Anda di halaman 1dari 61

DISINI COVER

Sekapur Sirih
Segala puji bagi Allah Rabbul ‘alamin, shalawat dan salam semoga bercucuran kepada Nabi
yang agung Nabi Muhammad, ahli keluarga, sahabat dan ummat beliau yang istiqamah
meniti sunnahnya.

Masalah tauhid adalah masalah asasi, yang wajib diketahui oleh setiap mukmin, bahkan
pendidikan tauhid adalah pendidikan pertama sebelum anak-anak muslim mempelajari ilmu
apapun, itulah yang dicontohkan oleh Luqman al-Hakim ketika memberi petuah tunjuk ajar
pertama kali kepada anaknya, Allah berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata
kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah
engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-
benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman : 13).

Dari Jundub bin ‘Abdillah, ia berkata, “kami dahulu bersama Nabi semasa kami masih anak-
anak yang mendekati baligh. Kami mempelajari iman sebelum mempelajari Al-Qur’an. Lalu
setelah itu kami mempelajari Al-Qur’an bertambahlah iman kami pada Al-Qur’an.” (HR. Ibnu
Majah. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Alhamdulillah, dengan pertolongan Allah Rabbul ‘izzah, buku Pelajaran Aqidah semester
satu untuk santri tahun pertama di pondok pesantren UIC selesai kami susun, semoga
menjadi bekal bagi santri dalam menambah kepahaman dan keimanannya kepada Allah,
juga menjadi ibadah yang akan memperberat timbangan amal shalih kami di hari kiamat
nanti. Amin.

Wallahu a’lam.

Batam, Dzulhijjah 1442 H

H. Ispiraini bin Hamdan, Lc, M. Sy.


Daftar Isi
Sekapur sirih
Bab 1 Pengantar ilmu aqidah
A. Beberapa istilah dalam ilmu Aqidah
B. Perbedaan Aqidah dan Tauhid
C. Pengertian Tauhid
D. Tiga tingkatan agama
1. Tingkatan pertama adalah Islam
2. Tingkatan kedua adalah Iman
Bab 2 Iman kepada Allah
A. Pengertian iman pada Allah
B. Asma dan Sifat Allah
C. Syirik
D. Ibadah
Bab 3 Iman kepada Malaikat
A. Anasir mengimani malaikat
1. Mengimani eksistensi malaikat
2. Mengimani nama-nama malaikat yang telah kita ketahui dan yang tidak
diketahui namanya
3. Mengimani sifat-sifat malaikat yang kita ketahui
4. Mengimani tugas Malaikat
B. Alam Jin
1. Dalil mengimani jin
2. Antara jin, setan dan iblis
3. Penciptaan jin
4. Perbedaan jin dan manusia
5. Kesamaan jin dengan manusia
6. Makanan dan minuman jin
7. Umur jin
8. Tempat tinggal jin
9. Bentuk fisik asli jin
10. Kemampuan jin
11. kelemahan jin
12. Jin menikah dan punya keturunan
13. Hukum menikahi jin
14. Hukum minta bantuan jin
15. Bolehkah takut sama jin
16. Nama lain jin
17. Beberapa keyakinan yang salah tentang jin
Bab 4 Iman kepada Kitab Allah
A. Hikmah diturunkannya kitab Allah
B. Jumlah kitab Allah
1. Kitab Taurat
2. Kitab Zabur
3. Kitab Injil
4. Kitab al-Qur'an
BAB 1
Pengantar Ilmu Aqidah
BAB 1
Pengantar Ilmu Aqidah

A. Beberapa istilah dalam ilmu Aqidah

1. Aqidah
Kata aqidah sendiri berasal dari kata al-‘aqdu yang artinya kokoh, kuat, dan erat.
Aqidah secara terminologi bermakna perkara yang wajib dibenarkan oleh hati, jiwa menjadi
tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak
tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.

2. Al-Fiqh al-Akbar
Ilmu fiqih di masa dahulu mencakup seluruh ilmu agama baik ilmu aqidah yang bersifat
bathin maupun ilmu hukum-hukum yang bersifat zahir. Dari sinilah kemudian muncul istilah
al-Fiqhul Akbar yang dimaksudkan ilmu aqidah. Karena ilmu aqidah lebih agung
dibandingkan ilmu cabang hukum-hukum zahir yang disebut juga al-Fiqhul Ashghar. Istilah
ini dimasyhurkan oleh Imam Abu Hanifah dengan kitab beliau yang beliau namai al-Fiqh al-
Akbar.

3. Ilmu Iman
Disebut ilmu iman, karena membahas tentang keimanan (keyakinan).

4. Ilmu Ushuluddin
Ushuluddin terdiri dari dua suku kata, Ushul (bentuk jamak dari ashl) yang berarti dasar atau
pokok, dan din yang berarti agama. Jadi ilmu ushuluddin bermakna Ilmu yang membahas
pokok-pokok agama.

5. Ilmu Tauhid
Disebut ilmu tauhid karena berbicara tentang mengesakan Allah.
6. Ilmu Kalam
Disebut ilmu kalam karena dinisbatkan kepada para isu paling populer dalam perdebatan
para ulama yang mengkaji aqidah, yakni tentang kalam Allah.

7. Ilmu Ma’rifat
Ilmu ma’rifat bermakna ilmu pengetahuan dan mengenal Allah, karena dengan ilmu ini kita
dapat mengetahui dengan penuh keyakinan akan Allah dengan segala sifat-Nya.

B. Perbedaan Aqidah dan Tauhid


Aqidah lebih luas dari tauhid, sebab tauhid hanya membahas tentang mengesakan dzat,
sifat dan perbuatan Allah saja, sementara aqidah membahas tidak hanya tentang tauhid,
tapi membahas juga tentang iman pada malaikat, kitab samawi, para rasul, dan lainnya.

C. Pengertian Tauhid
Tauhid adalah mengesakan Allah dalam dzat, sifat, dan perbuatan-Nya.
1. Maha Esa dalam dzat
Keesaan Allah dalam Dzat-Nya, ada dua pengertian:
Pertama, dzat Allah tidak tersusun dari beberapa bagian.
Kedua, dzat Allah tidak serupa dan tidak sama dengan dzat apapun.

2. Maha Esa dalam sifat


a. Sifat Allah tidak berbilang dan tidak lebih dari satu dalam satu jenis yang sama,
seperti sifat qudrah, iradah, sama’, dan lainnya.
b. Sifat Allah tidak serupa dan tidak sama dengan sifat apapun, kalau ada kesamaan
dalam penyebutan itu murni kesamaan dalam penyebutan saja, tapi hakikatnya
berbeda, seperti sifat mendengarnya Allah tentu tidak sama dengan sifat
mendengarnya manusia.

3. Maha Esa dalam perbuatan


a. Perbuatan Allah tidak sama dan tidak serupa dengan perbuatan siapapun.
b. Semua perbuatan manusia baik yang sengaja ataupun tidak, yang besar maupun
kecil, semuanya perbuatan itu adalah ciptaan dan atas izin Allah, sedangkan
perbuatan Allah bukan ciptaan dan seizin sesiapapun.
Allah berfirman, “sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut
ukurannya.” (QS. Al-Qamar : 49).

D. Tiga Tingkatan Agama Islam


Agama Islam itu ada tiga tingkatan, yaitu Islam, iman dan ihsan.
Berdasarkan riwayat dari Umar bin Khaththab, beliau berkata, “Suatu ketika, kami duduk di
dekat Rasululah. Tiba-tiba muncul seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih
dan berambut sangat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak
ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia duduk di hadapan Nabi, lututnya
disandarkan kepada lutut Nabi dan kedua tangannya di atas kedua pahanya. Selanjutnya ia
berkata, “Ya Muhammad, beritahulah aku tentang Islam.”. Rasulullah menjawab, “Islam
adalah engkau bersaksi tidak ada yang berhak disembah dengan benar melainkan hanya
Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; engkau menegakkan shalat;
engkau menunaikan zakat; engkau berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan
haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,”Lelaki itu berkata, “Engkau
benar.” Kamipun heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkannya. Kemudian dia
bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”. Nabi menjawab, “Iman adalah
engkau beriman kepada Allah, malaikat-malikat Nya, kitab-kitab Nya, para Rasul Nya, hari
Akhir, dan engkau beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk”. Dia berkata,
“Engkau benar”. Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”. Nabi menjawab,
“Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak
melihat-Nya, yakinlah bahwa sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim).

1. Tingkatan pertama adalah Islam


Islam bermakna ketundukan seorang hamba kepada wahyu Ilahi yang diturunkan kepada
para nabi dan rasul khususnya Muhammad guna dijadikan pedoman hidup sebagai hukum/
aturan Allah yang dapat membimbing umat manusia ke jalan yang lurus, menuju ke
kebahagiaan dunia dan akhirat.
a. Lima rukun Islam:
1) Syahadatain
2) Shalat lima waktu
3) Zakat
4) Shaum di bulan Ramadhan.
5) Haji.

b. Makna Syahadatain (syahadat Allah dan syahadat Nabi)


Makna La ilaha illallah: tidak ada sesembahan yang diibadahi dengan benar kecuali Allah.
Makna syahadat Nabi: meyakini dengan sepenuh hati bahwa beliau adalah hamda dan Rasul
Allah, keyakinan tersebut dibuktikan dengan:
1. Mentaati semua yang beliau perintahkan.
2. Membenarkan semua berita yang beliau sampaikan.
3. Menjauhi semua yang beliau larang dan kecam.
4. Beribadah dengan syariat yang beliau bawa.

c. Syarat Diterimanya Syahadatain


Pertama, ilmu (‫)العلم المنافي للجهل‬.
Artinya, didasari dengan ilmu yang menampik kejahilan.
Syahadatain yang kita ucapkan harus didasari pengetahuan dan pemahaman, yakni tidak
ada peribadahan kepada selain Allah dan menetapkan bahwa hanya Allah satu-satunya yang
patut diibadahi dengan sebenarnya. Syahadatain yang kita ucapkan harus menghilangkan
kejahilan terhadap makna ini.
Allah berfirman,
‫ت َوهَّللا ُ يَ ْعلَ ُم ُمتَقَلَّبَ ُك ْم َو َم ْث َوا ُك ْم‬
ِ ‫ك َولِ ْل ُم ْؤ ِمنِينَ َو ْال ُم ْؤ ِمنَا‬
"َ ِ‫فَا ْعلَ ْم أَنَّهُ اَل إِلَهَ ِإاَّل هَّللا ُ َوا ْستَ ْغفِرْ لِ َذ ْنب‬
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah dan
mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu’min, laki-laki dan
perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.” (QS.
Muhammad : 19)
Rasulullah bersabda,
َ‫َم ْن َماتَ َوهُ َو يَ ْعلَ ُم أَنَّهُ الَ ِإلَهَ إِالَّ هَّللا ُ َدخَ َل ْال َجنَّة‬
“Barangsiapa mati dalam keadaan mengetahui bahwa tidak ada sesembahan yang benar
kecuali Allah, maka dia akan masuk surga.” (HR. Muslim)

Kedua, yakin (‫)اليقين المنافي للشك‬.


Ucapan syahadatain harus didasari dengan keyakinan yang menghilangkan keraguan,
keyakinan itu meliputi keyakinan bahwa Allah sebagai Pencipta, Pemberi rezeki, ma’bud
(yang disembah), dan yang semakna dengannya. Allah berfirman,

َ‫إِنَّ َما ْال ُم ْؤ ِمنُونَ الَّ ِذينَ آ َمنُوا بِاهَّلل ِ َو َرسُولِ ِه ثُ َّم لَ ْم يَرْ تَابُوا َو َجاهَدُوا بِأ َ ْم َوالِ ِه ْم َوأَ ْنفُ ِس ِه ْم فِي َسبِي ِل هَّللا ِ أُولَئِكَ هُ ُم الصَّا ِدقُون‬

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada


Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta
dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat,
49: 15)

Dari Abu Hurairah, beliau berkata bahwa Rasulullah bersabda,


َ‫أَ ْشهَ ُد أَ ْن الَ إِلَهَ ِإالَّ هَّللا ُ َوأَنِّى َرسُو ُل هَّللا ِ الَ يَ ْلقَى هَّللا َ بِ ِه َما َع ْب ٌد َغي َْر شَاكٍّ فِي ِه َما إِالَّ َد َخ َل ْال َجنَّة‬

“Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan aku adalah
utusan Allah. Tidak ada seorang hamba pun yang bertemu Allah (baca: meninggal dunia)
dengan membawa keduanya (syahadatain) dalam keadaan tidak ragu-ragu kecuali Allah
akan memasukkannya ke surga.” (HR. Muslim)

Ketiga, ikhlas (‫)اإلخالص المنافي للشرك‬


Syahadatain mesti didasari dengan keikhlasan (kemurnian iman) yang menghilangkan
kesyirikan.
Keyakinan mengenai keesaan Allah itupun harus dilandasi keikhlasan (kemurnian) di hati,
bahwa hanya Allah lah yang ia jadikan sebagai Ilah, tiada sekutu, tiada sesuatu apapun yang
dapat menyamainya-Nya. Keikhlasan seperti ini akan menghilangkan syirik kepada sesuatu
apapun juga. Allah berfirman,

‫صاَل ةَ َوي ُْؤتُوا ال َّز َكاةَ َو َذلِكَ ِدينُ ْالقَيِّ َم ِة‬ ِ ِ‫َو َما أُ ِمرُوا إِاَّل لِيَ ْعبُدُوا هَّللا َ ُم ْخل‬
َّ ‫صينَ لَهُ ال ِّدينَ ُحنَفَا َء َويُقِي ُموا ال‬
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”
(QS. Al-Bayyinah : 5)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,


‫ خَالِصًا ِم ْن قَ ْلبِ ِه أَوْ نَ ْف ِس ِه‬، ُ ‫اس بِ َشفَا َعتِى يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة َم ْن قَا َل الَ إِلَهَ إِالَّ هَّللا‬
ِ َّ‫أَ ْس َع ُد الن‬

“Orang yang berbahagia karena mendapat syafa’atku pada hari kiamat nanti adalah orang
yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas dalam hatinya atau dirinya.” (HR.
Bukhari)

Keempat, (‫ )الصدق المنافي للكذب‬didasari dengan kejujuran yang menghilangkan kedustaan.


Syahadatain itu juga harus dilandasi dengan kejujuran. Artinya, apa yang diucapkan oleh
lisan harus sesuai dengan apa yang terdapat di dalam hati. Karena jika lisannya
mengucapkan syahadatain, tapi hatinya meyakini sesuatu yang lain atau bertentangan
dengan syahadatain, maka ini merupakan sifat munafik.
Allah Ta’ala berfirman,
َ‫اس َم ْن يَقُو ُل آ َمنَّا بِاهَّلل ِ َوبِ ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر َو َما هُ ْم بِ ُم ْؤ ِمنِينَ يُ َخا ِد ُعونَ هَّللا َ َوالَّ ِذينَ آ َمنُوا َو َما يَ ْخ َد ُعونَ إِاَّل أَ ْنفُ َسهُ ْم َو َما يَ ْش ُعرُون‬
ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬

“Di antara manusia ada yang mengatakan: ‘Kami beriman kepada Allah dan Hari
kemudian’, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka
hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu
dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.” (QS. Al-Baqarah : 8-9)

Lihatlah bagaimana syahadat orang munafik ditolak oleh Allah Ta’ala karena tidak dilandasi
kejujuran, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

َ‫ك لَ َرسُولُهُ َوهَّللا ُ يَ ْشهَ ُد إِ َّن ْال ُمنَافِقِينَ لَ َكا ِذبُون‬


َ َّ‫ك ْال ُمنَافِقُونَ قَالُوا نَ ْشهَ ُد ِإنَّكَ لَ َرسُو ُل هَّللا ِ َوهَّللا ُ يَ ْعلَ ُم إِن‬
َ ‫إِ َذا َجا َء‬
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: ‘Kami mengakui, bahwa
sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah.’ Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya
kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang
munafik itu benar-benar orang pendusta.” (QS. Al Munafiqun : 1)

Rasulullah bersabda,

ِ َّ‫ص ْدقًا ِم ْن قَ ْلبِ ِه إِالَّ َح َّر َمهُ هَّللا ُ َعلَى الن‬


‫ار‬ ِ ِ ‫َما ِم ْن أَ َح ٍد يَ ْشهَ ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ هَّللا ُ َوأَ َّن ُم َح َّمدًا َرسُو ُل هَّللا‬
“Tidaklah seseorang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali
Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya dengan kejujuran dari dalam hatinya, kecuali
Allah akan mengharamkan neraka baginya.” (HR. Bukhari)

Kelima, (‫ )المحبة المنافية للبغض والكراهة‬didasari rasa cinta yang menghilangkan kebencian dan
rasa tidak suka.
Maknanya adalah bahwa syahadatain yang diucapkan harus benar-benar lahir dari
keterpautan hati kepada Allah. Dia berfirman,

ۗ ِ ‫اس َم ْن يَتَّ ِخ ُذ ِم ْن دُو ِن هَّللا ِ أَ ْندَادًا يُ ِحبُّونَهُ ْم َكحُبِّ هَّللا ِ ۖ َوالَّ ِذينَ آ َمنُوا أَ َش ُّد ُحًب`"ًّا هَّلِل‬
ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain
Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang
yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah : 165)

Keenam, (‫ )القبول المنافي للرد‬didasari dengan rasa penerimaan yang menghilangkan penolakan.
Syahadatain yang diucapkan juga harus diiringi rasa penerimaan terhadap segala makna
yang terkandung di dalamnya. Jadi seorang muslim harus menerima kalimat tauhid ini
dengan hati dan lisan tanpa menolaknya.
Allah menceritakan keadaan orang kafir Quraisy yang tidak mau menerima dakwah Nabi
Muhammad dalam firman-Nya,

ِ ‫إِنَّهُ ْم َكانُوا إِ َذا قِي َل لَهُ ْم اَل إِلَهَ ِإاَّل هَّللا ُ يَ ْستَ ْكبِرُونَ َويَقُولُونَ أَئِنَّا لَت‬
‫َار ُكو آلِهَتِنَا لِ َشا ِع ٍر َمجْ نُو ٍن‬
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: ‘la ilaha illallah’ (Tiada
Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. Dan mereka
berkata: ‘Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami
karena seorang penyair gila?’” (QS. As Shaffat : 35-36).

Ketujuh, (‫)اإلنقياد المنافي لإلمتناع والترك وعدم العمل‬


Syahadatain harus didasari dengan rasa kepatuhan (terhadap konsekuensi syahadat) yang
menghilangkan sikap penolakan, menjauh, dan tidak mau beramal.
Syahadatain memiliki konsekuensi dalam segala aspek kehidupan seorang muslim. Seorang
yang mengucapkan laa ilaha illallah haruslah patuh terhadap syari’at Allah Ta’ala serta
tunduk dan berserah diri kepada-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

ُ
ِ ‫ك بِ ْالعُرْ َو ِة ْال ُو ْثقَى َوإِلَى هَّللا ِ عَاقِبَةُ اأْل ُم‬
‫ور‬ َ ‫َو َم ْن يُ ْسلِ ْم َوجْ هَهُ ِإلَى هَّللا ِ َوهُ َو ُمحْ ِس ٌن فَقَ ِد ا ْستَ ْم َس‬

“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat
kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya
kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.” (QS. Luqman : 22)
d. Pembatal Syahadatain
Sedikitnya ada tiga hal yang bisa membatalkan syahadat kita:
1) Syirik akbar.
2) Ilhad (tidak percaya adanya sifat, nama, dan perbuatan Allah(.
3) Nifak I’tiqadi (berwajah dua, zahirnya muslim tetapi hatinya kafir).

2. Tingkatan kedua adalah Iman

Dalil tentang rukun iman diperinci dalam hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khatthab,
ketika Malaikat Jibril `yang menyerupai seorang lelaki, bertanya kepada Nabi;

ِ ‫ َوتُ ْؤ ِمنَ بِالقَد‬،‫ َو ْاليَوْ ِم اآلَ ِخ ِر‬،‫ َو ُكتُبِ ِه َو ُر ُسلِ ِه‬،‫ َو َمالئِ َكتِ ِه‬،ِ‫ أَ ْن تُ ْؤ ِمنَ بِاهلل‬:‫ قَا َل‬،‫ فَأ َ ْخبِرْ نِ ْي َع ِن ا ِإل ْي َما ِن‬:‫قَا َل‬
َ َ‫َر َخي ِْر ِه َو َشرِّ ِه ق‬
:‫ال‬
َ‫ص َد ْقت‬
َ
Jibril bertanya lagi, “Jelaskan kepadaku tentang iman?” Nabi menjawab: “(Iman itu adalah)
Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan
Hari Akhir serta engkau beriman kepada takdir baik dan buruk.” Nabi menjawab, ‘Engkau
benar.’ (HR. Muslim).
Bab 2
Iman Kepada Allah
Bab 2
Iman Kepada Allah

A. Pengertian iman pada Allah


Iman kepada Allah berarti keyakinan yang kuat bahwa Allah itu haq, maha esa dan tidak ada
sekutu bagi-Nya, Dia bersifat dengan sifat yang sempurna, tidak ada kekurangan sama
sekali, dan satu-satunya dzat yang berhak ditaati dan disembah.

B. Asma dan Sifat Allah


Dalam pembahasan sifat Allah kita sering mengenal ada 20 sifat yang wajib, 20 sifat yang
mustahil dan satu sifat yang jaiz (boleh) bagi Allah.
Konsep sifat wajib, mustahil dan jaiz berangkat dari kenyataan bahwa sekalipun sifat-sifat
tersebut sudah jelas dalilnya dalam al-Quran dan hadits Nabi, tapi tetap membutuhkan
nalar dan akal sehat dalam menerimanya, maka muncullah istilah wajib aqli, mustahil aqli
dan jaiz aqli.

1. Apakah sifat Allah cuma 20 sifat?


Tidak, bahkan tidak ada siapapun yang boleh membatasi sifat Allah hanya 20 sifat, cuma
ulama membuat batasan pada 20 sifat itu, karena beberapa alasan:
a. konsep 20 sifat itu untuk mempermudah seorang mukmin dalam mengenal Allah.
b. 20 sifat bukan batasan sifat Allah, sebab Allah wajib memiliki sifat kesempuranaan
yang layak dengan kemahaagungan Allah, sifat 20 dianggap batas kemampuan
manusia dalam mengenal Allah.
c. 20 sifat ini untuk merespon penyimpangan-penyimpangan berbagai pemikiran yang
berkaitan dengan ketuhanan, seperti Mu’tazilah, Mujassimah, Syiah dan lainnya.
d. 20 sifat ini pada dasarnya adalah jawaban terhadap pertanyaan mendasar tentang
ketuhanan yang wajib kita ketahui dalam rangka mengenal Allah (ma’rifatullah).
2. Kaidah Tentang Asma (Nama) dan Sifat Allah
Ada beberapa kaidah dasar yang harus dipahami seorang muslim dalam memahami Asma
Allah dan sifat-Nya, yaitu:

a. Nama dan sifat Allah merupakan sesuatu yang sifatnya tauqifiyyah. Artinya, harus
berdasarkan wahyu. Baik dari Al-Quran atau Sunnah Nabi.
b. Keyakinan tentang sifat Allah harus seperti keyakinan tentang Dzat-Nya. Artinya,
seorang muslim harus menyadari bahwa tidak ada yang menyamai Allah dalam segi
sifat, dzat, ataupun perbuatan. Karena itu, sifat-sifat Allah juga tidak bisa disamakan
atau dimiripkan dengan sifat makhluk.
c. Semua nama Allah adalah nama yang baik. Artinya, Allah adalah Dzat yang sempurna
dan nama-nama Allah juga merupakan kesempurnaan yang tidak memiliki
kekurangan sedikit pun.
d. Nama-nama Allah tidak terbatas pada jumlah tertentu. Hanya Allah yang tahu apa
saja nama yang Ia miliki. Berdasarkan sabda Nabi, ”tidaklah seseorang ditimpa
kesusahan dan kesedihan, lalu ia berdoa, “ya Allah, sesungguhnya aku hamba-Mu,
putra hamba-Mu dan putra hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku ada dalam
kekuasaan-Mu, ketetapan-Mu telah berlaku padaku dan keputusan-Mu berlaku adil
padaku. Aku memohon kepada Engkau dengan semua nama yang menjadi nama-
Mu, baik yang telah Engkau jadikan sebagai nama diri-Mu atau yang Engkau ajarkan
kepada seseorang dari makhluk-Mu atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu atau
Engkau sembunyikan menjadi ilmu gaib di sisi-Mu," (H.R. Ahmad).
3. Pembagian sifat 20
Sifat yang wajib bagi Allah yag terdiri dari 20 sifat, dikelompokkan menjadi empat bagian:
Pertama, sifat nafsiyah
Yaitu sifat yang menunjukkan hakikat dzat Allah saja, sifat nafsiyah hanya satu; sifat wujud.
Kedua, sifat salbiyyah (negatif)
Yaitu sifat yang menafikan segala sesuatu yang tidak layak bagi Allah, ada 5 sifat salbiyyah;
qidam, baqa’, mukhalafatuhu lil hawadits, qiyamuhu binafsih dan wahdaniyah. Misalnya,
sifat qidam, yang menafikan sifat huduts (baru) bagi Allah, sifat baqa’ menafikan sifat fana’
bagi Allah.
Ketiga, sifat ma’ani
Yaitu sifat yang menetap pada yang disifati dan melahirkan suatu hukum, ada 7 sifat;
qudrah, iradah, ilmu, hayat, sama’, bashar dan kalam.
Contohnya, sifat qudrah (kuasa), qudrah ini adalah sesuatu yang bersifat ma’nawi, bersifat
dengan sifat qudrah akan melahirkan kesimpulan bahwa Allah qadiran (maha kuasa).
Keempat, sifat ma’nawiyah
Yaitu sifat yang tetap bagi Allah sebagai konsekuensi bersifat dengan sifat ma’ani, ada 7 sifat
ma’nawiyah; qadiran, muridan, ‘aliman, hayyan, sami’an, bashiran, dan mutakalliman.
Contohnya Allah bersifat sama’ (mendengar), maka konsekuensinya Allah bersifat sami’an
(maha mendengar).

Penjelasan Sifat Allah:


1. Wujud
Wujud artinya menurut akal keberadaan Allah wajib karena dzat-Nya, bukan karena sebab
akibat dan alasan lainnya. Seperti wujudnya manusia, wujudnya manusia ada sebab
dilahirkan oleh ibunya.
Secara logika (dalil aqli), adanya alam raya pasti ada penciptanya, dan tentu pencipta alam
raya harus ada sebelum adanya alam raya ini, sebab alam raya ini mustahil tercipta dengan
sendirinya.
Dalil Naqli (dalil dari al-Quran dan hadits), Allah berfirman, “apakah ada keraguan terhadap
Allah, Pencipta langit dan bumi.” (QS. Ibrahim : 10).
2. Qidam
Qidam artinya wujudnya Allah tidak ada permulaan.
Dalil Aqli, seandainya wujudnya Allah ada permulaannya, niscaya Allah membutuhkan
seseorang untuk mewujudkan-Nya, lalu yang menciptakan Allah juga butuh yang
menciptakannya, dan begitu seterusnya tak habis-habis.
Dalil Naqli, firman Allah, “Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir, dan Yang Batin; dan Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu,” (QS. Al-Hadid : 3).

3. Baqa’
Baqa’ artinya adalah kekal abadi. Maksudnya, Allah adalah dzat yang Maha Kekal, tidak ada
akhirnya. Kekalnya Allah berbeda dengan kekalnya penduduk surga, sebab kekalnya Allah
karena memang dzat-Nya kekal, sementara penduduk surga kekal karena dikehendaki oleh
Allah, bukan karea dzatnya kekal.
Dalil Naqli: Allah berfirman, “segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Segala keputusan
menjadi wewenang-Nya, dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan,” (QS. Al-Qashash : 88).
Dalil Aqli: seandainya Allah tidak kekal dan bisa binasa tentu ada yang membinasakannya,
kalau tuhan bisa dibinasakan itu tanda tuhannya tidak memiiki kuasa dan tidak layak
menjadi tuhan.

4. Mukhalafatuhu Lil Hawadits


Sesuatu yang baru disebut hawadits, apa saja selain Allah adalah makhluk (ciptaan Allah),
karena itu dzat dan sifat Allah pasti berbeda dengan apa pun yang Dia ciptakan sendiri. Allah
berfirman, “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha
Mendengar, Maha Melihat," (QS. Asy- Syura : 11).

5. Qiyamuhu Binafsihi
Allah berdiri sendiri pada dzat-Nya, Dia tidak bergantung kepada siapapun, serta mustahil
membutuhkan bantuan dari yang lain.
Dalil naqli, firman Allah, “Hai manusia, kamulah yang membutuhkan Allah, dan Allah Dialah
Yang Maha Kaya (tidak membutuhkan sesuatu) Maha Terpuji.” (QS. Fathir : 15).
6. Wahdaniah
Sifat wajib Allah yang lain adalah wahdaniah (esa atau tunggal). Hamba-Nya mesti
mengimani bahwa Allah adalah Yang Maha Esa, esa dalam dzat-Nya, esa dalam sifat-Nya
dan esa dalam perbuatan-Nya.
Allah berfirman, “Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa.” (QS. Al-Ikhlash : 1).

7. Qudrah
Qudrah berarti bahwa Allah adalah zat Yang Maha Kuasa atas apa pun dan tidak ada satu
pun yang bisa menandingi kekuasaannya. Mustahil bagi Allah tidak memiliki kuasa.
Dalil naqli: Firman Allah, “Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-
Baqarah [2]: 20).
Dalil aqli: seandainya Allah lemah dan tidak memiiliki kekuatan, pasti tidak akan ada dunia
ini, justru adanya dunia ini dengan segala keunikannya menjadi bukti kemahakuasaan Allah.

Pertanyaan aneh
Pertanyaan pertama, Kalau Allah maha kuasa, mampukah Allah menciptakan batu yang
Allah sendiri tidak sanggup mengangkatnya?
Jawabannya: kesalahan ada pada pertanyaannya, karena penanya mencoba untuk
“menyuruh Allah menciptakan batu” tersebut. Padahal bisa tidak dia yang terbatas
(makhluk) menyuruh Tuhan yang Maha Kuasa? Tentu tidak akan bisa.
Maka kita bisa juga counter balik pertanyaan tersebut:
“Kamu bisa tidak memaksa Allah untuk membuat batu yang tidak bisa Dia angkat?”
Kehendak kita di bawah kehendak Allah. Kita bahkan tidak bisa memaksa Allah, bahkan
sekalipun dengan pikiran dan logika-logika kita. Kita bahkan tidak bisa menghakimi Allah
dengan pikiran kita yang dangkal.
Pertanyaan kedua, kalau Allah Maha Kuasa, bisakah Allah menciptakan tuhan?
Jawabannya, pertanyaan ini lebih salah lagi, karena tuhan itu bukan ciptaan, sesuatu yang
diciptakan namanya makhluk bukan tuhan, akal sehat tidak akan pernah menggambarkan
bahwa ada tuhan yang diciptakan sebelumnya.
8. Iradah
Artinya berhendak. Maksudnya, setiap hal yang ada di alam semesta ini berjalan atas
kehendak Allah.
Mustahil bagi Allah SWT melakukan sesuatu atas suatu paksaan. Apabila Dia berkehendak,
maka tidak ada yang bisa mencegah-Nya.
Dalilnya adalah firman Allah, “Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang
Dia Kehendaki.” (QS. Hud : 107).

9. Ilmu
Ilmu artinya pengetahuan. Maksudnya, Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu, baik
yang terlihat maupun tidak terlihat, yang gaib maupun yang nyata. Pengetahuan kita
manusia bersifat baru dan merupakan hasil usaha, sementara pengetahuan Allah qadim dan
bukan hasil usaha.
Bahkan, Allah mengetahui apa yang terbayang, terbetik, dan terlintas di benak manusia.
Allah berfirman, “Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu,” (QS. An-Nisa [4]: 176).

10. Hayat
Hayat artinya hidup. Allah adalah dzat Yang Maha hidup. Dia tidak akan binasa, sebab Dia
kekal selamanya.
Sifat hayat bagi Allah adalah sifat yang azali (tidak ada permulaan), dan abadi selamanya
yang membenarkan bahwa Allah memiliki sifat ilmu, qudrah, dan iradah. Allah berfirman,
“Dan bertawakallah kepada Allah yang Maha Hidup, Yang tidak mati, dan bertasbihlah
dengan memuji-Nya … ” (QS. Al-Furqan : 58).

11. Sama’
Sama' artinya bahwa mendengar. Sama’ adalah sifat yang azali (tidak ada permulaan) dan
menetap pada dzat Allah yang berkaitan dengan semua hal yang wujud (ada), baik suara
dapat didengar maupun dzat apa saja yang ada, sehinga menangkapnya dengan sempurna.
Dalil naqli, firman “Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah
[2]: 256).
Dalil aqli, sekiranya Allah tidak bisa mendengar, berarti Allah tuli, dan ini aib yang mustahil
bagi dzat Allah.
12. Bashar
Bashar artinya melihat. Bashar adalah sifat yang azali (tidak ada permulaan) dan menetap
pada dzat Allah yang berkaitan dengan semua yang bisa dilihat dan semua hal yang ada,
sehingga melihatnya dengan sempurna.
Dalil naqli, firman Allah, “Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hujurat
: 18).
Dalil aqli, sekiranya Allah tidak bisa melihat, berarti Allah buta, dan ini aib yang mustahil bagi
dzat Allah.

13. Kalam
Kalam berarti berfirman. Kalam adalah sifat yang azali (tidak ada permulaan) dan abadi,
yang menetap pada dzat Allah, tidak berupa huruf, suara dan bahasa.
Dalil naqli, firman Allah, “Dan ketika Musa datang untuk munajat pada waktu yang telah
Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman langsung kepadanya.” (QS. Al-A’raf [7]: 143).

14. Qadiran
Qadiran artinya Yang Maha Kuasa dan mustahil Allah bersifat lemah.
Dalilnya sama dengan dalil sifat qudrah (maha kuasa), maksudnya apabila Allah hendak
melakukan sesuatu, maka pasti Allah lakukan atau mau meninggalkan sesuatu pasti Allah
tinggalkan tanpa paksaan dari siapapun.

15. Muridan
Artinya berkehendak, dan mustahil Allah memiliki sifat sebaliknya mukrahan (terpaksa
melakukan ssesuatu)
. Sifat muridan ini menyatu dengan sifat iradat sebelumnya.
Allah berfirman, “…sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang ia
kehendaki.” (QS. Hud : 107)

16. ‘Aliman
Mirip dengan sifat ilmu, Allah juga bersifat aliman. Artinya, Dia Maha Mengetahui, artinya
Dia mengetahui segala hal dan pengetahuannya tak terbatas apa pun.
Firman Allah, “dan Allah maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa’ : 176).
17. Hayyan
Hayyan artinya adalah zat Yang Maha Hidup. Sifat ini menyatu dengan sifat hayat yang
disebutkan sebelumnya

18. Sami’an
Sami'an artinya bahwa Allah adalah zat Yang Maha Mendengar, maka mustahil bagi-Nya
sebagai zat yang tuli. Sifat ini menyatu dengan sifat sama' yang disebutkan sebelumnya.
Dalil naqli: firman Allah, “Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-
Baqarah : 256).

19. Bashiran
Basiran artinya bahwa Allah bersifat Maha Melihat, mustahil bagi-Nya untuk tidak melihat
atau buta atas segala hal. Sifat ini menyatu dengan sifat bashar sebagaimana disebutkan
sebelumnya.
Allah berfirman, “Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hujurat : 18).

20. Mutakalliman
Mutakalliman artinya berfirman atau berkata-kata. Maksudnya, Allah adalah zat Maha
Berkata dan mustahil baginya untuk bisu.
Allah berfirman, “Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung." (QS. An-Nisa’ :
164).

C. Syirik
1. Definisi syirik
Secara etimologi, syirik berarti persekutuan yang terdiri dari dua atau lebih yang disebut
sekutu. Sedangkan secara terminologi, syirik berarti menjadikan tandingan atau sekutu bagi
Allah. Definisi ini bermuara dari hadits Nabi tentang dosa terbesar,
َ‫أَ ْن تَجْ َع َل هَّلِل ِ نِ ًّدا َو ْه َو خَ لَقَك‬
“…Engkau menjadikan sekutu bagi Allah sedangkan Dia yang menciptakanmu.” (HR. Bukhari
dan Muslim).
Syirik adalah kebalikan dari tauhid, yaitu sikap menyekutukan Allah dalam dzat, sifat,
perbuatan, dan ibadah.
a. Syirik secara dzat: meyakini bahwa dzat Allah sama dengan makhluk Nya.
b. Syirik secara sifat: meyakini bahwa sifat makhluk sama dengan sifat Allah, tidak ada
beda sama sekali.
c. Syirik secara perbuatan: menyakini bahwa makhluk mengatur alam semesta dan
rezeki manusia, seperti yang diperbuat Allah selama ini.
d. Syirik secara ibadah: menyembah selain Allah, dan mengagungkannya seperti
mengagungkan Allah, mencintainya seperti mencintai Allah.

2. Macam-macam syirik
Ada dua macam syirik:
a. Syirik Akbar (syirik besar)
Syirik Akbar ada dua macam:
1) Syirik besar jali/zhahir: menyembah selain Allah, seperti menyembah berhala dan
lainnya.
2) Syirik besar khafi/bathin: seperti meminta kepada orang yang sudah mati dengan
keyakinan mereka dapat memenuhi permintaan mereka, atau menjadikan seseorang
sebagai pembuat hukum (menghalalkan atau mengharamkan seperti halnya Allah).
Allah berfirman, “Dan jangan engkau menyembah sesuatu yang tidak memberi
manfaat dan tidak (pula) memberi bencana kepadamu selain Allah.” (QS. Yunus :
106).

b. Syirik Ashghar (syirik kecil)


Syirik kecil ada dua macam:
1) Syirik kecil jali/zhahir bisa dalam bentuk:
a) Syirik kecil dalam bentuk ucapan
Seperti bersumpah dengan selain Allah, seperti sumpah “demi Nabi”, “demi ayah ibuku” dan
sebagainya, atau mengucapkan kalimat yang mengarah kepada syirik, seperti ucapan “kalau
tidak ada dia, acara tidak akan jalan.” Atau pemberian nama seperti Abdul Ka’bah (hamba
Ka’bah), Abdun Nabi (hamba Nabi).
Nabi bersabda, “janganlah kalian mengatakan: ‘Atas kehendak Allah dan kehendak
Muhammad’, akan tetapi ucapkanlah: “Atas kehendak Allah semata.” (HR. Ibnu Majah).

b) Syirik kecil dalam bentuk perbuatan


Seperti memakai jimat, dengan keyakinan jimat hanyalah sekedar sebab dan sarana saja,
sementara hasilnya (yang menyelamatkannya, atau yang melariskan dagangannya misalnya)
adalah Allah semata.

2) Syirik kecil khafi/bathin


Syirik ini berupa niat dan keinginan, seperti riya (ibadah yang dilakukan dengan tujuan dapat
dilihat orang lain) dan sum’ah (memperdengarkan ucapan ibadah dan amal saleh kepada
orang lain). Nabi bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku takutkan terjadi pada kalian
adalah syirik kecil, sahabat bertanya “apakah syirik kecil itu, ya Rasulullah?” Rasul
menjawab, “Riya’.” (HR. Ahmad).

3. Perbedaan syirik besar dan kecil

Syirik besar Syirik kecil


a. Pelakunya keluar dari Islam. a. Pelakunya berdosa besar dan tidak
keluar dari Islam.
b. Gugur semua amalan shalihnya. b. Hanya amalan yang bercampur
dengan riya saja yang ditolak Allah.
c. Kekal didalam neraka. c. Tidak kekal di neraka.

Nabi mengingatkan bahaya syirik, apalagi syirik besar, beliau bersabda,


"Wahai manusia, takutlah kalian pada syirik ini karena ia lebih samar dari pergerakan semut.
Kemudian ada seorang bertanya, “bagaimana cara kami terhindar darinya sementara dia
lebih samar dari pergerakan semut, wahai Rasulullah?” Nabi menjawab: "Ucapkanlah,
Allahumma inna na’udzubika an nusyrika bika syai’an na’lamuh wa nastaghfiruka lima la
na’lamuhu.” (HR. Ahmad, hadits hasan).
D. Ibadah
1. Arti Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk.
Menurut syara’ (terminologi), ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang
dicintai dan diridhai Allah, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang
bathin.

2. Hakikat ibadah:
a. Ujian Allah kepada hamba-Nya
Allah berfirman, “Dia yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS.
Al-Mulk : 2).

b. Tuntutan Allah kepada hamba-Nya


Allah berfirman, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.” (QS. Az-Dzariyat : 56).

c. Hak Allah pada hamba-Nya

Rasulullah bersabda, “Hak Allâh yang wajib dipenuhi oleh para hamba-Nya ialah mereka
hanya beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (HR.
Bukhari dan Muslim).

3. Pembagian ibadah
Ibadah menjadi tiga macam:
a. Ibadah qalbiyah, seperti rasa takut, cinta, penuh harap, tawakkal, merasa diawasi
Allah, dan sebagainya.
b. Ibadah qauliyah, seperti membaca al-Quran, bertasbih, bertahmid, bertahlil, berdoa
dan lainnya.
c. Ibadah badaniyah, seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan lainnya.
4. Syarat diterima ibadah
a. Pelakunya beriman kepada Allah, Allah berfirman,

۟ ُ‫َوقَ ِد ْمنَٓا إلَ ٰىما َع ِمل‬


‫وا ِم ْن َع َم ٍل فَ َج َع ْل ٰنَهُ هَبَٓا ًء َّمنثُورًا‬ َ ِ

"Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu
(bagaikan) debu yang berterbangan." (QS. Al-Furqan : 25).

b. Dilakukan dengan ikhlas karena Allah


Allah berfirman, “Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas
menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama.” (QS. Al-Bayyinah : 5).
c. Bersesuaian dengan Sunnah Rasulullah, beliau bersabda, “Barangsiapa melakukan
suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR.
Muslim).
BAB 3
Iman Kepada Malaikat

BAB 3
Iman Kepada Malaikat

Malaikat adalah makhluk ghaib yang diciptakan Allah dari cahaya, senantiasa menyembah
Allah, tidak pernah mendurhakai perintah Allah serta senantiasa melakukan apa yang
diperintahkan kepada mereka.

A. Anasir mengimani malaikat


Keimanan kepada malakat mengandung 4 unsur, yaitu:
1. Mengimani eksistensi malaikat
Yaitu kepercayaan yang pasti tentang keberadaan para malaikat. Allah berfirman:  “Rasul
(Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an) dari Tuhannya,
demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-
Nya…” (QS. Al-Baqarah : 285).

2. Mengimani nama-nama malaikat yang telah kita ketahui dan yang tidak diketahui
namanya
Di antara dalil yang menunjukkan banyaknya bilangan malaikat dan tidak ada yang dapat
menghitungnya kecuali Allah. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya baitul makmur berada
di langit yang ketujuh setentang dengan Ka’bah di bumi, setiap hari ada 70 ribu malaikat
yang shalat di dalamnya kemudian apabila mereka telah keluar maka tidak akan kembali
lagi.” (HR. Bukhari & Muslim).

3. Mengimani sifat-sifat malaikat yang kita ketahui


a. Sifat fisik Malaikat
1. Tercipta dari cahaya
Dari Aisyah, Rasulullah bersabda, “Malaikat itu diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari
nyala api tanpa asap, dan Adam diciptakan dari apa yang telah disifatkan (Allah di dalam
kitab-Nya) untuk kalian.” (H.R. Muslim).

2. Memiliki sayap
Allah berfirman, “Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi. Yang menjadikan
malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai urusan) yang mempunyai
sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga, dan empat. Allah menambahkan pada
ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.”(QS. Faathir:1).

3. Bisa berubah wujud


Dalam al-Quran dan hadit Nabi banyak yang menceritakan bahwa malaikat mampu berubah
wujud menjadi manusia, Malaikat Jibril pernah datang dalam wujud menyerupai salah
seorang sahabat Nabi yang dikenal berwajah rupawan, Dihyah Al-Kalbi. Rasulullah bersabda,
aku pun melihat Jibril, dan yang paling mirip dengannya di antara yang pernah aku lihat
adalah Dihyah”. (HR. Muslim).

b. Sifat non fisik malaikat


1) Ma’shum (terjaga dari berbuat dosa) dan tidak pernah menginkari perintah Allah.
Allah berfirman, “mereka (malaikat) tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia
perintahkan kepada mereka.” (QS. at-Tahrim : 6).

2) Tidak pernah bosan beribadah


Allah berfirman, “mereka (malaikat) bertasbih tidak henti-hentinya malam dan siang.” (QS.
al-Anbiya ; 20).

3) Sangat takut kepada Allah


Allah berfirman, “mereka (malaikat) sangat takut kepada Rabb-nya yang (berkuasa) diatas
mereka.” (QS. an-Nahl ; 50).

Perbedaan malaikat dengan manusia


Malaikat Manusia
1. Tercipta dari cahaya 1. Tercipta dari tanah
2. Tidak ada jenis kelamin, tidak 2. Sebaliknya
menikah, tidak ada keturunan, tidak
makan dan minum, tidak tidur
3. Mampu berubah wujud atas seizin 3. Tidak mampu merubah wujud
Allah 4. Berpotensi untuk bertaqwa atau
4. Tidak bermaksiat dan senantiasa taat bermaksiat

Perbedaan malaikat dengan jin

Malaikat Jin
1. Tercipta dari cahaya 1. Tercipta dari api yang
2. Diciptakan oleh Allah menyala
dengan tabiat selalu 2. Allah menjadikan
taat kepada Allah, dan mereka mempunyai
tidak ada pilihan bagi pilihan mau beriman
malaikat apakah mau atau kafir.
taat atau tidak.
3. Tidak memiliki syahwat. 3. Mereka makan, minum,
Oleh karena itu, mereka menikah dan yang
tidak makan, tidak lainnya.
minum dan tidak
menikah. 4. Mayoritas jin adalah
4. Tidak pernah kafir
bermaksiat kepada
Allah sedikit pun

4. mengimani tugas Malaikat


a. Malaikat Jibril
Salah satu tugasnya adalah menyampaikan wahyu kepada para Rasul. Allah menegaskan
tentang malaikat Jibril dalam Surat Asy Syuara ayat 193, dan Surat An Nahl ayat 102.

َ‫وا َوهُدًى َوبُ ْش َر ٰى لِ ْل ُم ْسلِ ِمين‬


ْ ُ‫ق لِيُثَبِّتَ ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ِّ ‫ك بِ ْٱل َح‬ ِ ‫قُلْ نَ َّزلَهۥُ رُو ُح ْٱلقُد‬
َ ِّ‫ُس ِمن َّرب‬

“Katakanlah, "Ruhul kudus (Jibril) menurunkan Al-Qur'an itu dari Tuhanmu dengan
kebenaran, untuk meneguhkan (hati) orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta
kabar gembira bagi orang yang berserah diri (kepada Allah)." (QS. An-Nahl : 102).

b. Malaikat Mikail
Malaikat Mikail bertugas menurunkan hujan, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, dan
mengurus rezeki. Keberadaan Malaikat Mikail tercantum dalam firman-Nya:

ۤ
َ‫َم ْن َكانَ َع ُد `"ًًّوا هّٰلِّل ِ َو َم ٰل ٕىِ َكتِ ٖه َو ُر ُسلِ ٖه َو ِجب ِْر ْي َل َو ِمي ْٰكى َل فَا ِ َّن هّٰللا َ َع ُد ٌّو لِّ ْل ٰكفِ ِر ْين‬

“Barangsiapa menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan


Mikail, maka sesungguhnya Allah musuh bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah : 98).

c. Malaikat Israfil
Malaikat Israfil bertugas untuk meniup sangkakala. Nama malaikat Israfil tidak disebutkan
secara langsung dalam Al Quran, tetapi disebut didalam hadits Nabi,

٦٨ - َ‫ض اِاَّل َم ْن َش ۤا َء هّٰللا ُ ۗ ثُ َّم نُفِ َخ فِ ْي ِه اُ ْخ ٰرى فَا ِ َذا هُ ْم قِيَا ٌم يَّ ْنظُرُوْ ن‬
ِ ْ‫ت َو َم ْن فِى ااْل َر‬
ِ ‫ق َم ْن فِى السَّمٰ ٰو‬ َ َ‫َونُفِ َخ فِى الصُّ وْ ِر ف‬
َ ‫ص ِع‬

“Dan sangkakala pun ditiup, maka matilah semua (makhluk) yang di langit dan di bumi
kecuali mereka yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sekali lagi (sangkakala itu) maka
seketika itu mereka bangun (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah).” (QS. Az Zumar
ayat 68).
Nabi bersabda, “ya Allah, Rabbnya Jibril, Mikail dan Israfil. Wahai Pencipta langit dan
bumi...” (HR. Muslim).
d. Malaikat Izrail
Nama Izrail tidak disepakati semua ulama, didalam Al Quran hanya disebut dengan nama
Malaikat Maut, sebagaimana tercantum dalam Surat As Sajdah ayat 11:

َ‫ت الَّ ِذيْ ُو ِّك َل بِ ُك ْم ثُ َّم اِ ٰلى َربِّ ُك ْم تُرْ َجعُوْ ن‬ ُ َ‫قُلْ يَتَ َو ٰفّى ُك ْم َّمل‬
ِ ْ‫ك ْال َمو‬

“Katakanlah, "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa) mu akan mematikan
kamu, kemudian kepada Tuhanmu, kamu akan dikembalikan."
Namun Imam Abu Hayyan al-Andalusi, al-Baihaqi dan al-Qadhi ‘Iyadh mengatakan bahwa
semua ulama sepakat nama malaikat maut adalah Izrail.

e. Malaikat Munkar
f. Malaikat Nakir
Tugasnya adalah menanyai orang yang mati di alam kubur.
Nabi bersabda, “Apabila mayit atau salah seorang dari kalian sudah dikuburkan, ia akan
didatangi dua malaikat hitam dan biru, salah satunya Munkar dan yang lain Nakir.” (HR.
Tirmidzi, sanad hadits ini hasan).

g. Malaikat Raqib
h. Malaikat Atid
Malaikat Raqib dan Atid bertugas mencatat amal buruk manusia. Keberadaan Malaikat
Raqib dan Atid tercantum dalam firman-Nya,

‫َما يَ ْلفِظُ ِم ْن قَوْ ٍل اِاَّل لَ َد ْي ِه َرقِيْبٌ َعتِ ْي ٌد‬

“Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya raqib dan atid malaikat
pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS. Al-Qaf : 18).
Para malaikat Raqib dan Atid berada di sisi kanan dan kiri manusia. Imam Ahmad berkata,
“Malaikat akan mencatat segala sesuatu sampai pun keluh kesah ketika sakit.” Oleh karena
itu, Imam Ahmad tidak pernah berkeluh kesah ketika sakit sampai beliau menghembuskan
nafas terakhir.

i. Malaikat Malik
Malaikat Malik bertugas menjaga pintu neraka. Nama Malik dan tugasnya ada di dalam Al
Quran Surat Az-Zukhruf ayat 77:

َ ۗ ُّ‫ض َعلَ ْينَا َرب‬


َ‫ك قَا َل اِنَّ ُك ْم َّما ِكثُوْ ن‬ ِ ‫ك لِيَ ْق‬
ُ ِ‫َونَادَوْ ا ٰيمٰ ل‬

“Dan mereka berseru, "Wahai (Malaikat) Malik! Biarlah Tuhanmu mematikan kami saja.""
Dia menjawab, "Sungguh, kamu akan tetap tinggal (di neraka ini)."

j. Malaikat Ridwan
Malaikat Ridwan bertugas menjaga dan mengawasi pintu surga. Nabi bersabda, “apabila
diawal malam Ramadhan, Allah menyeru Ridwan penjaga surga….” (HR. Ibnu Hibban).

Shalawat Malaikat

Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya selalu bershalawat kepada
Nabi Muhammad. Wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kalian kepadanya dan
bersalamlah dengan sungguh-sungguh.” (QS. al-Ahzab : 56).
Malaikat bershalawat artinya malaikat berdoa dan memohonkaan ampunan. Diantara
hamba Allah yang mendapatkan shalawat malaikat adalah:
a. Orang yang mengajarkan kebaikan
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah, malaikat-malaikat-Nya, penduduk langit
dan bumi bahkan semut di liangnya, sampai ikan besar, semuanya bershalawat
kepada orang yang mengajar kebaikan kepada manusia.” (HR. at-Tirmidzi, dia
berkata, Hadits hasan shahih).

b. Orang yang menyambungkan shaf dan mengisi celah yang kosong.


Nabi bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada
orang yang menyambungkan shaf dan siapa yang mengisi celah, niscaya Allah akan
mengangkat derajat orang tersebut karenanya.” (HR. Ibnu Majah, shahih).

c. Shalat di shaf pertama


Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat
kepada orang yang berada di barisan pertama.” (HR. Ibnu Majah, shahih).

d. Orang Yang Besahur Untuk Puasa

Nabi bersabda, “Makan sahur adalah berkah, maka janganlah kalian


meninggalkannya, walau kalian hanya meminum seteguk air, karena Allah ‘Azza wa
Jalla dan para malaikat bershalawat kepada orang yang makan sahur.” (HR. Ahmad,
sanadnya shahih).
Laknat Malaikat
Dilaknat bermakna dijauhkan dari rahmat Allah, adapun orang yang mendapat laknat
malaikat:

a. Mengancam orang lain dengan senjata atau besi


Nabi bersabda, “Barang siapa yang mengisyaratkan kepada saudaranya dengan
sepotong besi, maka malaikat melaknatnya sampai ia menghentikan perbuatannya
tersebut. Walalupun yang ia tunjuk adalah saudara kandung seayah dan seibu.” (HR
Muslim).

b. Mencaci sahabat Nabi


Nabi bersabda, “Barangsiapa yang mencela para Sahabatku, ia akan mendapatkan
laknat (dari) Allah, Malaikat, dan manusia seluruhnya." (HR. Abu Dawud dan Nasa'i,
shahih).

B. Alam Jin
Secara harfiah jin berarti sesuatu yang tersembunyi atau tidak terlihat.
Secara syariat jin adalah ruh yang berakal dan memiliki keinginan, diberikan beban
(mukallaf) sebagaimana manusia, tidak bisa dilihat dan dirasa dengan indera manusia,
mampu berubah wujud, dan mereka memiliki banyak kesamaan dengan manusia seperti
makan, minum, menikah, memiliki keturunan dan lainnya, dan dihisab dihari kiamat kelak.
1. Dalil mengimani jin
Firman Allah,
َّ َ‫قُلْ أُو ِح َي إِل‬
‫ي أَنَّهُ ا ْستَ َم َ"ع نَفَ ٌر ِم َ"ن ْال ِجنِّ فَقَالُوا إِن َّا َس ِم ْعنَا قُرْ آَنًا َع َجبًا‬

“Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah


mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami
telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan.” (QS. Al Jin: 1).

2. Antara jin, setan dan iblis


Imam Hasan al-Bashri mengatakan bahwa Iblis adalah nenek moyangnya jin, sebagaimana
Nabi Adam adalah nenek moyangnya manusia.
Setan adalah sifat pembangkangan bisa dari golongan jin, bisa juga dari golongan manusia,
sebab setan menurut Ibnu Katsir, artinya jauh dari kebenaran, oleh karena itu semua
pembangkangan yang dilakukan baik oleh manusia maupun jin disebut setan, sesuai dengan
firman Allah, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-
syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin.” (QS. Al-An’am ; 112).
Sederhananya setan adalah manusia atau jin yang jahat dan melawan aturan Allah.
Sementara jin adalah makhluk yang tercipta dari api, ada yang shalih dan beriman, ada juga
yang kafir dan jahat.

3. Penciptaan jin
Tercipta dari api murni yang sangat panas, Allah berfirman,
ِ ‫ار ال َّس ُم‬
‫وم‬ َّ ‫َو ْال َج‬
ِ َّ‫ان خَ لَ ْقنَاهُ ِمن قَ ْب ُل ِمن ن‬

“Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (Al-Hijr: 27).

Jin lebih dulu diciptakan sebelum manusia.


Sesuai dengan firman Allah yang menyebutkan jin sebelum manusia, “Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-
Dzariyat: 56).

4. Perbedaan jin dan manusia

Jin Manusia
 Tercipta dari api  Dari tanah
 Tercipta lebih dulu dari manusia  Dicipta setelah jin
 Bisa berubah wujud  Tidak bisa berubah wujud
 Bisa melihat manusia  Tidak bisa melihat jin
 Diberikan kemampuan melakukan  Tidak bisa melalukan perkara luar
perkara luar biasa. biasa secara murni

5. Kesamaan jin dengan manusia


a. Sama-sama makan, minum, menikah, berketurunan, ada jenis kelamin lelaki dan
perempuan.
b. Sama-sama mukallaf (dibebani hukum syariat).
c. Ada yang muslim ada yang kafir.
d. Dikumpulkan di hari kiamat, ada yang masuk surga ada yang masuk neraka.
6. Makanan dan minuman jin
a. Tulang dari hewan yang tidak halal dan kotoran adalah makanan jin kafir, sementara
jin muslim makan tulang yang halal.
Nabi bersabda, “Tulang dan kotoran merupakan makanan jin. Keduanya termasuk
makanan jin. Aku pernah didatangi rombongan utusan jin dari Nashibin dan mereka
adalah sebaik-baik jin. Mereka meminta bekal kepadaku. Lalu aku berdoa kepada Allah
untuk mereka agar tidaklah mereka melewati tulang dan kotoran melainkan mereka
mendapatkannya sebagai makanan”. (HR. Bukhari).
b. Makanan atau minuman yang tidak diawali dengan basmalah
Nabi bersabda, “Jika ia tidak menyebut nama Allah (tidak membaca bismillah)
ketika makan, setan pun berucap (pada teman-temannya), “Kalian akhirnya
mendapat tempat bermalam dan makan malam.” (HR. Muslim).

7. Umur jin
Jin bisa mati, kecuali iblis yang umurnya dipanjangkan sampai datangnya hari kiamat, Allah
berfirman, “Iblis berkata: “Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka
dibangkitkan”. Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi
tangguh sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari Kiamat).” (QS. 79-81).
Rasulullah bersabda, “Aku berlindung dengan keagungan-Mu yang tiada sesembahan
yang berhak disembah selain-Mu dan Engkau tidak mati, sementara jin dan manusia itu
mati.” (HR. Bukhari dan Muslim).

8. Tempat tinggal jin


Beberapa hadits menjelaskan tempat tinggal jin, diantaranya:
a. Di toilet atau tempat najis, Nabi bersabda, “Tempat-tempat buang hajat ini dihadiri
oleh setan (dengan tujuan mengganggu). Maka jika salah seorang di antara kalian
masuk ke dalamnya, hendaklah mengucapkan Allahumma inni a’udzu bika minal
khubutsi wal khabaits.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad, al-Hakim
mengatakan haditsnya sesuai dengan syarat shahih Bukhari dan Muslim).
b. Di pasar, Nabi bersabda, “Janganlah kalian menjadi orang pertama yang memasuki
pasar, jangan pula menjadi orang yang terakhir keluar dari pasar sebab pasar
adalah markasnya setan dan di sana ia tancapkan benderanya.” (HR. Muslim no.
2451).
c. Di laut, Nabi bersabda, “Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di lautan.
Dari sana dia mengirim pasukannya untuk membuat fitnah umat manusia. Maka
siapa yang lebih besar membuat bencana, dialah yang lebih besar jasanya
(terhormat) di kalangan mereka.” (HR.Muslim: 2813-Shahih Muslim: 2408).
d. Di lubang tanah, Dari Abdullah bin Sarjas, Rasulullah bersabda: “Janganlah seseorang
di antara kalian kencing di lubang”. Mereka bertanya kepada Qatadah: “Mengapa
tidak boleh kencing di lubang?” Qatadah menjawab: “Rasulullah mengatakan karena
lubang itu adalah tempat tinggalnya golongan jin” (HR. Abu Dawud, Nasai dan
Ahmad).
e. Ditempat sepi dan ditinggalkan manusia, seperti gunung, gua, tempat sampah, dan
kuburan.
Bilal bin Harits menceritakan bahwa dalam sebuah perjalanan bersama Rasulullah,
beliau memberitahukan bahwa jin muslim dan jin musyrik bertengkar. Lalu mereka
minta ditempatkan di suatu tempat. Maka Rasulullah menempatkan jin muslim di Al-
Jalas (perkampungan dan gunung-gunung), sedangkan jin musyrik ditempatkan di Al-
Ghaur (antara gunung dan laut). (HR. Thabrani, dinilai hasan oleh Tirmidzi).

9. Bentuk fisik asli jin


a. Jin tidak bisa dilihat
Allah berfirman,
ُ ‫إِنَّهُ يَ َرا ُك ْم هُ َو َوقَبِيلُهُ ِم ْن َحي‬
‫ْث اَل تَ َروْ نَهُ ْم‬
“Sesungguhnya ia (setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang
kamu tidak bisa melihat mereka.” (QS. al A’raf:27).
Jadi yang bisa dilihat oleh mata telanjang manusia pada dasarnya bukan bentuk aslinya
yang ghaib tapi bentuk jin yang sudah berubah dalam bentuk yang lain.

b. Jin itu fisiknya kecil


Walid Abu Malih bercerita, ayahnya pernah dibonceng Rasulullah: “Ketika aku dibonceng
Nabi tiba-tiba unta beliau terpeleset. Serta merta aku mengatakan, “sialan setan.” Maka
beliau bersabda, “Jangan kamu katakan, ‘sialan setan,’ sebab jika kamu katakan seperti itu
setan akan membesar sebesar rumah dan dengan sombongnya setan akan berkata; ‘itu
terjadi karena kekuatanku’. Akan tetapi, ucapkanlah ‘Bismillah’ sebab jika engkau
mengucapkan basmalah setan akan mengecil seperti lalat.” (HR. Abu Dawud, shahih).

c. Jin bertanduk
Nabi bersabda, “Janganlah kalian melaksanakan shalat saat matahari terbit dan saat
tenggelam karena waktu tersebut adalah waktu munculnya dua tanduk setan.” (HR.
Muslim).

d. Jin menyeramkan
Kepala setan digambarkan dalam Al Qur’an seperti mayang dari pohon yang keluar dari
dasar neraka. Sebagaimana disebutkan dalam ayat,

َّ ‫) طَ ْل ُعهَا َكأَنَّهُ" ُر ُءوسُ ال‬64( ‫إِنَّهَا َش َج َرةٌ ت َْخ ُر ُج فِي أَصْ ِل ْال َج ِح ِيم‬
)65( ‫شيَا ِطي ِن‬
“Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang ke luar dari dasar neraka yang menyala.
mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan.” (QS. Ash Shaffaat: 64-65).

10. Kemampuan Jin


a. Berubah bentuk
1) Seperti manusia, seperti saat perang Badr pernah datang dalam bentuk Suraqah
bin Malik, atau seperti orang tua yang mencuri harta baitul mal dan ditangkap oleh
Abu Hurairah.
2) Seperti ular, Nabi bersabda, “Sesungguhnya di Madinah ada jin yang sudah masuk
islam. Jika kalian melihat mereka (di rumah kalian) maka berikan peringatan selama
3 hari. Jika setelah itu dia muncul lagi, bunuh dia, karena itu setan.” (HR. Muslim).
Kecuali ular abtar (ular yang berekor pendek) dan dzu thufyatain (mempunyai dua
garis lurus berwarna putih di punggungnya), ular yang seperti ini mampu
membutakan mata manusia dan membunuh janin di dalam kandungan ibu hamil.
(HR. Muslim dan Ahmad).
3) Seperti seekor anjing hitam, kucing hitam, kala jengking, dan lain sebagainya. Nabi
bersabda, “anjing hitam itu setan.” (HR. Muslim).

b. Bergerak cepat
Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan
membawa singgsana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu;
sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya.” (QS. An-
Naml: 39).

11. Kelemahan Jin


Walaupun digambarkan jin sebegitu saktinya, tetapi pada dasarnya jin juga makhluk yang
lemah, ini terlihat dalam beberapa poin berikut:
a. Jin tidak dapat membuka pintu yang sudah ditutup dengan menyebut nama Allah
Rasulullah bersabda: “Tutuplah pintu-pintu, dan sebutlah nama Allah (ketika
menutupnya), karena setan tidak akan membuka pintu yang sudah terkunci dengan
menyebut nama Allah.” (HR. Muslim).
b. Tidak bisa menyerupai Nabi Muhammad
Nabi bersabda, “Barangsiapa yang bermimpi melihatku, maka dia sungguh telah
melihatku, karena setan tidak dapat menyerupaiku.” (HR. Muslim).

c. Tidak bisa mencuri informasi dari langit


Allah berfirman, “Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia)
langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-
panah api.” (QS. Al-Jinn : 8).

d. Tidak bisa mengalahkan orang yang ikhlas


Allah berfirman, “Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan
bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan
ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali
hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka.” (QS. Al- Hijr : 39-40).
e. Menangis ketika ada yang sujud tilawah
Nabi bersabda, “Jika anak Adam membaca ayat sajadah, lalu dia sujud, maka setan
akan menjauhinya sambil menangis. Setan pun akan berkata-kata: “Celaka aku.
Anak Adam ini disuruh sujud, dia pun bersujud, maka baginya surga. Sedangkan aku
sendiri diperintahkan untuk sujud, namun aku enggan, sehingga aku pantas
mendapatkan neraka.” (HR. Muslim).
f. Tidak bisa membahayakan dan mendatangkan manfaat tanpa izin Allah
Allah berfirman, “dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari kalangan
manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jin, tetapi
mereka (jin) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat.” (QS. Jin : 6).

12. Jin menikah dan punya keturunan


Allah berfirman, Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah
kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin,
maka ia mendurhakai perintah Tuhannya.  Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-
turunannya  sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu?
Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim.” (QS.
Al Kahfi: 50).
Dari Ibnu Umar, “sesungguhnya Allah membagi manusia dan jin menjadi 10 bagian,
Sembilan bagian adalah jin dan satu bagian lagi adalah manusia, tidaklah lahir seorang
manusia kecuali lahir 9 jin.” (HR. Ibn Abi Hatim).

13. Hukum menikahi jin


Kebanyakan ulama mengharamkan, karena Allah berfirman, "Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih dan sayang." (QS. Ar-Rum: 21).
“Dari jenismu” artinya dari jenis manusia bukan dari golongan jin. Karena itu tidak boleh
menikah dengan jin yang bukan manusia.
14. Hukum minta bantuan jin
Ulama berbeda pendapat terkait hukum minta bantuan jin, sebagian ulama membolehkan,
selama bekerja sama dengan jin dalam masalah yang mubah, sementara dia tetap
melakukan kewajiban syariat dan tidak melanggar larangan syariat.
Tetapi untuk lebih berhati-hati, tidak meminta bantuan jin sama sekali lebih aman,
khawatir malah ditipu oleh jin, Allah berfirman, “dan sesungguhnya ada beberapa orang
laki-laki dari kalangan manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki
dari jin, tetapi mereka (jin) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat.” (QS. Jin : 6).

15. Bolehkah takut sama jin


a. Kalau takutnya karena pengaruh sifat lemah manusia, bukan takut karena keyakinan
terhadap jin, namun takut terhadap gangguan mereka, misalnya di rumah angker
sering muncul gangguan dalam bentuk wajah yang menyeramkan, maka rasa takut
semacam ini termasuk takut tabiat, dan tidak termasuk takut yang haram, tidak
syirik.
b. Tetapi kalau takutnya karena keyakinan jin bisa melakukan apa saja pada dirinya, jin
sebagai penguasa tunggal ditempat tersebut, disertai dengan pengagungan dan
merendahkan diri kepada jin, bisa jatuh dalam syirik.

16. Nama lain jin


Ada beberapa nama dan istilah yang beredar dimasyarakat yang pada hakekatnya adalah jin,
seperti hantu, gendruwo, mambang, orang bunian, penunggu, pocong, dedemit, drakula,
mak lampir, dan lain sebagainya.

17. Beberapa keyakinan yang salah tentang jin


a. Jin atau hantu adalah roh orang mati yang gentayangan
Padahal ruh orang yang sudah mati tidak akan bisa kembali kealam dunia, yang
mengganggu itu adalah jin jahat, bukan ruh manusia, Firman Allah, “hingga apabila
datang kematian kepada seseorang dari mereka, Dia berkata: “Ya Tuhanku
kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku bisa berbuat amal yang saleh yang telah aku
tinggalkan. sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah Perkataan yang dia ucapkan
saja. dan di hadapan mereka ada barzakh (dinding) sampal hari mereka
dibangkitkan.” (QS. Al-Mukminun: 99 – 100).

b. Orang yang mati bunuh diri arwahnya penasaran


Tidak ada ruh yang penasaran, sebab apabila seseorang sudah mati, itu artinya
memang sudah ketetapan dari Allah bahwa sampai disitulah ajalnya, bisa dengan cari
mati bunuh diri atau dengan cara lainnya, sebab ada banyak orang yang berupaya
mati bunuh diri tapi karena belum ajalnya orang tersebut tidak mati juga, Allah
berfirman, “Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba,
mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.” (QS. Al-A'raf :
34).

c. Hantu dan setan bisa menembus pintu dan dinding


Nabi bersabda, “Tutuplah pintu-pintu dan ucapkanlah bismillah, karena
sesungguhnya setan tidak akan bisa membuka pintu yang tertutup.” (HR. Bukhari
dan Muslim).

d. Hantu kalau dipukul tembus


Padahal Nabi pernah mencekik jin Ifrit di masjid Nabawi, Ammar bin Yasir pernah
melempar hidung jin penunggu sumur dengan batu, Khalid bin Walid pernah
menikam berhala Uzza (setan perempuan telanjang berambut acak-acakan) dengan
pedangnya, Abdullah bin Zubair pernah memukul jin yang ukurannya cuma
sejengka,l dengan tongkatnya membuat jin itu lari terbirit-birit, Mujahid (ulam
tabi’in) mempelasah jin, jin itu lari melewati tembok sampai kedengaran bunyi
jatuhnya dibalik tembok, lalu Mujahid mengatakan, "Kalau kamu takut, mereka akan
menguasaimu. Untuk itu bersikap keraslah." (Riwayat Ibnu Abi Dunya).

e. Jin dan setan itu sakti mandraguna


Padahal Allah berfirman, “sesungguhnya tipu daya setan itu lemah.” (QS. An-Nisa :
76).
BAB 4
Iman kepada Kitab-Kitab
Allah
BAB 4
Iman kepada Kitab-Kitab Allah
Iman kepada kitab Allah adalah membenarkan dengan penuh keyakinan secara global,
bahwa kitab tersebut adalah firman Allah, diturunkan dari Allah kepada semua utusan Nya
melalui Jibril, isinya menyeru manusia untuk mentauhidkan Allah dan beribadah kepada-
Nya.

Dalilnya firman Allah,

‫ى أَن َز َل ِمن قَ ْب ُل‬ ِ َ‫ب ٱلَّ ِذى نَ َّز َل َعلَ ٰى َرسُولِ ِهۦ َو ْٱل ِك ٰت‬
ٓ ‫ب ٱلَّ ِذ‬ ۟ ُ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامنُ ٓو ۟ا َءا ِمن‬
ِ َ‫وا بِٱهَّلل ِ َو َرسُولِ ِهۦ َو ْٱل ِك ٰت‬ َ

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya.” (QS. An-Nisa : 136).

Iman dengan kitab suci mencakup beberapa perkara:


1. Mengimaninya dengan penuh keyakinan bahwasanya semua kitab tersebut turun
dari Allah kepada utusan Nya.
2. Meyakini bahwa kitab Allah adalah firman Allah.
3. Meyakini bahwa semua kitab yang Allah turunkan saling membenarkan satu sama
lainnya.
4. Iman dengan nama-nama yang kita ketahui dari kitab-kitab tersebut, seperti al-
Qur`an yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad, Taurat kepada Nabi Musa,
Zabur kepada Nabi Daud, dan Injil kepada Nabi Isa.
5. Pembenaran terhadap berita-berita yang shahih, seperti berita-berita yang ada
dalam al-Qur`an dan kitab-kitab suci sebelumnya selama kitab-kitab tersebut
belum diganti atau diselewengkan.
6. Meyakini bahwa tidak ada kitab setelah al-Quran yang akan merubah atau
menghapus isinya.
7. Meyakini bahwa Injil dan Taurat yang ada saat ini sudah diubah.
8. Pengamalan terhadap apa-apa yang belum di-nasakh (dihapus) dari kitab-kitab
tersebut, ridha terhadapnya, dan berserah diri dengannya, baik yang diketahui
hikmahnya, maupun yang tidak diketahui.

Hukum mengimani sebagian kitab dan mengingkari kitab lainnya


Hukumnya kafir, sebagaimana orang Yahudi yang mengingkari al-Quran dan mempercayai
Taurat, atau seperti Nasrani yang percaya bahwa al-Quran sebagai kitab suci tapi hanya
untuk orang Arab saja.

Hukum mengimani sebagian isinya dan mengingkari isinya yang lain


Hukumnya kafir, Allah berfirman, “Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab
(Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang
berbuat demikian di antaramu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada
hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari
apa yang kamu perbuat.” (QS. al-Baqarah: 85).
Hukumnya kafir

Shahifah
Selain kitab-kita tersebut ada juga dalam bentuk lembaran yang berisi wahyu Allah kepada
nabi-Nya yang wajib kita Imani, disebut shahifah (bentuk jamaknya shuhuf) yang
diturunkan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Musa. Allah berfirman, “Sesungguhnya ini
benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu (yaitu) shahifah-shahifah Ibrahim dan
Musa.” (QS. al-A’la: 18-19).

A. Hikmah diturunkannya kitab Allah


1. Menegakkan hujjah kepada semua makhluk, sesuai firman Allah, “Rasul-rasul itu
adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada
alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasul-rasul itu diutus. Allah
Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. An-Nisa’ : 165).
2. Memperkuat dakwah Rasul dan membenarkan kenabian mereka, Allah berfirman,
“Maka jika mereka mendustakan engkau (Muhammad), maka (ketahuilah) rasul-
rasul sebelum engkau pun telah didustakan (pula), mereka membawa mukjizat-
mukjizat yang nyata, Zubur dan Kitab yang memberi penjelasan yang sempurna.”
(QS. Ali Imran : 184).
3. Menjadi hakim diantara manusia, Allah berfirman, “manusia itu adalah umat yang
satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi
peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk
memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.”
(QS. Al-Baqarah : 213).

B. Jumlah kitab Allah

Yang disepakati keshahihannya oleh semua ulama cuma empat kitab, adapun selain itu tidak
ada dalil yang kuat.

1. Kitab Taurat
Kitab ini diturunkan kepada Nabi Musa sebagai pedoman dan petunjuk bagi Bani Israel.
Allah Berfirman, “Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab
Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman-Nya), “Janganlah kamu mengambil
penolong selain Aku.” (QS. Al-Isra’ : 2).

a. Turunnya Taurat
40 tahun sebelum Allah ciptakan Adam, Allah sudah tuliskan kitab Taurat kepada Nabi
Musa, sesuai dengan hadits Rasulullah tetang dialog antara Nabi Adam dan Nabi Musa: Nabi
Adam berkata, “kamu adalah Musa yang dipilih Allah dengan risalah dan kalam-Nya. Dia
memberimu lauh (kepingan kayu atau batu) yang berisi penjelasan tentang segala sesuatu.
Dia telah mendekatkanmu kepada-Nya sewaktu kamu bermunajat. Berapa lama kamu
mendapatkan Allah telah menulis Taurat sebelum aku diciptakan? Nabi Musa menjawab,
Empat puluh tahun.” (HR. Muslim).
Taurat diturunkan pada tanggal 6 Ramadhan, sesuai dengan sabda Nabi, “dan Taurat
diturunkan pada enam Ramadhan.” (HR. Ahmad, hadits hasan).
b. Lauh, Taurat dan Shuhuf
Mayoritas ulama meyakini bahwa Taurat ditulis di Lauh, sesuai dengan firman Allah, “Dan
telah Kami tuliskan untuk Musa pada lauh-lauh (Taurat) segala sesuatu, sebagai pelajaran
dan penjelasan bagi segala sesuatu.” (QS. Al-A’raf : 145).

Demikian pula Shuhuf atau Shahifah, bukan benda tersendiri tetapi termasuk Lauh yang
diterima Nabi Musa.

c. Perubahan kandungan Taurat


Kitab Taurat yang ada pada orang Yahudi hari ini sudah tidak lagi sesuai dengan ajaran Nabi
Musa, karena sudah mereka revisi, seperti yang dijelaskan al-Quran:
1) Mereka meyakini Allah menciptakan langit dan bumi selama 6 hari dan istirahat
dihari ke 7 (Sabtu), Allah bantah dengan firman-Nya, “Dan sungguh, Kami telah
menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam
masa, dan Kami tidak merasa letih sedikit pun.” (QS. Qaf : 38).
2) Mereka menuduh Allah itu fakir, dan dibantah Allah dalam firman-Nya, “Sungguh,
Allah telah mendengar perkataan orang-orang (Yahudi) yang mengatakan,
“Sesungguhnya Allah itu miskin padahal Kami kaya.” (QS. Ali Imran : 181).

2. Kitab Zabur
Kitab Suci Zabur ini diturunkan kepada Nabi Daud agar menjadi pedoman atau petunjuk bagi
umatnya. Allah berfirman, “Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (QS. Al-Isra’ : 55).
Allah turunkan pada tanggal 18 Ramadhan, sesuai dengan sabdanya, “dan Zabur diturunkan
pada 18 Ramadhan.” (HR. Ahmad, hadits hasan).
Kandungannya tidak berisi syariat maupun hukum, tetapi berisikan hikmah dan nasehat,
dzikir, tasbih, doa dan pujian kepada Allah.

3. Kitab Injil
a. Kandungan Injil menurut al-Quran

Kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa agar menjadi petunjuk dan tuntunan bagi Bani Israel,
firman Allah, “dan Kami menurunkan Injil kepadanya, di dalamnya terdapat petunjuk dan
cahaya, dan membenarkan Kitab yang sebelumnya yaitu Taurat, dan sebagai petunjuk serta
pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah : 46).

Kandungan injil dijelaskan Allah didalam firman-Nya:


“Dan Kami teruskan jejak mereka dengan mengutus Isa putra Maryam, membenarkan Kitab
yang sebelumnya, yaitu Taurat. Dan Kami menurunkan Injil kepadanya, di dalamnya
terdapat petunjuk dan cahaya, dan membenarkan Kitab yang sebelumnya yaitu Taurat, dan
sebagai petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-Maidah :
46)

“Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, “Wahai Bani Israil! Sesungguhnya aku
utusan Allah kepadamu, yang membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat
dan memberi kabar gembira dengan seorang Rasul yang akan datang setelahku, yang
namanya Ahmad (Muhammad). Namun ketika Rasul itu datang kepada mereka dengan
membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, “Ini adalah sihir yang nyata.” (Q.S. As-
Saff: 6)

Berdasarkan diatas, maka dapat disimpulkan kandungan Injil:


1) Penjelasan sekaligus petunjuk tentang kebenaran-kebenaran untuk orang-orang
yang bertaqwa
2) Ajakan manusia untuk mengesakan Allah.
3) Membenarkan apa saja yang telah diterangkan dalam kitab Taurat.
4) Menerangkan hukum yang tidak ada pada kitab Taurat sekaligus mengamandemen
atau menghapus hukum-hukum yang ada dalam kitab Taurat.
5) Penjelasan tentang kabar gembira bahwa akan diutusnya Nabi yang terakhir
Muhammad.

b. Injil sudah diubah


Injil yang ada hari ini sudah tidak sesuai dengan apa yang diwahyukan kepada Nabi Isa,
seperti beberapa keyakinan mereka yang disebutkan Allah dalam ayat-Nya:
1) Meyakini Nabi Isa adalah tuhan
Allah berfirman, “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya
Allah ialah al-Masih putra Maryam”, padahal al-Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Isra’il,
sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.” (QS al-Mā’idah : 72).
2) Meyakini Nabi Isa anak Allah
Allah berfirman, “Mereka (orang-orang Yahudi dan Nasrani) berkata: “Allah mempunyai
anak.” Maha Suci Allah; Dialah Yang Maha Kaya; kepunyaan-Nya apa yang ada di langit
dan apa yang ada di bumi. Kamu tidak mempunyai hujah tentang ini. Pantaskah kamu
mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” (QS. Yūnus : 68).

4. Al-Qur’anul Karim

a. Defenisi
Al-Quran adalah firman Allah yang merupakan mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad dan diriwayatkan secara mutawatir, membacanya menjadi ibadah.

b. Turunnya al-Quran
Ada tiga tahap turunnya al-Quran kepada Rasulullah:
1) Alquran diturunkan oleh Allah ke Lauhul Mahfudz.
Allah berfirman, “Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Qur'an yang mulia,
yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.” (QS. Al-Buruj : 21-22).
2) Alquran diturunkan dari Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia sekaligus di
malam Lailatul Qadr.
Allah befirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam
Qadar.” (QS. al-Qadr : 1).
3) Alquran diturunkan dari Baitul Izzah secara berangsur-angsur kepada Rasulullah
selama 23 tahun.
Allah berfirman, ”Dan Al-Qur'an (Kami turunkan) berangsur-angsur agar engkau
(Muhammad) membacakannya kepada manusia perlahan-lahan dan Kami menurunkannya
secara bertahap.” (QS. Al-Isra’ : 106).
c. Cara Allah menurunkan wahyu kepada Nabi
Wahyu adalah pemberitahuan dari Allah kepada para nabiNya dan para rasulNya tentang
syari’at atau kitab yang hendak disampaikan kepada mereka, baik dengan perantara atau
tanpa perantara.

Ada beberapa cara Allah menurunkan wahyu kepada Nabi, diantaranya:

1) Berupa ar-ru'ya ash-shadiqah (mimpi yang benar) dan ini merupakan permulaan
turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad.
2) Berupa sesuatu yang dibisikkan oleh malaikat terhadap jiwa dan hati Nabi tanpa
beliau lihat. Hal ini sebagaimana disabdakan Nabi, "Sesungguhnya Ruhul Quds
(Malaikat Jibril) menghembuskan (membisikkan) ke dalam hatiku, bahwasanya jiwa
tidak akan mati hingga habiskan semua jatah rizkinya." (HR. Ibnu Abi Syaibah).
3) Berupa malaikat yang berwujud laki-laki, pernah menyerupai wajah sahabat yang
bernama Dihyah al-Kalbi.
4) Berupa bunyi gemericing lonceng yang datang kepada beliau, diikuti malaikat (yang
menyampaikan wahyu) secara samar.
5) Malaikat datang dalam bentuk aslinya.

d. Jumlah surah dan ayat al-Quran

Jumlah surah ada 114 surah.

Jumlah ayat ada 6232.

Adapun jumlah 6666 ayat yang masyhur, itu bukan menunjuk pada urutan jumlah ayat
Alquran, tapi untuk menunjuk kandungan ayat Alquran. Seperti ayat perintah berjumlah
1000, ayat larangan berjumlah 1000, ayat janji berjumlah 1000, ayat ancaman berjumlah
1000, ayat kisah-kisah berjumlah 1000, ayat pelajaran dan perumpamaan berjumlah 1000,
ayat halal dan haram berjumlah 500, ayat doa berjumlah 100, dan ayat nasikh dan mansukh
berjumlah 66.

e. Ayat pertama dan Terakhir


Ayat pertama Allah turunkan pada Rasulullah surat al-‘Alaq ayat 1-5, pada hari Senin tanggal
17 Ramadhan, 13 tahun sebelum hijrah, di gua Hira’.
Ayat terakhir turun
Ulama berbeda pendapat tentang ayat terakhir turun, ada yang mengatakan al-Baqarah :
281, al-Baqarah : 278, al-Baqarah : 282, dan al-Maidah : 3.

f. Hikmah Diturunkan berangsur-angsur


1) Meneguhkan Rasulullah dalam berjuang menghadapi orang-orang kafir Quraisy.
2) Sebagai mukjizat.
3) Dalam rangka memelihara ayat-ayat-Nya. Dengan berangsur-angsur itulah
pemahaman terhadap setiap ayat dapat dicerna dengan baik serta mudah untuk
dihafalkan.
4) Memberi solusi hukum. Wahyu al-Quran yang turun merupakan solusi umat yang
diberikan secara bertahap. Contohnya dalam masalah penghapusan beberapa tradisi
Arab seperti minum-minuman keras.
5) Sebagai bukti bahwa al-Quran bukan rekayasa nabi atau manusia biasa. Akan tetapi
benar-benar wahyu dari Allah SWT yang telah menciptakan segala yang ada di alam
raya ini.

g. Surat atau Ayat Makkiyah


Karena al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur selama 23 tahun, maka para ulama
membagi periode turunnya al-Quran menjadi dua, sebelum dan sesudah hijrah Nabi ke
Madinah.
Surat atau ayat Makkiyah adalah ayat yang turun sebelum Nabi hijrah walaupun turunnya di
luar Makkah. Ciri-cirinya:
1) Terdapat ayat sajdah.
2) Terdapat kata ‫( كال‬kalla). Ada 33 kata ‫( كال‬kalla) dalam Al Qur’an yang terdapat dalam
15 surat.
3) Ada kalimat ya ayyuhannas namun tidak terdapat ya ayyuhalladzina aamanu.
Kecuali surat Al Hajj yang terdapat ayat: ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ارْ َكعُوا َوا ْس ُجدُوا‬
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu.”
Namun para ulama tetap menganggap surat Al Hajj sebagai surat Makiyyah.
4) Terdapat kisah para Nabi dan umat terdahulu, kecuali surah Al-Baqarah.
5) Terdapat kisah Nabi Adam dan iblis, kecuali surah Al-Baqarah.
6) Dibuka dengan huruf tahajji seperti ‫ حم‬, ‫ الر‬, ‫ الم‬dan semisalnya, kecuali surah Al-
Baqarah dan Al-Imran.

h. Surat atau Ayat Madaniyah


Adalah surat atau ayat yang diturunkan setelah hijrah walaupun bukan di Madinah, seperti
ayat:
ِ ‫إِ َّن هَّللا َ يَأْ ُم ُر ُك ْم أَ ْن تُ َؤ ُّدوا اأْل َ َمانَا‬
‫ت إِلَى أَ ْهلِهَا‬

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya.” (QS. An Nisa: 58)
Ayat ini turun di Mekkah di sisi Ka’bah, tetapi tetap masuk dalam ayat Madaniyyah karena
turun pada saat Fathu Makkah (setelah hijrah).

Ciri-ciri Madaniyah:
1) Menjelaskan tentang ibadah-ibadah wajib dan hukuman had.
2) Menyebut kaum munafik, kecuali surah Al-Ankabut.
3) Terdapat bantahan terhadap Ahlul Kitab.

i. Keistimewaan al-Quran
Diantara keistimewaan al-Quran:
1) Al-Qur’an terpelihara dari tahrif (perubahan) dan tabdil (penggantian), sesuai dengan
firman Allah:
َ‫إِنَّا نَحْ نُ نَ َّز ْلنَا ال ِّذ ْك َر َوإِنَّا لَهُ لَ َحافِظُون‬
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya.” (QS. al-Hijr : 9).

2) Al-Qur’an terjaga dari pertentangan atau saling kontradiksi, sesuai dengan firman
Allah:
ْ ‫أَفَالَ يَتَ َدبَّرُونَ ْالقُرْ َءانَ َولَوْ َكانَ ِم ْن ِعن ِد َغي ِْر هللاِ لَ َو َجدُوا فِي ِه‬
‫اختِالَفا ً َكثِيرًا‬
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran? Kalau kiranya Alquran itu
bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak di
dalamnya.” (QS. an-Nisa’: 82).

3) Al-Qur’an merupakan mu’jizat dan tidak seorangpun mampu menandinginya. Allah


berfirman, “Atau (patutkah) mereka mengatakan: ‘Muhammad membuat-buatnya’.
Katakanlah: “(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan
sebuah surat seumpamanya … “ (QS. Yunus: 38).

4) Al-Qur’an mendatangkan ketenangan dan rahmat bagi siapa saja yang membacanya,
berdasarkan sabda Rasulullah, “Tidaklah berkumpul suatu kaum dalam suatu majlis
kecuali turun pada mereka ketenangan dan diliputi oleh rahmat dan dikerumuni oleh
malaikat dan Allah akan menyebutkan mereka di hadapan para malaikatnya.” (HR.
Muslim).

5) Al-Qur’an sebagai penyembuh dari penyakit zahir dan batin, syirik, nifak dan yang
lainnya. Allah berfirman
َ‫َونُنَ ِّز ُل ِمنَ ْالقُرْ َءا ِن َما هُ َو ِشفَآ ٌء َو َرحْ َمةٌ لِّ ْل ُم ْؤ ِمنِين‬

“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Isra’ : 82).
6) Al-Qur’an akan memintakan syafa’at (kepada Allah) bagi orang yang membacanya,
berdasarkan sabda Rasulullah, “Bacalah al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan
datang di hari kiamat memohonkan syafa’at bagi orang yang membacanya (di
dunia).” (HR. Muslim).

j. Kewajiban kita terhadap al-Quran


1) Mengimani, mencintai dan memuliakannya, Karena al-Quran merupakan firman
Allah. Ikrimah bin Abi Jahal pernah meletakkan mushaf di wajahnya lalu
mengucapkan, “kitab Rabb-ku, kitab Rabb-ku." (riwayat Imam ad-Darimi dengan
sanad yang shahih dari Abi Mulaikah).
2) Mendawamkan membacanya dan berupaya menghafalnya khususnya surah al-
Fatihah. Nabi bersabda, “tidak ada shalat bagi yang tidak membaca al-Fatihah.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
3) Mengamalkan dan mengajarkannya, Rasulullah bersabda, “Sebaik-baiknya kamu
adalah orang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).

Wallahu a’lam bis-shawab


COVER BELAKANG

Anda mungkin juga menyukai