Anda di halaman 1dari 6

TAUHID

Deskripsi (Pengertian Singkat)

Tauhid : Pengokohan keyakinan-keyakinan agama Islam dengan dalil-dalil naqli


maupun aqli yang pasti kebenarannya sehingga dapat menghilangkan semua keraguan. Al-
Qur’an adalah kitab tauhid terbesar

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ayat Quran/ Hadits

Ali Imran: 18
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (demikian pula)
para malaikat dan orang-orang berilmu yang menegakkan keadilan, tak ada Tuhan
melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
An Nisa: 19
“Maka Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain
Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki
dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.”
Dari Jabir bin Abdullah ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda, “Barang siapa bertemu Allah dalam keadaan tidak menyekutukan-Nya
dengan sesuatu, maka dia masuk surga, dan barang siapa yang bertemu dengan-Nya
dalam keadaan menyekutukan-Nya dengan sesuatu, maka ia akan masuk neraka.” [HR.
Muslim]

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Materi A: Tauhid dan Pembagiannya

Tauhid Dan Pembagiannya


Tauhid merupakan bagian yang terpenting dari agama ini, ia merupakan fitrah yang
telah Allah tetapkan pada setiap manusia. Tauhid juga merupakan inti dakwah dan ajaran
seeluruh nabi dan rasul, meski sayri’at yang dibebankan kepada masing-masing umat
berbeda.

Tauhid merupakan ilmu tentang mengesakan Tuhan, meyakini keesaan Allah dalam
rububiyah, ikhlas beribadah kepada-Nya, serta menetapkan bagi-Nya nama dan sifat-Nya.
Dengan demikian tauhid ada tiga macam, yaitu tauhid rububiya, tauhid uluhiyah, dan
tauhid asma wa sifat.

1. Tauhid Rububiyah
Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah Subhanahu
Wa Ta ala, yaitu Rabb. Nama ini memiliki beberapa arti, antara lain : Al Murrabi
(Pemelihara), An Nashr (Penolong), Al Malik (Pemilik), Al Mushlih (Yang memperbaiki),
As Sayyid (Tuan), dan Al Wali (Wali).
Secara istilah syari’at pengertian tauhid rububiyah adalah : “ Percaya bahwa Allah-
lah satu-satunya pencipta, pemilik, pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya Ia
menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnahNya.”

Tauhid rububiyah mencakup dimensi-dimensi keimanan berikut ini :


1. Beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah yang bersifat umum, seperti
menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan, menguasai dan
sebagainya.
2. Beriman kepada takdir Allah
3. Beriman kepada zat Allah
Tauhid rububiyah bukan merupakan keseluruhan ajaran tauhid, ia hanya bagian
dari keseluruhan itu. Seseorang yang telah mengakui kerububiyahan Allah Subhanahu
Wa Ta ala belum tentu bahwa ia juga beriman kepada uluhiyan dan asma wa sifatNya.
Hal itu sebagaimana yang dialami oleh sebagian besar musyrikin Arab yang mengakui
akan Rububiyatullah namun mengingkari syariat-Nya. Tujuan dari tauhid rububiyah ini
adalah agar manusia mengakui akan keagungan Allah atas semua mahluk-Nya.

2. Tauhid Uluhiyah
Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba
berdasarkan niat taqarub (mendekatkan diri pada Allah) yang disyari’atkan, seperti:
berdo’a, nadzar, berkurban, raja’ (berharap), takut, tawakal, mahabah,inabah, dan
sebagainya.

Tauhid uluhiyah merupakan tujuan dakwah para Rasul. Disebut demikian karena
uluhiyah adalah sifat Allah yang ditunjukkan oleh nama-Nya “Allah” yang artinya dzul
uluhiyah (yang memiliki sifat uluhiyah). Tanpa merealisasikan tauhid uluhiyah ini,
semua amal ibadah tidak akan diterima. Karena kalau hal itu tidak terwujud maka akan
bercokollah lawannya yaitu syirik. Allah berfirman :

“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan


yang telah mereka kerjakan”(QS. Al An’am : 85).

3. Tauhid Asma Wa Sifat


Tauhid Ama Wa Sifat yaitu menetapkan dan mengakui bahwa Allah mempunyai
nama-nama yang baik dan sifat-sifat yang tinggi dan sempurna yang semuanya
termaktub dalam ayat-ayat Al Qur’an dan sunnah nabawiyah.

Kita harus mengakui dan menetapkan semua asma dan sifat Allah yang terdapat
dalam Al Qur’an tanpa sedikitpun melakukan penafikan, tahrif (mengubah), ta’thil
(mengosongkan), takyif (penjabaran cara/bentuk) maupun tamtsil (menetapkan
sesuatu serupa dengan yang lain. Pendapat seperti ini didasarkan pada firman Allah
yang berbunyi :

“Tidak sesuatupun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha
Melihat”
(QS. 42 : 11).
Imam Ahmad berkata, “Allah tidak boleh disifati kecuali dengan apa yang disifati-
Nya atau apa yang disifatkan Rasul-Nya, serta tidak boleh melampaui Al Qur’an dan
hadist.”

Materi B: Makrifatullah

Perkara pertama yang mesti dilaksanakan dalam agama adalah mengenal Allah
(awwaluddin makrifatullah). Bermula dengan mengenal Allah, maka kita akan
mengenali diri kita sendiri. Siapakah kita, dimanakah kedudukan kita berbanding
mahluk-mahluk yang lain, apakah sama misi hidup kita dengan binatang-binatang yang
ada di bumi ini, apakah tanggung jawab kita dan kemanakah kesudahan hidup kita.
Semua persoalan itu akan terjawab secara tepat setelah kita mengenali betul-betul
Allah sebagai Rabb dan Ilah. Yang Mencipta, Yang Menghi-dupkan, Yang Mematikan
dan seterusnya.

Ketika kita membicarakan tentang makrifatullah, bermakna kita berbicara tentang


Rabb, Malik dan Ilah kita. Rabb yang kita pahami dari istilah Al-Qur’an adalah sebagai
Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa. Manakala ilah pula mengandung arti yang
dicintai, yang ditakuti dan juga sebagai sumber pengharapan. Kita boleh lihat hal ini di
dalam surat An-Naas : 1-3. Inilah tema di dalam makrifatullah. Jika kita menguasai dan
menghayati keseluruhan tema ini, bermakna kita telah mampu menghayati makna
ketuhanan yang sebenarnya.

Dalam Q.S. Ar Ra’d ayat 16 dijelaskan , “Katakanlah (Muhammad), siapakah Tuhan


langit dan bumi? Katakanlah ”Allah.” Katakanlah, ”Pantaskah kamu mengambil
pelindung-pelindung selain Allah, padahal mereka tidak kuasa mendatangkan manfaat
maupun menolak mudarat bagi dirinya sendiri?” Katakanlah, ”samakah orang yang
buta dengan yang dapat melihat? Atau samakah yang gelap dengan yang terang?
apakah mereka menjadikaan sekutu-sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti
ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?”
Katakanlah, ”Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia Tuhan Yang Maha Esa,
Maha Perkasa.”

Makrifatullah yang tepat itu mestilah bersandarkan dalil-dalil dan bukti-bukti kuat
yang telah disediakan oleh Allah untuk manusia dalam berbagai bentuk agar manusia
berfikir dan membuat penilaian. Oleh karena itu banyak fenomena alam yang disentuh
oleh Al-Qur‘an diakhirkan dengan persoalan tidakkah kamu berfikir, tidakkah kamu
mendengar dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan itu dapat mengarahkan kita pada
satu pandangan yang konkrit betapa semua alam cakrawala ini adalah dibawah milik
dan kekuasaan Allah SWT. Seperti yang disebutkan dalam Q.S. Ali Imran: 190,
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal.”

Apabila kita betul-betul mengenal Allah mentadaburi dalil-dalil yang dalam,


hubungan kita dengan Allah menjadi lebih dekat. Apabila kita mendekat kepada Allah,
Allah akan lebih dekat lagi kepada kita. Setiap ayat Allah baik ayat qauliyah maupun
kauniyah tetap akan menjadi bahan berfikir kepada kita dan menambah keimanan
serta ketakwaan. Dari sini akan dihasilkan pribadi muslim yang merdeka, tenang,
penuh keberkahan dan kehidupan yang baik. Tentunya tempat abadi baginya adalah
surga yang telah dijanjikan oleh Allah kepada hamba-hamba yang telah diridhaiNya.

a. Kemerdekaan
Q.S. Al An’am: 82, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan
iman mereka dengan syirik, mereka Itulah orang-orang yang mendapat rasa
aman dan mereka mendapat petunjuk.”
b. Ketenangan
Q.S Ar Ra’d: 28, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah
hati menjadi tenteram.”
c. Barakah
Q.S Al A’raf: 96, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti
kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat kami), maka kami siksa mereka sesuai
dengan apa yang telah mereka kerjakan.”
d. Kehidupan Yang Baik
Q.S An Nahl: 97, “Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.”
e. Surga.
Q.S Yunus: 25-26, “dan Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan
memberikan petunjuk kepada orang yang Dia kehendak ke jalan yang lurus
(Islam). Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga)
dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah). Dan wajah mereka tidak ditutupi
debu hitam dan tidak (pula) dalam kehinaan. Mereka itulah penghuni surga,
mereka kekal di dalamnya.
f. Mardhatillah.
Q.S Al Bayyinah: 8, “Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga 'Adn yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-
lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Yang
demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.”

------------------------------------------------------------------------------------------
Kisah Teladan

Namanya adalah Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam,
memiliki kisah menarik tentang sebuah perjuangan mempertahankan aqidah. Ketika
Mekah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Shalallahu ‘alaihi wasallam
mulai mengumandangkan seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang
pertama yang memeluk Islam.

Bilal merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang lebih berat dari siapa pun.
Berbagai macam kekerasan, siksaan, dan kekejaman mendera tubuhnya. Orang-orang
Islam seperti Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib masih memiliki keluarga dan suku yang
membela mereka. Akan tetapi, orang-orang yang tertindas (mustadh’afun) dari kalangan
hamba sahaya dan budak itu, tidak memiliki siapa pun, sehingga orang-orang Quraisy
menyiksanya tanpa belas kasihan. Quraisy ingin menjadikan penyiksaan atas mereka
sebagai contoh dan pelajaran bagi setiap orang yang ingin mengikuti ajaran Muhammad.

Bilal bin Rabah terus disiksa oleh Quraisy tanpa henti. Biasanya, apabila matahari
tepat di atas ubun-ubun dan padang pasir Mekah berubah menjadi perapian yang begitu
menyengat, orang-orang Quraisy itu mulai membuka pakaian orang-orang Islam yang
tertindas itu, lalu memakaikan baju besi pada mereka dan membiarkan mereka terbakar
oleh sengatan matahari yang terasa semakin terik. Tidak cukup sampai di sana, orang-
orang Quraisy itu mencambuk tubuh mereka sambil memaksa mereka mencaci maki
Muhammad.

Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf
bersama para algojonya. Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk,
namun Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad … (Allah Maha Esa).” Mereka menindih dada
telanjang Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad ….“
Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad,
Ahad….” Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan ‘Uzza, tapi Bilal justru memuji nama
Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!” Bilal
menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.” Jawaban ini membuat siksaan mereka
semakin hebat dan keras.

Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf,
mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang
tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang
Abthah Mekah. Sementara itu, Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela
ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, “Ahad…,
Ahad…, Ahad…, Ahad….” Ia terus mengulang-ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah.

Suatu ketika, Abu Bakar Rodhiallahu ‘anhu mengajukan penawaran kepada


Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat
ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar
setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas.

Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, “Sebenarnya, kalau engkau
menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya.” Abu
Bakar membalas, “Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka
aku tidak akan ragu untuk membelinya.”

------------------------------------------------------------------------------------------
Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari

Dalam kehidupan sehari-hari pemahaman tauhid yang kurang dapat menyebabkan


kita terjerumus baik pada syirik besar maupun syirik kecil. Contoh syirik yang dapat terjadi
disekitar kita:

a. Syirik Besar
- Berdoa kepada selain Allah (Meminta kepada Nabi, oraang shaleh, wali, kubur,
batu, dll)
- Berniat ibadah kepada selain Allah (Sesajen, Menyembelih qurban untuk jin,
penunggu pohon, dll)
- Menjadikan selain Allah sebagai pembuat syariat dan ia patuh menjalankannya
(meyakini seseorang yang merubah syariat dan harus dipatuhi)
b. Syirik Kecil
- Riya’ (ingin dipuji orang) dan sum’ah (ingin didengar orang)
- Bersumpah dengan nama selain Allah
- Memakai jimat
- Beranggapan sial (contoh 13 adalah angka sial)
- Mantra selain Al Quran dan Hadits yang diyakini bisa menolak bahaya
- Percaya tahayul
- Dll

------------------------------------------------------------------------------------------
Metode

Pilihan kegiatan yang bisa diselenggarakan dalam pertemuan Kelompok Keluarga


adalah :
1. Kegiatan Pembuka
a. Mengomunikasikan tentang urgensi mengkaji ilmu tauhid
b. Mengelompokkan fenomena kemusrikan (besar ataupun kecil) yang terjadi
dalam keseharian
2. Kagiatan Inti:
a. Kajian tentang ilmu tauhid
b. Berdikusi dan tanya jawab mengenai ilmu tauhid dengan fenomena
kemusyrikan
c. Penekanan dari kepala keluarga tentang nilai dan hikmah yang terkandung
dalam ilmu tauhid
3. Kegiatan Penutup:
a. Evaluasi diri

Kegiatan Pendukung (Pilihan)


1. Rihlah dan tafakkur tentang ciptaan Allah Swt
2. Mengumpulkan ayat-ayat al Qur`an yang menunjukkan pada tafakkur
3. Mengumpulkan ayat-ayat yang menunjukkan ke-Esa-an Allah
4. Mengkaji pengaruh pemahaman mengenai keesaan Allah terhadap kaum muslimin

------------------------------------------------------------------------------------------
Referensi:
1. Kuliah Tauhid karangan Muhammad ‘Imaduddin ‘Abdulrahim
2. Al Aqo`id al Islamiyah karangan Sayyid Sabiq
3. Aqidatut Tauhid karangan Al Qordlowi
4. Ta`rif `Aam bi Diinil Islam karangan Ali Thonthowi
5. Aqidatul Muslim karangan al Ghozali
6. www.muslimafiyah.com
7. www.kisahmuslim.com

Anda mungkin juga menyukai