Anda di halaman 1dari 25

1. Apa yang menjadi penghalang mengenal Allah?

1.

Al Kubru (sombong)

Berkatalah orang-orang yang tidak menanti-nanti pertemuan(nya)


dengan Kami, Mengapakah tidak diturunkan kepada kita malaikat
atau (mengapa) kita (tidak) melihat tuhan kita ? Sesungguhnya
mereka menyombongkan diri mereka dan mereka benar-benar telah
melampaui batas (dalam melakukan) kezaliman. (Al Furqan, 25: 21).

2.

Azh Zhulmu (zalim)

Dan barangsiapa di antara mereka mengatakan, Sesungguhnya aku


adalah tuhan selain daripada Allah, maka orang itu Kami beri
balasan dengan jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan
kepada orang-orang zalim. (Al Anbiya, 21: 29).

3.

Al Kadzibu (dusta)

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syrik).


Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata),
Kami tidak mnyembah mereka melainkan supaya mereka
mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.
Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa
yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak
menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (QS. Az
Zumar,39: 3).

4.

Al Fusuqu (fasik)

Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, Wahai kaumku,


mengapa kalian menyakitiku padahal kalian tahu bahwa aku adalah
utusan Allah untuk kalian. Maka tatkala mereka berpaling (dari
kebenaran), Allah palingkan hati mereka dan Allah tiada memberi
petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS. Ash Shaf, 61: 5).

5.

Al Kufru (ingkar)

Wahai Rasul, janganlah kamu disedihkan oleh orang-orang yang


bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orangorang yang mengatakan dengan mulut mereka , Kami telah
beriman, padahal hati mereka belum beriman(QS. Al Maidah, 5:
41).

6.

Al Fasadu (fasad)

Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Allah, dan sesungguhnya Allah, Dia-lah yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kemudian jika mereka berpaling
(dari kebenaran), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui orangorang yang berbuat kerusakan. (QS. Ali Imran, 3: 62-63).

7.

Al Ghaflah (lengah)

Dan sesungguhnya kami jadikan untuk isi neraka jahannam


kebanyakan dai jin dan manusia, mereka mempunyai hati tapi tak
digunakan untuk memahami, mempunyai mata tapi tak digunakan
untuk melihat, dan mempunyai telinga tapi tak digunakan untuk
mendengar. Mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al Araf, 7:
179).

8.

Katsratul Maashi (banyak berbuat durhaka)

Dan ditimpakan kepada mereka nista dan kehinaan, serta mendapat


kemurkaan dari Allah. Hal itu karena mereka selalu mengingkari ayatayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alibi yang benar. Demikian
itu karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas. (QS.
Al Baqarah, 2: 61).

9.

Al Irtiyab (ragu-ragu)

Dan sesungguhnya mereka telah mengingkari Allah sebelum itu, dan


mereka menduga-duga tentang yang ghaib dari tempat yang jauh.
Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini
sebagaimana yang dilakukan terhadap orang-orang yang serupa
dengan mereka pada masa dahulu. Sesungguhnya mereka dahulu (di
dunia) dalam keraguan yang mendalam. (QS. Saba, 34: 53-54).

2. Tunjukan sifat-sifat kompetensi iman yang sempurna


Kompetensi iman seorang dipandang sempurna apabila menunjukkan
sifat-sifat antara lain:
1. Segala perilaku merasa disaksikan oleh penciptanya. Al Quran
surah al-mukmin (23) ayat 2-9
2. Memelihara shalat, amanah, dan janji. Al Quran surah al-mukmin
(23) ayat 2-9
3. Berusaha menhindar dari perbuatan maksiat. Al Quran surah almukmin (23) ayat 2-9
4. Atau secara umum mentaati segala perintah dan menjauhi segala
larangan Allah, dalam Al Quran surah al-Hujarat (49) ayat 13
5. Apabila memperoleh kebahagian dia bersyukur, dalam Al Quran
surah al-Nisa (4) ayt 147
6. Apabila mendapat musibah dia bersabar, dalam Al Quran surah alBaqarah (2) ayat 155-156
7. Rela atas segala ketentuan Allah yang yang dilimpahkan
kepadanya, dalam Al Quran surah al-Anam (6) ayat 162
8. Selalu bertawakkal kepada Allah, dalam Al Quran surah Ali Imran
(3) ayat 159

3.
1. Manusia Sebagai Hamba
Sifat hubungan antara manusia dengan Allah SWT dalam ajaran
Islam bersifat timbal-balik, yaitu bahwa manusia melakukan
hubungan dengan Tuhan dan Tuhan juga melakukan hubungan
dengan manusia. Tujuan hubungan manusia dengan Allah adalah
dalam rangka pengabdian atau ibadah. Dengan kata lain, tugas
manusia di dunia ini adalah beribadah, sebagaimana firman Allah
swt dalam Al-Quran surat Adz-Dzariat ayat 56:










Artinya:
Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah kepada ku.

Secara garis besar, ibadah kepada Allah itu ada dua macam, yaitu
ibadah yang bentuk dan tata caranya telah di tentukan oleh Allah
swt, dan ibadah dan bentuk tata caranya yang tidak di tentukan
oleh Allah swt. Ibadah jenis pertama adalah Mahdhoh, yaitu ibadah
dalam arti ritual khusus, dan tidak bisa diubah-ubah sejak dulu
hingga sekarang, misalnya sholat, puasa, dan haji: cara melakukan
ruku dan sujud dan lafal-lafal apa saja yang harus dibaca dalam
melakukan sholat telah ditentukan oleh Allah SWT.3 Demikian pula
cara melakukan thawaf dan sai dalam haji beserta lafal bacaannya
telah ditentukan oleh Allah SWT. Inti ibadah jenis ini sebenarnya
adalah permohonan ampun dan mohan pertolongan dari Allah swt.
Jenis ibadah yang kedua disebut ibadah ghairu mahdoh atau
ibadah dalam pengetahuan umum, yaitu segala bentuk perbuatan
yang ditujukan untuk kemaslahatan, kesuksesan, dan keuntungan.









Artinya:
Sesungguhnya salat itu pencegah perbuatan fahsya dan
munkar. (QS Al-Ankabut: 45)
Melalui ayat tersebut dapat diketahui bahwa ruh salat adalah inna
shalati wa-nusuki, salatku, ibadahku. Penyebutan salat dan nusuk
dalam ayat tersebut bertujuan untuk membedakan bahwa salat itu
adalah ibadah mahdhah, sementara nusuk adalah ibadah ghairu
mahdhah. Para mufassir mengatakan kata nusuk tersebut
diterjemahkan dengan insyithatu al-hayat, artinya segala aktivitas
hidup kita. Contoh dari ibadah semacam ini adalah menyingkirkan
duri dari jalan, membantu orang yang kesusahan, mendidik anak,
berusaha, bekerja, menjenguk orang sakit, memaafkan dan
sebagainya. Semua perbuatan tersebut, asalkan diniatkan karena
Allah SWT dan bermanfaat bagi kepentingan umum, adalah
pengabdian atau ibadah kepada Allah SWT.4
Jika inti hubungan manusia dengan Allah adalah pengabdian atau
ibadah, maka inti hubungan Tuhan dengan manusia adalah aturan,
yaitu perintah dan larangan. Manusia diperintahkan berbuat
menurut aturan yang telah ditetapkan Allah. Jika manusia
menyimpang dari aturan itu, maka ia akan tercela, baik dalam
kehidupan di dunia maupun di akhirat. Aturan itupun ada dua
macam, pertama aturan yang dituangkan dalam bentuk hukumhukum alam (sunnatullah) dan aturan yang dituangkan dalam kitab
suci Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad saw.
Aturan yang dituangkan dalam kitab suci Al-Quran dan hadis Nabi,
misalnya tentang perintah sholat, perintah zakat, perintah puasa,
perintah haji, larangan berzina, larangan mencuri, larangan

meminum arak, larangan memakan daging babi, dan lain-lain.


Dalam hal ini, manusia diperintahkan menaati segala perintah dan
menjauhi segala larangan. Adapun aturan yang dituangkan dalam
hukum alam adalah, misalnya, api itu bersifat membakar. Oleh
karena itu, jika orang mau selamat, maka ia harus menjauhkan
dirinya dari api. Sebagai contoh lain, benda yang berat jenisnya
lebih berat dari air akan tenggelam dalam air. Dengan demikian,
manusia akan celaka (tenggelam) jika masuk ke dalam air laut
tanpa pelampung, sebab berat jenisnya lebih berat dari air.
Demikianlah aturan yang dituangkan dalam kitab suci (yah
qurniyah) dan yang dituangkan dalam hukum alam (yah
kawniyah). Keduanya harus dipatuhi agar orang dapat hidup
selamat dan sejahtera, baik di dunia maupun di akhirat.
Begitulah prinsip dasar ajaran Islam mengenai hubungan manusia
dengan Tuhannya. Intinya adalah pengabdian dan penyembahan
kepada Allah (ibadah). Berpegang teguh pada tali agama Allah,
lebih tepatnya menyelamatkan diri dari kemunafikan. Memegang
tali agama Allah berarti kesetiaan melaksanakan semua ajaran
agama dan mendakwahkannya. Selalu meningkatkan amal saleh,
mengikatkan hati kepada Allah, serta ikhlas dalam beribadah.5
2. Hubungan Manusia dengan Sesama
Pada hakikatnya, tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri
tanpa berhubungan dengan orang lain. Manusia memiliki naluri
untuk hidup berkelompok dan berinteraksi dengan orang lain.6
Karena pada dasarnya, setiap manusia memiliki kemampuan dasar
yang berbeda-beda dan memiliki ciri khas tersendiri yang dapat
dijadikan sebagai alat tukar menukar pemenuhan kebutuhan hidup.
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk
bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran
yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya
dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup
bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang
dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai
bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu
bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai
makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan
kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain,
manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak
hidup di tengah-tengah manusia.
Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa
berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa
menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa
mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.

Selain itu, manusia diciptakan dari berbagai karakteristik, bersukusuku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal satu sama lain.










Artinya:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenalmengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetetahui lagi Maha Mengenal. (AlHujurat: 13)
Selain saling mengenal, manusia juga sangat dianjurkan agar
dapat menjalin hubungan yang baik antar sesamanya. Hal ini
dijelaskan dalam Al-Quran, surah Al-Hujurat ayat 10-12:






Artinya:
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu
dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. Hai
orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan
itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan
perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang
direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu
sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung
ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk
sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka
itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian
dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan
orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah
seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.

Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha


Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Dalam menjalin hubungan baik sesama manusia, hendaknya sikap
hormat-menghormati tidak dilupakan. Mengenai hal ini, Allah
sudah memperingatkan dalam surah An-Nisa ayat 86:7

Artinya:
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu
penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang
lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan
yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala
sesuatu.
Sebagai makhluk sosial, manusia dapat saling berinteraksi
menjalin hubungan yang baik saling menghormati dengan sesama,
berkasih sayang sebagai fitrah diri manusia.
Interaksi manusia akan menghasilkan bentuk masyarakat yang
luas. Alquran, sebagai kitab suci umat Islam, memberikan petunjuk
mengenai ciri-ciri dan kualitas suatu masyarakat yang baik,
wwalaupun semua itu memerlukan upaya penafsiran dan
pengembangan pemikiran. Di samping itu Alquran juga
memerintahkan kepada umat manusia untuk memikirkan
pembentukan suatu masyarakat dengan kualitas-kualitas tertentu.
Dengan begitu, menjadi sangat mungkin bagi umat Islam untuk
membuat suatu gambaran masyarakat ideal berdasarkan petunjuk
Alquran.
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam Alquran menunjuk arti
masyarakat ideal, antara lain: Ummatun Whidah, Ummatun
Wasathan, Khairu Ummah, Baldatun Thoyyibatun, Ummatun
Muqtashidah. Berikut penjelasannya:

Ummatun Whidah
Bahwa pada mulanya manusia itu adalah satu umat, ditegaskan
dalam surah Al-Baqarah: 213.

Artinya:
Manusia sejak dahulu adalah umat yang satu, selanjutnya Allah
mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi
peringatan, dan menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar,
untuk memberi keputusan diantara manusia tentang perkara yang
mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang kitab itu
melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka kitab itu,
yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang
nyata, karena keinginan yang tidak wajar (dengki) antara mereka
sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman
kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu
dengan kehendakNya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang
yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus.
Dalam ayat ini secara tegas dikatakan bahwa manusia dari dahulu
hingga kini merupakan satu umat. Allah Swt menciptakan mereka
sebagai makhluk sosial yang saling berkaitan dan saling
membutuhkan. Mereka sejak dahulu hingga kini baru dapat hidup
jika bantu membantu sebagai satu umat, yakni kelompok yang
memiliki persamaan dan keterikatan. Karena kodrat mereka
demikian, tentu saja mereka harus berbeda-beda dalam profesi
dan kecenderungan. Ini karena kepentingan mereka banyak,
sehingga dengan perbedaan tersebut masing-masing dapat
memenuhi kebutuhannya.
Ummatun Wasathan
Istilah lain yang juga mengandung makna masyarakat ideal adalah
Ummatun Wasathan. Istilah ini antara lain tertuang dalam firman
Allah Q.S. al-Baqarah: 143


Artinya:
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam),
umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas
(perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi
atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang
menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui
(supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang
membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat
berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh
Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.

Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada


manusia.
Dalam ayat di atas disebutkan bahwa kualifikasi umat yang baik
adalah ummatun wasathan. Kata wasathan terdiri dari huruf wau,
sn dan tha yang bermakna dasar pertengahan atau moderat yang
memang menunjuk pada pengertian adil. Al-Rghib mengartikan
sebagai sesuatu yang berada di pertengahan yang kedua ujungnya
pada posisi sama. Posisi prtengahan menjadikan anggota
masyarakat tersebut tidak memihak ke kiri dan ke kanan, yang
dapat mengantar manusia berlaku adil. Posisi itu
jugamenjadikannya dapat menyaksikan siapapun dan dimanapun.
Allah menjadikan umat Islam pada posisi pertengahan agar
menjadi saksi atas perbuatan manusia yakni umat yang lain.
Ummatun Muqtashidah
Ungkapan ummatun muqtashidah terulang hanya sekali dalam AlQuran yaitu dalam surah Al-Maidah: 66


Artinya:
Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum)
Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka
dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas
dan dari bawah kaki mereka. Diantara mereka ada golongan yang
pertengahan[. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh
kebanyakan mereka.
Makna kelompok pertengahan (ummatun muqtashidah) dalam ayat
di atas adalah segolongan kelompok yang berlaku pertengahan
dalam melakukan agamanya, tidak berlebihan juga tidak
melalaikan.
Khairu Ummah
Istilah khairu Ummah berrti umat terbaik atau umat unggul atau
masyarakat ideal hanya sekali saja disebutkan diantara 64 kata
ummah dalam Al-Quran yakni dalam surah Ali Imran: 110.

















Artinya:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,


menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar,
dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah
itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman,
dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Dalam ayat tersebut, dijelaskan kriteria-kriteria Khairu Ummah,
yaitu menyuruh kepada maruf, mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah.
Baldatun Thoyyibah
Istilah ini tertuang dalam surah Saba:15.





Artinya:
Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan Tuhan) di
tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan
dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): Makanlah olehmu
dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu
kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu)
adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.
Baldatun Thoyyibah berarti mengacu kepada tepat, bukan kepada
kumpuln orang. Namun, Ali Nurdin, dalam bukunya Menelusuri
Masyarakat Ideal dalam Alquran memasukkan ungkapan tersebut
dalam istilah masyarakat ideal dengan faktor kebahasaan sebagai
salah satu pertimbangan utama.
Alquran tidak menyatakan secara tegas tentang kriteria dan
ambaran dari negeri yang baik (baldah thoyyibah), untuk
mendapatkan gambaran yang lebih lengkap, kita bisa melihat
kepada sejarah kerajaan Saba. Poin-poin penting yang
menyebabkan Saba disebut sebagai negeri yang baik, disamping
faktor geografis (adanya bendungan Arim) adalah, merakyatnya
sikap musyawarah dan anti kekerasan.8
3. Hubungan Manusia dengan Alam
1. Alam diciptakan untuk Manusia
Manusia dapat hidup di bumi karena Allah telah menetapkan
keadaan bumi yang ada pada posisi sekarang. Pemikiran yang
murni yang berdasarkan kenyataan dan tanpa prasangka dapat
dengan mudah memahami alam semesta diciptakan dan

dikendalikan oleh Allah yang semuanya diperuntukkan pada


manusia.9
Untuk memperoleh informasi lebih jauh mengenai penciptaan
alam, berikut akan dikemukakan beberapa ayat Al-Quran:10
1. Surah Shad ayat 27:

Artinya:
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada
antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah
anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu
karena mereka akan masuk neraka.
2. Surah Ysin










Artinya:
Dan Kami ciptakan untuk mereka (apa) yang mereka kendarai
seperti bahtera itu.
3. Surah Ad-Dukhn ayat 38.












Artinya:
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada
antara keduanya dengan bermain-main.
4. Surah An-Nahl ayat 5 dan 81.









Artinya:
Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya
ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan
.sebahagiannya kamu makan















Artinya:
Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang
telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal
di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang
memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang
memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah
menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri
(kepada-Nya).
2. Manusia sebagai Khalifah
Manusia dilahirkan ke dunia hanya membawa diri,tanpa bekal
harta. Tidak bisa apa pun kecuali sedikit hal. Namun Allah
memelihara dan merawat kita dengan menurunkan kasih sayangNya melalui orang lain. Kita memerlukan orang lain. Lalu
bagaimana kita bisa melaksanakan tugas besar kita? Allah
membekali kita dengan otak (akal pikiran dan nafsu). Itulah bekal
terbesar kita. Dengan adanya bekal tersebut, manusia dapat
menciptakan budaya, dimana budaya manusia terus berevolusi
menuju budaya yang semakin maju dan kompleks.11
Berulang kali di dalam Al Quran Allah memerintahkan kita untuk
berpikir. Dengannya kita menjadi makhluk yang sempurna. Otak
manusia memiliki kapasitas yang luar biasa, terbatas namun
batasnya tidak diketahui. Einstein sang ilmuwan saja baru
menggunakan sebagian kecil dari kemampuan otak yang
sebenarnya. Dengan adanya akal pikiran ini manusia bisa memilih
tindakan yang tepat bagi kehidupannya. Tindakan yang tepat ini
tidak terlepas dari nilai-nilai agama, sehingga akal dan nafsu kita
terarah dengan benar dan menjadikan kita sebagai orang sukses.
Jika itu sudah kita lakukan maka kita benar-benar mencapai derajat
yang tinggi sesuai dengan tujuan penciptaan diri kita yang
sebenarnya oleh Allah. Namun jika tidak, kita tidak bisa mencapai
kesempurnaan di dalam derajat kita yang sebenarnya. Derajat
kita sangat rendah seperti setan atau lebih buruk dari binatang
ternak.
Segala keperluan manusia di bumi ini telah disediakan oleh Allah,
dan segalanya telah ditundukkan oleh Allah untuk kita. Apakah kita
menganggap itu adalah sesuatu yang kecil? Semua itu adalah
amanah yang besar untuk dikelola dan dipergunakan dengan baik.
Setiap manusia adalah pemimpin, dan yang paling minim adalah
memimpin diri sendiri. Bahkan, mengendalikan hawa nafsu
termasuk jihad yang terbesar. Manusia memerlukan keseimbangan
agar dengan adanya kelebihan berupa otak mereka tidak zalim dan

sombong, dan dengan nafsu mereka tidak melampaui batas atau


sewenang-wenang. Alam adalah kesatuan (sistem), bahkan tubuh
kita saja merupakan suatu sistem. Jika ada satu anggota tubuh kita
yang sakit maka seluruh tubuh akan sakit. Alam pun juga begitu,
misalnya ada tetangga kita membuang sampah sembarangan di
sungai dekat rumah, kita tidak mengingatkan maka kita juga akan
kena dampaknya, seluruh rumah di sekitar sungai akan terendam
banjir. Maka dari itu berusahalah untuk mencapai kesempurnaan
hidup kita dengan berbuat yang terbaik di dalam segala hal sesuai
dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah.
Manusia dipilih oleh Allah sebagai penduduk bumi, tiada lain
adalah sebagai khalifah. Hal ini ditegaskan dalam surah Al-Baqarah
ayat 30:








Artinya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi. Mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan
berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui.

















Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat:
Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali
Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan
orang-orang yang kafir. (QS. Al-Baqarah: 34)
Ibnu Katsir dalam interpretasi ayat di atas mengungkapkan bahwa
kekhalifahan dan kepemimpinan adalah suatu kemuliaan besar
yang Allah berikan kepada Adam a.s dan merupakan anugerah
bagi keturunannya, khususnya disaat Allah memerintahkan
malaikat-Nya untuk bersujud kepada Adam a.s.
Dengan demikian, maka dipahami bahwa kekhalifahan yang Allah
berikan kepada manusia adalah suatu kemuliaan. Allah pun
menorehkan sejarah kemuliaan yang diberikan-Nya ini dalam kitab
suci yang diturunkan-Nya. Selain itu terdapat kemuliaan lain yang
Allah berikan kepada manusia, yaitu sebagai berikut:

1. Allah telah memuliakan eksistensi manusia dari semua makhluk


yang lain, baik itu secara struktur tubuh maupun psikologis.
Sebagaimana yang telah tertuang dalam Alquran:












Artinya:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya. (QS. At-Tiin: 4)
2. Allah memuliakan manusia dengan memberikan kemampuan
untuk menundukkan sumber daya alam yang ada di bumi dan
memanfaatkan segala fasilitas yang ada di bumi dengan baik.

Artinya:
Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah
menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa
yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan
batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang
(keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa
Kitab yang memberi penerangan. (QS. Lukman: 20)





























Artinya:
Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan
menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan
dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki
untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya
bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia
telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah
menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus
menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan
bagimu malam dan siang. (QS. Ibrahim: 32-33)

Artinya:
Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar
kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan
kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai;
dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu
mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu
bersyukur. (QS. An-Nahl: 14)
3. Allah memuliakan manusia dengan kemampuan untuk menilai
dirinya sendiri. Manusia pun dapat mangarahkan semua perilaku
dan apa yang ia kerjakan. Dengan kemampuan inilah, manusia
akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang telah ia lakukan
selama hidupnya.12






















Artinya:
(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat
dengan pemimpinnya; dan barangsiapa yang diberikan kitab
amalannya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca
kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun. Dan
barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat
(nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang
benar). (QS. Al-Israa: 71-72)
Dengan dijadikannya manusia sebagai khalifah, maka manusia
hidup di bumi memiliki tugas dan amanah. Dimana menjadi
khalifah merupakan bentuk pengabdian manusia kepada Allah. Hal
tersebut dapat diwujudkan dengan selalu beraktivitas yang
berorientasi pada ibadah dan tentu salah satunya dengan cara
memakmurkan bumi.

4. Hakekat Manusia Menurut Pandangan Islam


Penciptaan manusia terdiri dari bentuk jasmani yang bersifat kongkrit,
juga disertai pemberian sebagian Ruh ciptaan Allah swt yang bersifat
abstrak. Manusia dicirikan oleh sebuah intelegensi sentral atau total
bukan sekedar parsial atau pinggiran. Manusia dicirikan oleh kemampuan
mengasihi

dan

ketulusan,

bukan

sekedar

refles-refleks

egoistis.

Sedangkan, binatang, tidak mengetahui apa-apa diluar dunia inderawi,


meskipun barangkali memiliki kepekaan tentang yang sakral.[4]
Manusia

perlu

mengenali

hakekat

dirinya,

agar

akal

yang

digunakannya untuk menguasai alam dan jagad raya yang maha luas
dikendalikan oleh iman, sehingga mampu mengenali ke-Maha Pekasaan
Allah dalam mencipta dan mengendalikan kehidupan ciptaanNya. Dalam
memahami ayat-ayat Allah dalam kesadaran akan hakekat dirinya,
manusia menjadi mampu memberi arti dan makna hidupnya, yang harus
diisi dengan patuh dan taat pada perintah-perintah dan berusaha
menjauhi larangan-larangan Allah. Berikut adalah hakekat manusia
menurut pandangan Islam:
1. Manusia adalah Makhluk Ciptaan Allah SWT.
Hakekat pertama ini berlaku umum bagi seluruh jagat raya dan isinya
yang bersifat baru, sebagai ciptaan Allah SWT di luar alam yang disebut
akhirat. Alam ciptaan meupakan alam nyata yang konkrit, sedang alam
akhirat merupakan ciptaan yang ghaib, kecuali Allah SWT yang bersifat
ghaib bukan ciptaan, yang ada karena adanya sendiri.[5]
Firman Allah SWT mengenai penciptaan manusia dalam Q.S. Al-Hajj ayat 5
:

Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian
dari setetes air mani menjadi segumpal darah, menjadi segumpal daging
yang diberi bentuk dan yang tidak berbentuk, untuk Kami perlihatkan
kekuasaan Tuhanmu.
Firman tersebut menjelaskan pada manusia tentang asal muasal
dirinya, bahwa hanya manusia pertama Nabi Adam AS yang diciptakan
langsung dari tanah, sedang istrinya diciptakan dari satu bagian tubuh
suaminya. Setelah itu semua manusia berikutnya

diciptakan melalui

perantaraan seorang ibu dan dari seorang ayah, yang dimulai dari setetes
air mani yang dipertemukan dengan sel telur di dalam rahim.
Hakikat pertama ini berlaku pada umumnya manusia di seluruh jagad
raya sebagai ciptaan Allah diluar alam yang disebut akhirat. Alam ciptaan
merupakan alam nyata yang konkrit sedangkan alam akhirat merupakan

ciptaan yang ghaib kecuali Allah yang bersifat ghaib bukan ciptaan yang
ada karena dirinya sendiri.
2. Kemandirian dan Kebersamaan (Individualitas dan Sosialita).
Kemanunggalan tubuh dan jiwa yang diciptakan Allah SWT ,
merupakan satu diri individu yang berbeda dengan yang lain. setiap
manusia dari individu memiliki jati diri masing - masing. Jati diri tersebut
merupakan aspek dari fisik dan psikis di dalam kesatuan. Setiap individu
mengalami perkembangan dan berusah untuk mengenali

jati dirinya

sehingga mereka menyadari bahwa jati diri mereka berbeda dengan yang
lain. Firman Allah dalam Q.S. Al-Araf 189:

Dialah yang menciptakanmu dari satu diri
Firman tersebut jelas menyatakan bahwa sebagai satu diri (individu)
dalam merealisasikan dirinya melalui kehidupan, ternyata diantaranya
terdapat manusia yang mampu mensyukurinya dan menjadi beriman.
Di dalam sabda Rasulullah SAW menjelaskan petunjuk tentang cara
mewujudkan

sosialitas

yang

diridhoiNya,

diantara

hadist

tersebut

mengatakan:
Seorang dari kamu tidak beriman sebelum mencintai kawannya
seperti mencintai dirinya sendiri (Diriwayatkan oleh Bukhari)
Senyummu kepada kawan adalah sedekah (Diriwayatkan oleh Ibnu
Hibban dan Baihaqi)
Kebersamaan

(sosialitas)

hanya

akan

terwujud

jika

dalam

keterhubungan itu manusia mampu saling menempatkan sebagai subyek,


untuk memungkinkannya menjalin hubungan manusiawi yang efektif,
sebagai hubungan yang disukai dan diridhai Allah SWT.[6] Selain itu
manusia merupakan suatu kaum (masyarakat) dalam menjalani hidup
bersama dan berhadapan dengan kaum (masyarakat) yang lain. Manusia
dalam perspektif agama Islam juga harus menyadari bahwa pemeluk
agama Islam adalah bersaudara satu dengan yang lain.[7]
3. Manusia Merupakan Makhluk yang Terbatas.

Manusia memiliki kebebasan dalam mewujudkan diri (self realization),


baik sebagai satu diri (individu) maupun sebagai makhluk social, terrnyata
tidak

dapat

melepaskan

diri

dari

berbagai

keterikatan

yang

membatasinya. Keterikatan atau keterbatasan itu merupakan hakikat


manusia yang melekat dan dibawa sejak manusia diciptakan Allah SWT.
Keterbatasan itu berbentuk tuntutan memikul tanggung jawab yang lebih
berat daripada makhluk-makhluk lainnya. Tanggung jawab yang paling
asasi sudah dipikulkan ke pundak manusia pada saat berada dalam proses
penciptaan setiap anak cucu Adam berupa janji atau kesaksian akan
menjalani hidup di dalam fitrah beragama tauhid. Firman Allah Q.S. AlAraf ayat 172 sebagai berikut:


Dan ingat lah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian jiwa mereka,
Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, Betul Engkau Tuhan
kami dan kami bersaksi.
Kesaksian

tersebut

merupakan

sumpah

yang

mengikat

atau

membatasi manusia sebagai individu bahwa didalam kehidupannya tidak


akan menyembah selain Allah SWT. Bersaksi akan menjadi manusia yang
bertaqwa pada Allah SWT. Manusia tidak bebas menyembah sesuatu
selain Allah SWT, yang sebagai perbuatan syirik dan kufur hanya akan
mengantarkannya menjadi makhluk yang terkutuk dan dimurkaiNya.

5. Nomor 5
Secara garis besar ada 5 macam hukum syara yang mesti diketahui oleh kita:
1. Wajib
2. Sunnah
3. Haram
4. Makruh
5. Mubah

1. Wajib: para ulama memberikan banyak pengertian mengenainya, antara lain:


Suatu ketentuan agama yang harus dikerjakan kalau tidak berdosa. Atau Suatu
ketentuan jika ditinggalkan mendapat adzab
Contoh: makan atau minum dengan menggunakan tangan kanan adalah wajib hukumnya, jika
seorang Muslim memakai tangan kiri untuk makan atau minum, maka berdosalah dia.
Contoh lain, Shalat subuh hukumnya wajib, yakni suatu ketentuan dari agama yang harus
dikerjakan,
jika
tidak
berdosalah
ia.
Alasan yang dipakai untuk menetapkan pengertian diatas adalah atas dasar firman Allah swt:
(63:) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )
.Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan
atau
ditimpa
adzab
yang
pedih.
(An-Nur:
63)
Dari ayat diatas telah jelas bahwa setiap orang yang melanggar perintah agama maka akan
ditimpa musibah atau adzab, dan orang yang ditimpa adzab itu tidak lain melainkan mereka
yang menyalahi aturan yang telah ditetapkan.
2.
Sunnah:
Suatu perbuatan jika dikerjakan akan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan tidak
berdosa. Atau bisa anda katakan : Suatu perbuatan yang diminta oleh syari tetapi tidak
wajib,
dan
meninggalkannya
tidak
berdosa
Contoh: Nabi saw bersabda:
-) ) ) - ).) ) )
Artinya: Shaumlah sehari dan berbukalah sehari. Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam
Muslim.
Dalam hadits ini ada perintah -- shaumlah, jika perintah ini dianggap wajib, maka
menyalahi sabda Nabi saw yang berkenaan dengan orang Arab gunung, bahwa kewajiban
shaum itu hanya ada di bulan Ramadhan.
)
) .
.. ) ) ) ) ) ) )
) ) )
.apa yang Allah wajibkan kepadaku dari shaum? Beliau bersabda: (shaum) bulan
ramadhan, kecuali engkau mau bertathauwu (melakukan yang sunnah). Hadits riwayat
Imam Bukhari.
Dari riwayat ini jelas bahwa shaum itu yang wajib hanyalah shaum di bulan ramadhan
sedangkan lainnya bukan. Jika lafadz perintah dalam hadits yang pertama shaumlah itu
bukan
wajib,
maka
ada
2
kemungkian
hukum
yang
bisa
diambil:
1.
Sunnah
2. Mubah
Shaum adalah suatu amalan yang berkaitan dengan ibadah, maka jika ada perintah yang
berhubungan dengan ibadah tetapi tidak wajib, maka hukumnya sunnah. Kalau dikerjakan
mendapat pahala jika meninggalkannya tidak berdosa.

Alasan untuk menetapkan hal itu mendapat pahala adalah atas dasar firman Allah swt:
-26 ):- ).) ) )
Bagi orang-orang yang melakukan kebaikan (akan mendapat) kebaikan dan (disediakan)
tambahan (atas kebaikan yang telah diperbuatnya) S.Yunus: 26Allah swt memberi kabar, bahwasanya siapa saja yang berbuat baik di dunia dengan
keimanan (kepada-Nya) maka (balasan) kebaikan di akhirat untuknya, sebagai mana firman
Allah:
-60:) .) ) ) )
Artinya: Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula) S. Ar-Rahman: 60.
Kita bisa memahami bahwa orang yang melakukan suatu kebaikan selain mendapatkan
balasan atas apa yang telah dia lakukan, terdapat pula tambahan yang disediakan, dan
tambahan ini bisa kita sebut sebagai ganjaran.
3.
Haram:
Suatu ) ketentuan ) larangan ) dari ) agama ) yang ) tidak ) boleh ) dikerjakan. ) Kalau ) orang
melanggarnya, )berdosalah )orang )itu.
Contoh: Nabi saw bersabda:
-) ) .)
Janganlah kamu datangi tukang-tukang ramal/dukun. Hadits riwayat Imam Thabrani.
Mendatangi tukang-tukang ramal/dukun dengan tujuan menyakan sesuatu hal ghaib lalu
dipercayainya itu tidak boleh. Kalau orang melakukan hal itu, berdosalah ia.
Alasan untuk pengertian haram ini, diantaranya sama dengan alasan yang dipakai untuk
menetapkan pengertian wajib, yaitu Al-Quran S.An-Nur: 63.
4.
Makruh:
Arti
makruh
secara
bahasa
adalah
dibenci.
Suatu )ketentuan ) larangan ) yang )lebih ) baik ) tidak ) dikerjakan ) dari )pada ) dilakukan.
Atau meninggalkannya )lebih )baik )dari )pada )melakukannya.
Sebagai contoh: Makan binatang buas. Dalam hadits-hadits memang ada larangannya, dan
kita
memberi
hukum
(tentang
makan
binatang
buas)
itu
makruh.
Begini penjelasannya: binatang yang diharamkan untuk dimakan hanya ada satu saja, lihat
Al-Quran Al-Baqarah: 173 yang berbunyi:
-173 ):)
) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )
Tidak lain melainkan yang Allah haramkan adalah bangkai ,darah, daging babi dan binatang
yang disembelih bukan karena Allah.

Kata dalam bahasa Arab disebut sebagai huruf hashr yaitu huruf yang dipakai untuk
membatas sesuatu. Kata ini diterjemahkan dengan arti: hanya, tidak lain melainkan. Salah
satu hadits Nabi saw yang menggunakan huruf innama ini adalah:

) ) ) ) ) )
Tidak lain melainkan aku diperintah berwudhu apabila aku akan mengerjakan shalat.
Hadits riwayat Imam Tirmidzi.
Dengan ini berarti bahwa wudhu hanya diwajibkan ketika akan mengerjakan shalat. Lafazh
pada ayat ini ia berfungsi membatasi bahwa makanan yang diharamkan itu hanya empat
yaitu: bangkai, darah, babi dan binatang yang disembelih bukan karena Allah. Maka kalau
larangan makan binatang buas itu kita hukumkan haram juga, berarti sabda Nabi saw yang
melarang makan binatang buas itu, menentangi Allah, ini tidak mungkin. Berarti binatang
buas itu tidak haram, kalau tidak haram maka hukum itu berhadapan dengan 2 kemungkinan
yaitu: mubah atau makruh. Jika dihukumkan mubah tidak tepat, karena Nabi saw melarang
bukan memerintah. Jadi larangan dari Nabi itu kita ringankan dan larangan yang ringan itu
tidak lain melainkan makruh. Maka kesimpulannya: binatang buas itu makruh.
Nomor 6.
Al-Quran Sebagai Sumber Hukum Islam
Sebelum membahas lebih jauh tentang al-quran sebagai sumber hukum
islam, mari kita kaji terlebih dahulu pengertian dari al-Quran itu sendiri.
Al-Quran adalah firman Allah s.w.t. yang di turunkan kepada Nabi
Muhammad s.a.w. secara berangsur-angsur melalui malaikat Jibril, sebagai
mukjizat dan pedoman hidup bagi umatnya dan membacanya adalah
ibadah. Al-Quran ini turun pada sekitar tanggal 17 Ramadhan tahun ke41 dari kelahiran nabi Muhammad s.a.w.
Telah kita ketahui bahwa Al-Quran merupakan kitab suci umat islam dan
merupakan pedoman hidup yang abadi. Dikatakan abadi karena
kemurniannya sejak diturunkan sampai di akhir zaman senantiasa
terpelihara. Allah s.w.t. menjamin pasti kemurnian al-Quran, seperti
dalam firmannya yang berarti Sesungguhnya kami-lah yang menurunkan
al-Quran dan sesungguhnya kami benar-benar menjaganya(QS. Al-Hijr,
15:9).
Al-Quran merupakan pedoman hidup yang pertama dan utama bagi umat
islam. Pada masa rasulullah s.a.w. setiap persoalan solusinya selalu di
kembalikan kepada al-Quran. Rasulullah sendiri dalam perilakunya seharihari selalu mengacu pada al-Quran. Oleh karena itu kita sebagai seorang
muslim kita harus menggunakan al-Quran sebagai pedoman hidup.
Sepeti dalam firman-Nya yang berarti Hai orang-orang beriman, taatlah
kepada Allah s.w.t. dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling
daripada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya). (QS. AlAnfal,8:20). Ayat tersebut mengandung dua perintah yang pertama
adalah perintah untuk taat kepada allah, taat berarti kita harus

menjalankan smua perintah-perintah Allah dan menjauhi laranganlarangannya. Dan perintah-perintah Allah itu ada dalam al-Quran, jadi
kalau kita taat kepada Allah kita harus mengikuti petunjuk-petunjuk yang
ada dalam al-Quran. Perintah yang kedua adalah taat kepada Rasulullah,
artinya kita harus taat kepada sunnah dan hadits-haditsnya. Baik perintah
maupun larangannya.
Fungsi dari al-Quran itu sendiri ada 4 yaitu petunjuk, penjelas, pembeda
dan obat. Petunjuk artinya al-Quran merupakan suatu aturan yang harus
diikuti, layaknya sebuah papan jalan yang di temple pada jalan-jalan.
Seseorang yang tidak mengetahui jalan, jika ia mengabaikan petujuk jalan
itu dan dan berjalan tidak sesuai dengan petunjuknya sudah pastilah
orang tersebut akan tersesat. Sama seperti orang hidup di dunia ini, jika
ia mengabaikan petunjuk dari Allah maka pastilah jalannya akan tersesat.
Fungsi yang kedua adalah penjelas artinya di dalam al-Quran sudah
dijelaskan tentang segala sesuatu yang ditanyakan oleh manusia. Dalam
fungsinya al-Quran harus dijadikan rujukan dari semua peraturan yang
dibuat oleh manusia, jadi manusia tidak boleh membuat aturan sendiri
tanpa ada dasar-dasarnya dari al-Quran.
Al-Quran sebagai pembededa, maksudnya sebagai pembeda antara yang
benar dan salah. Kita bisa mengetahui suatu hal apakah itu benar atau
salah dari al-Quran. Selain itu juga pembeda antar muslim dan luar
muslim, antar nilai yang diyakini benar oleh orang mukmin dan nilai yang
dipegang oleh orang-orang kufur.
Selanjutnya fungsi al-Quran sebagai obat. Ibarat resep dari seorang
dokter, pasien sering sulit untuk membacanya bahkan memahaminya.
Tetapi seorang pasien percaya bahwa resep tersebut tidak mungkin salah
karena dokter diyakini tidak mungkin berbohong. Sama seperti halnya
dengan al-quran, al-quran adalah resep yang diberikan oleh Allah dan
sudah pasti resep tersebut tidak mungkin salah karena Allah maha besar.
Dengan demikian tidak menjadi masalah apabila ada beberapa ayat
dalam al-Quran yang belum kita mengerti maksud dan tujuannya, maka
jalankan sajalah. Sebab kalau harus menunggu kita memahami semua
maksudnya bisa-bisa waktu kita di dunia ini habis terlebih dahulu sebelum
kita menjalankan semua perintah-perintah-Nya.
Selain itu, obat yang diberikan oleh dokter tidak semuanya manis kadang
ada yang pahit dan manis. Tetapi dokter berpesan agar meminum obat
tersebut dengan teratur dan sampai habis, sebab kalau ridak teratur dan
habis penyakitnya tidak sembuh. Begitupula dengan al-Quran adalah
obat, tidak semua perintah dalam al-Quran sesuai dengan keinginan dan
kemauan manusia, tetapi Allah menghendaki kita untuk mengamalkan
semua firmannya tanpa terkecuali. Tidak ada pemilihan dan pemilahan
ayat-ayat tertentu untuk diamalkan sedangkan yang lain dibirkan.

2.2 Al-sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam


Dalam tradisi hukum Islam, hadits berarti segala perkataan, perbuatan
dan keizinan Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi para ulama Ushul Fiqh,
membatasi pengertian hadits hanya pada ucapan-ucapan Nabi
Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum, sedangkan bila
mencakup, pula perbuatan dan taqrir yang berkaitan dengan hukum,
maka ketiga hal ini mereka namai dengan Sunnah. Tidak semua
perbuatan Nabi Muhammad merupakan sumber hukum yang harus diikuti
oleh umatnya, seperti perbuatan dan perkataannya pada masa sebelum
kerasulannya.
Seperti yang kita ketahui, bahwa Al-Quran merupakan sumber hukum
primer/utama dalam Islam. Akan tetapi dalam realitasnya, ada beberapa
hal atau perkara yang sedikit sekali Al-Quran membicarakanya, Al-Quran
membicarakan secara global saja, atau bahkan tidak dibicarakan sama
sekali. Di sinilah peran dan kedudukan Hadits sebagai tabyin atau
penjelas dari Al-Quran atau bahkan menjadi sumber hukum
sekunder/kedua_setelah Al-Quran.
2.2.1

Dasar Alasan Sunnah Sebagai Sumber Hukum

Sunnah adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin)


yang kedua setelah Al-Quran. Bagi mereka yang telah beriman terhadap
Al-Quran sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis harus
percaya bahwa Sunnah juga merupakan sumber hukum Islam. Di dalam
Al-Quran dijelaskan antara lain sebagai berikut:
1. Setiap Mumin harus taat kepada Allah dan kepada Rasulullah. (Al-Anfal:
20, Muhammad: 33, an-Nisa: 59, Ali Imran: 32, al- Mujadalah: 13, an-Nur:
54, al-Maidah: 92).
2. Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapatkan siksa. (Al-Anfal: 13,
Al-Mujadilah: 5, An-Nisa: 115).
3. Berhukum terhadap Sunnah adalah tanda orang yang beriman. (AnNisa: 65).
Alasan lain mengapa umat Islam berpegang pada hadits karena selain
memang di perintahkan oleh Al-Quran, juga untuk memudahkan dalam
menentukan (menghukumi) suatu perkara yang tidak dibicarakan secara
rinci atau sama sekali tidak dibicarakan di dalam Al Quran sebagai
sumber hukum utama.
Nomor 7.
Etika

Etika dalam islam disebut akhlak. Berasal dari bahasa Arab al-akhlak yang
merupakan bentukjamakdari al-khuluq yang berartibudipekerti, tabiat atau watak yang
tercantum dalam al-quran sebagai konsideran. (Pertimbangan yg menjadi dasar
penetapan keputusan, peraturan)

Sesungguhnya engkau Muhammad berada di atas budi pekerti yang agung ( Q.S AlQalam: 4 )

Etika merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan


perbuatan yang di lakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk, dengan kata lain
aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.

Etika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani ethos , yang berarti adat kebiasaan.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang
asas asas akhlak. Ahmad Amin menegaskan etika ialah ilmu yang menjelaskan arti
baik dan buruk, menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.

Etika secara terminologis, menurut Ahmad Amin etika ialah ilmu yang menjelaskan
arti baik dan buruk yang seharusnya dilakukan oleh manusia.

Etika dalam Encyclopedia Britania dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi
tentang sifat dasar dari konsep baik dan buruk, harus, benar dan salah ( Zubair 1980)

Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu
masyarakat tertentu, Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat, karena itu
yang menjadi standar baik dan buruk itu adalah akal manusia. Etika bersifat relative
yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.

Moral

Moral secara etimologis berasal dari bahasa latin Mores, bentuk plural dari Mos yang
berarti kesusilaan, tabiat atau kelakuan.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, dari W.J.S Poerwodarminto dijelaskan


bahwa moral adalah ajaran tentang baik-buruk dari perbuatan.

Moral secara terminologis adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan
batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak
dapat dikatakan benar salah, baik-buruk (Nata 2002)

Akhlak

Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluq, artinya tingkah laku, perangai,
tabiat. Sedangkan menurut istilah, akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang
mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnung lagi )

Akhlak adalah sikap yang melekat pada diri seseorang secara spontan diwujudkan
dalam tingkah laku atau perbuatan.

Ibn Maskawaih menyatakan akhlak ialah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya
untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan.

Abdullah Dirroz dalam Tatapangarsa (1984) menegaskan Akhlak adalah suatu


kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi
membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar ( dalam hal akhlak baik )
atau pihak yang jahat ( dalam hal akhlak yang tidak baik ).

Imam Ghozali menyatakan akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang
darinya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan
pikiran.

Akhlak yang baik disebut akhlakul karimah (akhlak mahmudah).Akhlak yang buruk
disebut akhlakul mazmumah.

Anda mungkin juga menyukai