Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

A. Pengertian akidah
Secara etimologi(lughatan), aqidah berakar dari ‘akada-y’kidu-‘aqdan-aqidatan,’ Aqdan
berarti keyakinan (Al Munawir, 1984, hlm, 1023). Relevansi antara kata ‘aqdan dan
aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kukuh di dalam hati, bersifat mengikat dan
mengandung perjanjian

B. Beberapa Istilah lain tentang Aqidah


1. Iman
‘Aqidah disebut juga dengan al-Iman sebagaimana yang disebutkan dalam Al-
Qur-an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena ‘aqidah
membahas rukun iman yang enam dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
Sebagaimana penyebutan al-Iman dalam sebuah hadits yang masyhur disebut dengan
hadits Jibril Alaihissallam. Dan para ulama Ahlus Sunnah sering menyebut istilah
‘aqidah dengan al-Iman dalam kitab-kitab mereka.
2. Tauhid
Tauhid artinya mengesakan. Ajaran tauhid adalah tema sentral aqidah dan iman,
oleh sebab itu aqidah dan iman diidentikan juga dengan istilah tauhid
3. Ushuludin
Pokok-pokok agama, aqidah, iman, dan tauhid disebut juga Ushuluddin karena
ajaran aqidah merupakan pokok-pokok ajaran agama islam.
4. Ilmu kalam
Kalam artinya berbicara, atau pembicaraan.karena banyak dan luasnya diaog dan
perdebatan yang terjadi tentang Al-Qur’an apakah Khaliq artau bukan, hadist atau
qadim. Pembicaraan dan perdebatan luas seperti terjadi setelah cara berpikir rasional
dan filsafati memengaruhi para pemikir dan ulama islam.
5. Fiqih akbar
Artinya fikih besar. Istilah ini muncul berdasarkan pemahaman bahwa tafaqquh
fiddin yang diperintahkan Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 122,dan lebih
utama aqidah.
C. Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah
Menurut buku sistematika Hasan Al-Banna maka ruang lingkup Aqidah Islam
meliputi :
1. Ilahiyat : yaitu pembahasan tentang segala susuatu yang berhubungan dengan
Tuhan(Allah), seperti wujud Allah, sifat Allah dll
2. Nubuwat : yaitu pembahsan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi
dan Rasul,pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah dll
3. Ruhaniyat : yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik
seperti jin, iblis, setan, roh dll
4. Sam'iyyat : yaitu pembahsan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat
sam'i, yakni dalil Naqli berupa Al-quran dan as-Sunnah
tidak hanya diatas namun pembahsan Aqidah juga dapat mengikuti Arkanul iman yaitu :
1. Kepercayaan akan adanya Allah dan segala sifat-sifatNya
2. Kepercayaan tentang alam ghaib
3. Kepercayaan kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada rasul
4. Kepercayaan kepada hari akhir serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu
5. Kepercayaan kepada takdir(qadha dan qadar) Allah

D. Sumber Aqidah Islam

Sumber aqidah islam adalah al-Qur’an dan Sunnah. Artinya apa saja yang
disampaikan allah Dalam al-Qur’an Dan oleh Rasulullah dalam sunnahnya wajib
diimani.akal pikiran tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi memahami
nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut. Membuktikan secara ilmiah
kebenaran yg disampaikan oleh al-qur’an dan sunnah.
Untuk lebih memahami sejauh mana fitrah dan akal berperan dalam masalah
aqidah ada baiknya kita ikut Syekh Ali Thanthawi dalam bukunya Ta’rif am bi Dinil
Islam, fasal Qawaa ‘idul ‘aqaid.

E. Beberapa kaidah Akidah

1. Beberapa Yang saya Dapat Dengan indra, Saya yakini adanya, kecuali bila akal saya
mengatakan ‘tidak berdasar-kan pengalaman masa lalu.
2. Keyakinan, di samping diperoleh dengan menyaksikan langsun, juga bisa melalui
berita yang diyakini kejujuran si pembawa berita
3. Anda tidak berhak mengungkiri wujudnya sesuatu, hanya karena anda tidak bisa
menjangkaunya dengan indra mata.
4. Seseorang hanya bisa mengkhayalkan sesuatu yang sudah pernah dijangkau oleh
indranya.
5. Akal hanya bisa menjangkau hal-hal yang terikat dengan ruang dan waktu
6. Iman adalah fitrah setiap manusia
7. Kepuasan material didunia sangat terbatas
8. Keyakinan tentang hari akhir adalah konsekuensi logis dari kyakinan tentang adanya
Allah.
F. Fungsi Aqidah

Aqidah adalah dasar, fondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi


bangnan yang didirikan, semakin kokoh fondasi yang dibuat.kalau fondasinya lemah
bangunan itu akan cepat ambruk. Seseorang yang memiliki aqidah yang kuat, pasti
melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia dan bermu’amalat
dengan baik. Ibadah seseorang tidak akan diterima ALLAH SWT. Kalo tidak dilandasi
oleh aqidah. Allah pun tidak akan memberi Nilai kalo tidak dilandasi aqidah yang benar.

BAB 2

ALLAH SUBHANAHU Wa Ta’ala

A. Wujud Allah SWT


Wujud(adanya) Allah SWT adalah sesuatu yang (lihat Pendahuluan). Namun demikian
untuk membuktikannya dapat dikemukanan beberapa dalil antara lain:
1. Dalil fitrah
Allah SWT menciptakan manusia dengan fitrah bertuhan.dengan kata lain setiap anak
manusia dilahirkan sebagai muslim.

Fitrah dalam hadis di atas sebagai islam. Karena Rasulullah saw hanya
menyebutkan kedua orang tua bisa berperan meyahudikan, menasranikan atau
memajusikan, tanpa menyebut ‘mengislamkan, jadi bisa kita pahami “setiap anak
dilahirkan sebagai seorang muslim”.

Dengan dalil fitrah ini, kita dapat ambil kesimpulan secara esensi tidak seorang
manusia pun yang tidak bertuhan. Yang ada hanyalah mereka mempertaruhkan sesuatu
yang bukan tuhan yang sebenarnya(ALLAH).
2. Dalil akal
Dengan menggunakan akal untuk merenungkan diri sendiri alam semsta dll bisa
membuktikan adanya TUHAN (ALLAH SWT) Al-Qur’an Banyak mengemukaka
ayat-ayat yang menggugah akal pikiran, antara lain:

‫شدَّ ُك ْم ث ُ َّم‬ ْ ُ‫ب ث ُ َّم ِم ْن ن‬


ُ َ ‫طفَ ٍة ث ُ َّم ِم ْن َعلَقَ ٍة ث ُ َّم ي ُْخ ِر ُج ُك ْم ِط ْف اًل ث ُ َّم ِلت َ ْبلُغُوا أ‬ ٍ ‫ه َُو الَّذِي َخلَقَ ُك ْم ِم ْن ت ُ َرا‬

َ‫س ًّمى َولَ َعلَّ ُك ْم ت َ ْع ِقلُون‬


َ ‫شيُو اخا ۚ َو ِم ْن ُك ْم َم ْن يُت ََوفَّ ٰى ِم ْن قَ ْب ُل ۖ َو ِلتَ ْبلُغُوا أ َ َج اًل ُم‬
ُ ‫ِلت َ ُكونُوا‬

Dialah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah
itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian
(kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian
(dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu.
(Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya
kamu memahami(nya)
( QS. Al-mukmin 40: 67)

Bahwa untuk membuktikan adanya Allah lewat merenungkan alam semesta


termasuk diri manusia itu sendiri, dapat dipakai beberapa qanun (teori, hukum) antara
lain:
1. Qanun al-'Illah
'Illah artinya sebab. Segala sesuatu ada sebabnya. Setiap ada perubahan tentu ada
yang menjadi sebab terjadinya perubahan itu. Begitu juga sesuatu yang ada tentu
ada yang mengadakannya. Sesuatu menurut akal mustahil ada dengan sendirinya.
Siapakah yang mengadakan alam semesta ini?
2. Qanun al-Wujub
Wujub artinya wajib. Wujub segala sesuatu tidak bisa terlepas dari salah satu
kemungkinan: wajib, mustahil, atau mungkin. Tentang alam semesta, wajib
diyakini bahwa ada yang menciptakannya, mustahil ada dengan sendirinya.
3. Qanun al-Huduts
Huduts artinya baru. Alam semesta seluruhnya adalah sesuatu yang hadits (baru,
ada awalnya), bukan sesuatu yang qadim (tidak berawal). Kalau hadits, tentu ada
yang mengadakannya, dan yang mengadakan itu tentulah bukan yang bersifat
hadits, haruslah yang bersifat qadim.
4. Qanun an-Nizham
Nizham artinya aturan, teratur. Alam semesta dengan seluruh isinya seperti
matahari, bulan, bintang dan planet-planet lainnya termasuk bumi dengan segala
isinya adalah segala sesuatu yang "sangat teratur". Sesuatu yang teratur tentu ada
yang mengatumya, mustahil menurut akal semuanya itu teratur dengan sendirinya
secara kebetulan.
3. Dalil Naqli
Sekalipun secara fitrah manusia bisa mengaku adanya tuhan, dan dengan akal
pikiran bisa membuktikannya, namun manusia tetap memerlukan dalil naqli ( al-
Qur’an dan sunnah) untuk membimbing manusia mengenal tuhan yang sebenarnya
dengan segala asma dan sifatnya. Sebab fitrah dan akal tidak bisa menjelaskan siapa
tuhan yang sebenarnya itu (Allah SWT).

B. Tauhidullah SWT
Esensi iman kepada allah swt adalah tauhid yaitu mengesakan , baik dalam zat,
asma’was-sbiffat maupun af’al .
Secara sedehana tauhid dibagi menjadi 3 tingkatan
Yaitu: 1. Tauhid rububiyah(mengimani allah sebagai satu satunya Rabb),
2. Tauhid muliyah (mengimani allah SWT sebagai satu-satunya malik
3. Tauhid ilaiyah (mengimani allah sebagai sebagai satu satunya Allah.

C. Makna ‘La Illaha Illallah:

Makna huruf dalam susunan kalimat La Ilaha Illallah


 La àLa Nafiyata Liljinsi (huruf nafi yang menafikan segala macam jenis Ilah.
 Illaà Huruf istisna (pengecualian), berfungsi mengistbatkan kalimat yang manfi
Bentuk kalimat La Ilaha Illallah. dinamakan kalimat manfi (negatif), lawan dari kalimat
mustbat (positif). Dalam kaidah bahasa
Arab,“istbat”, sesudah “manfi” bermaksud “Alhashru”(membatasi), dan“Taukid”(menguatkan).
Kata “Ilah” mempunyai pengertian yang sangat luas, mencakup pengertian Rububiyah dan Mulkiyah,
maka kata inilah yang dipilih Allah SWT untuk kalimat thayyibah, yaitu : La Ilaha Illallah yang
bersifat komprehensif, mencakup pengertian :
a. La Khaliqa Illallah (Tidak ada Yang Maha Mencipta kecuali Allah).
b. La Raziqa Illallah (Tidak ada Yang Maha Memberi Rezeki kecuali Allah).
c. La Hafiza Illallah (Tidak ada Yang Maha Memelihara kecuali Allah).
d. La Mudabbira Illallah (Tidak ada Yang Maha Mengelola kecuali Allah).
e. La Malika Illallah (Tidak ada Yang Maha Memiliki, Merajai kecuali Allah).
f. La Waliya Illallah (Tidak ada Yang Maha Memimpin kecuali Allah).
g. La Hakima Illallah (Tidak ada Yang Maha Menentukan Aturan kecuali Allah).
h. La Ghayata Illallah (Tidak ada Yang Maha Menjadi Tujuan kecuali Allah).
i. La Ma’buda Illallah (Tidak ada Yang Maha Disembah kecuali Allah).
D. Hakikat Dan Dampak Dua Kalimat Syahadat

Iqrar La Ilaha Illallah tidak akan dapat diwujudkan secara benar tanpa mengikuti petunjuk
yang disampaikan Rasululllah SAW. Karena itu Iqrar La Ilaha Illallah tidak dapat dipisahkan dari
iqrarMuhammad Rasulullah. Dua iqrar inilah yang dikenal dengan Dua Kalimat Syahadat
(Syahadatain).
Kata asyhadu secara etimologi berakar dari kata syahada, yang mempunyai tiga pengertian :
a. musyahadah(menyaksikan), terdapat dalam Al-Qur’an (Al-Muthaffifin:21)

َ ُ‫ش َه ُدهُ ا ْل ُمقَ َّرب‬


‫ون‬ ْ َ‫ي‬
“Yang disaksikan oleh malaikat-malaikat yang didekatkan (kepada Allah).” (Al-Muthaffifin:21)

b. syahadah (kesaksian), terdapat dalam Al-Qur’an(Al-Thalaq:2)

َ ‫َوأَش ِْهدُوا ذَ َو ْي‬


‫عدْل ِم ْن ُك ْم‬
“…dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu.” Al-Qur’an(Al-Thalaq:2)

c. half (sumpah), terdapat dalam Al-Qur’an (Al-Munafiqun:1)

ُ ‫َّللاُ يَ ْش َهد ُ ِإ َّنََ ِإذَا َجا َء َك ْال ُمنَافِقُونَ قَالُوا نَ ْش َهد ُ ِإنَّ َك لَ َر‬
‫سو ُل الل‬ َّ ‫سولُهُ َو‬
ُ ‫َّللاُ يَ ْعلَ ُم ِإنَّ َك لَ َر‬
َّ ‫ِه ۗ َو‬
َ‫ْال ُمنَافِ ِقينَ لَ َكا ِذبُون‬
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata:”Kami bersumpah bahwa
sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah bersaksi bahwa sesungguhnya orang-orang
munafik itu benar-benar pendusta.” (Al-Munafiqun:1)

Dari ketiga pengertian di atas terdapat relevansi yang kuat yaitu :“seseorang akan bersumpah, bila dia
memberi kesaksian, dan dia akan memberikan kesaksian bila dia menyaksikan”.[6]
Inti dari Syahadatain yaitu; beribadah hanya kepada Allah SWT semata, dan menjadikan Rasulullah
SAW sebagai titik uswatun hasanah. Hal ini terdapat dalam Al-qur’an (Al-Ahzab:21) :
‫َّللاَ َو ْاليَ ْو َم ْاْل ِخ َر َوذَ َك َر‬ َ ‫َّللاِ أ ُ ْس َوة ٌ َح‬
َّ ‫سنَةٌ ِل َم ْن َكانَ يَ ْر ُجو‬ ُ ‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َر‬
َّ ‫سو ِل‬
‫َّللاَ َكثِ ا‬
‫يرا‬ َّ
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik (uswatun hasanah) bagimu,
yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari akhir dan dia banyak menyebut
Allah.” (Al-Ahzab:21).
Jika setiap muslim memahami dan mengiqrarkan secara benar Syahadatain, InsyaAllah akan
memberikan dampak yang besar, antara lain dapat diukur dari sikap yang dilahirkan (cinta) terhadap
Allah SWT, dan Rasul-Nya. Hal ini terdapat dalam Al-qur’an (Al-Baqarah:165, dan At-Taubah:24).

َ ‫ِيرت ُ ُك ْم َوأَ ْم َوا ٌل ا ْقت َ َر ْفت ُ ُمو َها َو ِت َج‬


ٌ ‫ارة‬ َ ‫قُ ْل ِإ ْن َكانَ آبَا ُؤ ُك ْم َوأ َ ْبنَاؤُ ُك ْم َو ِإ ْخ َوانُ ُك ْم َوأ َ ْز َوا ُج ُك ْم َو‬
َ ‫عِش‬

ُ َّ‫س ِبي ِل ِِه فَت َ َرب‬


‫صوا‬ َ ‫سو ِل ِِه َو ِج َها ٍد فِي‬ َّ َ‫ض ْو َن َها أ َ َحبَّ ِإلَ ْي ُك ْم ِمن‬
ُ ‫َّللاِ َو َر‬ َ ‫سا ِك ُن ت َ ْر‬ َ ‫ت َ ْخِش َْونَ َك‬
َ ‫سادَهَا َو َم‬

َ‫َّللاُ ََل َي ْهدِي ْالقَ ْو َم ْالفَا ِسقِين‬


َّ ‫َّللاُ ِبأ َ ْم ِر ِه ۗ َو‬ ْ
َّ ‫ي‬ َ ِ‫َحت َّ ٰى َيأت‬
Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang
kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang fasik

E. Yang Membatalkan Dua kalimat Syahadah

Banyak orang berpandangan bahwa apabila Syahadatain sudah ia iqrarkan, maka tidak ada
perbuatan yang dapat membatalkan Syahadatain itu. Sebenarnya itu salah. Sa'id Hawwa dalam
bukunya “Al-Islam”,[7] menyebut 20 diantaranya yang dapat membatalkan Syahadatain.
1. Bertawakkal bukan kepada Allah SWT
2. Tidak mengakui bahwa semua nikmat lahir dan bathin adalah karunia Allah SWT
3. Beramal dengan tujuan selain Allah SWT
4. Memberikan hak menghalalkan dan mengharamkan, hak memerintah dan melarang atau hak
menentukan hukum pada umumnya kepada selain Allah SWT.
5. Ta’at secara mutlak kepada selain Allah SWT dan Rasul-Nya
6. Tidak menegakkan hukum Allah SWT
7. Membeci Islam, seluruh maupun sebagiannya
8. Mencintai kehidupan dunia melebihi akhirat atau menjadikan dunia segala-galanya.
9. Memperolok-olok Al-Qur’an dan Sunnah, atau orang-orang yang menegakkan ke-2 nya, atau
memperolok-olok hukum Allah atau syi’ar Islam
10. Menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah SWT, dan mengharamkan apa yang
dihalalkan Allah SWT.
11. Tidak beriman dengan seluruh nash-nash Al-Qur’an dan Sunnah
12. Mengangkat orang-orang kafir dan murtad menjadi pemimpin dan tidak mencintai orang-
orang yang berakidah islam.
13. Tidak beradab dalam bergaul dengan Rasulullah SAW
14. Tidak menyenangi tauhid, malah menyenangi kemusyrikan
15. Menyatakan bahwa makna tersirat dari suatu ayat bertentangan dengan makna yang tersurat
dalam Al-Qur’an
16. Memungkiri salah satu Asma, Sifat, dan Af’al Allah SWT
17. Memungkiri salah satu sifat Rasulullah SAW yang telah ditetapkan Allah SWT, atau
memberinya sifat yang tidak baik, atau tidak meyakininya sebagai contoh teladan utamabagi umat
manusia.
18. Mengkafirkan orang Islam atau menghalalkan darahnya, atau tidak mengkafirkan orang kafir
19. Beribadah bukan kepada Allah SWT
20. Melakukan syirik kecil.

F. Al-Asma’ Was-Shifat
Kalimat asma’ adalah bentuk jama’ dari kalimat ism yang berati nama. Asma
Allah berarti nama-nama Allah. Sedangkan kalimat sifaat bentuk jama’ dari
kata sifat yang berarti sifat. Kalimat sifat dalam bahasa Arab berbeda dengan kalimat
sifat dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa arab kalimat sifat mencakup segala
informasi yang melekat pada suatu yang wujud. Sehingga sifat bagi benda dalam bahasa
arab mencakup sifat benda itu sendiri, seperti besar kecilnya, tinggi rendahnya,
warnanya, keelokannya, dan lain-lain. Juga mencakup apa yang dilakukannya, apa saja
yang dimilikinya, keadaan, gerakan, dan informasi lainnya yang ada pada benda
tersebut Dengan demikian, kalimat sifat Allah mencakup perbuatanNya,
kekuasaanNya, apa saja yang ada pada Dzat Allah, dan segala informasi tentang
Allah. Diantara sifat Allah adalah Allah memiliki tangan yang sesuai dengan keagungan
dan kebesaran-Nya, Allah memiliki kaki yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-
Nya, Allah turun ke langit dunia, Allah bersemayam di Arsy, Allah tertawa, Allah murka,
Allah berbicara, dan lain-lain. Dan sekali lagi, sifat Allah tidak hanya berhubungan
dengan kemurahan-Nya, keindahan-Nya, keagungan-Nya, dan lain-lain.
Allah berfirman.
‫عوهُ بِ َها َوذَ ُروا الَّذِينَ يُ ْل ِحدُونَ فِي أ َ ْس َمائِ ِِه‬
ُ ‫َو ِ َّّلِلِ ْاْل َ ْس َما ُء ْال ُح ْسنَى فَا ْد‬
َ‫سيُ ْجزَ ْونَ َما َكانُوا يَ ْع َملُون‬َ – ‫اْلعراف‬
Hanya milik Allah asmaa-ul husna [Nama-nama yang Agung yang sesuai dengan
sifat-sifat Allah.], Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu
dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut)
nama-nama-Nya. Kelak mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjakan. (QS. Al-A’raf:180)
G. Ilmu ALLAH

Tidak tersembunyi sesuatupun bagi Allah subhanahu wa ta’ala, sebelum Allah


menciptakan mereka. Artinya Allah subhanahu wa ta’ala mengetahui dan tidak ada
satupun yang tersembunyi dari ilmu Allah. Ilmu yang Maha Luas. Sebelum Allah
menciptakan makhlukNya, semua telah diketahui oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Semua yang Allah ketahui perihal kejadian ditulis di lauhil mahfudz. Termasuk dalam
hal ini Allah subhanahu wa ta’ala mengetahui apa yang dikerjakan oleh makhluk
sebelum Allah menciptakan mereka.
Beriman kepada takdir Allah subhanahu wa ta’ala mencakup keimanan kepada empat
perkara. Yaitu:
1. mengimani ilmu Allah subhanahu wa ta’ala yang luas meliputi segala sesuatu.
2. mengimani bahwa seluruh yang diketahui oleh Allah ditulis di lauhil mahfudz. Allah
perintahkan pena yang diciptakan oleh Allah untuk menulis.
3. Allah subhanahu wa ta’ala memiliki kehendak. Kehendak Allah itu berlaku, tidak ada
yang bisa menghalangi, menutupi dan membendung kehendak Allah. Apa yang Allah
kehendaki pasti terjadi. Dan semua yang terjadi itu telah dikehendaki oleh
Allah subhanahu wa ta’ala.
4. mengimani bahwa segala yang telah terjadi adalah ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala.
Tentunya hal ini menjelaskan keluasan ilmu Allah subhanahu wa ta’ala sebagaimana
yang telah dijelaskan sebelumnya. Ilmu Allah subhanahu wa ta’ala meliputi seluruh
makhluk ciptaan Allah. Sebagaimana rahmat Allah subhanahu wa ta’ala meliputi
seluruh makhlukNya, maka begitu juga ilmuNya.

H. Ma’iyyatullah
Aqidah Islam menetapkan adanya ma’iyyatullah (kebersamaan Allah), yaitu
bahwa Allah Ta’ala senantiasa membersamai hamba-hamba-Nya. Ma’iyyatullah ini
memiliki dua konteks, yakni ma’iyyah ‘ammah (kebersamaan dalam arti umum), dan
ma’iyyah khashah (kebersamaan dalam arti khusus).

Al, MAiyyah- AL- Amah


Allah Ta’ala pun memiliki Pengawas dari kalangan malaikat yang diperintahkan
oleh-Nya untuk mencatat seluruh amal perbuatan manusia termasuk seluruh ucapannya.
Hal ini dilakukan untuk menunjukkan keadilan-Nya di yaumul qiyamah kelak.
‫عتِيد‬
َ ‫يب‬ ُ ‫َما َي ْل ِف‬
ٌ ِ‫ظ ِم ْن قَ ْو ٍل إِ ََّل لَدَ ْي ِِه َرق‬
ٌٌ “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di
dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf, 50: 18).
Ma’iyyah Khashah

Ma’iyyah Khashah (kebersamaan Allah dalam arti khusus)


bersifat muqayyad (terbatas dan khusus mencakup orang-orang yang beriman dan
beramal shalih saja)
Jadi, ma’iyyah khashah (kebersamaan Allah secara khusus) ini bermakna bahwa
senantiasa ada ta’yidullah (dukungan Allah Ta’ala) bagi orang-orang yang beriman dan
beramal shalih.Keyakinan terhadap ma’iyyatullah (kebersamaan Allah) ini—
baik mai’yyah ammah maupun ma’iyyah khassah—harus selalu tertanam di dalam diri
kita, sehingga kita akan terbentuk menjadi pribadi muslim yang taat dan yakin
terhadap ta’yidullah (dukungan/pertolongan Allah Ta’ala) dalam seluruh gerak langkah
hidup kita.

I. Syirik
Syirik adalah menyamakan selain Allah dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala
dalam Rububiyyah dan Uluhiyyah serta Asma dan Sifat-Nya [2]. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah berkata: “Syirik ada dua macam; pertama syirik dalam Rububiyyah, yaitu
menjadikan sekutu selain Allah yang mengatur alam semesta,

Kedua, syirik dalam Uluhiyyah, yaitu beribadah (berdo’a) kepada selain Allah, baik
dalam bentuk do’a ibadah maupun do’a masalah [3].”
Umumnya yang dilakukan manusia adalah menyekutukan dalam Uluhiyyah Allah
adalah dalam hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah, seperti berdo’a kepada
selain Allah di samping berdo’a kepada Allah, atau memalingkan suatu bentuk ibadah
seperti menyembelih (kurban), bernadzar, berdo’a, dan sebagainya kepada selain-Nya.
Syirik (menyekutukan Allah) dikatakan dosa besar yang paling besar dan
kezhaliman yang paling besar, karena ia menyamakan makhluk dan Khaliq (Pencipta)
pada hal-hal yang khusus bagi Allah Ta’ala. Barangsiapa yang menyekutukan Allah
dengan sesuatu, maka ia telah menyamakannya dengan Allah dan ini sebesar-besar
kezhaliman. Zhalim adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya.

syirik besar
bernadzar pada selain Allah, thawaf keliling kubur dan berdo’a meminta pada
penghuni kubur, berdo’a pada orang yang sudah mati, mencintai selain Allah
sebagaimana kecintaannya pada Allah, meminta perlindungan (isti’adzah) pada selain
Allah, menjadikan perantara selain Allah antara dirinya dengan Allah dan bertawakkal
padanya
syirik kecil
“Segala hal yang dilarang dalam syari’at sedangkan dalam nash disebut dengan
nama syirik, dan menjadi sarana menghantarkan kepada kesyirikan besar”.
Syirik ini dinamakan kecil karena adanya syirik yang di atasnya, yang tingkat
keburukannya lebih besar darinya. Syirik kecil ini tidak mengeluarkan pelakunya dari
Islam karena tidak sampai ada unsur menyamakan selain Allah dengan Allah dalam
perkara yang menjadi kekhususan-Nya (dalam rububiyyah, uluhiyyah dan al-asma` was
shifat)
a. Bersumpah dengan selain allah
b. Memakai azimat
c. Menggunakan mantra untuk menolak kejahatan
d. Sihir
e. Ramalan atau perbintangan
f. Bernadzar kepada selain allah
g. Menyembelih binatang atau mempersembahkan korban bukan kepada allah swt.
BAB 3
A. Makhluk Ghaib
Semua makhluk yang diciptakan Allah swt Dapat dibagi menjadi 2
macam: pertama, yang ghaib (al-ghaib) dan kedua yang nyata (As-
syahadab). Yang membedakan keduanya adalah bisa dan tidak biasanya
dijangkau oleh pancaindra manusia.
Untuk mengetahui wujud makhluk ghaib ada 2 cara, pertama berita atau
informasi yang diberikan oleh sumber tertentu (bil-akbar). Kedua, melalui
bukti bukti nyata yang menunjukan makhluk ghaib (bil-atsar)., misalnya
malaikat kita dapat mengimani wujud malaikat.

B. Siapakah Malaikat Itu?


1. Pengertian malaikat

Malaikat secara bahasa berasal dari bahasa Arab 'malak' yang


berarti risalah atau menyampaikan pesan.Yang dalam bentuk
jamaknya adalah 'malaaikah'. Sedangkan secara istilah malaikat
adalah makhluk Allah swt.yang bersifat gaib, yang diciptakan dari
nur (cahaya) dan wujudnya tidak dapat dilihat, didengar, diraba,
dicium,ataupun dirasakan.

2. Penciptaan malaikat
Malaikat diciptakan oleh ALLAH SWT dari cahaya,
Tetapi yang jelas, malaikat diciptakan lebih dahulu dari manusia
pertama (ADAM AS) sebagaimana yang disebut oleh allah SWT
surat al-Baqarah: 30
‫ض َخ ِليفَةا ۖ قَالُوا أَتَجْ عَ ُل فِي َها َم ْن يُ ْف ِسدُ فِي َها‬ ِ ‫َوإِذْ قَا َل َربُّكَ ِل ْل َم ًَلئِ َك ِة إِنِي َجا ِع ٌل فِي ْاْل َ ْر‬
ُ‫َويَ ْس ِفك‬
َ‫س لَكَ ۖ قَا َل إِنِي أ َ ْعلَ ُم َما ََل ت َ ْعلَ ُمون‬
ُ ‫سبِ ُح بِ َح ْمدِكَ َونُقَ ِد‬
َ ُ‫الد َما َء َونَحْ نُ ن‬
ِ

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:


"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"
Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui".
3. Wujud malaikat
Sebagai makhluk ghaib wujud malaikat tidak tahu dilihat,
dicium,diraba,dilihat,dicicipi,didengar oleh manusia. Kecuali jika
malaikat menampilkan diri dalam rupa tertentu, seperti rupa
manusia.
Malaikat tidak dilengkapi degan hawa nafsu, tidak
memiliki keinginan seperti manusia, tidak berjenis lelaki, atau
perempuan dan tidak berkeluarga hidup dalam alam yang berbeda
dengan kehidupan alam semesta yang kita saksikan ini. Yang
mengetahui wujud malaikat hanya Allah SWT.

4. Sifat Malaikat
َ‫س ْب َحانَِهُ ۚ بَ ْل ِعبَاد ٌ ُم ْك َر ُمون‬ َّ َ‫َوقَالُوا ات َّ َخذ‬
ُ ۗ ‫الر ْح ٰ َم ُن َولَداا‬
Dan mereka berkata: "Tuhan Yang Maha Pemurah telah
mengambil (mempunyai) anak", Maha Suci Allah. Sebenarnya
(malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan,

malaikat selalu memperhambakan diri kepada allah swt, dan patuh


atas segala perintah-Nya Serta tidak penah berbuat maksiat dan
durhaka kepada Allah swt.

َ‫ََل يَ ۡسبِقُ ۡون َٗہ ِب ۡالقَ ۡو ِل َو ہ ُۡم ِباَمۡ ِر ٖه يَعۡ َملُ ۡون‬
mereka tidak berbicara mendahului-Nya dan mereka mengerjakan
perintah-perintah-Nya.

C. Nama Dan tugas Malaikat

1. Malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu Allah kepada nabi dan


rasul.

2. Malaikat Mikail yang bertugas memberi rizki / rejeki pada


manusia.

3. Malaikat Israfil yang memiliki tanggung jawab meniup terompet


sangkakala di waktu hari kiamat.

4. Malaikat Izrail yang bertanggungjawab mencabut nyawa.

5. Malikat Munkar yang bertugas menanyakan dan melakukan


pemeriksaan pada amal perbuatan manusia di alam kubur.

6. Malaikat Nakir yang bertugas menanyakan dan melakukan


pemeriksaan pada amal perbuatan manusia di alam kubur bersama
Malaikat Munkar.

7. Malaikat Raqib / Rokib yang memiliki tanggung jawab untuk


mencatat segala amal baik manusia ketika hidup.

8. Malaikat Atid / Atit yang memiliki tanggungjawab untuk


mencatat segala perbuatan buruk / jahat manusia ketika hidup.

9. Malaikat Malik yang memiliki tugas untuk menjaga pintu


neraka.

10. Malaikat Ridwan yang berwenang untuk menjaga pintu sorga /


surga.

D. Manusia lebih mulia daripada malaikat

Manusia- jika beriman dan taat kepada allah SWT, lebih muliadari
malaikat
1. Allah Swt memerintahkan kepada malaikat untuk bersujud kepada
Adam As
2. Malaikat Tidak bisa menjawab pertanyaan Allah tentang al
asma,sedangkan adam mampu karena memangdiberi ilmu oleh
ALLAH SWT.
3. Kepatihan malaikat kepada Allah SWTkarena sudah
tabiatnya,sebab malaikat tak memiliki hawa nafsu, sedangkan
manusia melalui perjuangan yang berat melawan hawa nafsu dan
godaan setan.
4. Manusia diberi tugas menjadi khalifah dibumi.

E. Hikmah Beriman kepada Malaikat


 Sebagai bukti keimanan seorang muslim, karena tidak sah
keimanan seorang muslim apabila seorang muslim todak
mengimani salah satu rukun iman
 Menyadarkan kepada kita semua mengenai kebesaran, keagungan
dan juga kekuasaan Allah SWT, karena kebesaran makhluk
merupakan bukti dari kebesaran sang penciptanya yakni Allah
SWT.
 Dengan mengetahui mengenai berbagai sifat-sifat, keadaan, tugas-
tugas para malaikat maka akan menambah besar lagi keimanan
dalam hati seorang muslim nantinya.
 Dengan mengimani malaikat allah maka akan timbul rasa senang
dan juga aman pada diri setiap orang mukmin, karena Allah SWT
telah menetapkan untuk setiap mereka malaikat yang senantiasa
menyertai mereka.
 Dengan mengimani para malaikat maka akan bertambah juga rasa
cinta kepada mereka, karena para umat muslim telah
melaksanakan ibadah secara sempurna, dan mendapatkan doa dari
para malaikat, mengenai doa ampunan untuk orang-orang
mukmin
 Kemudian, jika seorang mukmin beriman kepada paramalaikat
Allah maka akan dapat membangkitkan rasa benci terhadap segala
perbuatan-perbuatan maksiat yang banyak terjadi di dunia
 Dengan beriman kepada para malaikat Allah SWT maka akan
dapat menambah rasa syukur orang muslim terhadap Allah SWT,
atas segala perhatiannya terhadap para hamba-hambanya yang
tidak pernah luput dari dosa, dengan menugaskan malaikat untuk
menjaga manusia dan mencatat segala hal baik dan buruk yang
diperbuatnya dalam dunia maka akan membuat manusia
khususnya orang muslim berhati-hati dalam melakukan berbagai
hal dalam kehidupan sehari-harinya.
BAB 4
Pengertian kitab kitab Allah

A. Pengertian Kitab-Kitab Allah


Secara etimologi kata kitab adalah bentuk mashdar dari kata kata-ba yang berarti
menulis. Setelah jadi masbar berarti tulian,
Secara terminologi atau istilah, yang dimaksud dengan KITAB adalah kitab suci berisi wahyu
atau kalam ilahi yang diturunkan Allah SWT kepada nabi dan rasul terpilih.
Adapun secara harfiah atau etimologis, kitab dimaknai beragam antara lain menulis, tulisan,
buku dan sebagainya.
Kata al-kitab di dalam al Quran dipakai untuk beberapa pengertian
1. Menunjukan semua kitab suci pernah diturunkan kepada para nabi dan
rasul
2. Menunjukan semua kitab suci yang diturunkan sebelum Al Quran
3. Menunjukan kutab suci tertentu sebelum al-Qur’an misalnya taurat
4. Menunjuki kitab suci al-Quran secara khusus.
5.
B. Kitab kitab Allah Sebagai Wahyu
Karena Kitab Suci yang diturunkan aoleh Allah SWT kepada para Nabi dan
Rasul-Nya itu adalah kumpulan dari wahyu-wahyu-Nya, maka ada baiknya kita juga
membahas terlebih dahulu apa pengertian wahyu dan bagaimana Allah menurunkannya.
Kata wahyu secara etimologis adalah bentuk mashdar dari kata auha. Dalam bentuk
mashdar tersebut dia mempunyai dua arti, pertama Al-Khafa’ (tersembunyi, rahasia) dan
kedua As-Sur’ah(cepat). Dinamai demikian karena wahyu itu adalah semacam informasi
yang rahasia, cepat, khusus diketahui oleh pihak-pihak yang dituju saja.

Di samping itu, Al-Qur’an menggunakan kata wahyu untuk beberapa pengertian


lain, di antaranya:

1. Ilham Fitri yang diberikan kepada manusia, seperti ilham yang diberikan Allah SWT
kepada Ibu Musa menyusukan Bayinya:
Artinya:

“Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; “Susuilah dia,..” (Al-Qashash 28:7).

2. Instink yang diberikan kepada hewan-hewan, seperti instink yang diberikan Allah
SWT kepada Lebah:
Artinya:

“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di


pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia”. (Al-Nahl 16:68)

3. Isyarat yang cepat dengan cara memberi tanda dan kode-kode tertentu, seperti isyarat
yang diberikan oleh Nabi Zakaria kepada kaumnya untuk bertasbih:
Artinya:
“Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka;
hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.” (Maryam 19: 11).

4. Bisikan syaitan kepada manusia untuk menggoda dan menipunya:

‫ف‬َ ‫ض ُز ْخ ُر‬ ٍ ‫ض ُه ْم ِإلَ ٰى بَ ْع‬ ُ ‫ُوحي َب ْع‬ ِ ‫اْل ْن ِس َو ْال ِج ِن ي‬


ِ ْ َ‫اطين‬
ِ َ‫شي‬ َ ٍ ‫َو َك ٰذَ ِل َك َج َع ْلنَا ِل ُك ِل َن ِبي‬
َ ‫عد ًُّوا‬
َ‫ورا ۚ َولَ ْو شَا َء َرب َُّك َما فَعَلُوهُ ۖ فَذَ ْر ُه ْم َو َما يَ ْفت َ ُرون‬ ُ ‫ْالقَ ْو ِل‬
‫غ ُر ا‬
Artinya:

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari
jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian
yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)…” (Al-an’nam
6:112).

5. Perintah Allah SWT kepada Malaikat-Nya:


Artinya:
‫ُوحي َربُّكَ إِلَى ْال َم ًَلئِ َك ِة أَنِي َمعَ ُك ْم فَثَبِتُوا الَّذِينَ آ َمنُوا‬
ِ ‫إِ ْذ ي‬
“(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku
bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman…” (Al-Anfal
8: 12).

Wahyu dalam pengertian Kalam Allah itu diturunkan oleh Allah SWT kepada para Nabi
dan Rasul-Nya melalui 3 cara:

Melalui mimpi yang benar (Ar-ru’ya As-Shadiqah fil manam). Misalnya wahyu yang
diterima oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihi As-Salamdalam mimpi untuk mengorbankan putranya
Ismail AS.
Kalam ilahi dari balik tabir (Min wara’ Al-hijab), seperti perintah shalat fardhu yang
diterima oleh Nabi Muhammad SAW waktu peristiwa Isra’ Mi’raj, atau wahyu yang
diterima oleh Nabi Musa AS di bukit Tursina.
Melalui Malaikat Jibril ‘Alaihi As-Salam, seperti wahyu yang diterima oleh Rasulullah
SAW

C. Kitab-Kitab Allah SWT Sebelum al-Qur’an

Sebelum Kitab Suci Al-Qur’an Allah SWT telah menurunkan beberapa Kitab
Suci kepada para Nabi dan Rasul-Nya. Hanya di dalam Al-Qur’an (dan Hadist Nabi yang
Sahih) tidak disebut secara konkrit semua nama kitab Allah dan jumlahnya/bilngannya,
yang telah diturunkan kepada para Rasul-Nya, yang disebut namanya secara konkrit
dalam al-Qur’an ada 5 buah : tiga dalam bentuk Taurat, Zabur dan injil dan dua bentuk
sbubuf yaitu sbubu Ibrahim dan musa.
Itulah 5 kitab suci yang disebutkan oleh Allah Swt Nama dan kepada siapa
diturunkan,sedangkan kitab suci lainnya diturunkan kepada Nabi dan RAsul lainnya tak
disebutkan oleh Allah . BAhwa Allah mengurus para nabi dan RAsul dan Menurunkan
bersama mereka kitab suci.
Untuk kitab-kitab suci yang tidak disebutkan namanya tersebut kitab cukup
mengimaninya secara global (Ijmal) bahwa Allah swt Allah telah menurunkan kitab-kitab
suci kepada paraNabi dan Rasul. Atau dengan kata lain kita mengimani semua kitab suci
yang diturunkan Allah swt kepada para nabi dan Rasul, baik yang disebutkan namanya
maupun yang tidak.Kitab-kitab Allah yang diturunkan sebelum ktab suci Al-Quran
tidaklah bersifat universal seperti Al-Quran, tapi hanya bersifat lokal untuk umat tertentu.
Dan juga tidak berlaku sepanjang masa. Oleh karena Allah swt tidak memberi jaminan
terpelihara keaslian atau keberadaan kitab-kitab tesebut sepanjang zaman sebagaimana
halnya Allah memberi jaminan tehadap Al-Quran.
Dari segi isi, untuk hal-hal prinsip (masalah aqidah), sejarah dan fakta tentang
alam semesta, semua kitab suci tersebut memuat hal yang sama dengan Al-Quran. Tidak
akan ada perbedaan apalagi pertentangan satu sama lain (kecuali perbedaan redaksional),
baik antar sesama kitab-kitab suci maupun dengan kitab-kitab suci Al-quran. Misalnya,
tentang tauhid, semua mengajarkan tentang ke –Esaan Allah swt, bahwa dia adalah satu-
satunya Tuhan yang berhak disemba. Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat, (untuk
menyerukan): “sembahlah Allah saja, dam jauhilah thaghut. “ (an –nahl 16:36)
“Dan kami tidak mengutus seorang razul pun sebelum kamu, melainkan kami wahyukan
kepadanya:” bahwasanya tidak ada tuhan melainkan aku,maka sembahlah olehmu
sekalian akan aku.” (Al-Anbiya 21:25).

Dari semua Kitab-Kitab Suci yang diturunkan oleh Allah SWT sebelum Al-
Qur’an sebagaimana yang sudah diterangkan di atas tidak satu pun lagi yang sampai
kepada kita secara utuh sebagaimana diturunkan terdahulu. Bahkan menurut Dokter
Muhammad Na’im Yasin, tidak ada satu Kitab Suci pun yang berhak disebut Kitab Allah
sekarang ini selain dari Kitab Suci Al-Qur’an. Yasin mengemukakan beberapa alasan
untuk mendukung pernyataan tersebut (Yasin, 1983, hal. 85-87). Alasan Yasin setelah
penulis lengkapi dengan sumber lain adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada satu pun naskah asli dari semua Kitab Suci yang turun sebelum Al-
Qur’an terpelihara sampai sekarang. Semuanya telah hilang. Yang ada hanyalah naskah
terjemahan dalam berbagai bahasa. Bahkan terjemahan yang ada pun sudah merupakan
hasil terjemahan dari terjemahan. Manuskrip Perjanjian Lama (Perjanjian Lama terdiri
dari Taurat Musa dan Zabur Daud serta ajaran Rasul-Rasul lainnya yang kesemuanya itu
meliputi lebih kurang tiga perempat Al-Kitab atau Bibel) yang tertua bukanlah tertulis
dalam bahasa Ibriyah(bahasa Nabi Musa), akan tetapi dalam bahasa Aramiyah dan
bahasaGryk serta bahasa latin kuno yang tidak lagi digunakan dewasa ini. Begitu juga
Manuskrip Perjanjian Baru (Perjanjian Baru terdiri dari Injil Matius, Markus, Lukas,
Yohanes, dan Kisah Rasul-Rasul serta kumpulan surat-surat) yang lengkap hanyalah
dipakai dalam bahasaGryk, bukanlah dalam bahasa Aramiyah, bahasa teks asli Injil.
Antara terjemahan ke terjemahan berikutnya terjadilah perubahan dan pergeseran makna
di sana-sini. Begitulah seterusnya sampai dewasa ini.
2. Kitab-Kitab Suci tersebut sudah bercampur dengan ucapan manusia, baik berupa
tafsir, sejarah hidup para nabi dan murid-murid mereka, kesimpulan para ahli hukum,
maupun dengan hal-hal lainnya. Tidak lagi bisa dibedakan mana yang Kalam Allah dan
mana yang karya manusia.
3. Tidak ada satu pun dari Kitab-Kitab Suci tersebut yang secara sah dapat
dinisbahkan kepada Rasul yang membawa masing-masing kitab tersebut, dan tidak pula
mempunyai sanad sejarah yang dipercaya. Kitab Perjanjian Lama dibukukan beberapa
abad setelah nabi Musa meninggal dunia. Begitu juga dengan Kitab Perjanjian Baru
ditulis lebih satu abad setelah Nabi Isa diangkat oleh Allah SWT.
4. Terdapat pertentangan antara satu bagian dengan bagian yang lain, antara satu kitab
dengan kitab yang lain. Oleh sebab itu, dari lebih kurang tujuh puluh naskah Injil yang
ditulis oleh tujuh puluh penulis pula, Gereja memilih empat saja, yang ditulis
oleh Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Bahkan antara Injil yang empat ini pun terjadi
pertentangan satu sama lain dalam beberapa bagian, misalnya tentang asal keturunan Al-
Masih: Matius 1: 6 menyebutkan bahwa Yusuf An-Najjar adalah anak Ya’kub, sedangkan
Lukas 3: 23 menyebut anakHali. Matius 1: 7 menyebutkan Yusuf An-Najjar adalah
keturunanSulaiman bin Daud, sedangkan menurut Lukas 3: 31 adalah keturunan Nasan
bin Daud.
5. Terdapat beberapa pelajaran yang batil tentang Allah SWT dan beberapa Rasul-
Nya. Selain keyakinan Uzair anak Allah dan Trinitas, kita akan menemukan beberapa
kisah tentang Allah dan Rasul-Nya yang tidak benar dan sama sekali tidak bisa diterima
oleh akal sehat. Misalnya tentang pergulatanyang pernah terjadi antara Allah dan Nabi
Ya’kub yang dimenangkan oleh Ya’kub sehingga Allah memberkatinya. (Kejadian 32:
24-30) atau tentang Allah menyesal dan bertobat setelah menetapkan suatu keputusan
yang menimbulkan akibat yang tidak diduga sebelumnya seperti halnya penyesalan
penetapan Saul menjadi Raja atas Bani Israel (I. Samuel 15: 10,35). (Yasin, 1983, hal.
85-87 dan Isma’il, 1990, hal. 17-23).

D. Al-Qur’an sebagai Kitab Allah yang terakhir

Kitab Suci terakhir yang diturunkan oleh Allah SWT adalah Al-Quran Al-Karim
yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW dalam rentang waktu lebih kurang 23
tahun meliputi periode Mekkah dan Madinah.
Secara etimologis Qur’an artinya bacaan atau yang dibaca. Berasal dai kata qa-ra-a yang
berarti membaca. Secara terminologis Al-Qur’an adalah wahyu Allah SWT yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Di samping Al-Qur’an, kitab suci terakhir ini
juga dinamai dengan nama-nama lain sepertiAl-Kitab (Al-Baqarah 2: 2), Al-Furqan (Al-
Furqan 25: 1), Az-Zikru (Al-Hijr 15: 9), Al-Mau’izhah (Yunus 10: 57), Al-Huda (Al-Jin
72: 13), As-Syifa’ (Yunus 10: 57) dan lain-lain.

Keutuhan dan Keaslian Al-Qur’an

Berbeda dengan Kitab-Kitab Suci sebelumnya, Al-Qur’an terjamin keutuhan dan


keasliannya. Hal itu bisa terjadi pertama dan utama sekali karena adanya jaminan dari
Allah SWT:
”Sesungguhnya Akulah yang menurunkan Az-Zikra (Al-Qur’an) dan sesungguhnya kami
benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr 15: 9)
Kemudian yang kedua karena adanya usaha-usaha yang manusiawi dilakukan sejak
zaman Rasulullah SAW oleh para sahabat di bawah bimbingan Rasulullah SAW dan oleh
generasi berikutnya dan oleh setiap generasi kemudian. Usaha-usaha ini dapat kita lihat
antara lain dalamnuktah-nuktah berikut ini:
1. Rasulullah saw
Sebagai seorang yang ummi berusaha menghafalkan Al-Quran yang diturunkan
Allah swt lewat malaikat Jibril AS. Bahkan belum lagi wahyu selesai disampaikan Jibril
beliau segera menggerakkan kedua bibirnya untuk menghafal. Hal ini ditegur oleh Allah
swt seraya memberikan jaminan bahwa tanpa usaha, Allah akan membuat Nabi
Muhammad saw bisa membaca, hafal dan mengerti maksudnya. Allah berfirman:

“Janganlah kamu menggerakkan lidahmu untuk membaca Al-Quran karena


hendak cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan kami lah
mengunpulkan didadamu dan membuatmu pandai membaca. Apabila kami telah selesai
membaca-Nya, maka ikutilah bacaan itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan
kamilah penjelasannya.” (Al-Qiyamah 75:16-19).

Rasulullah saw selalu mempergunakan sebagian besar malamnya untuk taqarub,


mendekatkan diri kehadirat Allah. Melakukan shalat dan membaca Al-Quran dengan
tartil . kemudian seperti yang diceritakan oleh Siti Aisyah RA bahwa Jibril AS selalu
mengunjungi Rasul pada setiap tahun untuk menyaksikan Rasul dalam bertadarrus dan
menghafal Al-Quran. Berkat perhatian dan upaya sungguh-sungguh, dan atas bimbingan
Jibril AS serta terutama jaminan Allah swt, sehingga Rasulullah benar-benar menguasai
Al-Quran dengan sempurna. Tiada seorang pun yang mengungguli Rasul dalam
penguasaan Al-Quran, yang menjadi titik tumpuan umat Islam dalam masalah yang
mereka perlukan (miftah faridh, 1989, hal 137-138)

2. Setiap Rasulullah Saw selesai menerima ayat-ayat yang diwahyukan, beliau


membacakannya kepada para sahabat dan memerintahkan kepada mereka untuk
menghafal dan kepada sahabat-sahabat tertentu diperintahkan oleh Rasul saw untuk
menuliskannya disarana-sarana yang memungkinkan waktu seperti di pelepah-pelepah
kurma, di tulang-tulang binatang, di batu-batu dan kulit-kulit binatang serta sarana
lainnya. Begitulah dengan sungguh-sungguh dan penuh kecintaan para sahabat berusaha
menghafal dan benar-benar menguasai Al-Quran.

3. Pada masa Abu Bakar As-shiddiq, atas atas anjuran Umar binKhatab, Al-Quran
dikumpul dalam sa`tu mushaf oleh panitia tunggal yaitu Zaid bin Tsabit dengan
berpedoman kepada hafalan dan tulisan para sahabat. Ayat demi ayat disusun sesuai
dengan petunjuk Rasulullah saw sebelumnya, tapi surat demi surat belum lagi diurutkan
sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw.

4. Pada masa Utsman bin Affan pembukaan Al-Quran disempurnakan dengan


menyusun surat demi surat sesuai dengan ketentuan Rasulullah saw dan menuliskannya
dalam satu system penulisan yang bisa menampung semua qiraat yang benar. System
penulisan itu dikenal dengan Ar-Rasmu Al-Usmani. Mushaf yang dikenal dengan mushaf
Usman disalin beberapa naskah dan dikirim ke pusat-pusat pemerintahan umat Islam
waktu itu untuk dijadikan pedoman dan standar penulisan. Tugas pembukuan yang
disempurnakan ini dilaksanakan oleh satu tim yang diketahui oleh Zaid bin Tsabit,
dengan anggota Abdullah bin Zubair, sa’id bin ash dan Abdur Rahman bin Haris bin
Hisyam.

5. Pada masa-masa berikutnya para Ulama selalu berusaha menyempunakan penulisan


dan pemeliharaan AL-Qur’an sehingga lahirlah beberapa ilmu pengetahuan yang
mendukung pemeliharaan keaslian dan keutuhan AL-qur’an, seperti ilmu tajwid untuk
qaidah-qaidah qira’ah ilmu Nahwu sharaf dari segi tata bahasa , ilmu khath dari segi
penulisan , Ulumul Qur’an dan ilmu Tafsir dari segi metodologi pemahaman, dan ilmu-
ilmu lainnya.
Al-Quran dijamin oleh Allah swt keutuhannya sampai akhir zaman karena memang Al-
Qran bersiifat universal , berlaku untuk seluruh manusia di mana dan kapan saja. Berbeda
dengan kitab-kitab Allah sebelum yang bersifat local untuk umat tertentu.

Fungsi Al-Quran terhadap Kitab-Kitab Allah Sebelumnya

Dalam hubungannya dengan kitab-kitab suci yang diturunkan Allah sebelumnya,


maka Al-Quran berfungsi sebagai:
1. Nasikh, baik lafazt maupun hukum, terhadap kitab-kitab sebelumnya. Artinya
semua kitab suci terdahulu dinyatakan tidak lagi berlaku. Satu-satunya yang wajib
diikuti dan dilaksanakan petunjuknya hanyalah Al-Quran. Hal disebabkan dua hal
:pertama, karena kitab-kitab suci terdahulu itu tidak ada lagi yang utuh dan asli seperti
waktu baru di turunkan;kedua, karena kitab-kitab tersebut berlaku untuk umat dan masa
tertentu saja. Dalil yang paling kuat menunjukkan bahwa Al-Quran adalah nasikh tehadap
kitab-kitab suci sebelum adalah perintah Allah swt terhadap Nabi Muhammad saw untuk
memberlakukan seuruh Al-Quran terhadap umat manusia termasuk para ahlul kitab.
2. Muhaimin atau batu ujian terhadap kebenaran kitab-kitab yang sebelumnya. Artinya
Al-Quran lah yang jadi korektor terhadap perubahan yang terjadi pada kitab-kitab
sebelumnya. Dengan demikan Al-Quranlah satu-satunya yang dijadikan pegangan. Apa
yang dibenarkan dan ditetapkan oleh Al-Quran itu lah yang benar dan harus diikuti. Dan
jika terdapat perbedaan / pertentangan antara Al-Quran dengan isi kitab-kitabsebelumnya
maka Al-Quran lah yang benar dan harus diikuti.
3. Mushaddiq, mengutakan kebenaran-kebenaran pad kitab-kitab Allah sebelumnya,
seperti Taurat dan Injil yang membawakan petunjuk Allah dan cahaya kebenaran.

Keistimewaan Al-Quran
Sebagai kitab Allah yang terakhir Al-Quran mempunyai beberapa keistimewaan,
antara lain sebagai berikut:
1. Berlaku umum untuk seluruh umat manusi di manapun dan kapan mereka berada
sampai akhir zaman nanti.
2. Ajaran Al-Quran mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia .
3. Mendapat jaminan pemeliharaan dari Allah swt dari segala bentuk penambahan,
penguranga dan pemalsuan.
4. Allah swt menjadikan Al-Quran mudah untuk dipaham, dihafal dan diamalkan.
5. Al-Quran berfungsi sebagai nasikh, muhaimin dan mushaddiq tehadap kitab-
kitab suci sebelumnya.
6. Al-Quran berfungsi sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad saw.

E. Perbedaan Iman Kepada Al-Quran dengan Iman Kepada Kitab-Kitab Suci Lainnya
Seorang muslim wajib mengimani semua kitab – kitab suci yang telah diturunkan
oleh Allah swt kepada para nabi dan Rasul-nya, baik yang disebutkan nama dan kepada
siapa diturnkan maupun yang tidak disebutkan. Allah berfirman :

“Wahai orang –orang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-nya dan kepada
kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat – malaikat-nya, kitab – kitab-nya, Rasul –
rasul-nya dan hari kemudian, maka sesunggunya orang itu telah sesat sejauh-
jauhnya.”(An-NIsa’4:136)

Akan tetapi tentu ada perbedaan konsekuensi keimanan antara iman kepada Al-
Qur’an dan iman kepada suci sebelumnya. Kalau terhadap kitab suci sebelumnya seorang
muslim hanyalah mempunyai kewajiban mengimani keberadaan dan kebenarannya tanpa
kewajiban mempelajari, mengamalkan dan mendakwahkan kandungnya karena kitab –
kitab suci tersebut berlaku untuk umat masa tertentu yang telah berakhir dengan
kedatangan kitab suci yang terakhir Al-qur’an. Jika ada hal – hal yang sama yang masih
berlaku dan diamalkan, itu hanyalah semata- mata karena di perintahkan oleh Al-qur’an
bukan karena ada pada kitab suci sebelumnya. Sedangkan iman kepada Al-qur’an
membawa konsekuensi yang lebih luas seperti mempelajarinya mengamalkan dan
mendakwahkannya serta membelanya dari serangan musuh – musuh islam.
Untuk lebih jelasnya kewajiban seorang muslim terhadap Al-qur’an sebagai
berikut:
1. Mengimani bahwa Al-qur’an adalah kitab Allah yang terakhir yang berfungsi
sebagai Nasikh, Muhaimin dan Mushaddiq bagi kitab – kitab suci sebelumnya; mukjizat
bagi kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad SAW; Hudan bagi kehidupan umat
manusia sampai akhir zaman; dan fungsi – fungsi lainnya (Al-Maidah 5: 48; Al-Baqarah
2: 185)
2. Mempelajari Al-qur’an baik cara membacanya (ilmu tajwid dan qira’an), makna
dan taksirnya (iarjamah dan tafsir Al-qur’an) maupun ilmu – ilmu lain yang berhubungan
dengan Al-qur’an seperti ulumul Qur’an, hadits, ushulul fiqhi, fiqh, dan lain – lain
(Muhammad 47: 24, AT-Taubah 9: 122)
3. Membaca Al-qur’an sebanyak dan sebaik mungkin (Al-Muzammil 73: 4, 20)
4. Mengamalkan ajaran Al-qur’an dalam seluruh kehidupannya, baik kehidupan
pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, bernegara maupun kehidupan Internasional. Baik
aspek ekonomi, politik, hokum, budaya, pendidikan maupun aspek hidup lainnya (Al-
A’raf 7: 3, Al-Jatsiyah 45: 7-8, An-Nur 24: 51,m Al-Baqarah 2: 208)
5. Mengajarkan Al-qur’an kepada orang lain sehingga mereka dapat membaca,
memahami dan mengamalkannya (Ali-Imran 3: 110, Ali-Imran 3: 104, An-Nahl 6: 125,
Ali-Imran 3: 79, HR Bukhari: sebaik-baik orang diantara kamu ialah mempelajari Al-
qur’an dan mengajarkanny.”).
F. Pengaruh Beriman Kepada Kitab-Kitab Allah

Beriman kepada kitab-kitab Allah memiliki pengaruh yang banyak diantaranya :


1. Mengetahui tentang perhatian Allah terhadap hamba-hambaNya juga kesempurnaan
rahmatNya, dimana ia menurunkan kepada setiap kaum sebuah kitab sebagai petunjuk
bagi mereka, agar bias mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
2. Mengetahui hikmah Allah Swt. Dalam syariatNya, di mana Allah mensyariatkan
bagi setiap kaum apa yang sesuai dengan keadaan dan situasi kaum tersebut.
“untuk tiap-tiap umat diantara kamu. Kami berikan aturan dan jalan yang terang
.”(QS.Al-Maidah:48)
3. Bersyukur kepada Allah terhadap diturunkannay kitab-kitab tersebut. Sebab kitab-
kitab tersebut adalah cahaya dan petunjuk di dunia maupun di akhirat. Karena itu kita
wajib bersyukur kepada Allah atas nikmat yang agung ini.

Anda mungkin juga menyukai