Anda di halaman 1dari 10

Tugas 1

Pendidikan Agam Islam

Nama : Bagus Firmansyah


NIM : 858567927

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh

Izinkan saya untuk menanggapi tugas 1 dari modul Pendidikan Agam Islam, berikut adalah
tanggapan saya :

1. Konstruksi pengertian iman dalam Al-quran berkaitan dengan assyaddu


hubban (QS. Al-Baqarah (2): 165), qalbu, mata, dan telinga (QS. Al-A’raaf (7):179).

a. Ayat dan terjemah QS. Al-Baqarah (2): 165

Artinya :”Dan ada di antara manusia mengambil dari selain Allah sebagai tandingan,
mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Dan orang yang
beriman, bersangatan cintanya kepada Allah. Dan jika sekiranya orang-
orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat azab
( tahulah mereka ) bahwa sesungguhnya seluruh kekuatan itu kepunyaan
Allah dan sesungguhnya Allah itu sangat keras azab-Nya ( pasti mereka
menyesal ).”

b. Pengertian Hubban dalam QS. Al-Baqarah (2): 165

Berdasarkan ayat tersebut, iman identik dengan asyaddu hubban lillah. Hubban
artinya kecintaan atau kerinduan. Astaddu adalah kata superlatif syadiid ( sangat ).
Lillah artinya kepada atau terhadap Allah. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa
dalam QS. Al-Baqarah (2): 165 pengertian Hubban dapat berarti orang yang beriman,
yaitu orang yang sangat cinta kepada Allah (asyaddu hubban lillah). Beriman kepada
Allah berarti amat sangat rindu terhadap ajaran Allah. Apa yang dikehendaki Allah
merupakan perintah bagi orang yang beriman.
c. Pengertian Iman kepada Allah menurut QS. Al-Baqarah (2): 165

Dari ayat tersebut tergambar bahwa iman adalah sikap atau perilaku ( attitude ),
yaitu kondisi mental yang menunjukan kecenderungan atau keinginan luar biasa
terhadap Allah. Orang – orang yang beriman kepada Allah berarti orang yang rela
mengorbankan jiwa dan raganya untuk mewujudkan harapan atau kemauan yang
dituntut oleh Allah Kepadanya. Maka orang yang beriman senantiasa akan menaati
perintah Allah dan menjauhi laranga-Nya.
Iman juga dapat diartikan meyakini sepenuh hati, mengucapkan dengan lisan, dan
dilakukan dengan amat dan perbuatan.

d. Ayat dan terjemah QS. Al-A’raaf (7):179

Artinya :”Dan sesungguhnya Kami telah sediakan untuk (isi) neraka jahanam
kebanyakan dari jin dan manusia; mereka mempunyai hati (tetapi) tidak mau
memahami denganya, mereka mempunyai mata, mereka tidak melihat
denganya tetapi mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak mendengar
denganya. Mereka itu seperti binatang ternak bahkan mereka lebih sesat.
Mereka itulah orang-orang yang lalai.

e. Pengertian iman kepada Allah menurut QS. Al-A’raaf (7): 179

Berdasarkan QS. Al-A’raaf (7): 179 diketahui bahwa rukun ( struktur ) iman ada
tiga aspek yaitu: kalbu, lisan, dan perbuatan. Tepatlah jika iman didefinisikan
dengan pendirian yang diwujudkan dalam bentuk bahasa dan perilaku. Istilah iman
identik dengan kepribadian manusia seutuhnya, atau mpendirian yang konsisten.
Orang yang beriman berarti orang yang memiliki kecerdasan, kemauan, dan
keterampilan. Jika kata iman dirangkaikan dengan kata-kata yang negatif berarti nilai
iman tersebut bermakna negatif. Dalam istilah Al-Qur’an, iman yang negatif disebut
kufur sedangkan pelakunya disebut kafir

f. Pengertian iman kepada Allah dari kedua ayat tersebut

Iman kepada Allah dari QS. Al-Baqarah (2): 165 yaitu rasa cinta yang amat
sangat besar kepada Allah, tidak ada Tuhan selain Allah.
Iman kepada Allah dari QS. Al-A’raaf (7): 179 yaitu orang yang memiliki kalbu,
lisan, dan perbuatan untuk melaksanakan perintah allah.

Jadi kesimpulan pengertian iman adalah orang yang memiliki rasa cinta yang
sangat besar kepada allah, yang menggunakan kalbunya untuk memahami ayat-ayat
Allah, yang menggunakan pengelihatanya untuk melihat kebesaran Allah, yang
memiliki telinga untuk mendengarkan ayat-ayat Allah dan melakukan perbuatan baik
sesuai dengan kehendak Allah.

Sumber : Modul MKDU4221


https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-165
https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-iman/
https://tafsirq.com/7-al-araf/ayat-179

2. Kandungan ayat-ayat Q.S. Ali-Imran (3): 190-191 dan Q.S. Qaaf (50):16.

a. Terjemah Q.S. Ali-Imran (3): 190-191

QS. Ali-Imran (3): 190-191 menjelaskan yang artinya :


“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal ( 190 ). (Yaitu ) orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri dan duduk atau dalam keadaan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi ( seraya berkata ): “Ya tuhan
kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka” ( 191 ).

Dari terjemahan ayat diatas dijelaskan bahwa hakikat manusia diciptakan memiliki
akal pikiran, ruh serta jiwa yang memerankan adanya proses berpikir, merasa, bersikap
dan berserah diri serta mengabdi senantiasa untuk mengagumi ciptaan Allah yaitu langit
dan bumi serta seisinya menjadi kewajiban manusia sebagai makhluk Allah. Maha Suci
Allah yang menciptakan Alam semesta seisi nya.

b. Terjemah QS. Qaaf (50): 16

QS. Qaaf (50): 16 menjelaskan, yang artinya :


“Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang
dibisikan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya”.

Dari terjemaha diatas dapat dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dan
berkuasa penuh pada diriny, Allah yang memegang kehidupan dan kematian manusia,
Allah juga tahu apa yang ada di bisikan hati manusia baik itu kejahatan maupun
kebaikan dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang ada pada manusia.

c. Hakikat manusia

Allah menciptakan manusia pada wujud yang sempurna. Manusia diberikan akal
pikiran, ruh dan jiwa serta mekanisme gerak yang lengkap memerankan adanya
proses berfikir, merasa, bersikap dan berserah diri serta mengabdi yang merupakan
mekanisme, kejiwaan manusia sebagai makhluk Allah. Hakikat mabusia sebagai
ciptaan Allah yang sempurna senantiasa untuk mengagung langit dan bumi serta
seisinya, Allah menciptakan manusia dan berkuasa penuh atas dirinya dalam hal
apapun. Allah Maha Mengetahui, Ia mengetahui isi hati manusia baik yang baik dan
buruk.

Sumber : Modul MKDU4221

3. Manusia dari sisi perwujudannya sebagai makhluk sosial, bertempat tinggal dan
berinteraksi dengan sesamanya dalam waktu yang lama dalam suatu masyarakat

a. pengertian terminologis tentang masyarakat

Masyarakat tidak dipandang sebagai kumpulan individu atau penjumlahan dari


individu-individu semata-mata. Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh
karena itu manusia hidup bersama. Masyarakat merupakan suatu system yang terben
tuk karena adanya suatuinteraksi antar anggotanya. Emile Durkheim menyatakan
bahwa masyarakat merupakan suatu kenyataan yang obyektif secara mandiri, bebas
dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya. Muhammad Amin Al-
Misri mengatakan bahwa masyarakat adalah jalinan kesatuan yang terdiri dari
hubungan-hubungan sosial.

Ciri-ciri masyarakat adalalah :


- Manusia yang hidup bersama. Secara teoritis, jumlah manusia yang hidup
bersama itu ada dua orang. Dalam sosiologi, tidak ada ukuran mutlak atau
angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada.
- Bergaul selama jangka waktu yang cukup lama
- Adanya kesadaran bahwa setiap manusia yang menjadi anggotanya
merupakan bagian dari suatu kesatuan.

Dengan demikian dapat disimpulkan, masyarakat adalah sejumlah individu yang


hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu, bergaul dalam jangka waktu yang lama
sehingga menimbulkan kesadaran pada diri setiap anggotanya sebagai satu kesatuan.

b. asal-usul masyarakat menurut fitrah manusia dalam QS. Al-Hujuraat: 13 dan QS. Az-
Zukhruf: 32

Dalam QS. Al-Hujuraat: 13 menyatakan :

Yang artinya :”Hai manusia, sesungguhnya kami menjadika kamu dari laki-laki dan
perempuan ( bapak dan ibu ), dan kami jadikan kamu berkenal-
kenalan. Sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah adalah
yang paling takwa diantara kamu. Sungguh Allah Maha mengetahui
lagi Maha amat mengetahui.
Dalam QS. Az-Zukhruf: 32 menyatakan bahwa :

Yang artinya :”Adakah mereka membagi rahmat Tuhanya ? Kami membagi


penghidupan mereka diantara mereka itu pada hidup di dunia dan
kami tinggikan setengah mereka di atas yang lain beberapa derajat,
supaya setengah mereka mengambil yang lain jadi pembantu. Dan
rahmat Tuhanmu lebih baik dari harta yang mereka kumpulkan.”

Atas dasar uraian diatas, dapat dijelaskan bahwa manusia pada dasarnya
dilahirkan seorang diri, namun didalam proses kehidupan selanjutnya, manusia
membutuhkan manusia lain disekelilingnya. Keinginan manusia untuk bersama
dengan orang lain atau membutuhkan orang lain merupakan fitrah. Soejono Soekanto
menyatakan, “di dalam diri manusia pada dasarnya telah terdapat keinginan, yaitu
keinginan untuk menjadi satu dengan manusia yang lainya dan keinginan untuk
menjadi satu dengan alam sekitarnya.” Hal yang sama juga dikemukakan oleh
Thabatahaba’I, bahwa, “Manusia adalah makhluk bermasyarakat menurut wataknya,
sehingga kehendak bermasyarakat telah menjadi fitrahnya.” Karena itu mengasingkan
diri ( isolasi ) merupakan pengingkaran terhadap fitrah ini dan akan berakibat fatal
pada manusia itu sendiri. pembentukan masyarakat bermula dari fitrah manusia untuk
bersama dengan orang, lalu terbentuklah hubungan sosial yang melahirkan aturan atau
norma.

c. kriteria masyarakat beradab dan sejahtera dari sudut pandang masyarakat madani

Ketaatan dalam masyarakat madani bersifat terbuka, rasional, kontraktual, dan


tradisional, bukan pola ketaatan yang tertutup, tidak rasional, tidak kritis dan bersifat
hanya satu arah.
Masyarakat madani yang dideklarasikan oleh Nabi adalah masyarakat yang adil,
terbuka, dan demokratis, dengan landasan takwa kepada Allah dan taat kepada ajaran-
Nya. Takwa kepada Allah adalah semangat ketuhanan yang diwujudkan dengan
membangun hubungan yang baik dengan Allah dan manusia. Hubungan itu tentu saja
harus dilandasi dengan berbudi luhur dan akhlak mulia. Dalam konteks ini menjadi
jelas bahwa masyarakat madani adalah masyarakat berbudi luhur mengacu kepada
kehidupan masyarakat yang berkualitas dan beradab.

d. prinsip-prinsip umum masyarakat beradab dan sejahtera

a. Keadilan
Keadilan merupakan Sunatullah di mana Allah menciptakan alam semesta ini dengan
prinsip keadilan dan keseimbangan. Dalam Al-Qur’an keadilan itu disebut sebagai
hukum keseimabangan yang menjadi hukum jagat raya. Keadilan juga merupakan
sikap yang paling dekat dengan takwa. Dalam QS. Al-Humazah: 1-9 dijelaskan :

Yang artinya : “Celakalah untuk orang pengumpat dan pencela. Yang mengumpulkan
harta benda dan menghitung-hitunginya. Ia mengira bahwa hartanya akan
mengekalkanya. Tidak, sesungguhnya ia akan dilemparkan ke dalam
neraka hutamah. Tahukah engkau apa neraka hutamah itu? Yaitu api
Allah yang bernyala-nyala. Yang membakar sampai ke hati.
Sesungguhnya api itu ditutupkan keatas mereka. Sedang mereka itu
( diikatkan ) pada tiang yang panjang.”
b. Supremasi Hukum
Menegakkan hukum yang adil merupakan amanah yang diperintahkan untuk
dilaksanakan kepada yang berhak. Dalam Surat An-Nisaa’ ayat 58 ditegaskan :

Yang artinya: ”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat


kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar
lagi Maha Melihat”

Dalam usaha mewujudkan supremasi hukum itu maka kita harus menetapkan hukum
kepada siapapun tanpa pandang bulu, bahkan kepada orang yang membenci kita
sekalipun, kita tetap harus berlaku adil.

c. Egalitarianisme (persamaan)

Egalitarianisme artinya adalah persamaan, tidak mengenal system dinasti geneologis.


Artinya adalah bahwa masyarakat mdani tidak melihat keutamaan atas dasar keturunan,
ras, etnis, dll. Melainkan atas prestasi. Karena semua manusia dan warga masyarakat
dihargai bukan atas dasar geologis melainkan atas dasar prestasi. Dalam Al-Qur’an QS.
Al-Hujuraat: 13 menyatakan bahwa:
Yang artinya : ”Hai manusia, sesungguhnya Kami menjadikan kamudari laki-laki dan
perempuan ( bapak dan ibu ), dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku, supaya kamu berkenal-kenalan. Sesungguhnya orang
yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling takwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha amat mengetahui.

Karena prinsip inilah akan terwujud keterbukaan dimana seluruh anggota masyarakat
berpartisipasi untuk menentukan pemimpinya dan dalam menentukan kebijakan public.

d. Pluralisme
Pluralisme adalah sikap dimana kemajemukan merupakan suatu yang harus diterima
sebagai bagian dari realitas obyektif, disertai dengan sikap tulus bahwa keberagaman
merupakan karunia Allah. Kesadaran itu kemudian diwujudkan untuk bersikap
toleran dan saling menghormati tentang adanya keberagaman suku,etnis, dan
ras.Dalam QS. Yunus:99 dijelaskan :

Yang artinya :”Dan apabila Tuhanmu menghendaki niscahya semua


manusia akan beriman kepada Allah apakah engkau akan
memaksa manusia sehingga mereka beriman.”

e. Pengawasan Sosial
Kegiatan manusia apapun merupakan konsekuensi logis dari adanya
keterbukaan dimana setiap warga memiliki kebebasan untuk suatu
kegiatan. Dalam QS. Ar-Ruum: 30 dijelaskan :
Yang artinya :” Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui,”

Pengawasan sosial ini menjadi penting terutama ketika kekuatan uang maupuk
kekuasaan menjadi menyeleweng sehingga perwujudan masyarakat beradab dan
sejahtera hanya slogan semata. Pengawasan sosial baik secara individu maupun
kelompok merupakan suatu keharusan dalam usaha pembentukan masyarakat beradab
dan sejahtera.

Sumber : Modul MKDU4221


https://tafsirq.com/

Anda mungkin juga menyukai