CABANG IMAN
Cabang iman terbagi lagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu yang berhubungan dengan :
4) Beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para Rasul-Nya.
6) Beriman kepada takdir yang baik maupun buruk, bahwa semua itu dating dari
Allah.
7) Beriman kepada hari Kiamat, termasuk siksa dan pertanyaan di dalam kubur,
kehidupan setelah mati, hisab, penimbangan amal, dan menyeberangi shirat.
8) Meyakini akan adanya Syurga dan Insya Allah semua mukmin akan memasukinya.
9) Meyakini neraka dan siksanya yang sangat pedih untuk selamanya.
11) Mencintai karena Allah dan membenci karena Allah termasuk mencintai para
sahabat, khususnya Muhajirin dan Anshar, juga keluarga Nabi Muhammad saw dan
keturunannya.
12) Mencintai Rasulullah saw, termasuk siapa saja yang memuliakan beliau, bershalawat
atasnya, dan mengikuti sunnahnya.
14) Bertaubat, menyesali dosa-dosanya dalam hati disertai janji tidak akan
mengulanginya lagi.
20) Sabar.
24) Tawakkal.
25) Meninggalkan sifat takabbur dan membanggakan diri, termasuk menundukkan hawa
nafsu.
29) Tidak menipu, termasuk tidak berburuk sangka dan tidak merencanakan keburukan
atau maker kepada siapapun.
30) Mengeluarkan segala cinta dunia dari hati, termasuk cinta harta dan pangkat.
35) Berdoa.
40) Bersedekah. Termasuk zakat fitrah, zakat harta, member makan, memuliakan tamu,
serta membebaskan hamba sahaya.
44) Menjaga agama dan meninggalkan rumah untuk berhijrah sementara waktu.
49) Berkorban hewan, termasuk memperhatikan hewan korban yang akan disembelih
dan menjaganya dengan baik.
55) Menunaikan hak keluarga dan sanak kerabat, serta menunaikan hak hamba sahaya.
59) Taat kepada orang tua atau yang dituakan dalam agama.
72) Menyumbangkan harta pada tempatnya, termasuk menghindari sifat boros dan kikir.
a. Bersifat Ijmali
Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat ijmali maksudnya adalah, bahwa kita
mepercayai Allah SWT secara umum atau secara garis besar. Al-Qur’an sebagai suber
ajaran pokok Islam telah memberikan pedoman kepada kita dalam mengenal Allah SWT.
Diterangkan, bahwa Allah adalah dzat yang Maha Esa, Maha Suci. Dia Maha Pencipta,
Maha Mendengar, Maha Kuasa, dan Maha Sempurna.
b. Bersifat Tafshili
Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat tafsili, maksudnya adalah mempercayai
Allah secara rinci. Kita wajib percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT memiliki
sifat-sifat yang berbeda dengan sifat-sifat makhluk Nya. Sebagai bukti adalah adanya
“Asmaul Husna” yang kita dianjurkan untuk berdoa dengan Asmaul Husna serta
menghafal dan juga meresapi dalam hati dengan menghayati makna yang terkandung di
dalamnya.
Sifat Wajib
Sifat wajib bagi Allah adalah sifat yang harus ada pada Zat Allah sebagai
kesempurnaan bagiNya. Allah adalah Khalik, Zat yang memiliki sifat yang tidak sama
dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk-makhlukNya. Maka dengan demikian Zat
Allah tidak bisa dibayangkan bagaimana bentuk, rupa dan ciri-ciriNya, karena manusia
dan apapun yang ada tidak sama dengan Zat Allah. Begitu juga sifat-sifatNya tidak bisa
sama dan tidak bisa disamakan dengan makhlukNya. Sifat wajib ada 20 , yaitu :
a. Dalil naqli :
َ ْت َواألَر
ض َو َمـا بَـيْـنَـهُـ َمـ ِ َّـمـوا
َ ق السَ َهللاُ الَّ ِذى َخـل
Artinya : “ Allah Ta’ala yang menciptakan sekalian langit dan bumi, serta apa saja yang ada diantara
keduanya “.
b. Dalil ‘aqli :
Keberadaan alam semesta ini, dapat dilihat , diraba dan dialami secara nyata dan pasti. Tentu
akal mengakui, menetapkan dan menerima bahwa , itu semua tidak mungkin ada, kalau tidak ada yang
menciptakannya. Tidak mungkin ada mobil, rumah dan kue , jika tidak ada yang membuatnya. Demikian
juga manusia, tetumbuhan, gunung dan alam seisinya tidak mungkin ada, jika tidak ada penciptanya.
Pencipta tersebut adalah Allah Ta’ala. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia
senantiasa zikir (ingat) kepada Allah Ta’ala pada setiap yang maujud (yang ada).
2. Qidam “ اَ ْلقِـ َد ُم “
Artinya “dahulu”. Maksudnya, adanya Zat Allah Ta’ala tanpa didahului oleh ketiadaan. Mustahil
Allah Ta’ala bersifat baharu, artinya didahului oleh ketiadaan. Dengan kata lain, Wujud Allah Ta’ala tidak
ada permulaannya. Dalilnya
a. Dalil naqli.
Artinya : “Dia {Allah }yang awal {tiada permulaan bagi-Nya}. Yang akhir {tiada kesudahan bagiNya}. Yang
Zahir dan yang batin”.
b. Dalil ‘aqli
Alam semesta beserta isinya, ruang dan waktu sebagai mana yang telah kita ketahui
adalah, ciptaan Allah Ta’ala. Maka menurut akal, sang pencipta {Allah Ta’ala} telah lebih dahulu ada
{qidam } sebelum ada ciptaan-NYA {makhluk }. Sangat mustahil jika ciptaan dahulu ada, dari
penciptanya. Maka patut bagi setiap mu’min untuk mengi’tiqadkan bahwa senantiasa bersyukur kepada
Allah Ta’ala yang telah menjadikannya menjadi mu’min muslim dengan taufiqNya.
b. Dalil ‘aqli
Semua makhluk mengalami perubahan, binasa, fana dan berakhir. Menurut akal,pasti ada yang
mengakhirinya atau yang membinasakannya. Oleh karena itu, akal menemukan bahwa : ada Zat yang
kekal dan yang berkuasa untuk merubah dan membinasakan, Zat tersebut adalah Zat Allah Ta’ala yang
maha kekal, mustahil fana ,lenyap atau binasa. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia
senantiasa ingat bahwasannya ia akan binasa (mati) supaya ia bertaubat dan banyak beristighfar
Artinya “berbeda wujud Zat Allah Ta’ala dengan sekalian yang baharu”, mustahil menyerupai atau
menyamai. Maksudnya adalah, wujud Allah Ta’ala tidak menyerupai apapun dan tidaن ada apapun yang
menyerupai Allah Ta’ala dalam: Zat, sifat dan fi’il- Nya. Dalilnya:
a. Dalil naqli.
b. Dalil aqli
Apabila Allah Ta’ala menyerupai atau serupa dengan sesuatu pada ;Zat, sifat ataufi’il–Nya , maka Allah
Ta’ala tentu serupa dengan sesuatu itu. Sehingga pencipta dan ciptaan menjadi sama, padahal yang
demikian sangat mustahil dan tidak masuk akal. Oleh karena itu, Allah Ta’ala sang pencipta alam
ini, pasti tidak serupa dengan segala yang baharu atau dengan kata lain, tidak sama antara khalik dan
makhluk. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa memperbanyak tasbih
kepada Allah Ta’ala
a. Dalil naqli .
ْ
َال َعـالَـ ِمـيْـن إِ َّن هللاَ لَـغَـنِ ٌّى عَـ ِن
Artinya : “ Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Kaya dari sekalian alam”. Maksudnya adalah, Allah
Ta’ala tidak membutuhkan suatu apapun dari alam semesta ini.
b. Dalil ‘aqli
Apabila Allah Ta’ala tidak berdiri dengan sendiriNya, berarti membutuhkan pertolongan dari
selain diri-Nya, maka IA lemah, tidak sempurna dan tidak Mahakaya, sama seperti makhluk. Bila Allah
sama dengan makhluk ciptaan-Nya, berarti IA juga makhluk. Padahal yang demikian itu mustahil, sebab
IA bersifat qidâm dan baqâ. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa
berhajat dan faqir kepada Allah Ta’ala
a. Dalil naqli.
b. Dalil ‘aqli.
Andai kata Tuhan itu berbilang atau lebih dari satu , maka akan timbul perselisihan diantara
mereka atau berbeda faham, tentu akan binasa alam semesta ini. Sebab yang satu ingin begini dan yang
satu lagi hendak begini pula. Oleh karena itu , mustahil pada akal bahwa , Tuhan yang mengatur alam ini
tidak Esa. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia melihat dengan mata bathinnya
kepada fi’il Allah Ta’ala dalam setiap kejadian bahwa, itu tertib dari Allah Ta’ala
7. Hayât , “ ُ اَ ْل َحـيَـاة “
Artinya “ Hidup “ . Maksudnya adalah , sifat hidup terdapat pada Zat Allah Ta’ala atau Zat Allah
Ta’ala sifat-Nya adalah hidup, maka mustahil bersifat mati. Dalilnya :
a. Dalil naqli.
ْ
ُالقَـيُّـوْ م ُّ هللاُ الَ إِلـهَ إِالَّ هُـ َو ْال َح
ـى
Artinya : “ Allah Ta’ala tiada Tuhan selain Dia yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri “.
b. Dalil ‘aqli
Kalau saja misalnya Allah Ta’ala itu merupakan Zat yang mati, niscaya alam ini akan
berantakan, sebab tidak ada yang mengendalikan. Sedangkan sebuah mobil yang meluncur dengan supir
mengantuk akan terjun ke dalam jurang, apa lagi jika supirnya mati.
Demikian juga dengan alam yang luas ini ; matahari, bulan, bintang-bintang dan planet-planet
yang beredar di ruang angkasa, termasuk manusia, akan hancur, jika yang mengaturnya mengantuk, apa
lagi mati. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia menyerahkan hidupnya kepada Allah
Ta’ala yang Maha Hidup
a. Dalil naqli.
b. Dalil ‘aqli
Allah Ta’ala Maha Tahu segala sesuatu, Maha Tahu terhadap segala yang telah diciptakan dan
yang akan diciptakan, mustahil Allah Ta’ala tidak mengetahui atau bodoh terhadap hal tersebut, sebab
kalau Allah Ta’ala bersifat bodoh, tidak tahu dan tidak berilmu, maka IA tidak dapat menguasai dan tidak
dapat mengatur alam ini. Apabila alam semesta beserta isinya diperhatikan, maka mustahil menurut
akal bahwa, penciptanya adalah, Zat yang tidak berilmu atau bodoh. Padahal manusia sebagi ciptaan-
Nya saja memiliki ilmu , bahkan ada yang sangat berilmu, apa lagi IA. Maka patut bagi setiap mu’min
mengi’tiqadkan bahwa ia sangat takut untuk berbuat maksiat, sebab Allah Ta’ala Maha Tahu segala hal
dan perbuatannya.
a. Dalil naqli
b. Dalil ‘aqli
Alam semesta dan isinya adalah, ciptaan Allah Ta’ala , sebagaimana keterangan yang lalu. Maka
sesungguhnya mustahil jika IA sendiri tidak menguasainya. Sebab andaikata Tuhan lemah tidak
berkuasa, tentu tidak akan ada makhluk-Nya atau IA bukan Tuhan yang Maha berkuasa. Oleh karena
itu, mustahil menurut akal , jika Allah Ta’ala lemah dan wajib pada akal bahwa, Allah Ta’ala Maha
Berkuasa untuk menciptakan sesuatu atau meniadakannya. Maka patut bagi setiap mu’min
mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa tawaddlu’ tidak takabbur atau sombong bahkan ia sangat takut
kepada Allah Ta’ala yang Maha Kuasa
a. Dalil naqli
ُُـريْـد
ِ ي فَـعَّـا ٌل لِـ َمـا
Artinya : “(Allah Ta’ala itu) Maha berbuat terhadap apa yang dikehendaki-Nya”.
b. Dalil ‘aqli
Dalam menciptakan sesuatu , Allah Ta’ala tetap menurut kehendak-Nya. Demikian juga dalam
menentukan atau memilih. Mustahil Allah Ta’ala diatur atau dipaksa oleh kekuatan yang lain. Kalau Allah
Ta’ala dapat dipaksa atau diatur oleh kekuatan yang lain,maka Ia lemah dan berarti Ia bukan
tuhan. Oleh karena itu patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa bersyukur atas
ni’mat Allah dan sabar atas ujianNya
a. Dalil naqli
b. Dalil ‘aqli
Allah Ta’ala mempunyai sama’, yaitu pendengaran dan mustahil tuli, sebab tuli adalah , sifat
kekurangan. Allah Ta’ala mustahil bersifat kekurangan, karena sifat kekurangan itu adalah, sifat bagi zat
baharu. Padahal kita yakin sepenuhnya bahwa, Allah Ta’ala itu bukan baharu , sebaliknya Allah Ta’ala
adalah, pencipta segala yang baharu. Maka mustahil IA tuli , seperti yang baharu itu. Maka patut bagi
setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia takut dan waspada dalam berkata-kata, karena Allah Ta’ala
Maha Mendengar segala perkataan yang baik maupun yang buruk
َ اَ ْلبَـ “
12. Bashar , “ صـ ُرـ
Artinya “ penglihatan “ , mustahil buta atau tidak dapat melihat. Maksudnya adalah ,Zat Allah
Ta’ala bersifat bashar atau mempunyai penglihatan dan sifat ini adalah , salah satu sifat yang berdiri
pada Zat-Nya. Dalilnya :
a. Dalil naqli
b. Dalil ‘aqli
Semua gerak gerik dari segala pekerjaan manusia , dilihat oleh Allah Ta’ala,mustahil IA
buta, sebab buta adalah, sifat kekurangan. Padahal sifat kekurangan adalah,sifat makhluk-Nya . Apabila
Tuhan juga buta, maka IA adalah makhluk , padahal mustahil tuhan menjadi makhluk , sebagai mana
yang diterangkan pada awal kajian ini. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia tidak
akan berbuat dosa dan maksiat, sebab Allah Ta’ala Maha Melihat segala perbuatannya.
a. Dalil naqli
b. Dalil ‘aqli
Kalau saja Allah Ta’ala bisu , tentu tidak dapat memerintah dengan baik. Sedangkan sifat bisu
adalah, sifat kekurangan. Jika IA bisu, maka Bagaimana mungkin dapat berfirman kepada para Rasul-
Nya. Oleh sebab itu , sifat kalâm adalah, sifat kesempurnaan Allah Ta’ala yang wajib lagi qadîm yang
berdiri pada Zat-Nya. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa
memperbanyak zikir dengan harapan agar ia juga disebut Allah Ta’ala sebagai hambaNya.
Artinya “Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Hidup“, mustahil Allah Ta’ala dalam keadaan
mati. Sebab IA mempunyai sifat hayât yang telah ada dan berdiri pada Zat-Nya, maka Zat tersebut
haiyun. Dalilnya sama dengan dalil sifat hayât.
SIFAT MUSTAHIL
Sifat mustahil bagi Allah SWT berarti sifat-sifat yang secara akal tidak mungkin
dimiliki Allah SWT. Sifat-sifat mustahil merupakan kebalikan dari sifat-sifat wajib bagi
Allah SWT. Sifat-sifat mustahil bagi Allah SWT jumlahnya sama dengan sifat-sifat wajib
bagi Allah yaitu sebanyak 20 ( dua puluh ) sifat, yaitu :
1. ‘Adam
Adam artinya tidak ada .
Alam semesta ini ada yang menciptakan yitu Allah SWT. Tidak mungkin alam
semesta ini terjadi dengan sendirinya. Tidak mungkin diciptakan oleh manusia atau
mahluk yang lain. Yang menciptakan adalah Allah. Maka mustahil Allah SWT tidak ada
(‘Adam) .
“Dan dialah yang menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, pengelihatan dan
hati( tetapi) amat sedikitlah kamu bersyukur. Dan Dia telah menciptakan dan
mengembangbiakkan kamu di bumi dan kepadanNya-lah kamu akan dihimpunkan. Dan
Dialah yang menghidupkan dan mematikan dan Dialah yang (mengatur) pertukaran
malam dan siang. Mengapa kamu tidak memahaminya?”.(Q.S. Al-Mu’minun / 23 : 78-
80 )
2. Huduts
3.Fana’
4.Mumastalatu lil khawadist
”Dan tidak ada seorangpun yang sama dengan Dia (Allah)”. (QS Al-Ikhlas/112 : 4).
5. Ihtiyajuhu lighairihi.
”Dan Dialah yang Maha kaya sedangkan kamulah orang yang membutuhkan-
Nya”. (Q.S. Muhammad / 47 : 38 )
6. Ta’addud
”Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwa Allah itu salah seorang
dari yang tiga padahal sekali-kali tidak ada tuhan selain dan Tuhan Yang Maha Esa jika
mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakana itu, maka orang-orang kafir
diantara mereka disentuh siksa yang pedih”. (Al-Maidah : 73)
7. ‘Ajzun artinya Lemah.
Manusia mempunyai kekuatan pikiran dan fisik yang dengannya dapat
memanfaatkan alam untuk meningkatkan taraf hidupnya. Manusia adalah ciptaan
Allah. Jika manusia memiliki kekuatan apalagi Allah SWT, maka mustahil Allah bersifat
lemah.
“Dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah, baik yang di langit maupun yang
di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”. (QS Fathir/35 : 44)
8. Karahah artinya terpaksa.
Allah SWT melakukan sesuatu tanpa ada yang mempengaruhi secara terpaksa atau
ada yang memaksa. Tidak mungkin Allah Dzat yang maha berkehendak melakukan suatu
perbuatan atas dasar perintah pihak lain. Maka mustahil Allah SWT bersifat Karahah
(terpaksa), diperintah atau diancam agar mau menjadikan sesuatu atau tidak menjadikan
sesuatu.
"Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap segala yang Dia kehendaki." (Q.S.
Hud : 107).
9. Jahlun artinya Bodoh
10. Mautun artinya Mati.
”Allah tidak ada tuhan selain Dia yang maha hidup, kekal, dan terus menerus mengurus
( mahlukNya ) tidak mengantuk dan tidak tidur”. (QS al-Baqarah/2 : 255).
11. Shamamun artinya tuli.
Allah mendengar setiap doa orang yang beriman walaupun hanya berupa bisikan di
dalam hati sebab Allah Maha Mendengar dan Maha mengetahui. Oleh sebab itu mustahil
kalau Allah bersifat Shamamun (tuli).
"Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Q.S. Al Baqarah/2 : 256).
12. ‘Umyun artinya Buta.
Manusia, binatang diciptakan oleh Allah dengan diberi indra mata untuk
melihat. Apalagi Allah yang Maha Melihat maka mustahil juka Allah bersifat ‘umyun
( buta ).
“Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembuyikan oleh hati.
Sesungguhya Allah Dialah yang maha Mendengar Lagi Maha Melihat”. (QSAl-
Mu’min/ 19-20)
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang
kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui”. (QS Al
An’am/6 : 103).
13. Bukmun artinya Bisu.
Allah SWT menurunkan wahyu kepada para nabi, dari wahyu itu kemudian
terhimpun kalamullah yang tertulis dalam kitabullah. Adanya al-Qur’an yang berisi
firman Allah membuktikan bahwa mustahil Allah bersifat bukmun (bisu).
“Para rasul itu kami lebihkan sebagian atas sebagaian yang lain. Di antaramereka ada
yang Allah bercakap-cakap (langsung dengannya) dan Allah meninggikan sebagian dari
mereka beberapa derajat”. (QS Al Baqarah/2 : 253).
14. ‘Aajizan
Áajizan artinya maha lemah. Mustahil Allah bersifat Maha Lemah.
15. Mukrahan
Mukrahan artinya Maha Terpaksa. Mustahil Allah bersifat Maha Terpaksa.
16. Jaahilan
Jahilan artinya Maha Bodoh. Mustahil Allah bersifat Maha Bodoh.
17. Mayyitan
Mayyitan artinya Maha Mati. Mustahil Allah bersifat Maha Mati.
18. Ashammu
Ashammu artinya Maha Tuli. Mustahil Allah bersifat Maha Tuli.
19. A’ma
A’ma artinya Maha Buta. Mustahil Allah bersifat Maha Buta.
20. Abkamu
Abkamu artinya Maha Bisu. Mustahil Allah bersifat Maha Bisu.
SIFAT MUSTAHIL
Sifat ini artinya boleh bagi Allah Swt mengadakan sesuatu atau tidak mengadakan
sesuatu atau di sebut juga sebagai “mumkin”. Mumkin ialah sesuatu yang boleh ada dan
tiada.
Ja’iz artinya boleh-boleh saja, dengan makna Allah Swt menciptakan segala sesuatu,
yakni dengan tidak ada paksaan dari sesuatupun juga, sebab Allah Swt bersifat Qudrat
(kuasa) dan Iradath (kehendak), juga boleh - boleh saja bagi Allah Swt meniadakan akan
segala sesuatu apapun yang ia mau.
I – Sifat Nafsiyyah
II – Sifat Salbiyah
IV – Sifat Ma’nawiyah
Maksudnya sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal jika Allah tidak disifatkan dengan
sifat ini. Atau bisa juga dikatakan sifat untuk menentukan adanya Allah, di mana Allah
menjadi tidak mungkin ada tanpa adanya sifat tersebut. adapun yang tergolong sifat ini
hanya satu yaitu sifat wujud.
SIFAT SALBIYAH
Maksudnya sifat yang menolak apa yang tidak layak bagi Allah. Atau dikatakan juga sifat
yang digunakan untuk meniadakan sesuatu yang tidak layak bagi Allah. Sifat Salbiyah ini
ada lima sifat yakni, 2- Qidam, 3- Baqo’, 4- Mukhalafatu lil hawaditsi, 5- Qiyamuhu
binafsihi, 6- Wahdaniyyah.
SIFAT MA’ANI
Maksudnya sifat yang diwajibkan bagi zat Allah suatu hukum atau sifat yang pasti ada
pada Dzat Allah. Sifat ini terdiri dari tujuh sifat, 7- Qudrat, 8- Iradah, 9- Ilmu, 10- Hayat,
11- Sama’, 12- Bashar dan 13- Kalam.
SIFAT MA’NAWIYAH
Maksudnya sifat Allah yang dilazimkan atau tidak bisa dipisahkan dengan Sifat Ma’ani.
Sifat Ma’nawiyah adalah sifat yang mulazimah atau menjadi akibat dari sifat ma’ani.
Sifat ini terdiri dari tujuh sifat, yakni 14- Kaunuhu Qadiran, 15- Kaunuhu Muridan, 16-
Kaunuhu Aliman, 17- Kaunuhu Hayyan, 18- Kaunuhu Sami’an, 19- Kaunuhu Bashiran,
20- Kaunuhu Mutakalliman.
1. Hatinya tenang, tidak goyah atau terombang ambing oleh ajakan nafsu jahat atau orang yang akan
menyesatkan. Firman Allah dalam Alqur’an surat Ar ra’d ayat 28.
Artinya : “ orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”
2. Orang yang berimman akan selalu mendapat bimbingan dari alahh swt, oleh karena itu apa yang
dilakukannya adalah perbuatran-perbuatan baik dan terpuji
3. Orang yang beriman meiliki sikap dan jiwa sosial, menyayangi anak yatim, menyantuni fakir miskin,
dan mengahrgai sesama orang lain.
4. Orang yang beriman akan selalu Melakukan amalan-amalan saleh, rendah hati, kasih sayang terhadap
sesame manusia, bahkan terhadapsemua makhluk ciptaan tuhan, baik hewan atau tumbuh-tumbuhan.
5. Allah akan memasukkan orang yang berimanb kedalam surga sebagai rahmatnya dana pahala atas
ketaatan serta kepatuhannya selama hidup didunia firman Allah swt dalam surat Al Maidah ayat 9.
Artinya : “Allah Telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, (bahwa)
untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”