Anda di halaman 1dari 18

MATERI UJIAN KOMPREHENSIF

BIDANG JURUSAN IAT


Dosen Penguji: H.. Ibnu Arabi, M.Fil.I.
Nama : Zaini Hadi
NIM : 1501421817

A. Ulmul Qur’an
1. Ilmu al-Maki wa al Madani
Ilmu makki wal madani adalah macam-macam ilmu al-Qur’an yang pokok, berkisar
disekitar makki dan madani.
- Fungsinya: membantu dalam menafsirkan, meresapi gaya bahasa , dan
mengetahui sejarah hidup Nabi saw.
- Cara mengetahui makki dan madani dari riwayat para sahabat dan tabiin.
- Cara membedakannya dapat dilihat dari:
a. Segi turunnya
b. Tempat turunnya
c. Segi sasarannya
- Ciri khas makki yaitu:
a. Berisi ajakan kepada tauhid
b. Peletakkan dasar-dasar hukum
c. Menyebutkan kisah-kisah nabi terdahulu
d. Suku katanya pendek-pendek
- Ciri khas madani
a. Berisi kewajiban/had
b. Menyebutkan tentang orang-orang munafik
c. Dialog dengan ahli kitab
d. Seruan kepada ahli kitab
e. Menjelaskan ibadah dan muamalah
f. Menyingkap perilaku orang munafik
Dalam cakupan ruang Makkiyah ialah surah-surah atau ayat-ayat al-Qur’an yang
diturunkan kepada Nabi ketika sedang berada di Makkah atau sekitarnya, baik
sebelum beilau berhijrah ke Madnah atau sesudahnya. Dalam periode waktu Makkah
ialah surah-surah dan ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan sebelum Nabi berhijrah
ke Madinah meski ayat-ayat itu di turunkan diluar kota Makkah. Bagi mereka yang
mengacu kepada subjek makkiyah yaitu ayat-ayat yang diturunkan kepada penduduk
Makkah. Dan bagi yang mengacu kepada konten Makkkiyah yaitu surah-surah atau
ayat-ayat yang menampilkan cerita-cerita mengenai para nabi dan umat-umat
terdahulu.

2. Ilmu Asbab al-Nuzul


- Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang karenanya al-Qur’an diturunkan untuk
menerangkan status hukumnya pada masa hal itu terjadi baik berupa peristiwa
maupun pertanyaan.
Asbabun nuzul perlu diketahui untuk membatasi suatu hukum yang diturunkan
dengan sebab yang terjadi bila hukum dalam bentuk umum.
- Shigat asbabun nuzul terbagi menjadi 2 Bagian:
a. Sharih: . Kadang kala mereka secara jelas menyebutkan sebab ayat tersebut
dengan mengatakan “sebab nuzul ayat adalah ini” dan kadang kala tidak
menyebutkannya secara jelas tetapi menyebutkan Kata “FA” ‫ ف‬yang masuk
kedalam Maddah nuzulul ayat sesudah kejadian tertentu,

Contoh: َّ ‫) َيا أَ ُّي َها الَّذِينَ آ َم ُنوا إِ َذا قُ ْم ُت ْم إِ َلى ال‬


( ‫صاَل ِة‬ sebab turunnya ayat diatas
Al bukhari meriwayatkan dari jalur amr ibul- harits dari abdurrahman ibnul
qasim dari ayahnya dari kakeknya dari aisyah ra. dia berkata " ketika kami dalam
perjalanan menuju madinah, kalungku terjatuh digurun. kemudian rosulullah
Saw. menghentikan untanya, lalu beliau turun. setelah itu beliau merebahkan
kepala beliau dipangkuanku hingga tertidur. lalu abu bakar ra. datang dan
memukulku dengan keras kemudian berkata .' gara-gara kalungmu orang-orang
tidak bisa langsung kemadinah.!' lalu Rosulullah terbangun dan waktu pagi pun
tiba. disaat beliau akan berwudhu, beliau tidak mendapati air. maka turunlah
firman allah swt. (disini Rawi mengatakan “Maka Allah swt menurunkan Ayat
tayamum” )
b. Gairu sharih/ Muhtamilah: (masih kemungkinan atau belum pasti). kadang
kala suatu shighat tidak menyebutkan dengan jelas lafaz sebab maupun tidak
memasukkan Kata “FA”

Contoh shighat ghairu sharihah:

‫احسب هذه اآلية نزلت فىكذا‬... (saya kira ayat ini diturunkan berkenaan
dengan ……)

‫ما احسب نزلت هذه اآلية اال فىكذا‬...(saya kira ayat ini tidak diturunkan
kecuali berkenaan dengan …)
- Cara mengetahui asbabun nuzul dengan cara mengambil riwayat yang
shahih, melakukan tarjih, dan bisa juga dengan kompromi (jama).

3. Ilmu Qira’at
- Qiraat jamak dari qiraah yang berarti bacaan. Menurut istilah qiraat adalah salah
satu mazhab atau aliran dalam pengucapan al-Qur’an yang dipilih oleh salah satu
imam qura.
- Tujuh imam qiraat yang terkenal adalah: Abdullah bin Katsir ad-Dari, Nafi’ bin
Abdurrahman bin Na’im, Abdullah bin Yashibi, Abu Amar, Ya’qub, Hamzah
dan Ashim.
- Dari segi kualitas, qiraah dibagi menjadi lima bagian yaitu:
a. Qiraah mutawatir
b. Qiraah masyhur
c. Qiraah ahad
d. Qiraah syadz
e. Qiraah maudhu

Sebab-sebab perbedaan qiraat:

a. Perbedaan qiraat Nabi


b. Pengakuan dari Nabi terhadap berbagai qiraah
c. Adanya riwayat dari para sahabat
d. Adanya lahjah/dialek kebahasaan dikalangan bangsa Arab

4. Ilmu I’jaz al-Qur’an


Mukjizat yaitu suatu kejadian yang luar biasa, keluar dari kebiasaan, disertai dengan
unsur tantangan dan tidak akan dapat ditandingi.
Al-Qur’an digunakan Nabi untuk menentang orang-orang yang tidak percaya kepada
al-Qur’an. Rasul menantang orang Arab menandingi al-Qur’an dengan:
a. Mendatangkan yang semisal al-Qur’an
b. Mendatangkan 10 surat yang menyamai 10 surah didalam al-Qur’an
c. Mendatangkan satu surah saja yang menyamai surah-surah dalam al-Qur’an.

Segi-segi kemujizatan al-Qur’an dapat dilihat dari:

a. Gaya bahasa
b. Susunan kalimat atau uslub
c. Kemujizatan ilmiah/ isyarat ilmiah
d. Hukum ilahi yang sempurna
e. Ketelitian redaksinya

5. Ilmu Aqsam al-Qur’an


Sumpah dalam al-Qur’an ialah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
dalam bentuk kalimat sumpah. Unsur dalam sumpah ada 3:
a. Muqsim (pelaku sumpah)
b. Muqsam bih (sesuatu yang dipakai untuk bersumpah)
c. Adat aqsam ( alat untuk bersumpah)
d. Muqsam alaih (berita yang dijadkan sumpah/jawab sumpah)
Muqsam bih terbagi dua:
1). Allah bersumpah dengan dzatnya sendiri
2). Allah bersumpah dengan makhluk-makhluk atau apa saja yang ia kehendaki.

Macam-macam qasam: a. Zhahir b. Mudmar (tidak dijelaskan fiil qasam).

6. Ilmu Qashas al-Qur’an


Qashah al-Qur’an ialah informasi al-Qu’an tentang umat-umat terdahulu, para Nabi,
dan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Macam-macam kisah: kisah para nabi, kisah yang berhubungan dengan kisah dimasa
lalu dan orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya, serta kisah-kisah yang
terjadi pada masa Rasullullah.
Tujuan kisah:
a. Untuk menetapkan Nabi benar-benar menerima wahyu
b. Pelajaran bagi umat manusia
c. Membuat jiwa rasul tentram dan tegar
d. Mengkritik para ahli kitab

7. Ilmu Jadal al-Qur’an


Jadal yaitu berdebat untuk saling menjatuhkan dan mengalahkan pendapat lawan
demi menundukkannya. Dalam berdebat al-Qur’an selalu mengemukakan bukti yang
kuat. Macam-macam jadal:
a. Memperkenalkan (ta’rif/mengenalkan diri-Nya)
b. Al-tajzi’at (memberikan argumen)
c. Umum dan khusus= disebutkan secara umum kemudian khusus
d. Menyebutkan sebab akibat
e. Mempertentangkan
f. Mengemukakan perumpamaan

8. Ilmu I’rab al-Qur’an


Ilmu I’rabil Qur’an adala ilmu yang mnerangkan baris-baris al-Qur’an dan
kedudukan lafal dalam susunan kalimat.

9. Ilmu Gharib al-Qur’an


Gharibil qur’an adalah ayat-ayat al-Qur’an yang sukar pemahamannya sehingga
hampir-hampir tidak dimengerti. Sepeti: wafakihatan wa aabba
Cara untuk memahami ayat-ayat gharib dengan:
a. Menafsirkan dengan al-Qur’an
b. Cari dalam sunnah
c. Cari dalam atsar
d. Pendapat tabiin
e. Melalui syi’ir

Faedah dalam mengetahui gharibil qur’an :

a. Mengundang tumbuhnya penalaran ilmiah


b. Mengambil perhatian umat
c. Memperoleh keyakinan terhadap eksistensi al-Qur’an

10. Ilmu Amtsal al-Qur’an


Amstal didalam al-Qur’an ialah mengungkapkan suatu makna dalam bentuk kalimat
indah singkat, padat dan akurat serta terasa meresap kedalam jiwa, baik dalam
ungkapan tasybih atau ungkapan bebas. Amstal terbagi 3 yaitu:
a. Amtsal musharrahah yaitu menunjukkan tasybih
b. Amtsal kaminah yaitu yang tidak disebutkan dengan jelas lafaz tamsil
c. Amtsal mursalah yaitu kalimat bebas tidak menggunakan tasybih secara jelas.

Faedah amtsal yaitu:

a. Menunjukkan suatu yang ma’qul dalam bentuk konkrit


b. Mengumpulkan makna yang indah, menarik dalam ungkapan yang singkat.
c. Mendorong berbuat sesuai amtsal
d. Menjauhkan diri dari amtsal yang dibenci
e. Memuji orang yang diberi amtsal
f. Amtsal lebih berpengaruh pada jiwa.

11. Pengulangan dalam Al-Qur’an

B. TAFSIR
1. TAFSIR,TERJEMAH DAN TA’WIL :
a. Tafsir secara bahasa artinya, menjelaskan, menerangkan. Menurut istilah adalah
usaha yang bertujuan untuk menjelaskan Al-qur’an atau ayat-ayatnya atau lafadz-
lafadznya, agar yang tidak jelas menjadi jelas, yang samar-samar menjadi terang,
yang sulit dipahami menjadi mudah dipahami, sehingga Al-qur’an sebagai
pedoman hidup manusia benar-benar dapat dipahami, dihayati dan diamalkan,
demi tercapanya kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.
b. Ta’wil secara bahasa memalingkan, mensiasati atau mengembalikan makna pada
proporsi yang sesungguhnya. Menurut istilah yakni memalingkan lafadz-lafadz
yang ada didalam Al-qur’an dari maknanya yang zahir kepada makna lain
(makna batin), sehingga dengan cara demikian pengertian yang diperoleh lebih
cocok dan sesuai dengan jiwa Ajaran Al-qur’andan sunnah Rasulullah saw.
c. Terjemah: yaitu mengalih/memindahkan pembicaraan (menterjemahkan kalam)
dari satu bahasa kebahasa lain. Terjemah terbagi menjadi 2:
-Terjemah Harfiah: yaitu terjemah yang dalam pengungkapan makna terlalu
terikat dengan sesunan kata perkata yang ada pada bahasa pertama, makna-
makna yang terungkap hanya berupa makna kosa kata.
-Terjemah Tafsiriah/terjemah maknawiah: yaitu terjemah yang dalam
mengungkapkan makna tidak terikat dengan susunan kata perkata yang ada
dalam bahasa pertama, tetapi yang penting ialah bagai mana mengungkapkan
makna-makna yang dikehendaki dengan sebaik=baiknya.
Persamaan dan perbedaan tafsir dan ta’wil.
Persamaan: sama-sama bertujuan untuk mejelaskan dan menerangkan makna ayat Al
qur’an
Perbedaannya: ta’wil berkenaan dengan ayat yang khusus (contoh ayat mutasyabihah)
sedangkan tafsir berkenaan yang umum, tafsir menerangkan makna lafadz (ayat) melalui
pendekatan riwayat sedangkan ta’wil menggunakan pendekatan dirayah (kemampuan
ilmu).
2. SEJARAH TAFSIR
a. Pada masa nabi
Sejarah tafsir pertama kali ada mulai sejak ayat-ayat al-Qur’an di turunkan. Dalam
praktiknya, ketika Rasulullah menerima wahyu berupa ayat al-Qur’an, kemudian Rasulullah
menyampaikan wahyu tersebut kepada sahabat dan menjelaskannya berdasarkan apa yang
beliau terima dari Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Sebagai mana riwayat dari Siti ‘Aisyah
Raḍiyallahu ‘Anha yang mengatakan bahwa Rasulullah tidak menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
kecuali beberapa ayat yang telah diajarkan oleh Jibril Alayhi al-Salam. Dalam penyampaiannya,
tidak semua ayat dalam Al Qur’an dijelaskan oleh Nabi Ṣallallah Alayhi wa Sallam. Beliau
hanya menjelaskan ayat-ayat yang makna dan maksudnya tidak diketahui oleh para sahabat.
Adapun metode rasul dalam menafsirkan, beliau tidak berlebih-lebihan dalam menafsirkan.
Tafsir beliau hanya menjelaskan yang masih global, menjelaskan ayat-ayat yang masih sulit
untuk dipahami, mengkhususkan yang umum, mengikat yang mutlak dan menjelaskan makna
lafadz yang lain.
b. Sahabat
Tafsir pada masa ini mulai muncul setelah Rasulullah Salla Allah ‘Alayhi wa Sallam wafat.
Sebelumnya pada waktu Nabi Ṣallallah Alayhi wa Sallam masih hidup, tak ada seorangpun dari
sahabat yang berani menafsirkan Al Qur’an, hal ini karena Nabi masih berada di tengah-tengah
mereka, sehingga ketika ditemukan suatu permasalahan, para sahabat cukup menayakannya
kepada Nabi dan permasalahan tersebut akan selesai. Abdullah ibn Abbas yang wafat pada
tahun 68 H, adalah tokoh yang biasa dikenal senagai orang pertama dari sahabat nabi yang
menafsirkan al-Qur’an setelah nabi Muhammad Ṣallallah Alayhi wa Sallam. Ia dikenal dengan
julukan “Bahrul Ulūm” (Lautan Ilmu), Habrul Ummah (Ulama’ Umat), dan Turjamanul Qur’an
(Penerjemah Al-Qur’an) sebagaimana telah diriwayatkan di atas, bahwa nabi pernah berdo’a
kepada Allah agar Ibnu Abbas diberi ilmu pengetahuan tentang ta’wil al-Qur’an (lafadz-lafadz
yang bersifat ta’wil dalam al-Qur’an). adapun Bentuk dan karakteristik tafsir Sahabat Sahabat
dalam menafsirkan al-Qur’an cenderung pada penekanan arti lafadz yang sesuai serta
menambahkan qawl (perkataan atau pendapat) supaya ayat al-Qur’an mudah dipahami.

Metode Sahabat dalam menafsirkan ayat al-Qur’an


Dalam menafsirkan ayat al-Qur’an, para shahabat juga memiliki metode dan materi tafsir
tersendiri. Adapun metode dan materi tafsir menurut mereka adalah :
1. Menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an. Inilah yang paling baik.
2. Menafsirkan Al-qur’an dengan hadis nabi.
3. penafsiran dengan menggunakan ijtihad (pemikiran sahabat)
c. Thabiin
Tafsir masa ini tidak jauh berbeda dengan tafsir pada masa sahabat, sebagaimana sahabat
para tabiin juga berhati-hati dalam menafsirkan Al-qur’an, mereka juga mengikuti para sahabat
dalam mengambil landasan rujukan dalam menafsirkan Alqur’an.
Metode penafsiran yang digunakan pada masa ini tidak jauh berbeda dengan masa sahabat,
karena para tabi’in mengambil tafsir dari mereka. Adapun landasan atau pedoman penafsitan
pada masa tabi’in ini yaitu alqur’an, penjelasan nabi, penjelasan sahabat, ahlul kitab dan terakhir
ijtihad.
Dalam periode ini muncul beberapa madrasah untuk kajian ilmu tafsir diantaranya:
1)- Madrasah Makkah atau Madrasah Ibnu Abbas yang melahirkan mufassir terkenal seperti
Mujahid bin Jubair, Said bin Jubair, Ikrimah Maula ibnu Abbas, Towus Al-Yamany dan ‘Atho’
bin Abi Robah.
2)- Madrasah Madinah atau Madrasah Ubay bin Ka’ab, yang menghasilkan pakar tafsir seperti
Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’ab Al-Qurodli.
Dan
3)- Madrasah Iraq atau Madrasah Ibnu Mas’ud, diantara murid-muridnya yang terkenal adalah
Al-Qomah bin Qois, Hasan Al-Basry dan Qotadah bin Di’amah As-Sadusy.
Tafsir yang disepakati oleh para tabiin bisa menjadi hujjah, sebaliknya bila terjadi perbedaan
diantara mereka maka satu pendapat tidak bisa dijadikan dalil atas pendapat yang lainnya.

d. Era tadwin
Pembukuan tafsir dilakukan dalam lima periode yaitu;
1. Periode Pertama
Pada zaman Bani Muawiyyah dan permulaan zaman Abbasiyah yang masih memasukkan ke
dalam sub bagian dari hadits yang telah dibukukan sebelumnya. Pembukuan tafsir dilakukan
secara bersama-sama dengan pembukuan hadist. Hadist dibukukan dengan beberapa bab dan
tafsir merupakan salah satu dari bab-bab tersebut. Bahkan dikatakan bahwa hampir seluruh
himpunan hadist yang banyak sekali jumlahnya dan tersusun menurut materinya pasti memuat
bab tafsir al-Qur’an, yakni sekumpulan kabar yang keluar dari Rasulullah sallallahualaihi
wasallam dalam menafsirkan al-Quran.Ketika itu belum ada tulisan khusus yang berisi tafsir al-
Qur'an baik surat demi surat ataupun ayat demi ayat
2. Periode Kedua
Pemisahan tafsir dari hadits dan dibukukan secara terpisah menjadi satu buku tersendiri. Dengan
meletakkan setiap penafsiran ayat dibawah ayat tersebut, setiap ayat al-Qur'an diberi tafsiran
dan dibukukan menurut urutannya dalam mushaf (tartib mushafi). Pembukuan seperti ini selesai
dilakukan oleh sejumlah ulama, antara lain Ibnu Majah (w: 273 H), Ibnu Jarir at-Thobary (w:
310 H) dan Ibnu Hatim (w: 327 H). Semua tafsir ini mereka tulis berdasarkan periwayatan
(isnad) kepada Rasulullah, sahabat, tabi'in dan tabi'it tabi'in; dan sebagian besar yang dimuat
dalam tafsir-tafsir tersebut adalah tafsir bil-ma'tsur.
3. Periode Ketiga
Membukukan tafsir dengan meringkas sanadnya dan menukil pendapat para ulama’ tanpa
menyebutkan orangnya. Hal ini menyulitkan dalam membedakan antara sanad yang shahih dan
yang dhaif yang menyebabkan para mufassir berikutnya mengambil tafsir ini tanpa melihat
kebenaran atau kesalahan dari tafsir tersebut.
Pada tahap ini tafsir belum keluar dari garis tafsir bil-ma'tsur. priode sebelumnya dilengkapi
dengan penulisan sanad secara lengkap, pada tahap ini para ulama menghilangkan sanad
tersebut. Mereka meriwayatkan tafsir dari para mufassir sebelumnya tanpa menyebutkan nama
mufassir yang dimaksud.
Keinginan agar hadist lebih fokus pada matan serta mudah untuk dipahami masyarakat yaitu
dengan menghilangkan sanadnya sehingga terlihat ringkas, namun ternyata penghilangan sanad
inilah penyebab yang paling berbahaya diantara sebab-sebab pemalsuan. Karena dengan
dihilangkannya sanad ini akan menjadikan orang yang melihat sebuah kitab, cenderung
menganggap shohih semua yang ada di dalamnya.
4. Periode Keempat
Pembukuan tafsir banyak diwarnai dengan buku – buku tarjamahan dari luar Islam. Sehingga
metode penafsiran bil aqly (dengan akal) lebih dominan dibandingkan dengan metode bin naqly
( dengan periwayatan). Pada periode ini juga terjadi spesialisasi tafsir menurut bidang keilmuan
para mufassir. Pakar fiqih menafsirkan ayat Al-Qur’an dari segi hukum seperti Alqurtuby. Pakar
sejarah melihatnya dari sudut sejarah seperti ats-Tsa’laby dan Al-Khozin dan seterusnya.Pada
tahap ini tafsir melangkah lebih luas lagi, kalau dulu tafsir hanya membatasi diripada
periwayatan tafsir dari para ulama salaf, maka tafsir pada tahap ini menggabungkan tafsir bir-
ra'yi (tafsir 'aqli, rasional) dengan tafsir naqli.

3. TAFSIR BIL MA’TSUR DAN BIL RA’YI


a. BIL MA’TSUR
tafsir bil ma’tsur adalah penafsirannya terfokus pada riwayat-riwayat yaitu dengan
menggunakan penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, penafsiran Al-Qur’an dengan sunnah,
penafsiran Al-Qur’an dengan perkataan para sahabat dan lain sebagainya.
1). Sejarah serta perkembangan tafsir bil ma’tsur
Tafsir bil ma’tsur telah ada sejak zaman sahabat. Pada zaman ini tafsir bil ma’tsur
dilakukan dengan cara menukil penafsiran dari Rasulullah SAW, atau dari sahabat oleh
sahabat,serta dari sahabat oleh tabi’in dengan tata cara yang jelas periwayatannya, cara seperti
ini biasanya dilakukan secara lisan. Setelah itu ada periode dimana penukilannya menggunakan
penukilan pada zaman sahabat yang telah dibukukan dan dikodifikasikan, pada awalnya
kodifikasi ini dimasukkan dalam kitab- kitab hadits, namun setelah tafsir menjadi disiplin ilmu
tersendiri, maka ditulis dan terbitlah buku – buku yang memuat khusus tafsir bil ma’tsur
lengkap dengan jalur sanad kepada nabi muhammad Saw, para sahabat, tabi’in al tabi’in.

Semua kitab tafsir ini biasanya memuat hanya tentang tafsir bil ma’tsur kecuali kitab
yang dikarang ibn Jarir yang menyertakan pendapat dan menganalisannya serta mengambil
istinbath yang mungkin ditarik dari ayat al-qur’an. Pada perkembangan selanjutnya, ada banyak
tokoh yang mengkodifikasikan tafsir bil ma’tsur tanpa mengemukakan periwayatan sanadnya
dan hanya mengemukakan pendapat – pendapatnya sendiri serta tidak membedakan periwayatn
yang shahih atau tidak. Karena adanya kecurigaan pemalsuan, muncullah studi – studi kritis
yang berhasil menemukan dan menyingkap sebagian riwayat palsu sehingga para mufasir dapat
berhati –hati.
2). Diantara kitab tafsir yang memuat tentang tafsir bil ma’tsur yakni :
-Tafsir Jami’ul Bayan ( Ibnu Jarir Ath Thabary)
-Tafsir Al– Qur- anul ‘Adhim ( Al Hafidh ibnu Katsir)
-Tafsir Asbabun Nuzul (Alwahidy)
-Tafsir Ad Durrul Mantsur fit Tafsir bil Ma’tsur (As Suyuthy)

. # Kelemahan Dan Keutamaan Dari Tafsir Bil Ma’tsur


1. Keistimewaan tafsir bi al-ma’tsur
a. Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami al-Quran
d. Tafsir bil ma’tsur adalah tafsir yang paling baik mengingat al-Qur’an ditafsirkan oleh al-
Qur’an, hadits, serta sahabat dll
2. kelemahan Tafsir bi al-Ma’tsur antara lain sebagai berikut:
a. Terjadi pemalsuan (wadh) dalam tafsir.
b. Penghilangan sanad

b. TAFSIR BIL RA’YI


Tafsir bil ra’yi ialah pejelasan-penjelasan yang bersendi kepada ijtihad dan akal,
berpegang kepada kaidah-kaidah bahasa dan adat istiadat orang arab dalam mempergunakan
bahasanya
Tafsir bir – Ra’yi masih bisa diterima selama penafsir menjauhi lima hal berikut:
 Menjauhi sikap terlalu berani menduga – duga kehendak Allah didalam KalamNya,
tanpa memiliki syarat penafsir
 Memaksa diri memahami sesuatu yang hanya wewenang Allah untuk mengetahuinya.
 Menghindari dorongan dan kepentingan hawa nafsu
 Menghindari tafsir yang ditulis untuk kepentingan madzhab
 Menghindari penafsiran pasti (qath’i)

# Kitab tafsir yang bil ra'yi (diperbolehkan)


Tafsir Fathul Qadir (Al Imam as Ayaukany)
Tafsir Fathul Bayan (Siddiq hassan Khan)
Tafsir Ruhul Ma’ani (Syihabudin al Alusy)
Tafsir Al Jalalain (Jalaludin Muhammad AlMahally dan Jalaludin Muhammad A Sayuthy)

4.SYARAT-SYARAT MUFASIR DAN ILMU-ILMU YANG DIBUTUHKAN


# syarat mufasir menurut Dr. Muhammad ‘Ali al-Hasan dalam kitab beliau al-Manar fi
‘Ulumil Qur’an Ma’a Madkhal fi Ushulit Tafsir wa Mashadirih
1. Shahihnya aqidah si mufassir
2. Menguasai ilmu bahasa Arab
3. Menguasai ilmu ushul fiqih
4. Menguasai ilmu ushuluddin
5. Menguasai ulumul Qur’an
6. Mengetahui hadits-hadits Nabi yang berisi tafsir terhadap ayat-ayat al-Qur’an
7. Mengetahui tafsir shahabat

B. Ilmu- Ilmu yang Diperlukan oleh Seorang Mufassir


1. Nahwu karena suatu makna bisa saja berubah-ubah dan berlainan sesuai dengan perbedaan
i’rab.
2. Tashrîf (sharaf) karena dengannya dapat diketahui binâ’ (struktur) dan shîghah (tense)
suatu kata.
3. Isytiqâq (derivasi) karena suatu nama apabila isytiqâqnya berasal dari dua subjek yang
berbeda, maka artinya pun juga pasti berbeda. Misalnya (‫)المسيح‬, apakah berasal dari (‫)السياحة‬
atau (‫)المسح‬.
4. Al-Ma‘âni karena dengannya dapat diketahui kekhususan tarkîb (komposisi) suatu kalimat
dari segi manfaat suatu makna.
5. Al-Bayân karena dengannya dapat diketahui kekhususan tarkîb (komposisi) suatu kalimat
dari segi perbedaannya sesuai dengan jelas tidaknya suatu makna.
6. Al-Badî‘ karena dengannya dapat diketahui kekhususan tarkîb (komposisi) suatu kalimat
dari segi keindahan suatu kalimat.
7. Ilmu qirâ’ah karena dengannya dapat diketahui cara mengucapkan Al-Quran dan kuat
tidaknya model bacaan yang disampaikan antara satu qâri’ dengan qâri’ lainnya.
8. Ushûluddîn (prinsip-prinsip dien) yang terdapat di dalam Al-Quran berupa ayat yang
secara tekstual menunjukkan sesuatu yang tidak boleh ada pada Allah ta‘ala. Seorang ahli
ushul bertugas untuk menakwilkan hal itu dan mengemukakan dalil terhadap sesuatu yang
boleh, wajib, dan tidak boleh.
9. Ushul fikih karena dengannya dapat diketahui wajh al-istidlâl (segi penunjukan dalil)
terhadap hukum dan istinbâth.
10. Asbâbun Nuzûl (sebab-sebab turunnya ayat) karena dengannya dapat diketahui maksud
ayat sesuai dengan peristiwa diturunkannya.
11. An-Nâsikh wa al-Mansûkh agar diketahui mana ayat yang muhkam (ditetapkan
hukumnya) dari ayat selainnya.
12. Fikih.
13. Hadits-hadits penjelas untuk menafsirkan yang mujmal (global) dan mubham (tidak
diketahui)

5. MANHAJ MUFASIRIN: DIFINISI, LANGKAH-LANGKAH, KEUNGGULN DAN


KELEMAHANNYA
a. Ijmâly
Tafsir Ijmaliy adalah merupakan penafsiran Al-qur’an dengan cara singkat dan global,
tanpa uraian panjang lebar. Dengan metode ini, mufassir menjelaskan arti dan maksud
ayat dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan sebatas artinya tanpa meyinggung
hal-hal selain arti yang dikehendaki. Sehingga mudah bagi pembaca mengetahui
kandungan al qur’an yaitu, nur dan petunjuk, dengan tidak berbelit-belit dan tidak jauh
dari sasaran dan maksud al qur’an. Diantara kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode
ijmali adalah; Al-Tafsir al-Muyasasar karya Syaikh ‘Abd al-Jalil isa.
 kelebihannya.
1. praktis mudah dipahami dan sangat ringkas serta bersifat umum
2. terbebas dari penafsiran isra iliyat
 kelemahanya
1. menjadikan petunjuk al quran bersifat persial
2, tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai

b. Tahlily
Penafsiran tahlily adalah metode penafsiran Al qur’an yang dilakukan dengan cara
menjelaskan ayat-ayat al qur’an dalam berbagai aspek serta menjelaskan maksud yang
terkandung didalamnya sehingga kegiatan mufassir hanya menjelaskan ayat demi ayat,
surat demi surat, makna lafaz tertentu, susunan kalimat, persesuaian kalimat satu dengan
kalimat yang lain, asbabun nuzul, nasikh mansukh, yang berkenaan dengan ayat yang
ditafsirkan.
#Kelebihan metode ini adalah dapat mengetahui dengan mudah tafsir suatu surat atau
ayat. Karena susunan tertib ayat atau surat mengikuti susunan bagaimana terdapat dalam
mushaf, Mudah mengetahui Relevansi atau munasabah antara suatu surat atau ayat
dengan surat atau ayat lainya. Adapun kelemahanya adalah metode ini tidak mampu
memberikan jawaban tuntas terhadap persoalan-persoalan yang yang dihadapi.
Diantara kitab-kitab tafsir yang menggunakan corak ini adalah:
1.Tafsir al qur’an al’Azim, karya Ibnu Katsir
2. Ma’alim al-Tanzil, Karya Al-Baghawi
c. Muqarran
Metode tafsir muqarran (perbandingan atau komparatif) adalah metode yang ditempuh
oleh seorang mufassir dengan cara mengambil sejumlah ayat Al-qur’an, kemudian
mengemukakan penafsiran para ulama tafsir terhadap ayat-ayat itu.
Adapun kelebihan dan kelemahan metode muqarran adalah:
1)Kelebihannya
a) Metode tafsir ini dinilai sebagai metode yang objektif dan kritis.
b) Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat-pendapat orang lain
yang kadang-kadang jauh berbeda dari pendapat kita dan tidak mustahil ada kontroversi.
2) Kelemahannya
a) Metode ini kurang dapat dijadikan untuk menjawab permasalahan sosial yang tumbuh
di tengah masyarakat. Karena metode ini lebih menekankan perbandingan daripada
pemecahan masalah.
b) Tidak dapat digunakan untuk menafsirkan seluruh ayat Al-qur’an seperti halnya tafsir
tahliliy dan ijmaliy.

d. Maudhu’i
Tafsir Maudhu’i adalah Merupakan penafsiran yang ditempuh oleh seorang mufassir
dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al qur’an yang berbicara tentang suatu
masalah/tema (maudhu’) serta mengarah kepada satu pengertian dan satu tujuan,
sekalipun ayat-ayat itu (cara) turunnya berbeda, tersebar di berbagai surat dalam Al
qur’an dan berbeda pula waktu dan tempat turunya. Adapun kitab yang menggunakan
metode Maudhu’i ini adalah; Ayat Al qasam fy Al qur’an karya Dr. Ahmad Kamal
Mahdy,
Adapun kelebihan dan kelemahan metode maudhu’iy ini adalah:
# Kelebihannya.
1. tafsir ini memberikan jawaban langsung terhadap masalah yang dihadapi masyarakat
dengan sangat mendalam.
2. Menafsirkan Al-qur’an dengan Al-qur’an sebagaimana diutamakan oleh tafsir
maudhu’iy adalah cara terbaik yang telah disepakati.
3. Kemungkinan yang lebih terbuka untuk mengetahui suatu permasalahan secara lebih
sempurna dan mendalam.
#Kelemahannya
1. Memenggal ayat Al-qur’an:
2. Membatasi pemahaman ayat: dengan diterapkanya tema (judul) penafsiran, maka
pemahaman suatu ayat menjadi terbatas pada permasalahan yang dibahas tersebut.

6. CORAK TAFSIR: CIRI-CIRI TOKOH DAN JUDUL KITABNYA


a) Tafsir bercorak sufistik
Tafsir bercorak sufi adalah tafsir dengan kecenderungan menta`wilkan Al-qur`an selain daripada
yang tersirat, dengan berdasarkan isyarat-isyarat yang nampak kepada ahli ibadah.
Tafsir sufistik ini dapat diterima apabila memenuhi syarat-syarat berikut ini:
(a) Tidak menafikan makna lahir (pengetahuan tekstual) Al-qur’an.
(b) Penafsiran diperkuat oleh dalil syara’ yang lain.
(c) Penafsirannya tidak bertentangan dengan dalil syara’atau rasio.
(d) Penafsirannya tidak mengakui bahwa hanya penafsirannya (bathin) itulah yang dikehendaki
Allah, bukan pengertian tekstual.
Salah satu contoh karya yang menggunakan corak tafsir sufistik adalah:
• Tafsîr Al-qur`ân Al-azhim, karya imam at-Tusturî (w.283 H)

b) Tafsir bercorak fiqih


Tafsir bercorak fiqhî ialah kecenderungan seorang mufasir yang menggunakan metode fiqh
sebagai basisnya,Tafsir semacam ini melihat Al-qur`an sebagai kitab suci yang berisi ketentuan
perundang-undangan, atau menganggap Al-qur`an sebagai kitab hukum.
Di antara kitab-kitab yang tergolong tafsir fiqih adalah:
1) Ahkâm al-Qur`an, karya al-Jashshâsh (w. 370 H)
2) Ahkâm al-Qur`an, karya Ibn al-‘Arabî (w. 543 H)

c) Tafsir bercorak Falsafi


Tafsir bercorak falsafî ialah kecenderungan menafsirkan ayat-ayat Al-qur`an dengan
menggunakan teori-teori filsafat, atau penafsiran yang dominasinya adalah filsafat sebagai pisau
bedahnya Dalam melakukan tafsir Falsafi, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: pertama
dengan Metode ta`wil atas teks-teks agama dan hakikat umumnya yang sesuai dengan
pandangan-pandangan filosofis. Dan yang kedua dengan Metode pensyarahan teks-teks agama
dan hakikat hukumnya berdasarkan pandangan-pandangan filosofis.
Ada beberapa kitab tafsir yang bercorak falsafi seperti:
1) Mafatih Al-Ghaib, karya Al-Fakhr Ar-Razi (w. 606 H)

d) Tafsir bercorak Ilmi.


Tafsir bercorak ‘ilmî adalah kecenderungan menafsirkan Al-qur`an dengan memfokuskan
penafsiran pada kajian bidang ilmu pengetahuan, yakni untuk menjelaskan ayat-ayat yang
berkaitan dengan Ilmu dalam Al-qur`an.
Beberapa contoh karya tafsir al-‘ilmi ini adalah:
1. Tafsir al-Ayat al-Kauniyah (Abdullah Syahatah)

e) Tafsir bercorak Adabi-Ijtima’i


Tafsir ini adalah tafsir yang memiliki kecenderungan kepada persoalan sosial kemasyarakatan.
Tafsir jenis ini lebih banyak mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan
kebudayaan masyarakat yang sedang berlangsung. Corak tafsir ini berusaha memahami teks Al-
qur`an dengan cara, mengemukakan ungkapan-ungkapan Al-qur`an secara teliti, selanjutnya
menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh Al-qur`an tersebut dengan gaya bahasa yang
indah dan menarik, kemudian berusaha menghubungkan nash-nash Al-qur'an yang tengah dikaji
dengan kenyataan sosial dan sistem budaya yang ada.
Diantara tafsir yang bercorak Adabi-Ijtima’i yaitu:
1) Tafsir Al-Manar Karya Rasyid Ridha (w. 1354 H)

f). Tafsir bercorak Haraki


tafsir yang ditulis dan disusun oleh pergerakan umat islam.dalam hal ini seseorang mufassir
berusaha menjelaskan maksud Allah dalam Al-qur’an, khususnya yang terkait dengan
perubahan dan pergerakan sosial kearah yang lebih baik
#contoh kitab tafsir yang bercorak Haraki
Tafsir Fi zhiali Al-qur’an Karya Sayyyid Qutub.

g). Tafsir bercorak balaghi


Corak balaghi yaitu jika seorang mufassir menafsirkan Al-qur’an dari segi balaghonya
(keindahan perkataan dan uslhub Al qur’an).
Contoh kitab tafsir Tafsir Kasysyap karya Al-Zamakhsyari.

7. QAWAID TAFSIR (KAIDAH-KAIDAH UMUM DALAM PENAFSIRAN)


Kata ‫ ﻗﻭﺍﻋﺩ‬merupakan bentuk jamak dari ‫ ﻗﺎﻋﺩﺓ‬yang berarti undang-undang, peraturan, dan asas,
Adapun kata ‫ ﺍﻠﺗﻔﺴﻴﺮ‬secara bahasa berasal dari kata‫ﺗﻔﺴﻴﺮ‬- k‫ﻴﻔﺴﺮ‬- k‫ ﻓﺴﺮ‬yang berarti mengungkapkan
atau menampakkan. Menurut bahasa Qawa’id artinya kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip dasar
tafsir. Sedangkan yang dimaksud Qawaid Tafsir dalam hal ini ialah kaidah-kaidah yang
diperlukan oleh para mufasir dalam memahami ayat-ayat Alquran.
#Beberapa Kaidah dalam Qawa’id al-Tafsir
Kaidah dasar berkaitan dengan penggunaan sumber pokok dalam menafsirkan Alquran yang
meliputi Alquran, hadis, penjelasan sahabat dan perkataan tabiin. Dalam kaidah dasar ini
seorang mufasir pertama-tama harus kembali kepada alquran dengan meneliti secara cermat
dalam rangka mengumpulkan ayat-ayat alquran tentang suatu pokok persoalan. Kemudian
menghubungkan dan memperbandingkan kandungan ayat-ayat yang mengandung arti mujmal
yang diperinci oleh ayat lain. Atau jika pada suatu ayat masalahnya disebut secara singkat, maka
diperluas oleh ayat lain.
Bila mendapatkan hadis shahih, ia harus menafsirkan ayat berdasarkan hadis tersebut. Ia tidak
dibenarkan untuk menafsirkannya menurut pendapatnya sendiri, dengan meninggalkan hadis
tersebut. Selanjutnya, apabila terdapat penjelasan sahabat nabi untuk menafsirkan ayat alquran,
ia harus menggunakan penjelasan tersebut sebagai dasar tafsirnya. Hanya saja mengingat
banyak riwayat yang tidak benar dari sahabat, diperlukan kehati-hatian dan seleksi yang teliti.
Ada beberapa macam Qawaid Tafsir, seperti :
1. Mantuq dan Mafhum
a. Mantuq adalah makna yang ditunjukkan oleh lafaz dalam pembicaraan atau penuturan.
b. Mafhum adalah makna yang dipahami bukan dari pembicaraan.
2. ‘Am dan Khash
a. ‘Am adalah lafaz yang memberi pengertian umum yang mencakup segala sesuatu yang
termasuk dalam lingkungannya tanpa ada batasan dalam jumlah maupun dalam bilangan.
b. Khash adalah lafaz yang menunjuk kepada pengertian tertentu.
3. Mutlaq dan Muqayyad
a. Mutlaq adalah nas yang menunjuk kepada satu pengertian saja dengan tiada kaitannya pada
ayat lain.
b. Muqayyad adalah nas yang menunjuk kepada satu pengertian, akan tetapi pengertian tersebut
harus dikaitkan kepada adanya pengertian yang diberikan oleh ayat nas yang lain.
4. Mujmal dan Mubayyan
a. Mujmal adalah ayat yang menunjukkan kepada sesuatu pengertian yang tidak terang dan tidak
rinci, atau dapat juga dikatakan sebagai suatu lafaz yang memerlukan penafsiran yang lebih
jelas.
b. Mubayyan adalah suatu ayat yang diperoleh pada ayat yang lain.
5. Muhkam dan Mutasyabih
a. Muhkam adalah nas yang tidak memberikan keraguan lagi tentang apa yang
dimaksudkannya (nas yang sudah memberikan pengertian yang pasti).
b.Mutasyabih adalah nas yang mengandung pengertian yang samar-samar dan mempunyai
kemungkinan beberapa arti.

8. HERMENEUTIKA
Kata “hermeneutika”, dalam bahasa Indonesianya yang kita kenal, secara etimologi berasal dari
istilah Yunani, dari kata kerja hermeneuein, yang berarti “menafsirkan”,memberi pemahaman,
atau menerjemahkan. Menurut istilah Hermeneutika adalah satu disiplin yang berkepentingan
dengan upaya memahami ma’na atau arti dan maksud dalam sebuah konsep pemikiran.
Kata hermeneia dinisbatkan pada Dewa Hermes, dari sanalah kata itu berasal. Dewa Hermes
mempunyai kewajiban untuk menyampaikan pesan (wahyu) dari Jupiter kepada manusia. Dewa
Hermes bertugas untuk menerjemahkan pesan Tuhan dari gunung Olympuske dalam bahasa
yang dimengerti oleh manusia. Jadi hermeneutika ditujukan kepada suatu proses mengubah
sesuatu atau situasi yang tidak bisa dimengerti sehingga dapat dimengerti (Richard E. Palmer).
Ada tiga komponen dalam proses tersebut; mengungkapkan, menjelaskan, dan menerjemahkan.
ada tiga kesamaan antara tafsir Al-Qur’an dengan hermeneutika. Kesamaan itu tercakup
dalam tiga unsur utama hermeneuein yang mana dalam tafsir Al-Qur’an dapat dimasukkan
dalam kategori kegiatan hermeneuein tersebut. Pertama, dari segi adanya pesan, berita yang
seringkali berbentuk teks, tafsir Al-Qur’an jelas menafsirkan teks-teks yang terdapat dalam
Kitab Suci Al-Qur’an; Kedua, harus ada sekelompok penerima yang bertanya-tanya atau merasa
asing terhadap pesan itu, dalam hal ini kaum Muslimin pembaca Al-Qur’an, baik yang
berbahasa Arab apalagi yang tidak berbahasa Arab. Pesan-pesan Al-Qur’an harus dijelaskan
sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan petunjuk dan pedoman kehidupan mereka; Ketiga,
adanya pengantara yang dekat dengan kedua belah pihak. Untuk unsur ketiga ini pengantara
paling dekat dengan sumber, Allah SWT, yaitu Nabi Muhammad SAW, sehingga seluruh
mufassir menjadikan Rasulallah SAW sebagai rujukan utama dalam menafsirka pesan-pesan
Allah.

Anda mungkin juga menyukai