Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah mahkluk Allah SWT yang diciptakan dalam rupa yang paling sempurna.
Tetapi dalam melaksanakan kelangsungan hidupnya, manusia membutuhkan peran antar sesama
manusia yang biasa disebut dengan interaksi sosial.

Dalam kehidupannya, manusia bukan saja sebagai mahkluk individual, tetapi manusia juga
sebagai mahkluk sosial. Perannya sebagai mahkluk individual, manusia membutuhkan makan,
minum, istirahat, tempat tinggal dan kebutuhan lainnya. Sedangkan perannya sebagai mahkluk
sosial, manusia membutuhkan orang lain guna melangsungkan kebutuhan hidupnya. Sekumpulan
manusia yang hidup dan saling berinteraksi satu dengan yang lain serta membentuk suatu sistem
tatanan hidup dalam suatu tempat tinggal atau wilayah inilah yang nantinya disebut dengan
masyarakat.

Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang membahas tentang tentang kemasyarakatan


(sosiologis) . Secara garis besar ajaran Islam bisa dikelompokkan dalam dua kategori
yaitu Hablum Minallah (hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan) dan Hablum
Minannas (hubungan manusia dengan manusia). Allah menghendaki kedua hubungan tersebut
seimbang walaupun hablumminannaslebih banyak di tekankan. Namun itu semua bukan berarti
lebih mementingkan urusan kemasyarakatan, namun hal itu tidak lain
karena hablumminannas lebih komplek dan lebih komprehensif. Oleh karena itu suatu anggapan
yang salah jika Islam dianggap sebagai agama transedental.

Oleh karena itu kita harus memahami sejarah dan kisah orang-orang terdahulu, sehingga kita
dapat mempelajari dan mengambil hikma dari peristiwa yang terjadi pada orang-orang setelah kita,
sehingga kita dapat melangkah lebih baik dari orang-orang setelah kita. 

B. Rumusan Masalah

1. Menafsirkan ayat-ayat Al-Quran yang berhubungan dengan masyarakat (sosial).

BAB II

1
PEMBAHASAN

TAFSIR AYAT AYAT TENTANG MASYARAKAT

1. Surat An- Nisa ayat :1

‫ث ِم ْن ُه َم ا‬
َّ َ‫اح َد ٍة َو َخلَ َق ِم ْن َه ا َز ْو َج َه ا َوب‬
ِ ‫سو‬ ِ ِ َّ
َ ٍ ‫َّاس َّات ُق وا َربَّ ُك ُم الذي َخلَ َق ُك ْم م ْن َن ْف‬
ُ ‫يَ ا َُّأي َه ا الن‬
)1( ‫ام ِإ َّن اللَّهَ َكا َن َعلَْي ُك ْم َرقِيبًا‬ َ ‫اَأْلر َح‬
ِ
ْ ‫اءلُو َن بِه َو‬
َ‫س‬
ِ َّ َّ
َ َ‫اء َو َّات ُقوا اللهَ الذي ت‬ ً‫س‬
ِ ِ
َ ‫ َون‬ ‫ِر َجااًل َكث ًيرا‬
Artinya:

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
diri yang satu1. Dia menciptakan dari diri itu pasangannya,dan dari keduanya Dia
mengembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang
dengan-Nya kamu saling meminta2 serta peliharalah silaturahmi. Sesungguhnya Allah senantiasa
menjaga dan mengawasi kamu.

A . Makna Ijmali

Dalam surat An-Nisa ayat 1 ini menjelaskan bahwa Allah SWT menyuruh makhluk-Nya agar
bertakwa kepada-Nya,yaitu beribadah kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya,dan agar selalu ingat
atas kekuasaan-Nya karena Dia lah yang menciptakan mereka dari diri yang satu ,yaitu Adam a.s.
kemudian diciptakan pula pasangan nya yaitu Hawa dari tulang rusuknya. Dan dari keduanya
itulah Dia mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan Allah juga menyuruh
kepada makhluknya agar bertakwa kepada-Nya dan senantiasa memelihara silaturahmi.

Mufradat

‫َّاس‬
ُ ‫ = يَا َُّأي َها الن‬Hai sekalian manusia
‫ = َّات ُقوا َربَّ ُك ُم‬bertakwalah kepada Tuhan-mu
‫ = الَّ ِذي َخلَ َق ُك ْم‬yang telah menciptakan kamu
‫س‬ ٍ ‫ = ِم ْن َن ْف‬dari diri yang satu
ِ ‫ = و‬Dia menciptakan
‫اح َد ٍة َو َخلَ َق‬ َ
‫ث ِم ْن ُه َما‬
َّ َ‫ = ِم ْن َها َز ْو َج َها َوب‬dari diri itu pasangannya,dan dari keduanya Dia
ِ ِ
‫اء‬
ً‫س‬ َ ‫ َون‬ ‫ = ِر َجااًل َكث ًيرا‬mengembangbiakan laki-laki dan perempuan
1
Maksud dari padanya menurut jumhur mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s.
berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim. di samping itu ada pula yang menafsirkan dari padanya
ialah dari unsur yang serupa Yakni tanah yang dari padanya Adam a.s. diciptakan.
2
Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau memintanya kepada orang lain
mereka mengucapkan nama Allah seperti :As aluka billah artinya saya bertanya atau meminta kepadamu
dengan nama Allah.

2
َ‫ = َو َّات ُقوا اللَّه‬Dan bertakwalah kepada Allah
ِ ِ َّ
‫ام‬ ْ ‫اءلُو َن بِه َو‬
َ ‫اَأْلر َح‬ َ‫س‬ َ َ‫ = الذي ت‬yg dgn-Nya kamu saling meminta serta peliharalah silaturahmi
‫ = ِإ َّن اللَّهَ َكا َن َعلَْي ُك ْم َرقِيبًا‬Sesungguhnya Allah senantiasa menjaga dan mengawasi kamu.
ُ َّ‫الن‬  di sini adalah semua manusia, tanpa kecuali. Maka yang merasa manusia, dia masuk dalam
.       ‫اس‬
kategori ‫اس‬ ُ َّ‫الن‬  dalam ayat ini, masuk dalam golongan yang diseru Allah untuk bertakwa kepada-
Nya.
     ‫ربَّ ُك ُم‬  memakai kata
َ Rabb karena mengandung makna pendidik. Kita diingatkan bahwa kita ini
dididik oleh Allah. Beda dengan ansya`a yang berarti menanam lalu dibiarkan tumbuh. Adapun
kata Rabb, maka kata ini mengandung arti kita dididik dan dipantau olehNya.

C. Tafsir Ayat

Allah Ta'la menyuruh makhluk-Nya agar bertakwa kepada-Nya ,yaitu beribadah kepada-Nya
Yang Esa tanpa menyekutukan-Nya. Dia pun mengingatkan mereka terhadap kekuasaan-Nya yang
dengan kekuasaan itulah Dia menciptakan mereka dari diri yang satu yaitu, Adam a.s. "Dan Dia
menciptakan dari diri itu pasangannya," yaitu Hawa a.s. yang diciptakan dari tulang rusuk Adam
bagian belakang dari yang sebelah kiri ketika dia sedang tidur. Kemudian Adam bangun dan di
kejutkan oleh keberadaan Hawa. Keduanya pun saling tertarik. Dalam hadits sahih dikatakan,

"Sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk yang paling bengkok ialah yang
paling atas. Jika kamu hendak meluruskannya, niscaya ia patah. Jika kamu ingin
berbahagia dengannya berbahagialah walaupun ia tetap bengkok"

Firman Allah," Dan Dia mengembang biakan laki-laki dan perempuan yang banyak."

Yakni, Allah memperbanyak dari Adam dan Hawa laki-laki dan perempuan yang banyak.
Dia menyebarkan mereka di berbagai wilayah dunia selaras perbedaan ras ,sifat,warna kulit,dan
bahsanya. Setelah itu mereka semua dikembalikan dan dikumpulkan kepada-Nya . kemudian Allah
Ta'ala berfirman, "Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan-Nya kamu saling meminta serta
peliharalah silaturrahmi". Yakni , bertakwalah kepada Allah dengan cara kamu mentaati-Nya .
Adh-Dhahhak berkata , "Dan bertkwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu mengadakan
akad dan perjanjian, dan peliharalah hubungan silaturrahmi,dan jangan sampai kamu
memutuskannya,namun berbuat baiklah kepada mereka dan sambungkanlah tali silaturrahmi,
"Sesungguhnya Allah senantiasa mengawasi kamu," yakni Dia mengawasi segala tingkah lakumu
dan amalmu. Allah Ta'ala berfirman ," Allah Maha Menyaksikan terhadap segala sesuatu."

Dalam hadits shahih dikatakan, " Beribadahlah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya. Bila
kamu tidak melihat-Nya maka sesunguhnya Dia melihatmu"

Ini merupakan masalah pengawasan Zat Yang Mengawasi. Oleh karena itu, Allah
menceritakan bahwa makhluk itu berasal dari seorang bapak dan seorang ibu agar sebagian mereka
mengasihi sebagian yang lain. Allah pun mendorong supaya mengasihi pihak yang lemah. Dalam
shahih muslim disebutkan ,"Tatkala Rasulullah saw didatangi oleh sekelompok orang dari Bani

3
Mudhar yang berasal dari kaum melarat dan miskin,maka Rasulullah saw berdiri lalu berpidato di
depan manusia setelah shalat zuhur. Beliau mengatakan ,"Wahai manusia,bertakwalah kepada
Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu,,,,

Kemudian beliau menganjurkan mereka untuk bersedekah. Beliau bersabda ,"Seseorang dapat
menyedahkan uang dinar,gandum atau satu sha' kurma kering.3

2. Surat Al- Hujurat ayat 10-13

Al- Hujurat ayat 10

َ ‫ون ِإ ْخ َوةٌ فََأصْ لِحُوا بَي َْن َأ َخ َو ْي ُك ْم ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ َح ُم‬
‫ون‬ َ ُ‫ِإنَّ َما ْال ُمْؤ ِمن‬
Artinya:

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah


hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat
rahmat

A. Makna Ijmali

Dalam ayat ini di jelaskan bahwa semua orang mu'min itu bersaudara atau yang satu iman
(Islam) itu bersaudara maka Allah memerintahkan agar kita senantiasa memperbaiki hubungan
antar sesama saudara seiman kita agar Allah senantiasa meberikan rahmat nya kepada hambanya.

B. Mufradat

C. Tafsir Ayat

Sesungguhnya orang-orang mu’min bernasab pada satu pokok yaitu iman yang menyebabkan
diperolehnya kebahagiaan abadi. Oleh karena persaudaraan itu menyebabkan terjadinya hubungan

3
Tafsir ibnu katsir, hal 489

4
yang baik dan mau tidak mau harus dilakukan. Maka perbaikilah hubungan di antara dua orang
saudaramu dalam agama, sebagaimana kamu memperbaiki hubungan di antara dua orang
saudaramu dalam nasab.

Dan bertaqwalah kamu kepada Allah SWT dalam segala hal yang kamu lakukan maupun
yang kamu tinggalkan. Yang di antaranya adalah memperbaiki hubungan di antara kamu yang
kamu disuruh melaksanakannya. Mudah- mudahan Tuhanmu memberi rahmat kepadamu dan
memaafkan dosa- dosamu yang telah lalu apabila kamu mematuhi Dia dan mengikuti perintah dan
larangan-Nya.4

Al-Hujurat Ayat 11:

Artinya :
.”Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan
yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan
perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung
ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa
yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.

A. Makna Ijmali

Janganlah beberapa orang dari orang-orang mu’min mengolok-olok orang-orang mu’min


lainnya. Karena kadang-kadang orang yang diolok-olokkan itu lebih baik di sisi Allah SWT. dari
pada orang yang mengolok-olokkannya. Dan janganlah kaum wanita mengolok-olok wanita
lainnya, karena barang kali wanita-wanita yang diolok-olokkan itu lebih baik dari pada wanita-
wanita yang mengolok-olokkan.

B. Mufradat

4
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi juz XXVI, ( Semarang : Toha Putra, 1993 ), cet. 2, hal. 214-
219

5
C. Tafsir Ayat

Allah SWT melarang kita mengejek dan menghina orang lain, sebagaiman yang telah
ditetapkan oleh hadits Rasulullah saw, bersabda, : "Kesombongan itu ialah mencampakkan
kebenaran dan menghinakan manusia."

Kesombongan ini hukumnya haram. Boleh jadi, orang yang di hina itu kedudukannya lebih
mulia di sisi Allah. Itulah sebabnya Allah SWT berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 11 ini.
Firman Allah swt , " Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri" ini seperti firman-Nya
dalam surat An-Nisa: 29 "Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri". Maksudnya ialah
janganlah satu sama lain saling membunuh dan janganlah saling mencela. Kata anfusakum
merupakan peringatan bahwa orang yang berakal tentu tidak akan mencela dirinya sendiri. Seperti
halnya sabda Nabi, “orang- orang mu’min itu seperti halnya satu tubuh. Apabila salah satu anggota
tubuh menderita sakit, maka seluruh tubuh itu menderita sakit, maka seluruh tubuh akan
merasakan tak bisa tidur dan demam.”

Firman Allah selanjutnya ialah ,"Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar yang
buruk". Yaitu janganlah kalian memanggil sebagian kalian dengan sebutan yang buruk yang tidak
enak bila didengar oleh seseorang. Telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Abu Jubairah bin
Dhahak mengatakan ,"Ayat ini, dan janganlah kamu panggil –memanggil dengan gelar yang buruk
,diturunkan berkenaan dengan kami, Bani Salamah. Perawi mengatakan,'Rasulullah saw sampai di
kota Madinah. Dan, tidak ada seorang pundi antar kami melainkan dia mempunyai dua atau tiga
nama. Maka bila beliau memanggil seseorang dengan salah satu namanya, maka orang-orang
mengatakan ,'Ya Rasulullah ,dia marah jika dipangil dengan nama itu'. Maka turunlah ayat dan
janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar yang buruk." Hadits ini diriwayatkan oleh Abu
Dawud. Dan janganlah sebagian kamu memanggil sebagian yang lain dengan gelar yang menyakiti
dan tidak disukai. Seperti halnya berkata kepada sesama muslim,”Hai fasik, hai munafik dan lain
sebagainya. Adapun gelar- gelar yang memuat pujian dan penghormatan, dan merupakan gelar

6
yang benar tidak dusta, maka hal itu tidak dilarang, sebagaimana orang memanggil Abu Bakar
dengan ‘Atiq dan Umar dengan nama Al-Faruq.

Alangkah buruknya sebutan yang disampaikan kepada orang-orang mu’min bila mereka
disebut sebagai orang-orang yang fasik setelah mereka masuk ke dalam iman dan termasyhur
dengan keimanan tersebut. Dan barang siapa tidak bertaubat dari mencela saudara-saudaranya
dengan gelar-gelar yang Allah SWT melarang mengucapkannya atau menggunakannya sebagai
ejekan atau olok-olok terhadapnya, maka mereka itulah orang-orang yang menganianya diri sendiri
yang berarti mereka menimpakan hukuman Allah SWT terhadap diri sendiri karena kemaksiatan
mereka terhadap-Nya.

Firman Allah swt selanjutnya,"Seburuk-buruknya panggilan ialah panggilan yang buruk


sesudah iman". Yaitu, sejelek-jeleknya sifat dan nama ialah yang buruk. Yaitu, saling memanggil
dengan sebutan yang buruk, sebagaimana sifat menyifati yang dilakukan oleh orang-orang jahiliah,
setelah kalian masuk Islam dan kamu memahami keburukannya." Dan barang siapa yang tidak
bertobat "dari kelakuan seperti ini," maka mereka itulah orang-orang yang zalim."

Al-Hujurat Ayat 12 :

Artinya :

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian “
dari prasangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan atau kesalahan orang lain dan
janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan
”.bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang

A. Makna Ijmali

Pada ayat di atas, menjelaskan tentang perkara-perkara besar yang menambah semakin
kuatnya hubungan dalam masyarakat islam, yaitu :
 Menghindari prasangka yang buruk terhadap sesama manusia
 Jangan mencari keburukan dan aib orang lain
 Jangan sebagian mereka menyebut sebagian yang lain dengan hal-hal yang tidak
mereka sukai tanpa sepengetahuan mereka

7
B. Mufradat

C. Tafsir Ayat

Allah swt melarang hamba-hamba-Nya yang beriman banyak berprasangka, yaitu melakukan
tuduhan dan sangkaan buruk terhadap keluarga, kerabat dan orang lain tidak pada tempatnya,
sebab dari prasangka itu ialah murni perbuatan dosa. Maka jauhilah banyak berprasangka itu
sebagai suatu kewaspadaan. Diriwayatkan kepada kami dari Amirul Mukminin Umar bin Khatab
bahwa beliau mengatakan ," Berprasangka baiklah terhadap tuturan yang sedang keluar dari mulut
saudaramu yang beriman, sedang kamu sendiri mendapati hanya kemungkinan tuturan itu
mengandung kebaikan ." Rasulullah saw bersabda, " Jauhilah prasangka, karena prasangka itu
adalah perkataan yang paling dusta. Janganlah kamu meneliti rahasia orang lain, mencuri
dengar, bersaing yang tidak baik, saling mendengki, saling membenci, dan saling membelakangi.
Jadilah kalian ini sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara."

Rasulullah saw bersabda" Seorang muslim tidak boleh memboikot (memusuhi) saudaranya
lebih dari tiga hari." Diriwiyatkan oleh Muslim dan Tirmidzi. Firman Allah swt ,"Dan janganlah
kamu mencari-cari kesalahan orang lain ,"yakni, satu sama lain mencari-cari kesalahan orang lain.
Firman Allah swt selanjutnya ialah ," Dan janganlah kamu menggunjing sebagian yang lain".
Ayat ini mengandung larangan ghibah. Ghibah adalah haram berdasarkan ijma'. Tidak ada
pengecualian mengenai perbuatan ini kecuali bila terdapat kemaslahatan yang lebih kuat,seperti
penetapan kecacatan oleh perawi hadits, penilaian keadilan,dan pemberian nasihat. Demikian pula

8
ghibah yang sejenis dalam tiga hal ini. Sedangkan selain itu , tetap berada di dalam pengharaman
yang sangat keras dan larangan yang sangat kuat. Itulah sebabnya Allah SWT menyerupakan
perbuatan ghibah seperti dengan memakan daging manusia yang sudah menjadi bangkai.
Sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah swt," Sukakah salah seorang di antara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati?"
Yaitu ,sebagaimana kamu membenci hal ini secara narulilah, maka kamu pun akan harus
membencinya berdasarkan syariat, karena hukumannya akan lebih hebat dari sekedar memakan
bangkai manusia. Rasulullah saw bersabda ," Seperti anjing yang muntah, kemudian memakan
kembali muntahannya itu.
Firman Allah selanjutnya,"Dan bertakwalah kepada Allah ." yaitu , pada perkara yang telah
Dia perintahkan dan Dia larang kepada kamu. Dan jadikanlah Dia pengawasmu dalam hal itu dan
takutlah kepada-Nya. "Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang". Yaitu,
Allah itu Maha Penerima tobat kepada siapa saja yang kembali bersandar kepada-Nya.

Al- Hujurat ayat 13

ْ ‫ِم ْن َذ َك ٍر َوُأنْىَث ٰ َو َج َعلْنَامُك ْ ُش ُعواًب اَي َأهُّي َا النَّ ُاس اَّن َخلَ ْقنَامُك‬
‫ِإ‬
ٌ‫وقَ َباِئ َل ِل َت َع َارفُوا ۚ َّن َأ ْك َر َممُك ْ ِع ْندَ اهَّلل ِ َأتْ َقامُك ْ ۚ َّن اهَّلل َ عَ ِل ٌمي َخبِري‬.َ
Artinya : ‫ِإ‬ ‫ِإ‬
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

A. Makna Ijmali

Pada ayat di atas Allah telah memberitahukan kepada umat manusia bahwa Dia telah
menciptakan mereka dari satu jiwa dan telah menjadikan dari jiwa itu pasangannya. Itulah Adam
dan Hawa. Dan Allah juga telah menciptakan mereka berbangsa dan bersuku-suku agar mereka
saling mengenal.

B. Mufradat

9
C. Tafsir Ayat

Setelah memberi petunjuk tata krama pergaulan dengan sesama muslim, ayat di atas
menjelaskan tentang prinsip dasar hubungan antar manusia karena itu ayat diatas tidak
menggunakan panggilan orang-orang beriman, tetapi kepada jenis manusia.
Allah berfirman: Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan yakni Adam dan Hawwa, atau dari sperma (benih laki-laki) dan ovum (indung
telur perempuan) serta menjadikan kamu berbangsa-bangsa juga bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal yang mengantar kamu untuk bantu-membatu serta saling melengkapi,
sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah yang paling bertaqwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal sehingga tidak ada sesuatu pun
yang tersembunyi bagi-Nya, walau detak detk jantung dan niat seseorang.

Penggalan pertama ayat di atas sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan adalah pengantar untuk menegaskan bahwa semua manusia derajat
kemanusiaannya sama di sisi Allah, tidak ada perbedaan antara satu suku dengan yang lain. Tidak
ada juga perbedaan pada nilai kemanusiaan antara lelaki dan perempuan karena semua diciptakan
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Pengantar tersebut mengantar pada kesimpulan
yang disebut oleh penggalan terakhir ayat ini yakni ”sesungguhnya yang paling mulia di antara
kamu disisi Allah ialah yang paling bertaqwa.” karena itu berusahalah untuk meningkatkan
ketaqwaan agar menjadi yang termulia di sisi Allah.

Dalam konteks ini sewaktu haji wada’ (perpisahan), Nabi Saw berpesan antara


lain: ”wahai seluruh manusia, sesungguhnya Tuhan kamu Esa, ayah kamu satu, tiada kelebihan

10
orang arab atas non arab, tidak juga non arab atas orang arab, atau orang (berkulit) hitam atas yang
(berkulit) merah (yakni putih) tidak juga sebaliknya kecuali dengan taqwa, sesungguhnya semulia-
mulia kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa.” (HR. Al-Baihaqi melalui Jabir Ibn
Abdillah).

Kata ‫ش== ُعوبًا‬ /syu’ub adalah
ُ bentuk jamak dari kata sya’b. kata ini digunakan untuk menunjuk
kumpulan dari sekian qabilah  yang biasa diterjemahkan suku yang merujuk kepada satu
kakek. Qabilah suku pun terdiri dari sekian banyak kelompok keluarga yang dinamai imarah, dan
yang sekian banyak kelompok yang dinamai bathin. Di bawah bathin ada sekian fakhdz hingga
akhirnya sampai pada himpunan keluarga terkecil.

Kata ِ‫ارفُوا‬
َ ‫تَ َع‬/ ta’aarafu terambil dari kata ’arafa yang berarti mengenal. Patron kata yang digunakan
ayat ini mengandung makna timbal balik, dengan demikian ia berarti saling mengenal.

Kata ‫َأ ْك== َر َم ُك ْم‬ /akramakum terambil dari kata karuma yang pada dasarnya berarti yang baik dan
istimewa sesuai objeknya. Manusia yang baik dan istimewa adalah yang memiliki akhlak yang
baikterhadap Allah, dan terhadap sesama makhluk.

3. Surah Ali ‘Imran Ayat 104, 110, 112

Ali ‘Imran Ayat 104

Artinya :

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma´ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”

A. Makna Ijmali

Pada ayat tersebut tedapat 3 kewajiban yang dihadapi. Yang dua berpusat kepada yang satu. Yang
satu ialah mengajak pada kebaikan dan menimbulkan dua tugas:Pertama menyuruh berbuat ma’ruf
dan yang kedua adalah melarang berbuat munkar.

11
B. Mufradat

‫ = َو ْلتَ ُك ْن ِم ْن ُك ْم‬Dan hendaklah ada di antara kamu


‫ون‬ َ ‫ = ُأ َّمةٌ يَ ْد ُع‬segolongan umat yang menyeru
‫ = ِإلَى ْال َخي ِْر‬kepada kebajikan
ِ ‫ُون بِ ْال َم ْعر‬
‫ُوف‬ َ ‫ = َويَْأ ُمر‬menyuruh kepada yang ma´ruf
‫ = َويَ ْنهَ ْو َن َع ِن ْال ُم ْن َك ِر‬dan mencegah dari yang munkar
‫ُون‬ َ ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِح‬ َ ‫ = َوُأو ٰلَِئ‬merekalah orang-orang yang beruntung

C. Tafsir Ayat

Allah Swt. berfirman bahwasanya hendaklah ada dari kalian sejumlah orang yang bertugas
untuk menegakkan perintah Allah, yaitu dengan menyeru orang-orang untuk berbuat kebajikan dan
melarang perbuatan yang mungkar, mereka adalah golongan yang beruntung. Adh Dhahhak
mengatakan, mereka adalah para shahabat yang terpilih, para mujahidin yang terpilih, dan para
ulama.

Abu Ja’far Al-Baqir meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya : “Dan
hendaklah ada diantara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan” (Ali Imran 104)
Kemudian beliau Saw. bersabda : “Yang dimaksud dengan kebajikan ini ialah mengikuti Al-
Qur’an dan sunnahku.” Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih.

Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah hendaklah ada segolongan orang dari kalangan umat
ini yang bertugas untuk mengemban urusan tersebut, sekalipun urusan tersebut memang
diwajibkan pula atas setiap individu dari umat ini.

Sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Shahih Muslim dalam sebuah hadits dari Abu
Hurairah. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda : “Barang siapa di antara kalian
melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya. Dan jika ia tidak
mampu, maka dengan lisannya. Dan jika masih tidak mampu juga, maka dengan hatinya, yang
demikian itu adalah selemah-lemah iman.” Di dalam riwayat lain disebutkan : “Dan tiadalah
dibelakang itu (selain dari itu) iman barang seberat biji sawi pun.”

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Al-Hasyimi, telah
menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ja’far, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Amu Amr,
dari jarullah ibnu Abdur Rahman Al-Asyhal, dari Hudzhaifah ibnu Yaman, bahwa Nabi Saw.

12
pernah bersabda : “Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, kalian
benar-benar harus memerintahkan kepada kebajikan dan melarang perbuatan mungkar, atau
hampir-hampir Allah akan mengirimkan kepada kalian siksa dari sisi-Nya, kemudian kalian benar-
benar berdoa (meminta pertolongan kepada-Nya), tetapi doa kalian tidak diperkenankan.”
Imam Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkan melalui hadits Amr ibnu Abu Amr dengan
lafaz yang sama. Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan.

Ali ‘Imran Ayat 110

Artinya :

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman,
tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik.”

A. Makna Ijmali

Ayat ini mengandung suatu dorongan kepada kaum mukminin supaya tetap memelihra sifat-
sifat utama itu dan supaya mereka tetap mempunyai semangat yang tinggi. Umat yang paling baik
di dunia adalah umat yang mempunyai dua macam sifat , yaitu mengajak kepada kebaikan serta
mencegah kemungkaran, dan senantiasa beriman kepada Allah.

B. Mufradat

13
C. Tafsir Ayat

Firman Allah “kuntum khaira ummah”, Imam Bukhari berkata: dari Muhammd Bin Yusuf,
dari Sufyan Ibn Maysarah, dari Abi Haazim dari Abi Hurairah Ra, (kuntum khairo ummah ukhrijat
linnas) berkata: “sebaik-baik manusia untuk manusia yang lain yaitu datang kepada mereka dengan
terbelenggu leher-leher mereka sampai mereka masuk ke dalam Islam, dan seperti ini yang
dikatakan oleh Abu Hurairah, Mujahid dan ‘Ithiyah al-‘Ufi. Dapat berarti pula sebaik-baik
manusia yang bermanfaat bagi manusia yang lainnya”.

Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik manusia yang pandai diantara mereka dan paling bertakwa
diantara mereka, dan menyuruh mengerjakan yang ma’ruf, dan mencegah mereka dari perbuatan
yang munkar, menyambung tali silaturahim”. (diriwayatkan Imam Ahmad dalam musnadnya).

Penafsiran yang kuat menurut Ibnu katsir bahwa sebaik-baik manusia adalah para shahabat
yang membersamai Rasulullah, kemudian seterusnya dan seterusnya. Mereka yang berhijrah
bersama Rasulullah, dari Mekkah ke Madinah, dapat pula berarti generasi awal Islam kemudian
yang meneruskan da’wah Rasulullah Saw yang diperintahkan Allah kepada kaum Muslimin untuk
ditaati mereka.

Khairu Ummah yaitu orang-orang yang menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan menjauhi
dari pada yang munkar, dan beriman kepada Allah. Dan termasuk dari pada mereka pula adalah
para Muhahid dan para Syuhada’.

14
Kemudian firman Allah “walau aamana ahlul kitab” : seandainya orang-orang ahli taurat dan
injil dari golongan Yahudi dan Nashara membenarkan ke Rasulan Nabi Muhammad Saw., yang
demikian itu tidak lain datangnya dari Allah (petunjuk dari Allah). Lakana khorallahun yakni yang
demikian itu lebih baik bagi mereka baik di dunia maupun di akhirat. Minhumul mu’minun: yakni
ahli kitab dari golongan orang nasrani dan Yahudi yang mereka membenarkan Rasulullah Saw.,
dan masuk Islam.  Mereka itu yakni Abdullah bin salam dan saudaranya, Tsa’labah dan
saudaranya, dan pemuda-pemuda yang beriman kepda Allah dan membernarkan kerasulan Nabi
Muhammad Saw., dan mengikuti apa-apa yang diturunkan kepada mereka dari Allah, kemudian
firman Allah “wa aktsaruhumul fasiqun”, yakni mereka kembali kepada agama mereka yakni
merkea yang pada mulanya beriman kepada Allah kemudian beriman kepada apa-apa yang
ditrunkan Allah kepada nabi-Nya yakni Muhammad Saw., kemudian mereka kembali kepada
agama mereka. Mereka itulah orang-orang fasiq.

Ali ‘Imran Ayat 112

Artinya :

“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada
tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat
kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir
kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu
disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.”

A. Makna Ijmali

Maksud dari ayat ini adalah bahwa manusia diliputi kehinaan di mana saja mereka berada
kecuali jika manusia berpegang kepada agama Allah yaitu Islam dan taat kepada Allah SWT.

15
B. Mufradat

C. Tafsir Ayat

Dengan kekafiran dan keingkaran para Ahli Kitab (Yahudi) itu , serta keterlaluan mereka
dalam tindak tanduk memusuhi umat Islam dengan berbagai cara dan usaha, Allah menimpakan
kehinaan kepada mereka di mana saja mereka berada, kecuali bila mereka tunduk dan patuh
kepada peraturan dan hukum Allah dan memelihara hubungan baik dengan manusia, bersedia
tunduk kepada peraturan bersama dan bekerja sama dalam berbagai aspek kehidupan. 

Tetapi hal ini tidak dapat mereka laksanakan dalam pergaulan mereka dengan nabi dan para
sahabatnya di Madinah, bahkan mereka selalu menentang dan berusaha melemahkan posisi kaum
muslimin dan tetap memusuhi Islam. Karena itu mereka mendapat kemurkaan Allah dan
ditimpakan kepada kehinaan dan terusirlah mereka dari negeri Madinah.

4. Surah Al-Ra’du ayat 11

‫اهلل ِإ َّن اهللَ الَُيغَِّي ُر َم ابَِق ْوٍم َحتَّى‬


ِ ‫ات ِمن ب ْي ِن ي َديْ ِه و ِمن َخل ِْف ِه ي ْح َفظُو نَهُ ِمن اَ ْم ِر‬
ْ ْ َ ْ َ َ َ ْ ٌ َ‫لَهُ ُم َع ِّقب‬
.‫اداهللُ بَِق ْوٍم ُس ْو ًءا فَالَ َم َردَّالَهُ َو َمالَ ُه ْم ِم ْن ُد ْونِِه ِم ْن َّو ٍال‬ ِ
َ ‫ُيغَِّي ُر ْو َاما بَِأْن ُف ِس ِه ْم َوا َذا ََأر‬
Artinya:

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, dimuka dan
dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah, sesungguhnya Allah tidak
16
merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka
tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain
Allah.

A. Makna Ijmali

Ayat ini menerangkan tentang kedhaliman manusia. Dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa
kebangkitan dan keruntuhan suatu bangsa tergantung pada sikap dan tingkah laku mereka sendiri.
Kedzaliman dalam ayat ini sebagai tanda rusaknya kemakmuran suatu bangsa.

B. Mufradat

C. Tafsir Ayat

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Ar Ra'd 11 

Allah swt. menugaskan kepada beberapa malaikat untuk selalu mengikuti manusia secara
bergiliran, di muka dan di belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Ada malaikat
yang menjaganya di malam hari, dan ada yang di siang hari, menjaga dari berbagai bahaya dan
kemudaratan, dan ada pula malaikat yang mencatat semua amal perbuatan manusia, yang baik atau
yang buruk. Dua malaikat di sebelah kanan dan di sebelah kiri yang mencatat amal perbuatan
manusia. Yang sebelah kanan mencatat segala kebaikannya, dan yang sebelah kiri mencatat amal
keburukannya, dan dua malaikat lain lagi yang satu di depan dan yang satu lagi di belakangnya.
Maka setiap orang ada malaikatnya empat pada siang hari dan empat pada malam hari yang
datangnya secara bergiliran, sebagaimana diterangkan dalam hadis yang sahih: 

17
yang artinya: “Ada beberapa malaikat yang menjaga kamu secara bergiliran di malam hari dan
di siang hari. Mereka bertemu (untuk mengadakan serah terima) pada waktu salat subuh dan salat
asar, lalu naiklah malaikat-malaikat yang menjaga di malam hari kepada Allah Taala. Dia
bertanya sedangkan Ia sudah mengetahui apa yang akan ditanyakannya itu: "Bagaimana keadaan
hamba-hamba-Ku ketika kamu meninggalkan mereka (di dunia)?" Malaikat menjawab: "Kami
datang kepada mereka padahal mereka sedang salat dan kami meninggalkan mereka dan mereka
pun sedang salat pula." (H.R. Bukhari) .

Apabila manusia mengetahui bahwa di sampingnya ada malaikat-malaikat yang mencatat


semua amal perbuatannya, maka patutlah dia selalu menjaga diri dari perbuatan maksiat karena
khawatir akan dilihat oleh malaikat-malaikat itu seperti kekhawatirannya perbuatan itu dilihat oleh
orang yang disegani. Dan tentang penelitian malaikat-malaikat terhadap perbuatan-perbuatan
manusia dapat diyakinkan kebenarannya setelah ilmu pengetahuan menciptakan alat-alat yang baru
yang dapat mencatat semua kejadian-kejadian yang terjadi pada diri manusia sebagai contoh aliran
listrik dan pemakaian air minum di tiap-tiap kota dan desa telah diatur sedemikian rupa sehingga
dapat diketahui berapa jumlah yang telah dipergunakan, demikian pula ada alat-alat yang dipasang
di kendaraan bermotor yang dapat mencatat kecepatannya dan mengukur berapa jarak yang telah
ditempuh. Perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat mengungkapkan bermacam-macam
perkara yang gaib adalah memberi keyakinan kepada kita tentang benarnya teori ketentuan agama
itu dan menjadi sebab untuk menundukkan orang-orang yang terpengaruh oleh doktrin kebendaan
sehingga mereka mengakui adanya benda-benda gaib yang tidak dapat dicapai dengan pancaindra
mereka sendiri, oleh karena itu benarlah orang yang mengatakan bahwa kedudukan akal di dalam
Islam itu adalah seperti dua anak yang kembar yang tidak akan dipisahkan atau seperti dua orang
kawan yang selalu sama pendapat-pendapatnya dan tidak akan berbantah-bantahan. 
Malaikat-malaikat itu menjaga manusia atas perintah Allah, dengan izin Allah dan pemeliharaan-
Nya yang sempurna. Sebagaimana dalam alam kebendaan ada hubungan erat antara sebab dan
musabab sesuai dengan hikmahnya, seperti adanya pelupuk mata melindunginya dari kemasukan
benda yang merusaknya, maka demikian pula dalam alam kerohanian Allah telah menugaskan
beberapa malaikat untuk menjaga manusia dari berbagai kemudaratan. Perbuatan Tuhan selalu
tidak luput dari hikmah dan kemaslahatan. Demikian pula Allah swt. telah menugaskan malaikat-
malaikat untuk mencatat amal perbuatan manusia. Kita tidak tahu bagaimana cara mencatatnya,
kita mengetahui bahwa sesungguhnya Allah sendiri cukup untuk mengetahuinya. Mengapa Dia
masih menugaskan malaikat untuk mencatatnya. Mungkin di dalamnya terkandung hikmah ialah
supaya manusia lebih tunduk dan akan menerima pahala atau azab yang akan diterimanya nanti di
akhirat, karena telah pula disaksikan dan dicatat oleh para malaikat itu, menjaga manusia atas
perintah dan izin Allah, tetapi bilamana ada kepastian Allah yang tidak dapat ditolaknya, mereka
membiarkan kepastian Allah itu menimpa pula kepada manusia yang dijaganya. 
Ali bin Abu Talib menerangkan pula bahwa tidak ada seorang hamba pun melainkan ada
malaikat yang menjaganya daripada kejatuhan tembok, atau jatuh ke dalam sumur, atau dimakan
binatang buas, tenggelam atau terbakar akan tetapi bilamana datang kepastian dari Allah swt.
mereka membiarkan manusia itu ditimpa oleh kepastian itu. Abu Bakar berkata: "Jika manusia
melihat seseorang yang lalim dan tidak bertindak terhadapnya, maka mungkin sekali Allah akan
menurunkan azab yang mengenai mereka semuanya." Keterangan beliau ini diperkuat dengan
firman Allah: Yang Artinya: 

18
“Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa kepada orang-orang
yang lalim saja di antara kamu. (Q.S. Al-Anfal: 25).
Ibnu Khaldun dalam Mukadimahnya telah mencantumkan sebuah bab dengan judul
"kelaliman dapat menghancurkan kemakmuran". Beliau mengemukakan beberapa contoh dalam
sejarah sebelum Islam dan sesudahnya bahwa kelaliman itu menghancurkan singgasana umat
Islam, telah merendahkan derajatnya, telah menjadi rongrongan dari semua bangsa yang ada di
sekelilingnya. Demikian pula umat Islam yang pernah meringkuk beberapa abad lamanya di
bawah penjajahan orang barat yang semuanya terjadi atas kebenaran firman Allah: 
Yang artinya: Bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh. (Q.S. Al-
Anbiya':105).
Apabila Allah menghendaki keburukan kepada suatu kaum dengan penyakit, kemiskinan atau
bermacam-macam cobaan yang lain sebagai akibat dari perbuatan buruk yang mereka kerjakan
sendiri, maka tak ada seorang pun yang dapat menolaknya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Allah Taala sendiri. Semua berhala-berhala yang disembah selain Allah, sedikit pun
tak ada menarik kemanfaatan dan menolak kemudaratan bagi dirinya sendiri apalagi untuk orang
lain. Pernah ada seorang Badui, penghuni padang pasir melihat seekor serigala kencing di atas
kepala sebuah berhala. Maka spontan bangkit semangat amarahnya, lalu memegang berhala itu dan
memecahkannya sampai berkeping-keping seraya berkata: Apakah patut tuhan dikencingi serigala
di atas kepalanya? Sungguh hina benar yang dikencingi serigala di atas kepalanya itu." 

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Ar Ra'd 11 

“(Baginya) manusia (ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran) para


malaikat yang bertugas mengawasinya (di muka) di hadapannya (dan di
belakangnya) dari belakangnya (mereka menjaganya atas perintah Allah)
berdasarkan perintah Allah, dari gangguan jin dan makhluk-makhluk yang lainnya.
(Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum) artinya Dia tidak
mencabut dari mereka nikmat-Nya (sehingga mereka mengubah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri).”

5. Surah Al-Anfal ayat 53

َ َ ‫س ِه ْم َوَأنَّ هَّللا‬
‫س ِمي ٌع َعلِي ٌم‬ ِ ُ‫ َذلِكَ ِبَأنَّ هَّللا َ لَ ْم يَ ُك ُم َغيِّ ًرا نِ ْع َمةً َأ ْن َع َم َها َعلَى قَ ْو ٍم َحتَّى يُ َغيِّ ُروا َما بَِأ ْنف‬ 

Terjemah:
“(Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan meubah
sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu meubah apa-
apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”.(Q.S. Al-Anfal: 53)

19
A. Makna Ijmali

Allah tidak mencabut nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada sesuatu kaum, selama kaum
itu tetap taat dan bersyukur kepada Allah.

B. Mufradat

‫ ُم َغيِّ ًرا‬    : merubah


ً‫ نِ ْع َمة‬     : sesuatu nikmat
‫ َأ ْن َع َم َها‬   : telah dianugerahkan-Nya
‫َحتَّى يُ َغيِّ ُروا‬ : hingga kaum itu meubah
ِ ُ‫ بَِأ ْنف‬             : diri mereka sendiri
‫س ِه ْم‬
‫س ِمي ٌع َعلِي ٌم‬
َ          : Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui

C. Tafsir Ayat

Mengenai ayat tersebut, menurut al-Biqa’i bahwa yang demikian yakni siksaan baik


menyangkut waktu, kadar, maupun jenisnya ditetapkan Allah berdasar perbuatan mereka
mengubah diri mereka. Sebenarnya Allah dapat menyiksa mereka berdasar pengetahuan-Nya
tentang isi hati mereka, yakni sebelum mereka melahirkannya dalam bentuk perbuatan yang nyata,
tetapi Allah tidak melakukan itu karena sunnah atau ketetapan-Nya adalah sesungguhnya
Allah sekali-kali tidak akan mengubah sesuatu nikmat sedikit atau besar yang telah dianugrahkan-
Nya kepada suatu kaum, tidak juga sebaliknya mengubah kesengsaraan yang dialami oleh suatu
kaum menjadi kebahagiaan hingga kaum itu sendiri terlebih dahulu mengubah apa yang ada pada
diri mereka sendiri, yakni untuk memperoleh nikmat tambahan bagi mereka harus menjadi lebih
baik, sedangkan perolehan siksaan adalah akibat mengubah fitrah kesucian mereka menjadi
keburuklan dan kedurhakaan dan sesungguhnya Alah Maha Medengar apa pun yang  disuarakan
makhluk lagi Maha Mengetahui apapun sikap dan tingkah laku mereka.
kata ‫لَ ْم يَ=== ُك‬ / lam yaku, tidak akan pada mulanya berbunyi (‫ )لَ ْم يَ ُكن‬/ lam yakun. Penghapusan
huruf nun itu untuk mempersingkat sekaligus mengisyaratkan bahwa peringatan dan nasehat yang
dikandung ayat ini hendaknya segera disambut dan jangan diulur-ulur, karena mengulur dan
memperpanjang hanya mempercepat siksa. Demikian kesan yang diperoleh al-Biqa’i.
Ayat ini serupa dengan firman-Nya: ” Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan  yang ada pada diri mereka sendiri.”. (Al-Ra’d:11). Kedua
ayat tesebut – ayat ini dan ayat ar-Ra’d – itu berbicara tentang perubahan, tetapi ayat pertama
berbicara tentang perubahan nikmat, sedang ayat ar-ra’d menggunakan kata (‫) َما‬ maa /
apa sehingga mencakup perubahan apapun, yakni baik dari nikmat / murka ilahi / negatif, maupun
dari negatif ke positif.
Ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi menyangkut kedua ayat tersebut.

1. Ayat-ayat tersebut berbicra tentang perubahan sosial yang berlaku bagi masyarakat masa lalu,
masa kini, dan masa mendatang. Keduanya berbicara tentang hukum-hukum kemasyarakatan,

20
bukan menyangkut orang perorang atau individu. Ini dipahami dari pengguanaan kata kaum /
masyarakat pada kedua ayat tersebut.
2. Karena ayat tersebut berbicara tentang kaum, maka ini berarti bahwa ketetapan atau
sunnatullah yang dibicarakan ini berkaitan dengan kehidupan duniawi, bukan ukhrawi. Hal ini
mengantar kita berkata bahwa ada pertanggungjawaban yang bersifat pribadi, dan ini akan
terjadi di akhirat kelak, berdasar firman-Nya: ”Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada
Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri”.(Q.S. Maryam: 95), dan ada juga tanggung
jawab sosial yang bersifat kolektif. Inilah yang ditunjuk oleh firman-Nya: ”Dan peliharalah
dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara
kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.(Q. S. Al-Anfal: 25). Rasul Saw.
Juga pernah ditanya: “Apakah kita akan binasa, padahal orang-orang shaleh / baik ada di
tengah-tengah kita? Beliau menjawab singkat, ”Ya, kalau kebejatan telah merajalela!”.
3. Kedua ayat di atas juga berbicara tentang dua pelaku perubahan. Yang pertama adalah, Allah
yang mengubah nikmat seperti bunyi ayat al-Anfal ini atau apa saja yang dialami oleh satu
masyarakat, atau katakanlah sisi luar / lahirah masyarakat, (seperti bunyi ar-ra’d). sedang
pelaku kedua adalah manusia dalam hal ini masyarakat yang melakukan perubahan pada sisi
dalam mereka atau dalam istilah kedua ayat di atas apa yang terdapat dalam diri mereka.

Perubahan yang terjadi akibat campur tangan Allah atau yang diistilahkan oleh ayat di atas
dengan apa menyangkut banyak hal seperti kekayaan, kemiskinan, kesehatan, penyakit, kemuliaan,
kehinaan, persatuan, perpecahan, dan lain-lain yang berkaitan dengan masyarakat secara umum,
bukan yang secara individu. Jika demikian, bisa saja ada di antara anggota masyarakat yang kaya,
tetapi jika mayoritas miskin, maka masyarakat tersebut dinamai masyarakat miskin, demikian
seterusnya.
Kedua ayat itu juga menekankan bahwa perubahan yang dilakukan oleh masyarakat. Tanpa
perubahan yang dilakukan masyarakat dalam diri mereka terlebih dahulu, maka mustahil akan
terjadi perbahan sosial. Memang boleh saja terjadi perubahan penguasa, atau bahkan sistem, tetapi
jika sisi dalam masyarakat tidak berubah, maka keadaan akan tetap bertahan sebagaimana
sediakala. Jika demikian, yang paling pokok dalam keberhasilan perubahan sosial adalah
perubahan sisi dalam manusia, karena sisi dalam manusia itulah yang melahirkan aktivitas, baik
positif maupun negatif.
Al-Qur-an menjelaskan bahwa manusia memiliki sisi dalam yang dinamainya (َ
ِ ُ‫)َأ ْنف‬ anfus dan juga manusia mempunyai sisi luar yang
ِ ُ‫) ْنف‬ nafs/diri, bentuk jamaknya ( ‫س‬
‫س‬
dinamainya antara lain jism / badan yang dijamak ajsaam. Sisi dalam, tdak selau sama dengan sisi
luar. Al-Qur-an melukiskan orang-orang munafik dengan firman-nya: ” ”Dan apabila kamu
melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu
mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka
mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh
(yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka”. (QS. Al-Munaafiqun: 4).

6. Surah Al-Hajj ayat 41

21
Artinya :

“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka
mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari
perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”

A. Makna Ijmali

Ayat ini menerangkan tentang keadaan orang-orang yang diberikan kemenangan dan Kami
teguhkan kedudukan mereka di muka bumi; yakni Kami berikan mereka kekuasaan mengelola satu
wilayah dalam keadaan mereka yang merdeka niscaya mereka melaksanakan shalat secara
sempurna rukun, syarat, dan sunnah-sunnahnya dan mereka juga menunaikan zakat sesuai
kadarnya. Serta mereka menyuruh anggota masyarakatnya agar berbuat yang ma’ruf serta
mencegah dari yang munkar.Ayat di atas mencerminkan sekelumit dari ciri-ciri masyarakat yang
diidamkan Islam, kapan dan di manapun, dan yang telah terbukti dalam sejarah melalui
masyarakat Nabi Muhammad SAW dan para sahabat beliau.

Al-Qur’an mengisyaratkan kedua nilai di atas dalam firman-Nya dalam surah Ali Imran, ayat 104
yang berbunyi:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang
beruntung”. (QS 3:104)

Kaitannya dengan tujuan pendidikan sebagai berikut:

1.  Mewujudkan seorang yang selalu menegakkan kebenaran dan mencegah kemunkaran.

2.  Mewujudkan manusia yang selalu bertawaqqal pada Allah.

B. Mufradat

22
C. Tafsir Ayat

Ayat ini mengemukakan tentang tujuan pendidikan yang membentuk masyarakat yang
diidam-idamkan, yaitu mempunyai pemimpin dan anggota-anggota yang bertakwa, melaksanakan
shalat, menunaikan zakat, menegakkan nilai-nilai ma’ruf (perkembangan positif) dalam
masyarakat dan mencegah perbuatan yang munkar.

Untuk itu hendaklah kita benahi pendidikan kita yang telah terpedaya dengan system yang
dibuat oleh dunia barat. Dari sekarang hendaklah kita pada umumnya dan pendidik pada
khususnya merubah tujuan pendidikan kita, yaitu untuk “mendapatkan ridho Allah S.W.T. dan
menjadi hamba Allah yang patuh terhadap perintah-Nya”. apabila tujuan kita berlandaskan dengan
ini, maka dunia akan terjamin keselamatannya, dan manusia akan mempunyai moral yang
berakhlak mulia. Sehingga dapat kita capai tujuan akhir dari pendidikan seperti yang dikatakan
oleh Muhammad Athiyah al- Abrasyi, yaitu: Terbinanya akhlak manusia. Manusia benar-benar
siap untuk hidup didunia dan diakhirat. Ilmu dapat benar-benar dikuasai dengan moral manusia
yang mantap dan manusia benar-benar terampil bekerja di dalam masyarakat.

Kemudian Allah SWT menerangkan sifat-sifat orang yang diusir dari kampung halaman
mereka tanpa alasan yang benar itu. Mereka ialah para sahabat beserta Nabi Muhammad saw, yang
kepada mereka Allah telah menjanjikan kemenangan. Jika kemenangan telah mereka peroleh,
mereka tidak seperti orang-orang musyrik dan orang-orang yang gila kekuasaan itu tetapi mereka
akan melaksanakan: 

1. Mereka tetap mendirikan salat pada setiap waktu yang telah ditentukan sesuai dengan yang
diperintahkan Allah. Mereka benar-benar telah yakin, bahwa salat itu tiang agama,
merupakan tali penghubung yang langsung antara Allah dengan hamba-Nya, menyucikan
jiwa dan raga, mencegah manusia dari perbuatan keji dan perbuatan mungkar serta
merupakan perwujudan takwa yang sebenarnya. 
2. Mereka menunaikan zakat Mereka meyakini bahwa di dalam harta si kaya terdapat hak
orang-orang fakir dan miskin. Karena itu mereka dalam menunaikan zakat itu bukanlah
karena mereka mengasihi orang-orang fakir dan miskin, tetapi semata-mata untuk

23
menyerahkan hak orang fakir dan miskin itu kepada mereka Jika mereka diangkat sebagai
penguasa, mereka berusaha agar hak orang-orang fakir dan miskin itu benar-benar sampai
kepada mereka. 
3. Menyuruh manusia berbuat makruf dan mencegah perbuatan mungkar. Mereka
mendorong manusia mengerjakan amal saleh, memimpin manusia malalui jalan lurus yang
dibentangkan Allah. Mereka sangat benci kepada orang-orang yang biasa mengerjakan
larangan-larangan Allah. 
Amat benarlah janji Allah. Mereka memperoleh kemenangan yang telah dijanjikan itu.
Mereka ditetapkan Allah sebagai pengurus urusan duniawi dan pemimpin umat beragama
dengan baik. Dalam waktu yang singkat kaum Muslimin telah dapat menguasai daerah-
daerah di luar Jaziratul Arab. 

Tindakan mereka sesuai dengan firman Allah SWT:

Yang artinya:  “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik. (Q.S. Ali Imran: 110).”

Wallahu A’lam bi muradih..

24
DAFTAR PUSTAKA

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 1989. Taisiru al-Aliyyil Qadir lil Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, Jilid
1. Depok: Gema Insani.

Ahmad Mustofa al Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, CV Toha Putra, Semarang,


1988.
H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, PT Bina
Ilmu, Surabaya, 1988.
H. Mukti Ali, Al-Qur’an dan Terjemahnya, PT Bumi Restu, Jakarta, 1974.
Prof. H. Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Ashhar,Yayasan Nurul
islam, Surabaya, 1982
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, PT Pustaka
Rizki Putra, Semarang, 2000.

http://www.alquran-indonesia.com/web/quran/listings/details/22/40

http://fdj-indrakurniawan.blogspot.com/2011/11/makalah-tafsir-tujuan-pendidikan-qs-al.html

http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_AsbabunNuzul.asp?
pageno=1&SuratKe=13#11

25

Anda mungkin juga menyukai