Anda di halaman 1dari 12

http://qatikieh.blogspot.co.id/2014/01/nilai-pancasila-pada-masa-era-reformasi.

html

NILAI PANCASILA PADA MASA ERA


REFORMASI - SEKARANG
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar belakang masalah


             Pada hakikatnya Pancasila mengandung dua pengertian pokok, Sebagi pandangan hidup
Bangsa Indonesia dan sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Dari kedua pengertian pokok
ini, Kemudian dilahirkan atau dapat ditarik berbagai pengertian-pengertian lainnya.[1]
          Pancasila merupakan dasar ideologi Negara Republik Indonesia secara resmi tercantum di
dalam alinea ke-empat pembukaan undang-undang dasar 1945, yang ditetapkan oleh PPKI
tanggal 18 Agustus 1945.
          Pancasila merupakan kepribadian bangsa Indonesia, pada tanggal 1 juni 1945 Presiden
Sukarno untuk pertama kali memberikan nama ’Pancasila’ secara ekplisit bagi kesatuan dari
butir-butir utama yang diusulkan untuk dijadikan dasar negara Indonesia.[2]
          Pancasila yang disahkan sebagai Dasar Negara yang dipahami sebagai system filsafat
bangsa yang bersumber dari nilai-nilai budaya bangsa. Sebagai Ideologi, nilai-nilai Pancasila
sudah menjadi Budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
          Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi saat ini, nilai-nilai luhur
Pancasila diindikasikan mulai dilupakan masyarakat Indonesia. Sendi-sendi kehidupan di
masyarakat sudah banyak yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur pancasila.
          Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara merupakan kesepakatan politik ketika negara
Indonesia didirikan,dan hingga sekarang di era reformasi, Negara Indonesia tetap berpegang
teguh kepada pancasila sebagai dasar negara.Sebagai dasar negara tentulah pancasila harus
menjadi acuan Negara dalam menghadapi tantangan global dunia yang terus         berkembang.
          Di   reformasi ini peran pancasila tentulah sangat penting untuk tetap menjaga
eksistensi         kepribadian          bangsa      indonesia, 
           
1.2.    Rumusan masalah
                 Setelah membaca dari bagian latar masalah diatas, maka yang menjadi pokok
permasalahan dan  harus kita bahas di dalam makalah ini adalah :
                   Bagaimanakah nilai pancasila pada masa era reformasi sampai sekarang ?
1.3.    Tujuan penulisan
          Makalah ini sengaja kami tulis selain untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen,
juga agar makalah ini dapat membuka wawasan kita semua tentang nilai-nilai dan membuka hati
kita untuk selalu mengamalkan nilai-nila pancasila dalam kehidupan sehari hari di era sekarang
ini.
         

          BAB II
PEMBAHASAN

2.1.    Pengertian Reformasi


Makna reformasi secara etimologis berasal dari kata Reformation dengan akar kata “reform
“yang secara semantik bermakna  “make or become better by removing  or putting right what is
bad wrong”. Secara harpiah demokrasi memilki makna suatu pergerakan untuk memformat
ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada
format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat.[3]
Reformasi yang ber-KetuhananYang Maha Esa. Reformasi yang berperikemanusiaan yang
adil dan beradab. Reformasi yang berdasarkan nilai persatuan. Reformasi yang berakar pada asas
kerakyatan. Reformasi yang bertujuan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. [4]
Reformasi bergulir di Indonesia dengan di motori oleh mahasiswa dan tokoh-tokoh bangsa
ini yang merasa bahwa krisis yang melanda negara ini di awali dari krisis ekonomi ternyata telah
membawa kita pada krisis yang lebih besar seperti krisis politik, kepemimpinan dan akhirnya
pada suksesi atau pergantian kepemimpinan secara nasional. Tentu telah banyak korban yang
berguguran dalam proses reformasi tersebut semisal contoh mahasiswa trisakti yang menjadi
korban dalam tragedi semanggi I-II, kerusuhan masa yang anakis dan rutal dengan melakukan
penjarahan, pemerkosaan, pengerusakan fasilitas-fasilitas umum di Jakarta, solo, Medan, dan
kota-kota lain di Indonesia. Semangat dan jiwa reformasi yang digulirkan menjadi kacau dan
tidak tentu arah dan justru malah menodai nilai dan tujuannya sendiri. Tentu ini menjadi tanda
tanya besar ketika semangat untuk meluruskan dan mengembalikan tatanan negara ini menjadi
lebih baik justru di lapangan justru kita temui hal yang kontraprodu
Salah satu tujuan reformasi dibidang politik dan hukum adalah mengembalikan UUD 1945
dan pancasila sebagai falsafah dasar kehidupan bangsa dan negara. Kita dapat mengetahui
dengan seksama bahwa dalam pelaksanaan UUD 1945 dan pancasila dalam masa orma dan orba
terjadi deviasia/ penyimpangan oleh oknum-oknum penyelenggara pemerintah. Sehingga dalam
pelaksanaan berpolitik dan berpemerintahan hanya menjadi senjata dan dalil pembenaran dari
semua tujuan penguasa untuk melanggengkan dan menikmati kekuasaan sehingga muncul
pemerintahan yang lalu seperti otoliter obsolud, terpimpin dan kolusi untuk korupsi dan
nepotisme dalam kekuasaan. [5]
2.2.    Gerakan reformasi
             Pelaksanaan  GBHN 1998 pada PJP II pelita ke tujuh ini bangsa Indonesia mengahadapi
bencana hebat, yaitu dampak krisis ekonomi  Asia terutama Asia Tenggara sehingga
menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah. Terutama praktik-praktik pemerintahan di bawah
orde baru hanya membawa kebahagiaan semu, Ekonomi rakyat menjadi semakin terpuruk
system ekonomi menjadi kapitalistik  di mana kekuasaan ekonomi di Indonesia hanya berada
pada sebagian kecil penguasa dan konglomerat.
          Terlebih lagi merajelelanya praktek Korupsi, kolusi dan nepotisme, pada hampir seluruh
instansi serta lembaga pemerintahan, serta penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang dikalangan
para pejabat dan pelaksana pemerintahan Negara membawa rakyat semakin menderita.
       Puncak dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional, maka
timbullah gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendikiawan dan masyarakat
sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya reformasi di segala bidang terutama bidang
politik, ekonomi, dan hukum.
          Awal keberhasilan gerkan reformasi tersebut ditandai dengan mundurnya Prisiden
Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil prisiden
Prof. Dr. BJ. Habibie menggantikan kedudukan Prisiden. Kemudian diikuti dengan pembentukan
kabinet Reformasi pembangunan. Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan pemerintahan
transisi yang akan mengantarkan rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi secara
menyeluruh, terutama pengubahan 5 paket UU. Politik tahun 1985. Kemudian diikuti dengan
reformasi ekonomi  yang menyangkut perlindungan hukum sehingga perlu diwujudkan UU anti
monopol, UU persaingan sehat, UU kepailitan, UU Usaha kecil , UU Bank sentral, UU
perrlidungan konsumen dan lain sebagainya. Dengan demikian reformasi harus diikuti juga
dengan reformasi hukum bersama aparat penegaknya serta reformasi pada berbagai instansi
pemerintahan.
          Yang lebih mendasar lagi reformasi dilakukan pada kelembagaan tinggi dan tertinggi yaitu
pada susunan DPR dan MPR,yang dengan sendirinya harus dilakukan melalui pemilu secepatnya
dan diawali dengan pengubahan :
a)    UU Tentang susunan dan kedudukan MPR,DPR, dan DPRD (UU No. 16/1969 jis. UU No.
5/1975 dan UU No. 2/1985).
b)   UU Tentang partai polotik dan Golongan Karya (UU No. 3/1975, jo.UU. No. 3/1985).
c)    UU Tentang pemilihan Umum (UU no. 16/1969 jis UU No. 4/1975,UU No.2/1980, dan UU No.
1/1985).
Reformasi terhadap UU politik tersebut diatas harus benar-benar dapat mewujudkan iklim
politik yang demokratis sesuai dengan kehendak pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa kedaulatan
adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh majelis permusyawaratan rakyat.[6]
Gerakan reformasi sebagai suatu upaya uuntuk menata ulang dengan melakukan
peruubahan-perubahan sebagai realisasi kedinamisan dan keterbukaan pancasila dalam
kebijaksanaan dan penyelenggaraan Negara. Sebagai ideologi yang bersifat terbuka dan dinamis
pancasila harus mampu mengantisipasi perkembangan zaman terutama perkembangan dinamika
aspirasi rakyat.
 2.3.   Nilai Pancasila pada masa era reformasi
          Pada dasarnya, manusia bertingkah laku dan bersikap berdasarkan latar belakang dan
motivasi nilai-nilai tertentu. Bahkan, suatu tindakan dinilai telah berdsarkan motivasi atau
iktikad atau niat itu . Jadi, tingkah laku seseorang merupakan produk dan perwujudan dari nilai-
nilai.
Nilai abstrak daripada norma, artinya norma adalah perwujudan dari nilai-nilai. Nilai-nilai
itu dapat berwujud nilai Indra, nilai ilmu pengetahuan (nilai ilmiah), nilai filsafat, ataupun
agama.[7]
Pancasila sebagai sumber nilai memiliki sifat yang reformatif artinya memiliki aspek
pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat. Dalam
mengantisipasi perkembangan jaman yaitu dengan jalan menata kembali kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat. Akan tetapi nilai-nilai esensialnya
bersifat tetap yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan keadilan.
Pancasila yang terdiri dari lima sila (Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia) merupakan
satu kesatuan yang saling mengikat/menjiwai dan memiliki motto Bhinneka Tunggal Ika yang
bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu
kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah,
ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
 Namum  semenjak reformasi nilai-nilai pancasila kian tersingkirkan, keberadaanya yang
mulai dilupakan oleh generasi penerus bangsa serta pengaruh globalissi yang semakin besar
menjadi salah satu faktor menurunnya pemahaman pancasila pada generasi muda bangsa ini dan
telah menjadikan masyarakat Indonesia kehilangan roh kebangsaannya. Akibatnya, merosotnya
moral dan lunturnya rasa kebersamaan dan persatuan masyarakat bangsa Indonesia. Ini sudah
terbukti dengan banyaknya pertikaian di masyarakat dan aturan/undang-undang dibuat lebih
mentingkan kelompok daripada kepentingan nasional atau bangsa yang ujung-ujungnya
berdampak pada aturan yang tidak tegas alias ngambang dan penindakannya pun jadi
ragu/ngambang pula.[8]
Pelaksanaan Pancasila pada masa reformasi cenderung meredup dan tidak adanya istilah
penggunaan Pancasila sebagai propoganda praktik penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini terjadi
lebih dikarenakan oleh adanya globalisasi yang melanda Indonesia. Masyarakat terbius akan
kenikmatan hedonisme yang dibawa oleh paham baru yang masuk sehingga lupa dari mana, di
mana, dan untuk siapa sebenarnya mereka hidup. Seakan-akan mereka melupakan bangsanya
sendiri yang dibangun dengan semangat juang yang gigih dan tanpa memandang perbedaan.
Dalam perkembangan masyarakat yang secara kultur, masyarakat lebih cenderung
menggunakan Pancasila sebagai dasar pembentukan dan penggunakan setiap kegiatan yang
mereka lakukan. Peran Pancasila dalam hal ini sebenarnya adalah untuk menciptakan masyarakat
“kerakyatan”, artinya masyarakat Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat
mempunyai kedudukan dan hak yang sama. Dalam menggunakan hak-haknya selalu
memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan negara dan masyarakat. Karena
mempunyai kedudukan, hak serta kewajiban harus seimbang dan tidak memihak ataupun
memaksakan kehendak kepada orang lain.
Dalam pokok-pokok kerakyatan, masyarakat dituntut untuk saling menghargai dan hidup
bersama dalam lingkungan yang saling membaur dan bisa membentuk sebuah kepercayaan
(trust) sebagai modal untuk membangun bangsa yang berjiwa besar dan bermoral sesuai dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila.[9]
       Di masa era reformasi, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan
menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan
masyarakat terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Faktanya, Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi,
rujukan dan elan vitalnya. Sebab utamannya sudah umum kita ketahui, karena setiap rejim selalu
menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter, dan hal inilah yang dapat
menimbulkan gerakan reformasi seperti yang di sebutkan di bagian atas.
          Terlepas dari kelemahan masa lalu, tetapi sebagai konsensus dasar dari kedirian bangsa ini
Pancasila harus tetap sebagai ideologi kebangsaan. Pancasila harus tetap menjadi dasar dari
penuntasan persoalan kebangsaan yang kompleks seperti globalisasi yang selalu mendikte, krisis
ekonomi yang belum terlihat penyelesaiannya, dinamika politik lokal yang berpotensi
disintegrasi, dan intoleransi yang parah atau segregasi sosial dan konflik komunalisme yang
masih rawan. Kelihatannya, yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-
pendekatan yang lebih konseptual, komprehensif, konsisten, integratif, sederhana dan relevan
dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. [10]
Oleh karena itu yang harus dilakukan Indonesia sebagai bangsa yang daulat, maka
Pancasila harus dimaknai secara proposional dan kontekstual. Proposional dan kontekstual dapat
diartikan, Pancasila harus ditempatkan membumi pada realitas masyarakat dalam pendekatan
kultural-doktinal-demokratis, dan bukan ditempatkan diatas menara gading yang elitis-doktrinal-
otoriter. Pancasila harus dipandang dan dikonsolidasi secara proposional antara ortodoksi dan
ortopraksis. Artinya, negara bangsa ini harus tetap menempatkan Pancasila tetap konsisten pada
pemikiran para pendiri bangsa pada satu sisi, dan memiliki kemampuan adaptasi terhadap
perkembangan dunia kontemporer pada sisi lainnya.

2.4.    Nilai Pancasila pada masa era sekarang


          Walaupun sebenarnya masa sekarng ini boleh dan masih bisa dikatakan masa reformasi
tetapi yang ingin  kami bahas ini adalah masa sekarang dimana kehidupan kita sedang
berlangsung, semuanya dijelaskan dibawah ini :
Tanggal 20 mei yang kita peringati sebagai Hari Kebangkitan Nasional bangsa Indonesia.
Sayangnya, sampai pada tumbangnya rezim Orde Baru Soeharto, yang katanya diganti oleh orde
reformasi sama sekali tidak mewujudkan makna kebangkitan nasional yang sesungguhnya.
Sampai hari ini di bawah rezim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang terjadi justru
adalah hari kebangkrutan nasional. Kebangkrutan akan nilai-nilai luhur bangsa yang secara
fundamental telah dicantumkan dan dijadikan dasar negara kita, Pancasila.
Di masa sekarang ini, nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila mulai terkikis.
Akibatnya, konflik terjadi di mana-mana, korupsi merajalela, dan keadilan tercabik-cabik.[11]
Sekarang ini, Pancasila hanya ada di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Negara yang katanya merupakan Kesatuan bangsa yang bernama Republik Indonesia. Dia hanya
dijadikan pajangan, slogan, alat politik dan alat pencitraan dari para elit politiknya, termasuk,
bahkan terutama sekali presidennya yang sekarang.
Presiden yang sekarang,   Susilo Bambang Yudhoyono, yang sudah dua periode memimpin
bangsa dan negara ini, yang seharusnya menjadi pengawal utama tegaknya Pancasila. Yang
terjadi malah sebaliknya, di masa pemerintahannyalah Pancasila benar-benar berada di bawah
titik nadir.
. Kepentingan politik jangka pendek adalah segala-galanya. Hak-hak ulayat rakyat
dirampas, kekerasan terjadi di mana-mana. Agama malah dimanfaatkan dan diperalat untuk
memenuhi nafsu-nafsu setan itu.
Presiden yang seharusnya menjadi panglima penegakan nilai-nilai luhur yang ada di
Pancasila, malah tak berdaya, tunduk di bawah kaki kelompok-kelompok intoleran dan radikal.
Yang mengatasnamakan agamanya, mencabik-cabik dan menginjak-injak nilai-nilai luhur
Pancasila di depan matanya. Presiden bukannya bertindak tegas atas nama dasar negara,
konstitusi dan undang-undang, malah seolah-olah pura-pura tidak tahu dengan terus membiarkan
pelecehan terhadap Pancasila itu terus berlangsung.[12]
Di             masa    sekarang ini, keeksistensian pancasila sangatlah memburuk, Pancasila
hanyalah terlihat sebagai symbol Negara saja, mereka (baik masyarakat ataupun pemerintah)
hanyalah mengerti bahwa Pancasila sebagai dasar Negara, tetapi pada kenyataannya, ternyata
banyak sekali masyarakat yang tidak menghargai Pancasila itu sendiri,mereka tidak
memerhatikan akan pentingnya Pancasila dalam hidup berbangsa dan bernegara.[13]
Di masa sekarang, saat ini mari kita tumbuhkan semangat pancasila dan Bhineka Tunggal
Ika, sudah seharusnya pancasila dijadikan sebagai pondasi dan acuan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara agar setiap warga negara Indonesia memiliki
pemahaman yang sama  dan mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam
pancasila, yaitu hakikat nilai-nilai dasar yang terkandung dalam kelima sila pancasila. Salah satu
cara yang perlu dilakukan adalah perlu digalakkan kembali penanaman nilai-nilai pancasila
melalui proses pendidikan dan menerapkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(P4). Karena Pancasila harus dipahami secara benar agar mampu mengantarkan Bangsa
Indonesia mencapai tujuan nasionalnya.
BAB III
PENUTUP

3.1.    Kesimpulan
          Setelah membaca keseluruhan bagian dari makalah diatas ini maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa nilai Pancasila pada masa era reformasi sampai sekarang ini sangatlah
memprihatinkan bahkan kadang terlupakan, buktinya masih banyak terjadi konflik, KKN,
pemerasan, dll, semuanya dikarenakan tidak adanya kesadaran bersama untuk mengamalkan
nilai pancasila.
          Kita sebagai warga Negara Indonesia sudah seharusnya mengamalkan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan sehari-sehari. Agar Negara kita menjadi seperti apa yang dicita-citakan
pancasila itu sendiri.
3.2.    Saran-saran
          Makalah ini bisa dikatakan tidak lah sempurna, masih banyak kesalahan disana-sini yang
mana semua terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pengalaman serta bahan yang kami
miliki, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kebaikan kita bersama.

[1] H. Subandi Al-Marsudi. Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma


reformasi,Jakarta:Rajagrafindo persada, 2003, h.1
[2] Abdul karim, Menggali Muatan Pancasila Dalam Perspektif Islam,  Yogyakarta:Surya
Karya, 2004, h. 29
[3] Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma, 2004.h.237-239
[4] http://www.slideshare.net/akungbgl/pancasila-di-era-reformasi akses tgl 30/12/12

[5] http://artikel-punya.blogspot.com/2011/01/nilai-nilai-pancasila-di-era-reformasi.html
akses tgl 30/12/12

[6] Op. cit., Kaelan, h.237


[7] Darji darmodiharjo, Glosarium Sekitar Pancasila, Jakarta: Balai pustaka, 1997, h. 116-
118
[8] http://hankam.kompasiana.com/2012/05/31/reformasi-nilai-nilai-pancasila-kian-
terlupakan-467289.html akses tgl 30/12/12

[9] http://www.pemerintahan.fisip.undip.ac.id/index.php/kegiatan/publikasi/108-pancasila-
sebagai-identitas-dan-nilai-luhur-bangsa akses tgl 30/12/12
[10] http://www.iposnews.com/2012/06/01/konsolidasi-pancasila-di-era-reformasi/ akses
tgl 30/12/12
[11] http://www.waspada.co.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=262269:era-reformasi-nilai-luhur-pancasila-
terkikis&catid=59:kriminal-a-hukum&Itemid=91 akses tgl 30/12/12

[12] http://filsafat.kompasiana.com/2012/06/01/pancasila-ada-di-mana-sekarang-
467584.htm akses tgl 30/12/12
[13] http://irmabk.blogspot.com/2012/06/eksistensi-pancasila-di-era-sekarang.html akses tgl
30/12/12

http://anisafebrina.blogspot.co.id/2011/03/penerapan-pancasila-di-era-reformasi.html

PENERAPAN PANCASILA DI ERA REFORMASI


Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai
dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara
Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang
sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Apalagi manakala dikaji perkembangannya secara konstitusional
terakhir ini dihadapkan pada situasi yang tidak kondusif sehingga kridibilitasnya menjadi
diragukan, diperdebatkan, baik dalam wacana politis maupun akademis.
Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945), Pancasila
telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah bangsa Indonesia
(Koento Wibisono, 2001) memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar
negara dalam tiga tahap yaitu :
(1) tahap 1945 – 1968 sebagai tahap politis,
(2) tahap 1969 – 1994 sebagai tahap pembangunan ekonomi, dan
(3) tahap 1995 – 2020 sebagai tahap repositioning Pancasila.
Penahapan ini memang tampak berbeda lazimnya para pakar hukum ketatanegaraan
melakukan penahapan perkembangan Pancasila Dasar Negara yaitu :
(1) 1945 – 1949 masa Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama ;
(2) 1949 – 1950 masa konstitusi RIS ;
(3) 1950 – 1959 masa UUDS 1950 ;
(4) 1959 – 1965 masa orde lama ;
(5) 1966 – 1998 masa orde baru dan
(6) 1998 – sekarang masa reformasi.
Hal ini patut dipahami, karena adanya perbedaan pendekatan, yaitu dari segi politik
dan dari segi hukum.

Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun
masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan
masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan vitalnya. Sebab
utamannya sudah umum kita ketahui, karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan Pancasila
sebagai alat kekuasaan yang otoriter.
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari kedirian bangsa ini, Pancasila
harus tetap sebagai ideologi kebangsaan. Pancasila harus tetap menjadi dasar dari penuntasan
persoalan kebangsaan yang kompleks seperti globalisasi yang selalu mendikte, krisis ekonomi yang
belum terlihat penyelesaiannya, dinamika politik lokal yang berpotensi disintegrasi, dan segregasi sosial
dan konflik komunalisme yang masih rawan. Kelihatannya, yang diperlukan dalam konteks era reformasi
adalah pendekatan-pendekatan yang lebih konseptual, komprehensif, konsisten, integratif, sederhana
dan relevan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara.

Di era reformasi ini ada gejala Pancasila ikut “terdeskreditkan” sebagai bagian dari pengalaman
masa lalu yang buruk. Sebagai suatu konsepsi politik Pancasila pernah dipakai sebagai legitimasi
ideologis dalam membenarkan negara Orde Baru dengan segala sepak terjangnya. Sungguh suatu ironi
sampai muncul kesan di masa lalu bahwa mengkritik pemerintahan Orde Baru dianggap “anti Pancasila“.

Jadi sulit untuk dielakkan jika ekarang ini muncul pendeskreditan atas Pancasila. Pancasila ikut
disalahkan dan menjadi sebab kehancuran. Orang gamang untuk berbicara Pancasila dan merasa tidak
perlu untuk membicarakannya. Bahkan bisa jadi orang yang berbicara Pancasila dianggap ingin kembali
ke masa lalu. Anak muda menampakkan kealpaan bahkan phobia-nya apabila berhubungan dengan
Pancasila. Salah satunya ditunjukkan dari pernyataan Ketua Umum Gerakan Mahasiswa dan Pemuda
Indonesia M Danial Nafis pada penutupan Kongres I GMPI di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin, 3
Maret 2008 bahwa kaum muda yang diharapkan menjadi penerus kepemimpinan bangsa ternyata abai
dengan Pancasila. Pernyataan ini didasarkan pada hasil survey yang dilakukan oleh aktivis gerakan
nasionalis tersebut pada 2006 bahwa sebanyak 80 persen

mahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Sebanyak 15,5 persen
responden memilih aliran sosialisme dengan berbagai varian sebagai acuan hidup dan hanya 4,5 persen
responden yang masih memandang Pancasila tetap layak sebagai pandangan hidup berbangsa dan
bernegara.

Di sisi lain, rezim reformasi sekarang ini juga menampakkan diri untuk “malu-malu” terhadap
Pancasila. Jika kita simak kebijakan yang dikeluarkan ataupun berbagai pernyataan dari pejabat negara,
mereka tidak pernah lagi mengikutkan kata-kata Pancasila. Hal ini jauh berbeda dengan masa Orde Baru
yang hampir setiap pernyataan pejabatnya menyertakan kata – kata Pancasila Menarik sekali
pertanyaan yang dikemukakan Peter Lewuk yaitu apakah Rezim Reformasi ini masih memiliki konsistensi
dan komitmen terhadap Pancasila? Dinyatakan bahwa Rezim Reformasi tampaknya ogah

dan alergi bicara tentang Pancasila. Mungkin Rezim Reformasi mempunyai cara sendiri mempraktikkan
Pancasila. Rezim ini tidak ingin dinilai melakukan indoktrinasi Pancasila dan tidak ingin menjadi seperti
dua rezim sebelumnya yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi kekuasaan.  untuk melegitimasikan
kelanggengan otoritarianisme Orde Lama dan otoritarianisme Orde Baru Saat ini orang mulai sedikit-
demi sedikit membicarakan kembali Pancasila dan menjadikannya sebagai wacana publik. Beberapa
istilah baru diperkenalkan untuk melihat kembali Pancasila. Kuntowijoyo memberikan
pemahaman baru yang dinamakan radikalisasi Pancasila

Sesungguhnya jika dikatakan bahwa rezim sekarang alergi terhadap Pancasila tidak sepenuhnya benar.
Pernyataan tegas dari negara mengenai Pancasila menurut penulis dewasa ini adalah dikeluarkannya
ketetapan MPR No XVIII/ MPR /1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No II / MPR / 1978 tentang
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang
Penegasan Pancasila sebagai dasar Negara. Pada pasal 1 Ketetapan tersebut dinyatakan bahwa Pancasila
sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
Dokumen kenegaraan lainnya adalah Peraturan Presiden No 7 tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Salah satu kutipan dari dokumen
tersebut menyatakan bahwa dalam rangka Strategi Penataan Kembali Indonesia, bangsa Indonesia ke
depan perlu secara bersama-sama memastikan Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945
tidak lagi diperdebatkan. Untuk memperkuat pernyataan ini, Presiden Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada salah satu bagian pidatonya yang bertajuk "Menata Kembali Kerangka Kehidupan
Bernegara Berdasarkan Pancasila" dalam rangka 61 tahun hari lahir Pancasila meminta semua pihak
untuk menghentikan perdebatan tentang Pancasila sebagai dasar negara, karena berdasarkan Tap MPR
No XVIII /MPR/1998,

telah menetapkan secara prinsip Pancasila sebagai dasar negara

Berdasar uraian di atas menunjukkan bahwa di era reformasi ini elemen masyarakat bangsa tetap
menginginkan Pancasila meskipun dalam pemaknaan yang berbeda dari orde sebelumnya. Demikian
pula negara atau rezim yang berkuasa tetap menempatkan Pancasila dalam bangunan negara Indonesia.
Selanjutnya juga keinginan menjalankan Pancasila ini dalam praktek kehidupan bernegara atau lazim
dinyatakan dengan istilah melaksanakan Pancasila. Justru dengan demikian memunculkan masalah yang
menarik yaitu bagaimana melaksanakan Pancasila itu dalam kehidupan bernegara ini.

Anda mungkin juga menyukai