf perbuatannya tidak merusak ibadah i'tikafnya tersebut,
sebagaimana berikut ini:
 Hal-hal yang diperbolehkan bagi mutakif (orang yang beri'tikaf)
a. Keluar dari tempat i'tikaf untuk mengantar istri, sebagaimana yang dilakukan oleh
Rasulullah terhadap istrinya Sofiyah ra. (HR. Riwayat Bukhari dan Muslim)
b. Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari kotoran
dan bau badan.
c. Keluar untuk keperluan yang harus dipenuhi, seperti membuang air besar dan kecil,
makan, minum (jika tidak ada yang mengantarkannya), dan segala sesuatu yang tidak
mungkin dilakukan di masjid, tetapi ia harus segera kembali setelah menyelesaikan
keperluannya .
d. Makan, minum, dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan
kebersihan masjid.
e. Menemui tamu di masjid untuk hal-hal yang diperbolehkan dalam agama
 Hal-hal yang membatalkan i'tikaf
a. Meninggalkan masjid dengan sengaja tanpa keperluan yang dikecualikan walaupun
sebentar.
b. Murtad (keluar dari agama Islam).
c. Hilangnya akal, karena gila atau mabuk.
d. Haid atau nifas.
e. Bersetubuh dengan istri, akan tetapi memegang tanpa syahwat, tidak apa-apa
sebagaimana yang dilakukan Nabi terhadap istri-istrinya.
f. Pergi salat Jum'at (bagi mereka yang membolehkan i'tikaf di surau/langgar/mushala
yang tidak digunakan untuk salat Jum'at).

Anda mungkin juga menyukai