A. Pengertian akidah
Secara etimologi(lughatan), aqidah berakar dari ‘akada-y’kidu-‘aqdan-aqidatan,’ Aqdan
berarti keyakinan (Al Munawir, 1984, hlm, 1023). Relevansi antara kata ‘aqdan dan
aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kukuh di dalam hati, bersifat mengikat dan
mengandung perjanjian
Sumber aqidah islam adalah al-Qur’an dan Sunnah. Artinya apa saja yang
disampaikan allah Dalam al-Qur’an Dan oleh Rasulullah dalam sunnahnya wajib
diimani.akal pikiran tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi memahami
nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut. Membuktikan secara ilmiah
kebenaran yg disampaikan oleh al-qur’an dan sunnah.
Untuk lebih memahami sejauh mana fitrah dan akal berperan dalam masalah
aqidah ada baiknya kita ikut Syekh Ali Thanthawi dalam bukunya Ta’rif am bi Dinil
Islam, fasal Qawaa ‘idul ‘aqaid.
1. Beberapa Yang saya Dapat Dengan indra, Saya yakini adanya, kecuali bila akal saya
mengatakan ‘tidak berdasar-kan pengalaman masa lalu.
2. Keyakinan, di samping diperoleh dengan menyaksikan langsun, juga bisa melalui
berita yang diyakini kejujuran si pembawa berita
3. Anda tidak berhak mengungkiri wujudnya sesuatu, hanya karena anda tidak bisa
menjangkaunya dengan indra mata.
4. Seseorang hanya bisa mengkhayalkan sesuatu yang sudah pernah dijangkau oleh
indranya.
5. Akal hanya bisa menjangkau hal-hal yang terikat dengan ruang dan waktu
6. Iman adalah fitrah setiap manusia
7. Kepuasan material didunia sangat terbatas
8. Keyakinan tentang hari akhir adalah konsekuensi logis dari kyakinan tentang adanya
Allah.
F. Fungsi Aqidah
BAB 2
Fitrah dalam hadis di atas sebagai islam. Karena Rasulullah saw hanya
menyebutkan kedua orang tua bisa berperan meyahudikan, menasranikan atau
memajusikan, tanpa menyebut ‘mengislamkan, jadi bisa kita pahami “setiap anak
dilahirkan sebagai seorang muslim”.
Dengan dalil fitrah ini, kita dapat ambil kesimpulan secara esensi tidak seorang
manusia pun yang tidak bertuhan. Yang ada hanyalah mereka mempertaruhkan sesuatu
yang bukan tuhan yang sebenarnya(ALLAH).
2. Dalil akal
Dengan menggunakan akal untuk merenungkan diri sendiri alam semsta dll bisa
membuktikan adanya TUHAN (ALLAH SWT) Al-Qur’an Banyak mengemukaka
ayat-ayat yang menggugah akal pikiran, antara lain:
Dialah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah
itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian
(kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian
(dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu.
(Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya
kamu memahami(nya)
( QS. Al-mukmin 40: 67)
B. Tauhidullah SWT
Esensi iman kepada allah swt adalah tauhid yaitu mengesakan , baik dalam zat,
asma’was-sbiffat maupun af’al .
Secara sedehana tauhid dibagi menjadi 3 tingkatan
Yaitu: 1. Tauhid rububiyah(mengimani allah sebagai satu satunya Rabb),
2. Tauhid muliyah (mengimani allah SWT sebagai satu-satunya malik
3. Tauhid ilaiyah (mengimani allah sebagai sebagai satu satunya Allah.
Iqrar La Ilaha Illallah tidak akan dapat diwujudkan secara benar tanpa mengikuti petunjuk
yang disampaikan Rasululllah SAW. Karena itu Iqrar La Ilaha Illallah tidak dapat dipisahkan dari
iqrarMuhammad Rasulullah. Dua iqrar inilah yang dikenal dengan Dua Kalimat Syahadat
(Syahadatain).
Kata asyhadu secara etimologi berakar dari kata syahada, yang mempunyai tiga pengertian :
a. musyahadah(menyaksikan), terdapat dalam Al-Qur’an (Al-Muthaffifin:21)
ُ َّللاُ يَ ْش َهد ُ ِإ َّنََ ِإذَا َجا َء َك ْال ُمنَافِقُونَ قَالُوا نَ ْش َهد ُ ِإنَّ َك لَ َر
سو ُل الل َّ سولُهُ َو
ُ َّللاُ يَ ْعلَ ُم ِإنَّ َك لَ َر
َّ ِه ۗ َو
َْال ُمنَافِ ِقينَ لَ َكا ِذبُون
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata:”Kami bersumpah bahwa
sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah bersaksi bahwa sesungguhnya orang-orang
munafik itu benar-benar pendusta.” (Al-Munafiqun:1)
Dari ketiga pengertian di atas terdapat relevansi yang kuat yaitu :“seseorang akan bersumpah, bila dia
memberi kesaksian, dan dia akan memberikan kesaksian bila dia menyaksikan”.[6]
Inti dari Syahadatain yaitu; beribadah hanya kepada Allah SWT semata, dan menjadikan Rasulullah
SAW sebagai titik uswatun hasanah. Hal ini terdapat dalam Al-qur’an (Al-Ahzab:21) :
َّللاَ َو ْاليَ ْو َم ْاْل ِخ َر َوذَ َك َر َ َّللاِ أ ُ ْس َوة ٌ َح
َّ سنَةٌ ِل َم ْن َكانَ يَ ْر ُجو ُ لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َر
َّ سو ِل
َّللاَ َكثِ ا
يرا َّ
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik (uswatun hasanah) bagimu,
yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari akhir dan dia banyak menyebut
Allah.” (Al-Ahzab:21).
Jika setiap muslim memahami dan mengiqrarkan secara benar Syahadatain, InsyaAllah akan
memberikan dampak yang besar, antara lain dapat diukur dari sikap yang dilahirkan (cinta) terhadap
Allah SWT, dan Rasul-Nya. Hal ini terdapat dalam Al-qur’an (Al-Baqarah:165, dan At-Taubah:24).
Banyak orang berpandangan bahwa apabila Syahadatain sudah ia iqrarkan, maka tidak ada
perbuatan yang dapat membatalkan Syahadatain itu. Sebenarnya itu salah. Sa'id Hawwa dalam
bukunya “Al-Islam”,[7] menyebut 20 diantaranya yang dapat membatalkan Syahadatain.
1. Bertawakkal bukan kepada Allah SWT
2. Tidak mengakui bahwa semua nikmat lahir dan bathin adalah karunia Allah SWT
3. Beramal dengan tujuan selain Allah SWT
4. Memberikan hak menghalalkan dan mengharamkan, hak memerintah dan melarang atau hak
menentukan hukum pada umumnya kepada selain Allah SWT.
5. Ta’at secara mutlak kepada selain Allah SWT dan Rasul-Nya
6. Tidak menegakkan hukum Allah SWT
7. Membeci Islam, seluruh maupun sebagiannya
8. Mencintai kehidupan dunia melebihi akhirat atau menjadikan dunia segala-galanya.
9. Memperolok-olok Al-Qur’an dan Sunnah, atau orang-orang yang menegakkan ke-2 nya, atau
memperolok-olok hukum Allah atau syi’ar Islam
10. Menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah SWT, dan mengharamkan apa yang
dihalalkan Allah SWT.
11. Tidak beriman dengan seluruh nash-nash Al-Qur’an dan Sunnah
12. Mengangkat orang-orang kafir dan murtad menjadi pemimpin dan tidak mencintai orang-
orang yang berakidah islam.
13. Tidak beradab dalam bergaul dengan Rasulullah SAW
14. Tidak menyenangi tauhid, malah menyenangi kemusyrikan
15. Menyatakan bahwa makna tersirat dari suatu ayat bertentangan dengan makna yang tersurat
dalam Al-Qur’an
16. Memungkiri salah satu Asma, Sifat, dan Af’al Allah SWT
17. Memungkiri salah satu sifat Rasulullah SAW yang telah ditetapkan Allah SWT, atau
memberinya sifat yang tidak baik, atau tidak meyakininya sebagai contoh teladan utamabagi umat
manusia.
18. Mengkafirkan orang Islam atau menghalalkan darahnya, atau tidak mengkafirkan orang kafir
19. Beribadah bukan kepada Allah SWT
20. Melakukan syirik kecil.
F. Al-Asma’ Was-Shifat
Kalimat asma’ adalah bentuk jama’ dari kalimat ism yang berati nama. Asma
Allah berarti nama-nama Allah. Sedangkan kalimat sifaat bentuk jama’ dari
kata sifat yang berarti sifat. Kalimat sifat dalam bahasa Arab berbeda dengan kalimat
sifat dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa arab kalimat sifat mencakup segala
informasi yang melekat pada suatu yang wujud. Sehingga sifat bagi benda dalam bahasa
arab mencakup sifat benda itu sendiri, seperti besar kecilnya, tinggi rendahnya,
warnanya, keelokannya, dan lain-lain. Juga mencakup apa yang dilakukannya, apa saja
yang dimilikinya, keadaan, gerakan, dan informasi lainnya yang ada pada benda
tersebut Dengan demikian, kalimat sifat Allah mencakup perbuatanNya,
kekuasaanNya, apa saja yang ada pada Dzat Allah, dan segala informasi tentang
Allah. Diantara sifat Allah adalah Allah memiliki tangan yang sesuai dengan keagungan
dan kebesaran-Nya, Allah memiliki kaki yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-
Nya, Allah turun ke langit dunia, Allah bersemayam di Arsy, Allah tertawa, Allah murka,
Allah berbicara, dan lain-lain. Dan sekali lagi, sifat Allah tidak hanya berhubungan
dengan kemurahan-Nya, keindahan-Nya, keagungan-Nya, dan lain-lain.
Allah berfirman.
عوهُ بِ َها َوذَ ُروا الَّذِينَ يُ ْل ِحدُونَ فِي أ َ ْس َمائِ ِِه
ُ َو ِ َّّلِلِ ْاْل َ ْس َما ُء ْال ُح ْسنَى فَا ْد
َسيُ ْجزَ ْونَ َما َكانُوا يَ ْع َملُونَ – اْلعراف
Hanya milik Allah asmaa-ul husna [Nama-nama yang Agung yang sesuai dengan
sifat-sifat Allah.], Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu
dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut)
nama-nama-Nya. Kelak mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjakan. (QS. Al-A’raf:180)
G. Ilmu ALLAH
H. Ma’iyyatullah
Aqidah Islam menetapkan adanya ma’iyyatullah (kebersamaan Allah), yaitu
bahwa Allah Ta’ala senantiasa membersamai hamba-hamba-Nya. Ma’iyyatullah ini
memiliki dua konteks, yakni ma’iyyah ‘ammah (kebersamaan dalam arti umum), dan
ma’iyyah khashah (kebersamaan dalam arti khusus).
I. Syirik
Syirik adalah menyamakan selain Allah dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala
dalam Rububiyyah dan Uluhiyyah serta Asma dan Sifat-Nya [2]. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah berkata: “Syirik ada dua macam; pertama syirik dalam Rububiyyah, yaitu
menjadikan sekutu selain Allah yang mengatur alam semesta,
Kedua, syirik dalam Uluhiyyah, yaitu beribadah (berdo’a) kepada selain Allah, baik
dalam bentuk do’a ibadah maupun do’a masalah [3].”
Umumnya yang dilakukan manusia adalah menyekutukan dalam Uluhiyyah Allah
adalah dalam hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah, seperti berdo’a kepada
selain Allah di samping berdo’a kepada Allah, atau memalingkan suatu bentuk ibadah
seperti menyembelih (kurban), bernadzar, berdo’a, dan sebagainya kepada selain-Nya.
Syirik (menyekutukan Allah) dikatakan dosa besar yang paling besar dan
kezhaliman yang paling besar, karena ia menyamakan makhluk dan Khaliq (Pencipta)
pada hal-hal yang khusus bagi Allah Ta’ala. Barangsiapa yang menyekutukan Allah
dengan sesuatu, maka ia telah menyamakannya dengan Allah dan ini sebesar-besar
kezhaliman. Zhalim adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya.
syirik besar
bernadzar pada selain Allah, thawaf keliling kubur dan berdo’a meminta pada
penghuni kubur, berdo’a pada orang yang sudah mati, mencintai selain Allah
sebagaimana kecintaannya pada Allah, meminta perlindungan (isti’adzah) pada selain
Allah, menjadikan perantara selain Allah antara dirinya dengan Allah dan bertawakkal
padanya
syirik kecil
“Segala hal yang dilarang dalam syari’at sedangkan dalam nash disebut dengan
nama syirik, dan menjadi sarana menghantarkan kepada kesyirikan besar”.
Syirik ini dinamakan kecil karena adanya syirik yang di atasnya, yang tingkat
keburukannya lebih besar darinya. Syirik kecil ini tidak mengeluarkan pelakunya dari
Islam karena tidak sampai ada unsur menyamakan selain Allah dengan Allah dalam
perkara yang menjadi kekhususan-Nya (dalam rububiyyah, uluhiyyah dan al-asma` was
shifat)
a. Bersumpah dengan selain allah
b. Memakai azimat
c. Menggunakan mantra untuk menolak kejahatan
d. Sihir
e. Ramalan atau perbintangan
f. Bernadzar kepada selain allah
g. Menyembelih binatang atau mempersembahkan korban bukan kepada allah swt.
BAB 3
A. Makhluk Ghaib
Semua makhluk yang diciptakan Allah swt Dapat dibagi menjadi 2
macam: pertama, yang ghaib (al-ghaib) dan kedua yang nyata (As-
syahadab). Yang membedakan keduanya adalah bisa dan tidak biasanya
dijangkau oleh pancaindra manusia.
Untuk mengetahui wujud makhluk ghaib ada 2 cara, pertama berita atau
informasi yang diberikan oleh sumber tertentu (bil-akbar). Kedua, melalui
bukti bukti nyata yang menunjukan makhluk ghaib (bil-atsar)., misalnya
malaikat kita dapat mengimani wujud malaikat.
2. Penciptaan malaikat
Malaikat diciptakan oleh ALLAH SWT dari cahaya,
Tetapi yang jelas, malaikat diciptakan lebih dahulu dari manusia
pertama (ADAM AS) sebagaimana yang disebut oleh allah SWT
surat al-Baqarah: 30
ض َخ ِليفَةا ۖ قَالُوا أَتَجْ عَ ُل فِي َها َم ْن يُ ْف ِسدُ فِي َها ِ َوإِذْ قَا َل َربُّكَ ِل ْل َم ًَلئِ َك ِة إِنِي َجا ِع ٌل فِي ْاْل َ ْر
َُويَ ْس ِفك
َس لَكَ ۖ قَا َل إِنِي أ َ ْعلَ ُم َما ََل ت َ ْعلَ ُمون
ُ سبِ ُح بِ َح ْمدِكَ َونُقَ ِد
َ ُالد َما َء َونَحْ نُ ن
ِ
4. Sifat Malaikat
َس ْب َحانَِهُ ۚ بَ ْل ِعبَاد ٌ ُم ْك َر ُمون َّ ََوقَالُوا ات َّ َخذ
ُ ۗ الر ْح ٰ َم ُن َولَداا
Dan mereka berkata: "Tuhan Yang Maha Pemurah telah
mengambil (mempunyai) anak", Maha Suci Allah. Sebenarnya
(malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan,
َََل يَ ۡسبِقُ ۡون َٗہ ِب ۡالقَ ۡو ِل َو ہ ُۡم ِباَمۡ ِر ٖه يَعۡ َملُ ۡون
mereka tidak berbicara mendahului-Nya dan mereka mengerjakan
perintah-perintah-Nya.
Manusia- jika beriman dan taat kepada allah SWT, lebih muliadari
malaikat
1. Allah Swt memerintahkan kepada malaikat untuk bersujud kepada
Adam As
2. Malaikat Tidak bisa menjawab pertanyaan Allah tentang al
asma,sedangkan adam mampu karena memangdiberi ilmu oleh
ALLAH SWT.
3. Kepatihan malaikat kepada Allah SWTkarena sudah
tabiatnya,sebab malaikat tak memiliki hawa nafsu, sedangkan
manusia melalui perjuangan yang berat melawan hawa nafsu dan
godaan setan.
4. Manusia diberi tugas menjadi khalifah dibumi.
1. Ilham Fitri yang diberikan kepada manusia, seperti ilham yang diberikan Allah SWT
kepada Ibu Musa menyusukan Bayinya:
Artinya:
“Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; “Susuilah dia,..” (Al-Qashash 28:7).
2. Instink yang diberikan kepada hewan-hewan, seperti instink yang diberikan Allah
SWT kepada Lebah:
Artinya:
3. Isyarat yang cepat dengan cara memberi tanda dan kode-kode tertentu, seperti isyarat
yang diberikan oleh Nabi Zakaria kepada kaumnya untuk bertasbih:
Artinya:
“Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka;
hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.” (Maryam 19: 11).
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari
jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian
yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)…” (Al-an’nam
6:112).
Wahyu dalam pengertian Kalam Allah itu diturunkan oleh Allah SWT kepada para Nabi
dan Rasul-Nya melalui 3 cara:
Melalui mimpi yang benar (Ar-ru’ya As-Shadiqah fil manam). Misalnya wahyu yang
diterima oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihi As-Salamdalam mimpi untuk mengorbankan putranya
Ismail AS.
Kalam ilahi dari balik tabir (Min wara’ Al-hijab), seperti perintah shalat fardhu yang
diterima oleh Nabi Muhammad SAW waktu peristiwa Isra’ Mi’raj, atau wahyu yang
diterima oleh Nabi Musa AS di bukit Tursina.
Melalui Malaikat Jibril ‘Alaihi As-Salam, seperti wahyu yang diterima oleh Rasulullah
SAW
Sebelum Kitab Suci Al-Qur’an Allah SWT telah menurunkan beberapa Kitab
Suci kepada para Nabi dan Rasul-Nya. Hanya di dalam Al-Qur’an (dan Hadist Nabi yang
Sahih) tidak disebut secara konkrit semua nama kitab Allah dan jumlahnya/bilngannya,
yang telah diturunkan kepada para Rasul-Nya, yang disebut namanya secara konkrit
dalam al-Qur’an ada 5 buah : tiga dalam bentuk Taurat, Zabur dan injil dan dua bentuk
sbubuf yaitu sbubu Ibrahim dan musa.
Itulah 5 kitab suci yang disebutkan oleh Allah Swt Nama dan kepada siapa
diturunkan,sedangkan kitab suci lainnya diturunkan kepada Nabi dan RAsul lainnya tak
disebutkan oleh Allah . BAhwa Allah mengurus para nabi dan RAsul dan Menurunkan
bersama mereka kitab suci.
Untuk kitab-kitab suci yang tidak disebutkan namanya tersebut kitab cukup
mengimaninya secara global (Ijmal) bahwa Allah swt Allah telah menurunkan kitab-kitab
suci kepada paraNabi dan Rasul. Atau dengan kata lain kita mengimani semua kitab suci
yang diturunkan Allah swt kepada para nabi dan Rasul, baik yang disebutkan namanya
maupun yang tidak.Kitab-kitab Allah yang diturunkan sebelum ktab suci Al-Quran
tidaklah bersifat universal seperti Al-Quran, tapi hanya bersifat lokal untuk umat tertentu.
Dan juga tidak berlaku sepanjang masa. Oleh karena Allah swt tidak memberi jaminan
terpelihara keaslian atau keberadaan kitab-kitab tesebut sepanjang zaman sebagaimana
halnya Allah memberi jaminan tehadap Al-Quran.
Dari segi isi, untuk hal-hal prinsip (masalah aqidah), sejarah dan fakta tentang
alam semesta, semua kitab suci tersebut memuat hal yang sama dengan Al-Quran. Tidak
akan ada perbedaan apalagi pertentangan satu sama lain (kecuali perbedaan redaksional),
baik antar sesama kitab-kitab suci maupun dengan kitab-kitab suci Al-quran. Misalnya,
tentang tauhid, semua mengajarkan tentang ke –Esaan Allah swt, bahwa dia adalah satu-
satunya Tuhan yang berhak disemba. Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat, (untuk
menyerukan): “sembahlah Allah saja, dam jauhilah thaghut. “ (an –nahl 16:36)
“Dan kami tidak mengutus seorang razul pun sebelum kamu, melainkan kami wahyukan
kepadanya:” bahwasanya tidak ada tuhan melainkan aku,maka sembahlah olehmu
sekalian akan aku.” (Al-Anbiya 21:25).
Dari semua Kitab-Kitab Suci yang diturunkan oleh Allah SWT sebelum Al-
Qur’an sebagaimana yang sudah diterangkan di atas tidak satu pun lagi yang sampai
kepada kita secara utuh sebagaimana diturunkan terdahulu. Bahkan menurut Dokter
Muhammad Na’im Yasin, tidak ada satu Kitab Suci pun yang berhak disebut Kitab Allah
sekarang ini selain dari Kitab Suci Al-Qur’an. Yasin mengemukakan beberapa alasan
untuk mendukung pernyataan tersebut (Yasin, 1983, hal. 85-87). Alasan Yasin setelah
penulis lengkapi dengan sumber lain adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada satu pun naskah asli dari semua Kitab Suci yang turun sebelum Al-
Qur’an terpelihara sampai sekarang. Semuanya telah hilang. Yang ada hanyalah naskah
terjemahan dalam berbagai bahasa. Bahkan terjemahan yang ada pun sudah merupakan
hasil terjemahan dari terjemahan. Manuskrip Perjanjian Lama (Perjanjian Lama terdiri
dari Taurat Musa dan Zabur Daud serta ajaran Rasul-Rasul lainnya yang kesemuanya itu
meliputi lebih kurang tiga perempat Al-Kitab atau Bibel) yang tertua bukanlah tertulis
dalam bahasa Ibriyah(bahasa Nabi Musa), akan tetapi dalam bahasa Aramiyah dan
bahasaGryk serta bahasa latin kuno yang tidak lagi digunakan dewasa ini. Begitu juga
Manuskrip Perjanjian Baru (Perjanjian Baru terdiri dari Injil Matius, Markus, Lukas,
Yohanes, dan Kisah Rasul-Rasul serta kumpulan surat-surat) yang lengkap hanyalah
dipakai dalam bahasaGryk, bukanlah dalam bahasa Aramiyah, bahasa teks asli Injil.
Antara terjemahan ke terjemahan berikutnya terjadilah perubahan dan pergeseran makna
di sana-sini. Begitulah seterusnya sampai dewasa ini.
2. Kitab-Kitab Suci tersebut sudah bercampur dengan ucapan manusia, baik berupa
tafsir, sejarah hidup para nabi dan murid-murid mereka, kesimpulan para ahli hukum,
maupun dengan hal-hal lainnya. Tidak lagi bisa dibedakan mana yang Kalam Allah dan
mana yang karya manusia.
3. Tidak ada satu pun dari Kitab-Kitab Suci tersebut yang secara sah dapat
dinisbahkan kepada Rasul yang membawa masing-masing kitab tersebut, dan tidak pula
mempunyai sanad sejarah yang dipercaya. Kitab Perjanjian Lama dibukukan beberapa
abad setelah nabi Musa meninggal dunia. Begitu juga dengan Kitab Perjanjian Baru
ditulis lebih satu abad setelah Nabi Isa diangkat oleh Allah SWT.
4. Terdapat pertentangan antara satu bagian dengan bagian yang lain, antara satu kitab
dengan kitab yang lain. Oleh sebab itu, dari lebih kurang tujuh puluh naskah Injil yang
ditulis oleh tujuh puluh penulis pula, Gereja memilih empat saja, yang ditulis
oleh Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Bahkan antara Injil yang empat ini pun terjadi
pertentangan satu sama lain dalam beberapa bagian, misalnya tentang asal keturunan Al-
Masih: Matius 1: 6 menyebutkan bahwa Yusuf An-Najjar adalah anak Ya’kub, sedangkan
Lukas 3: 23 menyebut anakHali. Matius 1: 7 menyebutkan Yusuf An-Najjar adalah
keturunanSulaiman bin Daud, sedangkan menurut Lukas 3: 31 adalah keturunan Nasan
bin Daud.
5. Terdapat beberapa pelajaran yang batil tentang Allah SWT dan beberapa Rasul-
Nya. Selain keyakinan Uzair anak Allah dan Trinitas, kita akan menemukan beberapa
kisah tentang Allah dan Rasul-Nya yang tidak benar dan sama sekali tidak bisa diterima
oleh akal sehat. Misalnya tentang pergulatanyang pernah terjadi antara Allah dan Nabi
Ya’kub yang dimenangkan oleh Ya’kub sehingga Allah memberkatinya. (Kejadian 32:
24-30) atau tentang Allah menyesal dan bertobat setelah menetapkan suatu keputusan
yang menimbulkan akibat yang tidak diduga sebelumnya seperti halnya penyesalan
penetapan Saul menjadi Raja atas Bani Israel (I. Samuel 15: 10,35). (Yasin, 1983, hal.
85-87 dan Isma’il, 1990, hal. 17-23).
Kitab Suci terakhir yang diturunkan oleh Allah SWT adalah Al-Quran Al-Karim
yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW dalam rentang waktu lebih kurang 23
tahun meliputi periode Mekkah dan Madinah.
Secara etimologis Qur’an artinya bacaan atau yang dibaca. Berasal dai kata qa-ra-a yang
berarti membaca. Secara terminologis Al-Qur’an adalah wahyu Allah SWT yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Di samping Al-Qur’an, kitab suci terakhir ini
juga dinamai dengan nama-nama lain sepertiAl-Kitab (Al-Baqarah 2: 2), Al-Furqan (Al-
Furqan 25: 1), Az-Zikru (Al-Hijr 15: 9), Al-Mau’izhah (Yunus 10: 57), Al-Huda (Al-Jin
72: 13), As-Syifa’ (Yunus 10: 57) dan lain-lain.
3. Pada masa Abu Bakar As-shiddiq, atas atas anjuran Umar binKhatab, Al-Quran
dikumpul dalam sa`tu mushaf oleh panitia tunggal yaitu Zaid bin Tsabit dengan
berpedoman kepada hafalan dan tulisan para sahabat. Ayat demi ayat disusun sesuai
dengan petunjuk Rasulullah saw sebelumnya, tapi surat demi surat belum lagi diurutkan
sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw.
Keistimewaan Al-Quran
Sebagai kitab Allah yang terakhir Al-Quran mempunyai beberapa keistimewaan,
antara lain sebagai berikut:
1. Berlaku umum untuk seluruh umat manusi di manapun dan kapan mereka berada
sampai akhir zaman nanti.
2. Ajaran Al-Quran mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia .
3. Mendapat jaminan pemeliharaan dari Allah swt dari segala bentuk penambahan,
penguranga dan pemalsuan.
4. Allah swt menjadikan Al-Quran mudah untuk dipaham, dihafal dan diamalkan.
5. Al-Quran berfungsi sebagai nasikh, muhaimin dan mushaddiq tehadap kitab-
kitab suci sebelumnya.
6. Al-Quran berfungsi sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad saw.
E. Perbedaan Iman Kepada Al-Quran dengan Iman Kepada Kitab-Kitab Suci Lainnya
Seorang muslim wajib mengimani semua kitab – kitab suci yang telah diturunkan
oleh Allah swt kepada para nabi dan Rasul-nya, baik yang disebutkan nama dan kepada
siapa diturnkan maupun yang tidak disebutkan. Allah berfirman :
“Wahai orang –orang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-nya dan kepada
kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat – malaikat-nya, kitab – kitab-nya, Rasul –
rasul-nya dan hari kemudian, maka sesunggunya orang itu telah sesat sejauh-
jauhnya.”(An-NIsa’4:136)
Akan tetapi tentu ada perbedaan konsekuensi keimanan antara iman kepada Al-
Qur’an dan iman kepada suci sebelumnya. Kalau terhadap kitab suci sebelumnya seorang
muslim hanyalah mempunyai kewajiban mengimani keberadaan dan kebenarannya tanpa
kewajiban mempelajari, mengamalkan dan mendakwahkan kandungnya karena kitab –
kitab suci tersebut berlaku untuk umat masa tertentu yang telah berakhir dengan
kedatangan kitab suci yang terakhir Al-qur’an. Jika ada hal – hal yang sama yang masih
berlaku dan diamalkan, itu hanyalah semata- mata karena di perintahkan oleh Al-qur’an
bukan karena ada pada kitab suci sebelumnya. Sedangkan iman kepada Al-qur’an
membawa konsekuensi yang lebih luas seperti mempelajarinya mengamalkan dan
mendakwahkannya serta membelanya dari serangan musuh – musuh islam.
Untuk lebih jelasnya kewajiban seorang muslim terhadap Al-qur’an sebagai
berikut:
1. Mengimani bahwa Al-qur’an adalah kitab Allah yang terakhir yang berfungsi
sebagai Nasikh, Muhaimin dan Mushaddiq bagi kitab – kitab suci sebelumnya; mukjizat
bagi kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad SAW; Hudan bagi kehidupan umat
manusia sampai akhir zaman; dan fungsi – fungsi lainnya (Al-Maidah 5: 48; Al-Baqarah
2: 185)
2. Mempelajari Al-qur’an baik cara membacanya (ilmu tajwid dan qira’an), makna
dan taksirnya (iarjamah dan tafsir Al-qur’an) maupun ilmu – ilmu lain yang berhubungan
dengan Al-qur’an seperti ulumul Qur’an, hadits, ushulul fiqhi, fiqh, dan lain – lain
(Muhammad 47: 24, AT-Taubah 9: 122)
3. Membaca Al-qur’an sebanyak dan sebaik mungkin (Al-Muzammil 73: 4, 20)
4. Mengamalkan ajaran Al-qur’an dalam seluruh kehidupannya, baik kehidupan
pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, bernegara maupun kehidupan Internasional. Baik
aspek ekonomi, politik, hokum, budaya, pendidikan maupun aspek hidup lainnya (Al-
A’raf 7: 3, Al-Jatsiyah 45: 7-8, An-Nur 24: 51,m Al-Baqarah 2: 208)
5. Mengajarkan Al-qur’an kepada orang lain sehingga mereka dapat membaca,
memahami dan mengamalkannya (Ali-Imran 3: 110, Ali-Imran 3: 104, An-Nahl 6: 125,
Ali-Imran 3: 79, HR Bukhari: sebaik-baik orang diantara kamu ialah mempelajari Al-
qur’an dan mengajarkanny.”).
F. Pengaruh Beriman Kepada Kitab-Kitab Allah