Mungkin ada di kalangan kaum muslimin yang bertanya kenapa pada saat ini kita
masih perlu berbicara tentang Allah padahal kita sudah sering mendengar dan
menyebut namaNya, dan kita tahu bahwa Allah itu Tuhan kita. Tidakkah itu sudah
cukup untuk kita?
Tidak. Jangan sekali-kali kita merasa cukup dengan pemahaman dan pengenalan
kita terhadap Allah. Karena, semakin memahami dan mengenaliNya kita merasa
semakin dekat denganNya. Selain itu, dengan pengenalan yang lebih dalam lagi,
kita bisa terhindar dari pemahaman-pemahaman yang keliru tentang Allah dan kita
terhindar dari sikap-sikap yang salah terhadap Allah.
Ketika kita membicarakan makrifatullah, maknanya kita berbicara tentang Rabb,
Malik, dan Ilah kita. Rabb yang kita pahami dari istilah Al-Qur’an adalah sebagai
Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa. Kata Ilah mengandung arti yang
dicintai, yang ditakuti, dan juga sebagai sumber pengharapan. Makna seperti ini ada
di dalam surat An-Naas (114): 1-3.
Dengan demikian jelaslah bahwa usaha kita untuk lebih jauh memahami dan
mengenal Allah adalah bagian terpenting di dalam hidup ini. Lantas, bagaimana
metoda yang harus kita tempuh untuk bisa mengenal Allah? Apa saja halangan yang
senantiasa menghantui manusia dari mengenalNya? Benarkan kalimat yang
mengatakan, “Kenalilah dirimu niscaya engkau akan mengenali Tuhanmu.” Dari
pengenalan diri sendiri, maka ia akan membawa kepada pengenalan (makrifah)
yang menciptakan diri, yaitu Allah. Ini adalah karena pada hakikatnya makrifah
kepada Allah adalah sebenar-benar makrifah dan merupakan asas segala
kehidupan rohani.
Setelah makrifah kepada Allah, akan membawa kita kepada makrifah kepada Nabi
dan Rasul, makrifah kepada alam nyata dan alam ghaib dan makrifah kepada alam
akhirat.
Keyakinan terhadap Allah swt. menjadi mantap apabila kita mempunyai dalil-dalil
dan bukti yang jelas tentang kewujudan (eksistensi) Allah lantas melahirkan
pengesaan dalam mentauhidkan Allah secara mutlak. Pengabdian diri kita hanya
semata-mata kepada Allah saja. Ini memberi arti kita menolak dan berusaha
menghindarkan diri dari bahaya-bahaya disebabkan oleh syirik kepadaNya.
Kita harus berusaha menempatkan kehidupan kita di bawah bayangan tauhid
dengan cara kita memahami ruang perbahasan dalam tauhid dengan benar tanpa
penyelewengan sesuai dengan manhaj salafush shalih. Kita juga harus memahami
empat bentuk tauhidullah yang menjadi misi ajaran Islam di dalam Al-Qur’an
maupun sunnah, yaitu tauhid asma wa sifat, tauhid rububiah, tauhid mulkiyah, dan
tauhid uluhiyah. Dengan pemahaman ini kita akan termotivasi untuk melaksanakan
sikap-sikap yang menjadi tuntutan utama dari setiap empat tauhid tersebut.
Kehidupan paling tenang adalah kehidupan yang bersandar terus kecintaannya
kepada Yang Maha Pengasih. Oleh karena itu kita harus mampu membedakan di
antara cinta kepada Allah dengan cinta kepada selainNya serta menjadikan cinta
kepada Allah mengatasi segala-galanya. Apa yang menjadi tuntutan kepada kita
ialah kita menyadari pentingnya melandasi seluruh aktivitas hidup dengan kecintaan
kepada Allah, Rasul, dan jihad secara minhaji.
Di dalam memahami dan mengenal Allah ini, kita seharusnya memahami bahwa
Allah sebagai sumber ilmu dan pengetahuan. Ilmu-ilmu yang Allah berikan itu
menerusi dua jalan yang membentuk dua fungsi yaitu sebagai pedoman hidup dan
juga sebagai sarana hidup. Kita juga sepatutnya menyadari kepentingan kedua
1
bentuk ilmu Allah dalam pengabdian kepada Allah untuk mencapai tahap takwa
yang lebih cemerlang.
Ayat-ayat Allah ada dalam bentuk ayat-ayat qauliyah dan kauniyah. Kedua jenis
ayat-ayat Allah ini terbuka bagi siapa saja yang ingin membaca dan menelitinya.
Namun terdapat berbagai halangan akan muncul di hadapan kita dalam mengenali
Allah. Halangan-halangan ini muncul dalam bentuk sifat-sifat pribadi kita yang
bersumberdari syahwat –seperti nifaq, takabbur, zhalim, dan dusta– dan sifat-sifat
yang bersumber dari syubhat –seperti jahil, ragu-ragu, dan menyimpang. Kesemua
sifat-sifat fujur itu akan menghasilkan kekufuran terhadap Allah swt.
Ahammiyah Ma’rifatullah (Urgensi mempelajari Makrifatullah)
Riwayat ada menyatakan bahwa perkara pertama yang mesti dilaksanakan dalam
agama adalah mengenal Allah (awwaluddin ma’rifatullah). Bermula dengan
mengenal Allah, maka kita akan mengenali diri kita sendiri. Siapakah kita, di
manakah kedudukan kita berbanding makhluk-makhluk yang lain? Apakah sama
misi hidup kita dengan binatang-binatang yang ada di bumi ini? Apakah tanggung
jawab kita dan ke manakah kesudahan hidup kita? Semua persoalan itu akan
terjawab secara tepat setelah kita mengenali betul Allah sebagai Rabb dan Ilah,
Yang Mencipta, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan.
Dalil-dalil:
QS. Muhammad (47): 19
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain
Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin,
laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat
kamu tinggal.
Ayat ini mengarahkan kepada kita dengan kalimat “ketahuilah olehmu” bahwasanya
tidak ada ilah selain Allah dan minta ampunlah untuk dosamu dan untuk mukminin
dan mukminat. Apabila Al-Qur’an menggunakan sibghah amar (perintah), maka
menjadi wajib menyambut perintah tersebut. Dalam konteks ini, mengetahui atau
mengenali Allah (ma’rifatullah) adalah wajib.
QS. Ali Imran (3): 18
Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah),
yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan melainkan Dia, dan telah mengakui pula
para malaikat dan orang-orang yang berilmu sedang Allah berdiri dengan keadilan.
Tidak ada tuhan melainkan Dia Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.
QS. Al-Hajj (22): 72-73
Dan apabila dibacakan di hadapan mereka ayat-ayat Kami yang terang, niscaya
kamu melihat tanda-tanda keingkaran pada muka orang-orang yang kafir itu.
Hampir-hampir mereka menyerang orang-orang yang membacakan ayat-ayat Kami
di hadapan mereka. Katakanlah, “Apakah akan aku kabarkan kepadamu yang lebih
buruk daripada itu, yaitu neraka?” Allah telah mengancamkannya kepada orang-
orang yang kafir. Dan neraka itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali.
Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu
perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali
tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu
menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka
dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat
lemah (pulalah) yang disembah.
2
QS. Az-Zumar (39): 67
Mereka tidak mentaqdirkan Allah dengan ukuran yang sebenarnya sedangkan
keseluruhan bumi berada di dalam genggamanNya pada Hari Kiamat dan langit-
langit dilipatkan dengan kananNya. Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa
yang mereka sekutukan.
Tema Perbicaraan Makrifatullah – Allah Rabbul Alamin.
Ketika membicarakan ma’rifatullah, artinya kita sedang membicarakan tentang
Rabb, Malik, dan Ilah kita. Rabb yang kita pahami dari istilah Al-Qur’an adalah
sebagai Pencipta, Pemilik, Pemelihara, dan Penguasa. Sedangkan kata Ilah
mengandungi arti yang dicintai, yang ditakuti, dan juga sebagai sumber
pengharapan. Hal ini termaktub dalam surat An-Naas (114): 1-3. Inilah tema yang
dibahas dalam ma’rifatullah. Jika kita menguasai dan menghayati keseluruhan tema
ini, bermakna kita telah mampu menghayati makna ketuhanan yang sebenarnya.
Dalil-dalil:
QS. Ar-Ra’du (13): 16
Katakanlah, “Siapakah Rabb segala langit dan bumi?” Katakanlah, “Allah.”
Katakanlah, “Adakah kamu mengambil wali selain dariNya yang tiada manfaat
kepada dirinya dan tidak pula dapat memberikan mudarat?” Katakanlah, “Apakah
sama orang buta dengan orang yang melihat? Apakah sama gelap dan nur
(cahaya)?” Bahkan adakah mereka mengadakan bagi Allah sekutu-sekutu yang
menjadikan sebagaimana Allah menjadikan, lalu serupa makhluk atas mereka?
Katakanlah, “Allah. Allah yang menciptakan tiap tiap sesuatu dan Dia Esa lagi Maha
Kuasa.”
QS. Al-An’am (6): 12
Katakanlah, “Bagi siapakah apa-apa yang di langit dan bumi?” Katakanlah, “Bagi
Allah.” Dia telah menetapkan ke atas diriNya akan memberikan rahmat.
Sesungguhnya Dia akan menghimpun kamu pada Hari Kiamat, yang tidak ada
keraguan padanya. Orang-orang yang merugikan diri mereka, maka mereka tidak
beriman.”
3
QS. Al-Qiyamah (75): 14-15
Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. Meskipun dia mengemukakan
alasan-alasannya.
Makrifatullah yang sahih dan tepat itu mestilah bersandarkan dalil-dalil dan bukti-
bukti kuat yang telah siap disediakan oleh Allah untuk manusia dalam berbagai
bentuk agar manusia berpikir dan membuat penilaian. Oleh karena itu banyak
fenomena alam yang dibahas oleh Al-Qur‘an dan diakhiri dengan kalimat
pertanyaan: tidakkah kamu berpikir, tidakkah kamu mendengar. Pertanyaan-
pertanyaan itu mendudukkan kita pada satu pandangan yang konkrit betapa semua
fenomena alam adalah di bawah milik dan aturan Allah swt.
Dalil-dalil:
Naqli [QS. Al-An’am (6): 19]
Katakanlah, “Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?” Katakanlah, “Allah.” Dia
menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al-Qu’ran ini diwahyukan kepadaku supaya
dengan dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang
sampai Al-Qur’an (kepadanya). Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada
tuhan-tuhan lain di samping Allah?” Katakanlah, “Aku tidak mengakui.” Katakanlah,
“Sesungguhnya dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan Sesungguhnya aku berlepas
diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah).”
Aqli, [QS. Ali Imran (3): 190]
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.
Fitri, [QS. Al-A’raf (7): 172]
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman),
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap Ini (keesaan Tuhan).”
Dapat Menghasilkan: peningkatan iman dan taqwa.
Apabila kita betul-betul mengenal Allah mentadaburi dalil-dalil yang dalam,
hubungan kita dengan Allah menjadi lebih akrab. Apabila kita dekat dengan Allah,
Allah lebih dekat lagi kepada kita. Setiap ayat Allah baik ayat qauliyah maupun
kauniyah tetap akan menjadi bahan berpikir kepada kita dan penambah keimanan
serta ketakwaan. Dari sini akan menghasilkan pribadi muslim yang merdeka, tenang,
penuh keberkatan, dan kehidupan yang baik. Tentunya tempat abadi baginya adalah
surga yang telah dijanjikan oleh Allah kepada hamba-hamba yang telah diridhaiNya.
4
mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.
Kehidupan Yang Baik [QS. Al-Nahl (16): 97]
Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
Surga [QS. Yunus (10): 25-26]
Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang
dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). Bagi orang-orang yang berbuat
baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak
ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka
kekal di dalamnya.
Mardhotillah [QS. Al-Bayinah (98): 8]
Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap
mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi
orang yang takut kepada Tuhannya.
B. Urgensi Ma’rifatullah
Secara umum, manusia mengetahui bahwa suatu ilmu dikatakan penting dan
dirasakan mulia sebetulnya tergantung kepada dua hal yaitu apakah yang menjadi
obyek ilmu itu dan seberapa besar manfaat yang dihasilkan darinya.
Berdasarkan alasan tersebut di atas, kita dapat menarik kesimpulan
bahwama’rifatullah merupakan ilmu yang paling mulia dan penting karena materi
yang dipelajarinya adalah Allah. Manfaat yang dihasilkannya pun tidak saja untuk
kepentingan dunia tapi juga untuk kebahagiaan akhirat.
Orang yang mempelajari ma’rifatullah akan menjadi insan yang beriman dan
bertaqwa bila Allah memberi hidayah kepadanya. Dan bagi muslim yang
mempelajarinya, insya Allah akan menaikkan keimanan dan ketaqwaannya (raf’ul
5
iman wat taqwa). Sebagai balasan atas keimanan dan ketaqwaan mereka, Allah
SWT menjanjikan kebaikan-kebaikan bagi mereka, di antaranya:
6
“Barangsiapa melakukan kebaikan-kebaikan, laki-laki maupun perempuan dan
dia beriman, pasti Kami akan memberinya kehidupan, kehidupan yang
menyenangkan. Dan Kami akan memberinya pahala, sesuai dengan apa yang
mereka lakukan secara lebih baik”. (QS. An Nahl: 97).
Barangsiapa yang mengatakan aku ridha Allah sebagai Rabbku, Islam sebagai
dinku, dan Muhammad saw sebagai nabiku, maka surga wajib baginya. (HR.
Bukhari, An Nasa’i dan Abu Daud).
Merasakan nikmatnya iman, barangsiapa yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam
sebagai din, dan Muhammad sebagai rasul. (HR. Muslim dan Tirmidzi).
Berkata Ibnu Umar, “Kami hidup pada suatu masa dan seseorang dari kami
diberikan iman sebelum Al Qur’an dan kemudian turunlah surat-surat dari Al Qur’an,
maka dipelajarilah darinya yang halal, haram, perintah dan larangannya dan apa-
apa yang harus dilakukannya. Dan aku lihat orang-orang sekarang ini diberikan Al
Qur’an dahulu sebelum adanya iman. Maka dibacalah surat dari Al Fatihah hingga
surat yang terakhir dan dia tidak tahu apa perintah dan larangannya. Lalu dia
campakkan Al Qur’an itu bagai kurma busuk.” (HR. Imam Thabrani dalam kitab Al
Ausath).
Selain dalil-dalil di atas, ada hal lain lagi yang perlu kita camkan yaitu bahwa
ma’rifatullah dan iman kepada-Nya merupakan furqan (pembeda) antaranya dengan
7
mereka yang tidak beriman. Padahal keimanan inilah yang menjadi titik tolak
diterimanya amal seseorang.
Penggambaran yang salah terhadap metode untuk mengenal Allah ini, dulu maupun
sekarang, merupakan faktor terbesar yang menjauhkan manusia dari metode iman
yang benar kepada Allah. Padahal penggambaran macam ini jelas-jelas salah.
Secara aksiomatik, akal mengatakan bahwa Allah adalah pencipta materi tetapi Dia
bukan materi. Sebab materi tidak bisa menciptakan materi. Jika puncak pencerapan
8
indera di dalam kehiduapan dunia kita hanya terbatas pada materi yang tercerap
secara inderawi saja, maka Allah tidak akan bisa menjadi obyek pengetahuan kita.
Yang jelas pada bangsa atau orang kafir manapun juga pasti akan muncul
kekacauan di seputar metode inderawi untuk mengenal Allah ini. Itulah sebabnya
mengapa di zaman sekarang kita mendengar ada orang-orang tertentu yang
menjadikan “tidak bisa dilihat oleh mata” menjadi sebab musabab timbulnya
atheisme. Demikian pula, kita mendengar beberapa negara tertentu menegaskan
demikian, seperti yang dilakukan oleh siaran Uni Soviet ketika meluncurkan satelit
industrinya yang pertama ke ruang angkasa.
Kedua jalan tersebut, yaitu al hawas (panca indera) dan aqli (akal pemikiran)
karena tidak diikuti dengan keimanan terhadap hasil pencariannya itu, timbullah
sakwasangka dan keragu-raguan (al irtiyab) dan pada akhirnya membuat mereka
menjadi kafir.
2. Jalan yang dilalui berdasarkan petunjuk Islam
Jalan mengenal Allah telah ditunjukkan oleh Islam dengan menggunakan prinsip
keimanan dan akal pemikiran melalui tanda-tanda (al ayat), yaitu melalui ayat-
ayat qauliyah (Al Qur’an dan hadits), ayat-ayat kauniyah (alam semesta), dan
melalui mu’jizat.
Dari ayat-ayat qauliyah, Allah mewahyukan firman-Nya kepada para utusan-Nya.
Ada yang berupa shuhuf, al kitab dan juga hadits qudsi. Dalam Al Qur’an kita dapati
maklumat Allah mengenai keberadaan diri-Nya.
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Ilah selain Aku, maka
mengabdilah pada-Ku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku”. (QS. Thaha: 14).
Dari ayat-ayat kauniyah, kita dapati keyakinan adanya Allah melalui apa-apa yang
ada di alam semesta dan juga pada diri kita sendiri. (lihat QS. Adz Dzariyat : 21-22
dan QS. Fushshilat :53).
Misalnya adalah yang ada pada telapak tangan kita. Ruas-ruas tulang jari (tapak
tangan maupun telapak kaki) kita terkandung jejak-jejak nama Allah, Tuhan yang
sebenar pencipta alam semesta ini.
Perhatikan salah satu tapak tangan kita (bisa kanan bisa kiri). Perhatikan lagi
dengan seksama:
Jari kelingking = membentuk huruf alif
Jari manis, tengah dan jari telunjuk = membentuk huruf lam (double)
Jari jempol (ibu jari) = membentuk huruf ha
Jadi jika digabung, maka bagi Anda yang mengerti huruf Arab akan mendapati
bentuk tapak tangan itu bisa dibaca sebagai Allah (dalam bahasa Arab).
Garis utama kedua telapak tangan kita, bertuliskan dalam angka Arab yaitu :
IɅ pada telapak tangan kanan, artinya : 18; dan ɅI pada telapak tangan kiri, artinya :
81. Jika kedua angka ini dijumlahkan, 18+81 = 99, 99 adalah jumlah nama/sifat
Allah, Asmaul Husna yang terdapat dalam Al-Quran !
Mengenai sidik jari, polisi dapat mengidentifikasi kejahatan berdasarkan sidik jari
yang ditinggalkan oleh pelaku di tubuh korban. Hal ini disebabkan struktur sidik jari
setiap orang berbeda satu dengan lainnya. Bila kelak penjahat itu telah ditemukan
9
maka untuk membuktikan kejahatannya sidik jarinya akan dicocokkan dengan sidik
jari yang ada dalam tubuh korban. Maka si penjahat tidak dapat memungkiri
perbuatannya di hadapan polisi.
Keistimewaan pada jari jemari manusia menunjukkan kebenaran firman Allah yang
menyatakan bahwa segala sesuatu ada bekasnya. Allah tidak akan menyia-nyiakan
bekas-bekas ini untuk dituntut di yaumil akhir nanti.
Adapun mengenai mu’jizat yang Allah berikan kepada para rasul dan nabi-Nya, telah
cukup memperkuat eksistensi Allah. Mu’jizat terbesar yang hingga kini masih ada
adalah Al Qur’an. Berikut adalah beberapa contoh mu’jizat yang terdapat dalam Al
Qur’an.
Tak seorangpun ahli saint mengira bahwa langit, bintang dan planet-planet itu
dasarnya adalah kabut (dukhan) setelah alat-alat ilmiah berkembang pesat. Para
peneliti menyaksikan sisa-sisa kabut yang hingga kini selalu membentuk bintang-
gemintang.
“Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu kami hapuskan tanda
malam, kami jadikan tanda siang itu terang”. (QS. Al Isra: 12).
Para pakar ilmu astronomi pada saat ini telah menemukan bahwa rembulan dulunya
menyala kemudian padam dan sinarnya sirna. Cahaya yang keluar dari rembulan di
malam hari hanyalah pantulan dari lampu (siraj) lain yaitu matahari.
“Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang Dia juga
menjadikan padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” (QS.Al Furqan: 61).
10
Dahulu orang-orang beranggapan bahwa orang yang naik ke atas merasa sesak
napas karena udara buruk yang tidak sehat. Tetapi manakala manusia berhasil
membuat pesawat ruang angkasa super canggih dan ia mampu naik ke langit,
diketahuilah bahwa orang yang naik ke langit dadanya terasa sesak, bahkan amat
sesak, dikarenakan udara (oksigen) berkurang dan bahkan hampa. Karena itu para
astronot harus memakai tabung oksigen ketika mengangkasa.
“Sesungguhnya telah Kami datangkan kepada kamu suatu kitab yang telah Kami
jelaskan berdasarkan ilmu (dari kami), sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman.” (QS. Al A’raf: 52).
Manusia yang beriman dan berakal lurus akan merasakan keberadaan Allah dan
membenarkan keimanannya kepada Allah (tashdiqul mu’min ilallah) . Sehingga
rukun iman yang enam perkara yang selalu kita hapalkan itu, bukan hanya keimanan
dalam lafadz semata, tapi juga telah tertashdiq (dibenarkan) dalam hati dan pola
tingkah kita sehari-hari. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat 53:11
,”Hatinya tidak mendustai apa yang telah dilihatnya”.
1. Al Kubru (sombong)
Berkatalah orang-orang yang tidak menanti-nanti pertemuan(nya) dengan Kami,
”Mengapakah tidak diturunkan kepada kita malaikat atau (mengapa) kita (tidak)
melihat tuhan kita ?” Sesungguhnya mereka menyombongkan diri mereka dan
mereka benar-benar telah melampaui batas (dalam melakukan) kezaliman. (Al
Furqan, 25: 21).
3. Al Kadzibu (dusta)
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syrik). Dan orang-
orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata), “Kami tidak mnyembah
mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan
sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka
tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki
orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (QS. Az Zumar,39: 3).
4. Al Fusuqu (fasik)
11
Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku, mengapa
kalian menyakitiku padahal kalian tahu bahwa aku adalah utusan Allah untuk kalian”.
Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah palingkan hati mereka dan
Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS. Ash Shaf, 61: 5).
5. Al Kufru (ingkar)
Wahai Rasul, janganlah kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera
(memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan
dengan mulut mereka , “Kami telah beriman”, padahal hati mereka belum
beriman…(QS. Al Maidah, 5: 41).
6. Al Fasadu (fasad)
Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Allah, dan sesungguhnya Allah, Dia-lah yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. Kemudian jika mereka berpaling (dari kebenaran), maka
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS.
Ali Imran, 3: 62-63).
7. Al Ghaflah (lengah)
Dan sesungguhnya kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dai jin dan
manusia, mereka mempunyai hati tapi tak digunakan untuk memahami, mempunyai
mata tapi tak digunakan untuk melihat, dan mempunyai telinga tapi tak digunakan
untuk mendengar. Mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al A’raf, 7: 179).
9. Al Irtiyab (ragu-ragu)
Dan sesungguhnya mereka telah mengingkari Allah sebelum itu, dan mereka
menduga-duga tentang yang ghaib dari tempat yang jauh. Dan dihalangi antara
mereka dengan apa yang mereka ingini sebagaimana yang dilakukan terhadap
orang-orang yang serupa dengan mereka pada masa dahulu. Sesungguhnya
mereka dahulu (di dunia) dalam keraguan yang mendalam. (QS. Saba’, 34: 53-54).
Secara umum, ilmu ada dua katagori, yaitu ilmu dharuri (aksiomatis) dan
ilmunazhari (teoritis). Ilmu dharuri adalah pengetahuan akan sesuatu yang tidak
membutuhkan dalil, karena keberadaannya dapat disentuh dengan indra. Ketika kita
berada di dpn suatu masjid, kita tidak memerlukan dalil untuk mengatakan bahwa
masjid itu ada. Sedangkan ilmu yang hanya dapat diperoleh dengan dalil disebut
ilmu nazhari. Misalnya luas segitiga adalah setengah kali alas kali tinggi (1/2 X a X
t).
12
Dan sesungguhnya, fenomena alam dan perangkat kehidupan yang
dianugerahkan Allah SWT dapat menuntun kita pada ma’rifat kepada-Nya dengan
ma’rifat yang sangat dekat, sebagaimana ilmu dharuri yang dapat dilihat dengan
mata kepala.
Berikut ini kita bahas dalil-dalil yang dapat menguatkan keyakinan kita akan
keberadaan Allah SWT.
Dikatakan kepada Rabi’ah al Adawiyah, seorang tokoh muslimah ahli ibadah, bahwa
seseorang dapat menunjukkan seribu dalil akan adanya tuhan. Ia tertawa dan
berkata, “Satu dalil sudahlah cukup.” “Apa itu ?” tanya orang itu. “Kalau kamu
berjalan di tengah padang pasir, lalu kakimu tergelincir dan jatuh ke lubang sebuah
sumur hingga tidak bisa keluar darinya, apa yang akan kamu perbuat ?” tanya
Rabi’ah. “Kami akan berkata, ya Allah,” jawabnya. “Nah, itulah dalil…,” tegas
Rabi’ah.
Demikianlah fitrah manusia. Dia memang diciptakan Allah SWT di atas fitrah agama
Allah, sehingga keimanan kepada Allah sesungguhnya telah bersemayam dalam
hati setiap insan, siapapun orangnya dan yang lahir dari siapapun.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui. (QS. Ar Rum, 30: 30).
Panca indra manusia diciptakan sebagai alat untuk mengenal alam benda di sekitar
kita. Namun apa yang ada pada diri kita itu memiliki banyak sekali keterbatasan.
Mata kita misalnya. Ada hal-hal yang sebenarnya ada di dunia ini, tetapi mata tidak
mampu melihatnya. Misalnya arus listrik, udara, aroma dan sebagainya. Apa yang
kita lihat juga kadang tidak menunjukkan fakta yang sebenarnya. Misalnya pensil
yang dimasukkan dalam segelas air terlihat patah padahal sebenarnya tidak. Rel
kereta api bila kita lihat semakin jauh terlihat bertemu pada satu ujung, padahal tidak
demikian faktanya. Lautan terjauh yang kita lihat seolah-olah bertemu dengan ujung
dunia, padahal realitanya tidaklah demikian.
Keterbatasan indra inilah yang justru menjadi dalil bahwa sesungguhnya di balik
dunia yang kita tangkap dengan indra masih terdapat dunia lain. Termasuk di
dalamnya adalah dunia ghaib, di mana Allah SWT termasuk bagian darinya. Dengan
demikian, barangsiapa mengingkari wujud Allah SWT hanya karena indra tidak
menangkapnya, maka ia harus juga mengingkari banyak sekali realita yang ada di
dunia ini, yang tidak bisa ditangkap oleh indra manusia.
13
Benarlah apa yang Allah firmankan,
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala
penglihatan itu dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (QS. Al An’am,
6: 103).
Seorang Arab badui suatu ketika ditanya tentang keberadaan Allah, lalu dia
menunjuk seonggok kotoran onta sambil balik bertanya, ‘Tahukah Anda, kotoran
apakah itu ?’ ‘Kotoran onta jawabnya,’ jawabnya.
Sang badui kemudian bertanya lagi, ‘Apakah Anda melihat ontanya ?” “Tidak”,
jawabnya. Sang badui bertanya lagi, ‘Lalu, bagaimana Anda bisa mengetahui bahwa
kotoran itu adalah kotoran onta, tanpa Anda tahu ontanya ?” ‘Dengan melihat ciri-
cirinya,” jawabnya lagi.
Sang badui kemudian berkata, “Lihatlah ke atas dan lihatlah alam semesta. Jika
kotoran onta menunjukkan adanya onta tanpa harus terlihat ontanya, apakah tidak
cukup bahwa alam semesta ini menunjukkan adanya pencipta tanpa harus terlihat
sang pencipta ? Dialah Allah.”
Sesungguhnya tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, lalu Dia sengaja menciptakan Arsy. Dia tutup malam dengan
siang yang mengikutinya dengan cepat. Matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk
kepada perintah-Nya. Ketahuilah, mencipta dan memerintah hanyalah hak Allah.
Maha Berkat Allah, tuhan semesta alam. (QS. Al Araf, 7: 54).
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhan melainkan Aku, maka
sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. (QS. Thaha, 20: 14)
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang Mengetahui yang ghaib dan yang
nyata. Dialah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah yang tiada
14
tuhan selain Dia. Raja yang Mahas Suci, yang Maha Sejahtera, yang
mengkaruniakan keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang
Maha Esa, yang memiliki segala keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan. Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang Membentuk
rupa, yang Mempunyai nama-nama yang paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa
yang di langit dan apa yang di bumi. Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (QS. Al Hasyr: 22-24).
Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, sehingga mereka
dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka.
Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan
menerima (akibat-akibat) seperti itu. (QS. Muhammad,47: 10).
F. KHATIMAH
Kita harus memahami dan mengenal Allah dengan benar (shahih) melalui sandaran
yang benar pula. Dalam pandangan Islam, faktor iman kepada yang ghaib, yang tak
dapat kita lihat dengan mata kepala, merupakan faktor yang dominan dalam upaya
mengenal Allah, di samping faktor akal dan ayat-ayat Allah yang Allah turunkan
melalui utusan-Nya dan juga yang terhampar di seluruh alam mayapada ini.
Pengenalan Allah yang benar akan menghasilkan peningkatan iman dan taqwa
(raf’ul iman wat taqwa), juga pribadi merdeka dan bebas yang membebaskan kita
dari penghambaan kepada makhluk menuju penghambaan kepada pencipta
makhluk. Dengan mengenal Allah, akan tumbuh ketenangan, keberkatan dan
kehidupan yang baik, serta di akhirat dibalas dengan surga-Nya.
Ada banyak hal yang menyebabkan manusia tak mengenal Allah dan tak mau
mengakui keberadaan-Nya. Ada yang karena kesombongannya, lalai, bodoh, ragu-
ragu dan lainnya. Padahal banyak sekali dalil yang menguatkan keberadaan Allah
dan menyakinkan kita untuk beriman kepada-Nya. Tanda-tanda kekuasaan-Nya
bukan saja terdapat di alam semesta ini, bahkan dalam diri kita pun, hal itu tampak
dengan jelas.
15
Allah SWT bukan saja untuk lebih kenal kepada-Nya, tapi juga dapat lebih
meningkat iman dan taqwa kita.
Ahammiyatu Ma'rifatullah,..
Dalam Islam, mengenal Allah (ma'rifatullah) adalah persoalan penting dan wajib,
karena hal ini menyangkut aqidah.
Imam Ghazali menyatakan bahwa ma'rifah adalah sebuah tingkatan kecerdasan,
yaitu mengumpulkan dua atau lebih informasi untuk menghasilkan sebuah
kesimpulan. Dan dari kesimpulan itulah muncul tindakan atau sikap. Bukan ma'rifah
namanya bila apa yang diketahuinya tidak menghasilkan tindakan. Seseorang yang
mengaku mengenal Allah, tapi tidak menghasilkan ketundukkan, ketaatan, loyalitas,
dan penghambaan kepada Allah, sesungguhnya dia berlum ma'rifah kepada Allah.
Ma’rifatullah (mengenal Allah) bukanlah mengenali dzat Allah, karena hal ini
tidak mungkin terjangkau oleh kapasitas manusia yang terbatas. Sebab bagaimana
mungkin manusia yang terbatas ini mengenali sesuatu yang tidak terbatas?. Segelas
susu yang dibikin seseorang tidak akan pernah mengetahui seperti apakah orang
yang telah membuatnya menjadi segelas susu.
Menurut Ibn Al Qayyim : Ma’rifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul
ma’rifah (orang-orang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat
seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi
pengenalannya”.
Ma’rifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun ma’riaftullah
dimaknai dengan pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat
dengan Allah, mengenalkan rintangan dan gangguan yang ada dalam perjalanan
mendekatkan diri kepada Allah.
Pentingnya Ma’rifatullah.
- Ma’rifatullah adalah puncak kesadaran yang akan menentukan perjalanan hidup
manusia selanjutnya. Karena ma’rifatullah akan menjelaskan tujuan hidup manusia
yang sesungguhnya. Ketiadaan ma’rifatullah membuat banyak orang hidup tanpa
tujuan yang jelas, bahkan menjalani hidupnya sebagaimana makhluk hidup lain
(binatang ternak). QS.47:12
- Ma’rifatullah adalah asas (landasan) perjalanan ruhiyyah (spiritual) manusia
secara keseluruhan. Seorang yang mengenali Allah akan merasakan kehidupan
yang lapang. Ia hidup dalam rentangan panjang antara bersyukur dan bersabar.
16
Sabda Nabi : Amat mengherankan urusan seorang mukmin itu, dan tidak terdapat
pada siapapun selain mukmin, jika ditimpa musibah ia bersabar, dan jika diberi
karunia ia bersyukur” (HR.Muslim)
- Dari Ma’rifatullah inilah manusia terdorong untuk mengenali para nabi dan rasul,
untuk mempelajari cara terbaik mendekatkan diri kepada Allah. Karena para Nabi
dan Rasul-lah orang-orang yang diakui sangat mengenal dan dekat dengan Allah.
- Dari Ma’rifatullah ini manusia akan mengenali kehidupan di luar alam materi,
seperti Malaikat, jin dan ruh.
- Dari Ma’rifatullah inilah manusia mengetahui perjalanan hidupnya, dan bahkan
akhir dari kehidupan ini menuju kepada kehidupan Barzahiyyah (alam kubur) dan
kehidupan akherat.
Para Rasul
Para Rasul yang membawa kitab-kitab yang berisi penjelasan sejelas-jelasnya
tentang ma’rifatullah dan konsekuensi-konsekuensinya. Mereka inilah yang diakui
sebagai orang yang paling mengenali Allah. Firman Allah :
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti
nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan )
supaya manusia dapat melaksanakan keadilan..” QS. 57:25
Asma dan Sifat Allah
Mengenali asma (nama) dan sifat Allah disertai dengan perenungan makna dan
pengaruhnya bagi kehidupan ini menjadi sarana untuk mengenali Allah. Cara inilah
yang telah Allah gunakan untuk memperkenalkan diri kepada makhluk-Nya. Dengan
asma dan sifat ini terbuka jendela bagi manusia untuk mengenali Allah lebih dekat
lagi. Asma dan sifat Allah akan menggerakkan dan membuka hati manusia untuk
menyaksikan dengan seksama pancaran cahaya Allah. Firman Allah :
“Katakanlah : Serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan nama yang mana saja
kamu seru, Dia mempunyai al asma’ al husna (nama-nama yang terbaik) QS.
17:110
Asma’ al husna inilah yang Allah perintahkan pada kita untuk menggunakannya
dalam berdoa. Firman Allah :
“ Hanya milik Allah asma al husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan
menyebut asma al husna itu…” QS. 7:180
17
Seseorang yang sedang jatuh cinta akan selalu memikirkan kecantikan, kebaikan,
kelembutan, dan keramahan kekasihnya. Memikirkan hal-hal semacam itu sudah
cukup membahagiakan hatinya. Selain itu, ia pun akan selalu menjaga jangan
sampai kekasihnya benci dan menjauhi dirinya.
18