Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Adanya alam semesta beserta isinya, termasuk manusia dengan segala kelebihan
dan kekurangannya pasti ada yang menciptakan. Siapa Dia? Sudah tentu “Sang Pencipta”
Dialah Allah SWT. Untuk mengakui kebenaran dan keberadaan Allah SWT dibutuhkan
dalam hati, mengakui dan membenarkan tentang adanya Allah SWT.
Allah SWT adalah Tuhan pencipta dan pemelihara alam semesta dan segala isinya,
Yang Maha Esa dalam zat-Nya, maksudnya Zat Allah SWT hanya satu, tidak dua, tidak
tiga, dan tidak pula lebih. Zat Allah SWT tidak sama atau serupa dengan zat selainnya.
Allah SWT Esa dalam sifat-Nya, maksudnya sifat Allah SWT walaupun banyak, tetapi
hanya dimiliki oleh Allah SWT sendiri. Tidak ada zat selain Allah SWT yang memiliki
atau menandingi sifat-sifat Allah SWT. Allah SWT Esa dalam perbuatan-Nya,
maksudnya perbuatan-perbuatan Allah tidak terhingga banyaknya, tetapi hanya dimiliki
oleh Allah SWT sendiri. Tidak ada zat selain Allah SWT yang dapat menandingi, apalagi
melebihi perbuatan-Nya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1) Apakah arti Iman Kepada Allah SWT itu?
2) Menunjukan tanda-tanda adanya Allah SWT.
3) Sifat-sifat Allah dalam Asmaul Husna.
4) Perilaku orang beriman sebagai cermin keyakinan akan sifat-sifat
Allah.

1.3 TUJUAN
1) Menambah pengetahuan tentang Iman kepada Allah SWT.
2) Memberikan contoh perilaku yang mencerminkan akan sifat-sifat
Allah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Arti Iman Kepada Allah SWT


Menurut pengertian secara bahasa, kata iman adalah percaya atau membenarkan.
Menurut ilmu tauhid, iman berarti kepercayaan yang diyakini kebenarannya dalam hati,
diikrarkan secara lisan, dan direalisasikan dalam perbuatan. Berdasarkan pengertian itu,
dapat ditarik kesimpulan bahwa Iman Kepada Allah SWT adalah mempercayai atau
meyakini dalam hati sanubari, diikrarkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan perbuatan
amal saleh.
Dalam firman Allah-Nya, Allah SWT yang berarti :

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan.
Sesungguhnya kebajikan itu adalah iman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-
malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan (sebagian) harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba
sahaya, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan orang-ornag yang menepati
janjinyaapabila ia berjanjidan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan,
dan dalam peperangan. Mereka itulahorang-orang yang benar (imannya), dan mereka
itulah orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah, 2: 177)
Rasa percaya akan adanya Sang Maha Pencipta Tunggal, Allah SWT, dapat
ditumbuhkan dengan berbagai cara. Diantaranya dengan menggunakan akal pikiaran
yang sehat untuk memperhatikan segala apa yang telah diciptakan Allah SWT, seperti
alam semesta dan segala isinya.
Imam Safi’i yang hidup antara tahun 150 H-204 H (767 M-820 M), membuktikan
kebenaran Ada dan Kuasanya Allah dengan memperhatikan tumbuhan murbei. Hasil
amatan Imam Safi’i menyimpulkan bahwa tumbuhan murbei mempunyai bermacam
macam kegunaan. Apabila daun tersebut dimakan oleh ulat sutera yang makan daun
murbei akan menjadi bahan kain sutera yang berkualitas dan indah dipakai.

2
Berdasarkan ayat- ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi yang diperkuat oleh akal
sehat, maka hukum beriman kepada Allah SWt itu adalah Fardu ain. Jika ada orang yang
mengaku Islam tetapi tidak percaya kepada Allah SWT maka orang tersebut dianggap
telah murtad atau keluar dari Islam.

2.2 Menunjukan Tanda-Tanda adanya Allah SWT


1. Meyakinkan hati bahwa Allah itu ada
Untuk membuktikan bahwa Allah itu ada dibutuhkan keyakinan dalam hati
dan keyakinan tersebut diterima dan dibenarkan dalam pikiran dan perasaannya
bahwa Allah itu benar-benar ada. Contohnya Nabi Ibrahim As meyakini adanya
Allah SWT dengan cara mengamati dan memahami segala sesuatu yang
diciptakan Allah. Dengan cara itu keyakinan Nabi Ibrahim As terhadap adanya
Allah bertambah mantap, sehingga beliau memiliki keberanian untuk menyatakan
dan melakukan tindakan berdasarkan apa yang diyakini bahwa Allah itu ada.

2. Mengamati dan Memikirkan Ciptaan Allah


Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memahami dan meyakini adanya
Allah SWT. Salah satunya adalah dengan cara memehami dan memikirkan
ciptaan Allah SWT. Untuk memahami ciptaan Allah SWT dapat dilakukan
dengan cara mengamati segala ciptaan-Nya, seperti yang dilakukan oleh Nabi
Ibrahim AS. Kamu juga dapat melakukan hal yang sama dengan cara mengamati
dan memahami keanekaragaman yang terdapat dilingkungan kita dan memikirkan
keanekaragaman tersebut, dam mempertanyakan siapakah yang menciptakannya.

3. Menunjukan adanya Allah melalui Dalil Naqli


Untuk membuktikan adanya Allah dapat diketahui dari sumber dalil yang
bersumber dari ayat Al-Qur’an. Dalam ayat Al-Qur’an, banyak diterangkan
tentang nama, sifat dan keberadaan Allah. Semuanya menunjukan bahwa Tuhan
Allah benar-benar ada. Sebagaimana pada ayat berikut:

‫ش‬ِ ۗ ‫ر‬- ْ -‫ت َٰوى َعلَى ا ْل َع‬-‫اس‬ ْ ‫تَّ ِة ايَّ ٍام ثُ َّم‬-‫س‬ِ ‫ض فِ ْي‬ ِ ‫ت َوااْل َ ْر‬ ِ ‫سمٰ ٰو‬ َّ ‫ق ال‬ َ َ‫ي َخل‬ ْ ‫اِنَّ َربَّ ُك ُم هللاُ الَّ ِذ‬
َ‫ا َ ْم ِر ۙ ِه اَال‬-ِ‫ت ب‬
ٍ ‫ َّخ ٰر‬-‫س‬
َ ‫ ْو ُم ُم‬-‫ر َوالنُّ ُج‬-َ -‫س َو ْلقَ َم‬
َ ‫ش ْم‬ َّ ‫شى الَّ ْي َل النَّ َها َر يَ ْطلُبُهُ َحثِ ْيثً ۙا َّوال‬ ِ ‫يُ ْغ‬
.‫ق َوااْل ُ ْم ۗ ُر ت َٰب َركَ هللاُ َر ُّب ا ْل ٰعلَ ِم ْي َن‬ُ ‫لَهُ ا ْل َخ ْل‬
3
Artinya:
“ Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam
enam masa, lalu Dia bersemayam diatas Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang
yang mengikutinya dengan cepat, dan ( diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan
bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan
dan memerintahkan adalah hak Allah, Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S. Al-
A’raf, 7: 54)
Pada ayat diatas ditunjukkan bahwa Tuhan Allah benar-benar ada. Hal tersebut
dapat diketahui melalui dalil naqli atau ayat Al-Qur’an dengan pernyataan sebagai
berikut.

No Kutipan ayat Arti Keterangan

Sesungguhnya Tuhan Yang dimaksud


1 ُ‫اِ َّن َربَّ ُك ُم هللا‬
kamu ialah Allah Tuhan ialah Allah

Yang telah
2 ‫ت‬ َ َ‫َخل‬
ِ ‫ق السَّمٰ ٰو‬ Allah Sang Pencipta
menciptakan langit

Lalu Dia bersemayam


3 ِ ۗ ْ‫ثُ َّم ا ْست َٰوى َعلَى ْال َعر‬
‫ش‬ Berada di ‘Arsy
diatas ‘Arsy

2.3 Sifat-Sifat Allah dalam Asmaul Husna

Allah SWT adalah Tuhan Pencipta dan Pemelihara alam semesta dan segala isinya,
Yang Maha Esa dalam Dzat-Nya, maksudnya Dzat Allah SWT hanya satu. Dzat Allah
SWTtidak sama atau tidak serupa dengan dzat lainnya. Allah SWT Esa dalam sifat-Nya,
maksudnya sifat Allah SWT walaupun banyak, tetapi hanya dimiliki oleh Allah SWT
sendiri. Tidak ada ada dzat selain Allah SWT yang memiliki atau menandingi sifat-sifat
Allah SWT. Allah SWT Esa dalam perbuatan-Nya, maksudnya perbuatan-perbuetan

4
Allah tidak terhingga banyaknya, tetapi hanya dimiliki oleh Allah SWT sendiri. Tidak
ada dzat selain Allah SWT yang dapat menandingi, apalagi melebihi perbuatan-Nya.
Allah SWT dengan segala Mahasempurnanya memiliki tiga sifat pokok yaitu: sifat
wajib, sifat mustahil, dan sifat jaiz
Sifat Muhal Sifat Jaiz:
Sifat-Sifat Wajib:
Adam : tidak ada Allah SWT serba
Wujud : ada
Hudus : baru mungkin
Qidam : dahulu
Fana : rusak melakukan
Baqa’ : kekal
Mumassalatu lilhawadisi: sesuatu atau
Mukhalafatu lilhawadisi: berbeda dengan
sama dengan mahkluk meninggalkan
makhluk-Nya
Ihtiyaj lighoirihi: butuh sesuatu
QiyamuhuBinafsihi:berdiri sendiri
yang lain
Wahdaniyyah : esa
Ta’adud : terbilang
Qudrah : kuasa
Ajzun : lemah
Iradah : berkehendak
Karahah : terpaksa
Ilmun : mengetahui
Jahlun : bodoh
Hayyah : hidup
Mautun : mati
Sama : mendengar
Summun : tuli
Basar : melihat
Umyun : buta
Kalam : berfirman
Bukmun : bisu
Qadiran : Mahakuasa
Ajizun : Maha lemah
Muridan : MahaBerkehendak
Mukrahun: Maha terpaksa
Aliman : Maha Mengetahui
Jahillun : Maha
Hayyan : Maha hidup
bodoh
Samian : Maha Mendengar
Mayyitun : Maha mati
Basiran : Maha Melihat
Asamma : Maha tuli
Mutakaliman : Maha berfirman
A’ma : Maha buta
Abkama : Maha bisu

5
Dengan memahami sifat-sifat Allah sebagaimana rincian diatas kita dapat
memahami betapa agung dan mulianya Allah. Untuk lebih jelasnya kita simak uraian
berikut!
2.4 Penjelasan Sifat Mukhalafatu Lil Hawaditsi
Pada postingan kali ini kami akan menyajiakan Penjelasan Sifat Mukhalafatu Lil
Hawaditsi yang juga merupakan bagian terpenting dari sifatullah untuk memperkuat
keimanan terhadap Allah SWT. Sipat ini merupakan sipat yang wajib ada pada Allah swt,
karena keagungan tunggal tidak akan ada pembanding yang menyamainya.

Mukholafatu lil Hawaditsi bila diartikan secara harfiyyah "berbeda dengan yang
baru" artinya bahwa Allah Ta’ala itu tidak bisa disamakan dengan makhluk ciptaanNya
bagai manapun caranya. Logikanya: Apabila Allah dapat disamakan dengan makhluk
berarti Dia bagian dari yang baru (ada yang menciptakan) seperti makhluk lainnya. Kalau
Allah makhluk maka tidak bisa lagi disebut sebagai tuhan. Allah menegaskan dalam
firmanNya:

‫صير‬
ِ َ‫س ِمي ُع الب‬ ْ ‫س َك ِم ْثلِ ِه ش‬
َّ ‫َي ٌء َوه َُو ال‬ َ ‫لَ ْي‬
"Tidak ada sesuatupun yang serupa atau sama dengan Dia, Dialah yang Maha
Mendengar dan Maha Melihat".

Perbedaan utama antara Allah dengan MakhlukNya

Secara sederhana bahwa Tuhan itu yang menciptakan makhluknya dan makhluk adalah
yang diciptakan tuhan sesuai dengan kehendaknya tanpa ada campur tangan yang lain.
Dari ungkapan tersebut sudah sangat jelas perbedaannya. Namun untuk lebih
menguatkan pemahaman Ada tiga hal untuk memahami perbedaan pokok antara Allah
dan MakhlukNya, yaitu:

1. Dzat
2. Sifat
3. Af’al (Perbuatan)

Secara harfiyyah Dzat berarti rupa atau bentuk. Dalam hal ini Allah tidak bisa dikatakan
bentuknya seperti ini dan itu karena tidak sama dengan makhluk yang dicipatakanNya.
Mengenai dzat Allah makhluk manapun tidak bisa memikirkan bahkan hanya
membayangkanpun tidak bisa. Karena segala sesuatu dari bentuk dan rupa yang

6
dibayangkan, dipikirkan dan dihayalkan oleh makhluk adalah bagian mengikat makhluk
itu sendiri dan termasuk makhluk.

* tidak usah memaksakan diri untuk membayangkan dzat Allah swt, karena itu hanya
akan melemahkan keimanan!

Sifat yang dilekatkan kepada Allah berbeda dengan sifat yang dilekatkan kepada
makhluk. Letak perbedaannya pada ada dan tidak adanya perantara. Ada perantara
berarti sipat makhluk, tidak ada perantara itulah sipat Allah. Sipat makhluk pasti ada
perantaranya tetapi sfat-sifat Allah itu tanpa perantara.

Salah satu contoh sederhananya; sipat wujud = ada. Sipat Ada bagi Allah tidak terikat
dengan perantara apapun. Berbeda dengan keberadaan makhluk adanya sangat terikat
dengan perantara. adanya manusia atau binatang perantara keberadaannya adalah ibu
bapaknya, tumbuh-tumbuhan adalah biji-bijian yang ditanam dengan sengaja atau tidak
dan lain sebagainya.

Af’al berarti perbuatan Allah. Dalam Af'alNya ini berbeda dengan perbuatan
makhlukNya. Letak perbedaannya adalah apabila Allah menghendaki sesuatu cukup
dengan firmanNya (Kun) artinya Jadilah, dan apa saja yang di kehendakiNya terjadi.
Sangat berbeda dengan makhlukNya apabila mengerjakan sesuatu akan terikat dengan
usaha, menggunakan peralatan, bahan dan berbagai sarana penunjangnya. Selain itu
makhluh berbuat sesuatu karena terikat dengan kebutuhannya, seperti membuat kursi
karena kebutuhan untuk duduk nyaman dan lain-lain.

Karena kita adalah makhluk, maka berbuatlah sebagai makhluk yang syarat dengan
kebutuhan untuk melakoni hidup didunia. Ingin sesuatu? lakukanlah sesuatu dengan
menjalankan proses yang akan mewujudkan sesuatu yang diinginkan itu.

Bagaimana cara menjaga keyakinan terhadap sifat Al-Mukhalafatu lil hawaditsi?

Pertanyaan diatas mungkin juga pernah singgah dibenak sahabat muslim. Berikut ini
insyaAllah bisa menjadi salah satu jawabannya. Namun, untuk jawaban agar
mendapatkan berkah, sebaiknya tanyakan langsung kepada guru-guru atau ust. yang
sahabat kenal dengan jelas. Supaya bisa melakukan tabayun serta mengambil hikmah
yang sangat bermanfaat untuk bekal kehidupan kita selama didunia. Selain itu agar
terhindar dari pemahaman yang keliru yang akhirnya menyesatkan pikir kita dari
keimanan yang seharusnya.
Dalam kitabnya Jawahirul Kalamiyah Fi Idhahil A’qidah Al-Islamiyyah, Syekh Thahir
Al-Jazairi menuliskan bahwa cara meyakini sifat Al-Mukhalafatu lil hawaditsi yang
wajib bagi Allah swt itu adalah sebagai berikut!

7
ِ ‫ الَ فِ ْي َذاتِ ِه َوالَ فِ ْي‬.‫اَ ْن نَ ْعتَقِ َد َأ َّن هللاَ اَل يُ َشابِهُهُ َشيٌْئ‬
‫صفَاتِ ِه َوالَ فِ ْي اَ ْف َعالِ ِه‬
Kita meyakini bahwa sesungguhnya tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai Allah,
tidak dalam dzatNya, sifat-sifatNya dan tidak pula dalam perbuatan-perbuatanNya.

2.4 Perilaku Orang Beriman Sebagai Cermin Keyakinan Akan Sifat-Sifat Allah
Beriman kepada Allah SWT dapat dilakukan dengan cara meyakini dalam hati,
diucapkan dengan lisan, dan diwujudkan dalam bentuk sikap dan tindakan nyata. Untuk
mewujudkan hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengenali dan memahami sifat-
sifat Allah SWT serta mengamalkannya dalam bentuk tindakan nyata, antara lain:
1. Melaksanakan segala perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Apalah
artinya meyakini adanya Allah SWT tetapi tidak melaksanakan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya. Hal yang terpenting dari iman adalah mewujudkan dalam
bentuk tindakan nyata.
2. Meneladani sifat-sifat Allah serta menampilkannya dalam perilaku sehari-hari
dalam bentuk ucapan, sikap, maupun tindakan.
Setiap orang beriman yang menghayati sifat-sifat Allah SWT, tentu dalam
kehidupan sehari-hari ia akan senantiasa berusaha agar mampu membiasakan diri dengan
sikap dan berperilaku terpuji yang diridhoi Allah SWT dan menjauhkan diri dari sikap
perilaku tercela yang dimurkai-Nya. Sikap perilaku dimaksud misalnya: Berusaha selalu
berbuat baik dan berkasih sayang, Berusaha menjadi mukmin yang bertaqwa,
Memelihara kesucian diri, Menjaga keselamatan diri dan orang lain, Menjadi orang yang
terpercaya dan dapat memberikan rasa aman kepada sesama, Berperilaku adil, Berusaha
menjadi orang yang pemaaf, Berperilaku bijaksana, Menjadi pemimpin yang baik,
Bermuhasabah ( Introspeksi diri).

BAB III
PENUTUP

8
3.1 KESIMPULAN
Menurut pengertian secara bahasa, kata iman adalah percaya atau membenarkan.
Menurut ilmu tauhid, iman berarti kepercayaan yang diyakini kebenarannya dalam hati,
diikrarkan secara lisan, dan direalisasikan dalam perbuatan.
Menunjukan Tanda-Tanda adanya Allah SWT
1. Meyakinkan hati bahwa Allah itu ada
2. Mengamati dan Memikirkan Ciptaan Allah
3. Menunjukan adanya Allah melalui Dalil Naqli
Beriman kepada Allah SWT dapat dilakukan dengan cara meyakini dalam hati,
diucapkan dengan lisan, dan diwujudkan dalam bentuk sikap dan tindakan nyata. Untuk
mewujudkan hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengenali dan memahami sifat-
sifat Allah SWT serta mengamalkannya dalam bentuk tindakan nyata, antara lain:
1. Melaksanakan segala perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Apalah artinya
meyakini adanya Allah SWT tetapi tidak melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Hal yang terpenting dari iman adalah mewujudkan dalam bentuk
tindakan nyata.
2. Meneladani sifat-sifat Allah serta menampilkannya dalam perilaku sehari-hari dalam
bentuk ucapan, sikap, maupun tindakan.
Setiap orang beriman yang menghayati sifat-sifat Allah SWT, tentu dalam
kehidupan sehari-hari ia akan senantiasa berusaha agar mampu membiasakan diri dengan
sikap dan berperilaku terpuji yang diridhoi Allah SWT dan menjauhkan diri dari sikap
perilaku tercela yang dimurkai-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

9
M. Nasikin, dkk. 2006. Ayo Belajar Agama Islam untuk SMP kelas VII. Penerbit
Erlangga: Jakarta.
Syamsuri. 2006. Pendidikan Agama Islam untuk SMA Kelas X. Penerbit Erlangga:
Jakarta

10

Anda mungkin juga menyukai