Anda di halaman 1dari 14

PENGERTIAN IMAN

Pengertian iman dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan menurut


istilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan
diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah
adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat
keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan,
serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.

CABANG IMAN

Cabang iman terbagi lagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu yang berhubungan dengan :

1)      Niat, aqidah, dan amalan hati;

2)      Lidah; dan

3)      Seluruh anggota tubuh.

1. Yang Berhubungan dengan Niat, Aqidah, dan Hati


1)      Beriman kepada Allah, kepada Dzat-Nya, dan segala sifat-Nya, meyakini bahwa
Allah adalah Maha Suci, Esa, dan tiada bandingan serta perumpamaannya.

2)      Selain Allah semuanya adalah ciptaan-Nya. Dialah yang Esa.

3)      Beriman kepada para malaikat.

4)      Beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para Rasul-Nya.

5)      Beriman kepada para Rasul.

6)      Beriman kepada takdir yang baik maupun buruk, bahwa semua itu dating dari
Allah.

7)      Beriman kepada hari Kiamat, termasuk siksa dan pertanyaan di dalam kubur,
kehidupan setelah mati, hisab, penimbangan amal, dan menyeberangi shirat.

8)      Meyakini akan adanya Syurga dan Insya Allah semua mukmin akan memasukinya.

9)      Meyakini neraka dan siksanya yang sangat pedih untuk selamanya.

10)  Mencintai ALLAH

11)  Mencintai karena Allah dan membenci karena Allah termasuk mencintai para
sahabat, khususnya Muhajirin dan Anshar, juga keluarga Nabi Muhammad saw dan
keturunannya.

12)  Mencintai Rasulullah saw, termasuk siapa saja yang memuliakan beliau, bershalawat
atasnya, dan mengikuti sunnahnya.

13)  Ikhlash, tidak riya dalam beramal dan menjauhi nifaq.

14)  Bertaubat, menyesali dosa-dosanya dalam hati disertai janji tidak akan
mengulanginya lagi.

15)  Takut kepada Allah.

16)  Selalu mengharap Rahmat Allah.

17)  Tidak berputus asa dari Rahmat Allah.


18)  Syukur.

19)  Menunaikan amanah.

20)  Sabar.

21)  Tawadhu dan menghormati yang lebih tua.

22)  Kasih saying, termasuk mencintai anak-anak kecil.

23)  Menerima dan ridha dengan apa yang telah ditakdirkan.

24)  Tawakkal.

25)  Meninggalkan sifat takabbur dan membanggakan diri, termasuk menundukkan hawa
nafsu.

26)  Tidak dengki dan iri hati.

27)  Rasa malu.

28)  Tidak menjadi pemarah.

29)  Tidak menipu, termasuk tidak berburuk sangka dan tidak merencanakan keburukan
atau maker kepada siapapun.

30)  Mengeluarkan segala cinta dunia dari hati, termasuk cinta harta dan pangkat.

2. Yang Berhubungan dengan Lidah

31)  Membaca kalimat Thayyibah.

32)  Membaca Al Quran yang suci.

33)  Menuntut ilmu.

34)  Mengajarkan ilmu.

35)  Berdoa.

36)  Dzikrullah, termasuk istighfar.

37)  Menghindari bicara sia-sia.

3. Yang berhubungan dengan Anggota Tubuh

38)  Bersuci. Termasuk kesucian badan, pakaian, dan tempat tinggal.

39)  Menjaga shalat. Termasuk shalat fardhu, sunnah, dan qadha’.

40)  Bersedekah. Termasuk zakat fitrah, zakat harta, member makan, memuliakan tamu,
serta membebaskan hamba sahaya.

41)  Berpuasa, wajib maupun sunnah.

42)  Haji, fardhu maupun sunnah.

43)  Beriktikaf, termasuk mencari lailatul qadar di dalamnya.

44)  Menjaga agama dan meninggalkan rumah untuk berhijrah sementara waktu.

45)  Menyempurnakan nazar.


46)  Menyempurnakan sumpah.

47)  Menyempurnakan kifarah.

48)  Menutup aurat ketika shalat dan di luar shalat.

49)  Berkorban hewan, termasuk memperhatikan hewan korban yang akan disembelih
dan menjaganya dengan baik.

50)  Mengurus jenazah.

51)  Menunaikan utang.

52)  Meluruskan mu’amalah dan meninggalkan riba.

53)  Bersaksi benar dan jujur, tidak menutupi kebenaran.

54)  Menikah untuk menghindari perbuatan keji dan haram.

55)  Menunaikan hak keluarga dan sanak kerabat, serta menunaikan hak hamba sahaya.

56)  Berbakti dan menunaikan hak orang tua.

57)  Mendidikan anak-anak dengan tarbiyah yang baik.

58)  Menjaga silaturrahmi.

59)  Taat kepada orang tua atau yang dituakan dalam agama.

60)  Menegakkan pemerintahan yang adil

61)  Mendukung jemaah yang bergerak di dalam kebenaran.

62)  Mentaati hakim (pemerintah) dengan syarat tidak melanggar syariat.

63)  Memperbaiki mu’amalah dengan sesama.

64)  Membantu orang lain dalam kebaikan.

65)  Amar makruh Nahi Mungkar.

66)  Menegakkan hukum Islam.

67)  Berjihad, termasuk menjaga perbatasan.

68)  Menunaikan amanah, termasuk mengeluarkan 1/5 harta rampasan perang.

69)  Memberi dan membayar utang.

70)  Memberikan hak tetangga dan memuliakannya.

71)  Mencari harta dengan cara yang halal.

72)  Menyumbangkan harta pada tempatnya, termasuk menghindari sifat boros dan kikir.

73)  Memberi dan menjawab salam.

74)  Mendoakan orang yang bersin.

75)  Menghindari perbuatan yang merugikan dan menyusahkan orang lain.

76)  Menghindari permainan dan senda gurau.


77)  Menjauhkan benda-benda yang mengganggu di jalan.

CARA BERIMAN KEPADA ALLOH

a. Bersifat Ijmali

Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat ijmali maksudnya adalah, bahwa kita
mepercayai Allah SWT secara umum atau secara garis besar. Al-Qur’an sebagai suber
ajaran pokok Islam telah memberikan pedoman kepada kita dalam mengenal Allah SWT.
Diterangkan, bahwa Allah adalah dzat yang Maha Esa, Maha Suci. Dia Maha Pencipta,
Maha Mendengar, Maha Kuasa, dan Maha Sempurna.

b. Bersifat Tafshili

Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat tafsili, maksudnya adalah mempercayai
Allah secara rinci. Kita wajib percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT memiliki
sifat-sifat yang berbeda dengan sifat-sifat makhluk Nya. Sebagai bukti adalah adanya
“Asmaul Husna” yang kita dianjurkan untuk berdoa dengan Asmaul Husna serta
menghafal dan juga meresapi dalam hati dengan menghayati makna yang terkandung di
dalamnya.

PENGERTIAN SIFAT-SIFAT ALLOH

Sifat Wajib

Sifat wajib bagi Allah adalah sifat yang harus ada pada Zat Allah sebagai
kesempurnaan bagiNya. Allah adalah Khalik, Zat yang memiliki sifat yang tidak sama
dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk-makhlukNya. Maka dengan demikian Zat
Allah tidak bisa dibayangkan bagaimana bentuk, rupa dan ciri-ciriNya, karena manusia
dan apapun yang ada tidak sama dengan Zat Allah. Begitu juga sifat-sifatNya tidak bisa
sama dan tidak bisa disamakan dengan makhlukNya. Sifat wajib ada 20 , yaitu :

1. Wujud , “‫اَ ْل ُوجُـوْ ُد‬  “


Artinya “ada”. Maksudnya , ada Zat Allah Ta’ala dan mustahil bersifat ‘adam, artinya, tidak ada Zat Allah
Ta’ala. Dalilnya :

a. Dalil naqli :

Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. As-Sajadah : 4

َ ْ‫ت َواألَر‬
‫ض َو َمـا بَـيْـنَـهُـ َمـ‬ ِ ‫َّـمـوا‬
َ ‫ق الس‬َ َ‫هللاُ الَّ ِذى َخـل‬
Artinya : “ Allah Ta’ala yang menciptakan sekalian langit dan bumi, serta apa saja yang ada diantara
keduanya “.

b. Dalil ‘aqli :

Keberadaan alam semesta ini, dapat dilihat , diraba dan dialami secara nyata dan pasti. Tentu
akal mengakui, menetapkan dan menerima bahwa , itu semua tidak mungkin ada, kalau tidak ada yang
menciptakannya. Tidak mungkin ada mobil, rumah dan kue , jika tidak ada yang membuatnya. Demikian
juga manusia, tetumbuhan, gunung dan alam seisinya tidak mungkin ada, jika tidak ada penciptanya.
Pencipta tersebut adalah Allah Ta’ala. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia
senantiasa zikir (ingat) kepada Allah Ta’ala pada setiap yang maujud (yang ada).
2. Qidam  “  ‫اَ ْلقِـ َد ُم‬ “
Artinya “dahulu”. Maksudnya, adanya Zat Allah Ta’ala tanpa didahului oleh ketiadaan. Mustahil
Allah Ta’ala bersifat baharu, artinya  didahului oleh ketiadaan. Dengan kata lain, Wujud Allah Ta’ala tidak
ada permulaannya. Dalilnya

a. Dalil naqli.

Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-hadid : 3.

‫ـن‬ ِ َ ‫ـو األَ َّو ُل َواآل ِخـ ُر َوالظَّـا ِهـ ُر َو ْالبـ‬


ُ ‫اط‬ َ ُ‫ه‬

Artinya : “Dia {Allah }yang awal {tiada permulaan bagi-Nya}. Yang akhir {tiada kesudahan bagiNya}. Yang
Zahir dan yang batin”.  

b. Dalil ‘aqli

             Alam semesta beserta isinya, ruang dan waktu sebagai mana yang telah kita ketahui
adalah, ciptaan Allah Ta’ala. Maka menurut akal, sang pencipta {Allah Ta’ala} telah lebih dahulu ada
{qidam } sebelum ada  ciptaan-NYA {makhluk }. Sangat mustahil jika ciptaan dahulu ada, dari
penciptanya. Maka patut bagi setiap mu’min untuk mengi’tiqadkan bahwa senantiasa bersyukur kepada
Allah Ta’ala yang  telah menjadikannya menjadi mu’min muslim dengan taufiqNya.            

3. Baqâ,  “ ‫اَ ْلبَـقَـا ُء‬ “


             Artinya “kekal”. Maksudnya adalah, keberadaan  Zat  Allah Ta’ala {Wujud-nya} kekal, tanpa ada
perubahan, fana {binasa} atau berakhir. Mustahil Allah Ta’ala binasa,berubah, habis atau lenyap. Dengan
kata lain, wujud Zat Allah Ta’ala tanpa diakhiri oleh kesudahan atau waktu. Dalilnya:               a.
Dalil naqli.

Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Ar-Rahman.

َ ‫َواُ ِإل ْك‬


ِ‫ـرام‬ ْ ‫ك ُذ‬
‫وال َجـالَ ِل‬ ْ ‫ُكـلُّ َم‬
َ ‫ َويَـبْـقَـى َوجْ ـهُ َربِّـ‬.‫ـن عَـلَـيْـهَـا فَـا ٍن‬
Artinya: “segala yang ada diatas bumi ini akan fana {binasa} dan kekallah Zat Tuhanmu
{Muhammad} , yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”. 

b. Dalil ‘aqli

               Semua makhluk mengalami perubahan, binasa, fana dan berakhir. Menurut akal,pasti ada yang
mengakhirinya atau yang membinasakannya. Oleh karena itu, akal menemukan bahwa : ada Zat yang
kekal dan yang berkuasa untuk merubah dan membinasakan, Zat tersebut adalah Zat Allah Ta’ala yang
maha kekal, mustahil fana ,lenyap atau binasa. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia
senantiasa ingat bahwasannya ia akan binasa (mati) supaya ia bertaubat dan banyak beristighfar        

4. Mukhalafatuhu li al-hawadis, “‫ث‬ َ ‫ ُمـ َخـالَـفَـتُـهُ لِ ْلـ َح‬ “


ِ ‫ـوا ِد‬

   Artinya “berbeda wujud  Zat Allah Ta’ala dengan sekalian yang baharu”, mustahil menyerupai atau
menyamai. Maksudnya adalah, wujud Allah Ta’ala tidak menyerupai apapun dan tida‫ن‬ ada apapun yang
menyerupai Allah Ta’ala dalam: Zat, sifat dan fi’il- Nya. Dalilnya:     

a. Dalil naqli.

Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.Asy-Syũro : 11.


ْ
ُ‫ال َعـلِـيْـم‬ ْ ‫ْس َكـ ِم ْثـلِ ِه َش‬
‫ـي ٌء َوهُـ َو السَّـ ِمـيْـ ُع‬ َ ‫لَـي‬
Artinya : “ Tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai Allah Ta’ala. Dialah yang Maha Mendengar dan
Maha Mengetahui “.

b. Dalil aqli

Apabila Allah Ta’ala menyerupai atau serupa dengan sesuatu pada ;Zat, sifat ataufi’il–Nya , maka Allah
Ta’ala tentu serupa dengan sesuatu itu. Sehingga pencipta dan ciptaan menjadi sama, padahal yang
demikian  sangat mustahil dan tidak masuk akal. Oleh karena itu, Allah Ta’ala sang pencipta alam
ini, pasti tidak serupa dengan segala yang baharu atau dengan kata lain, tidak sama antara khalik dan
makhluk. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa memperbanyak tasbih
kepada Allah Ta’ala

 5. Qiyâmuhu ِ ‫قِـيَـا ُمـهُ بِـنَـ ْف‬ “


binafsihi , “ ‫ـسـ ِه‬
            Artinya “ berdiri Allah Ta’ala dengan sendiriNya “. Mustahil minta tolong kepada sesuatu lain-Nya.
Maksudnya adalah ; wujud Allah Ta’ala tidak membutuhkan kepada apapun dan kepada siapapun, selain
Zat-Nya sendiri. Tidak kepada tempat, ruang dan pertolongan yang lain. Dalilnya :

a. Dalil naqli .

Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-Ankabut : 106.

ْ
َ‫ال َعـالَـ ِمـيْـن‬ ‫إِ َّن هللاَ لَـغَـنِ ٌّى عَـ ِن‬
            Artinya : “ Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Kaya dari sekalian alam”. Maksudnya adalah, Allah
Ta’ala tidak membutuhkan suatu apapun dari alam semesta ini.

b. Dalil ‘aqli

            Apabila Allah Ta’ala tidak berdiri dengan sendiriNya, berarti membutuhkan pertolongan dari
selain diri-Nya, maka IA lemah, tidak sempurna dan tidak Mahakaya, sama seperti makhluk. Bila Allah
sama dengan makhluk ciptaan-Nya, berarti IA juga makhluk. Padahal yang demikian itu mustahil, sebab
IA bersifat qidâm dan baqâ. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa
berhajat dan faqir kepada Allah Ta’ala

6. Wahdâniyah, “ ُ‫اَ ْل َوحْ ـدَانِـيَّـة‬ “


            Artinya “ Esa Zat Allah Ta’ala “ dan mustahil berbilang . Maksudnya adalah, Allah Ta’ala Esa ; Zat-
Nya, Sifat-Nya dan Fi’il-Nya. Dalilnya :

 a. Dalil naqli.

 Firman Allah Ta’ala Q.S.. Al-Ikhlas : 1

‫قُـلْ هُـ َو هللاُ اَحـَــ ٌد‬


            Artinya : “ Katakan ya Muhammad ! Dialah Allah Yang Maha Esa “.

b. Dalil ‘aqli.

            Andai kata Tuhan itu berbilang atau lebih dari satu , maka akan timbul perselisihan diantara
mereka atau berbeda faham, tentu akan binasa alam semesta ini. Sebab yang satu ingin begini dan yang
satu lagi hendak begini pula. Oleh karena itu , mustahil pada akal bahwa , Tuhan yang mengatur alam ini
tidak Esa. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia melihat dengan mata bathinnya
kepada fi’il Allah Ta’ala dalam setiap kejadian bahwa, itu tertib dari Allah Ta’ala
7. Hayât , “ ُ‫ اَ ْل َحـيَـاة‬  “
            Artinya “ Hidup “ . Maksudnya adalah , sifat hidup terdapat pada Zat Allah Ta’ala atau Zat Allah
Ta’ala sifat-Nya adalah hidup, maka mustahil bersifat mati. Dalilnya :

 a. Dalil naqli.

            Firman Allah Ta’ala Q.S.. Al-Baqarah : 255

ْ
ُ‫القَـيُّـوْ م‬ ُّ ‫هللاُ الَ إِلـهَ إِالَّ هُـ َو ْال َح‬
‫ـى‬
            Artinya : “ Allah Ta’ala tiada Tuhan selain Dia yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri “.

b. Dalil ‘aqli

            Kalau saja misalnya Allah Ta’ala itu merupakan Zat yang mati, niscaya alam ini akan
berantakan, sebab tidak ada yang mengendalikan. Sedangkan sebuah mobil yang meluncur dengan supir
mengantuk akan terjun ke dalam jurang,  apa lagi jika supirnya mati.

            Demikian juga dengan alam yang luas ini ; matahari, bulan, bintang-bintang dan planet-planet
yang beredar di ruang angkasa, termasuk manusia, akan hancur, jika yang mengaturnya mengantuk, apa
lagi mati. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia menyerahkan hidupnya kepada Allah
Ta’ala yang Maha Hidup

 8. ‘Ilmu , “  ‫اَ ْل ِع ْـلـ ُم‬   “


Artinya “ tahu “ atau mengetahui . Maksudnya adalah ,Zat Allah Ta’ala mempunyai sifat ‘ilmu atau Zat
Allah Ta’ala bersifat Maha Tahu, maka mustahil Allah Ta’ala bersifat jâhil atau tidak tahu. Dalilnya :

 a. Dalil naqli.

Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al Baqarah : 29

ٌ‫عَـلِيْـم‬ ْ ‫َوهُـ َو بِـ ُكـ ِّل َش‬


‫ـي ٍء‬
            Artinya  :“ Dan Dia, (Allah Ta’ala) itu Maha Mengetahui segala sesuatu “.

b. Dalil ‘aqli

            Allah Ta’ala Maha Tahu segala sesuatu, Maha Tahu terhadap segala yang telah diciptakan dan
yang akan diciptakan, mustahil Allah Ta’ala tidak mengetahui atau bodoh terhadap hal tersebut, sebab
kalau Allah Ta’ala bersifat bodoh, tidak tahu dan tidak berilmu, maka IA tidak dapat menguasai dan tidak
dapat mengatur alam ini. Apabila alam semesta beserta isinya diperhatikan, maka mustahil menurut
akal bahwa, penciptanya adalah, Zat yang tidak berilmu atau bodoh. Padahal manusia sebagi ciptaan-
Nya saja memiliki ilmu , bahkan ada yang sangat berilmu, apa lagi IA. Maka patut bagi setiap mu’min
mengi’tiqadkan bahwa ia sangat takut untuk berbuat maksiat, sebab Allah Ta’ala Maha Tahu segala hal
dan perbuatannya.

9. Qudrat , “ ُ‫اَ ْلقُـــ ْد َرة‬   “


            Artinya “kuasa“ dan mustahil lemah. Maksudnya adalah , Allah Ta’ala mempunyai
sifat qudrat yang berdiri pada Zat-Nya atau qudrat itu memang sifat bagi Zat Allah Ta’ala . Dalilnya :

a. Dalil naqli

            Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al – Baqarah : 30


ْ ‫إِ َّن هللاَ عَـلَى ُكـلِّ َش‬
‫ـي ٍء قَـ ِديْـ ٌر‬
            Artinya : “ Sesungguhnya Allah Ta’ala atas segala sesuatu Maha Berkuasa ”.

b. Dalil ‘aqli

            Alam semesta dan isinya adalah, ciptaan Allah Ta’ala , sebagaimana keterangan yang lalu. Maka
sesungguhnya mustahil jika IA sendiri tidak menguasainya. Sebab andaikata Tuhan lemah tidak
berkuasa, tentu tidak akan ada makhluk-Nya atau IA bukan Tuhan yang Maha berkuasa. Oleh karena
itu, mustahil menurut akal , jika Allah Ta’ala lemah dan wajib pada akal bahwa, Allah Ta’ala Maha
Berkuasa untuk menciptakan sesuatu atau meniadakannya. Maka patut bagi setiap mu’min
mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa tawaddlu’ tidak takabbur atau sombong bahkan ia sangat takut
kepada Allah Ta’ala yang Maha Kuasa

10. Irâdat , “ ُ‫اَ ِإل َرا َدة‬ “


            Artinya “ berkehendak “ dan mustahil dipaksa, Maksudnya adalah, dalam menentukan sesuatu
atau memilih sesuatu , Allah Ta’ala  berbuat menurut sekehendak-Nya . Dalilnya :

a. Dalil naqli

            Firman Allah Ta’ala  dalam Q.S.. Al-Buruj : 16

ُ‫ُـريْـد‬
ِ ‫ي‬ ‫فَـعَّـا ٌل لِـ َمـا‬
            Artinya : “(Allah Ta’ala  itu) Maha berbuat terhadap apa yang dikehendaki-Nya”.

b. Dalil ‘aqli

            Dalam menciptakan sesuatu , Allah Ta’ala  tetap menurut kehendak-Nya. Demikian juga dalam
menentukan atau memilih. Mustahil Allah Ta’ala diatur atau dipaksa oleh kekuatan yang lain. Kalau Allah
Ta’ala  dapat dipaksa atau diatur oleh kekuatan yang lain,maka Ia lemah dan berarti Ia bukan
tuhan. Oleh karena itu patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa bersyukur atas
ni’mat Allah dan sabar atas ujianNya

11. Sama’ ,  “ ُ‫اَلسَّـ ْمـع‬ “


            Artinya “ mendengar “. Mustahil Allah Ta’ala bersifat tuli . Maksudnya adalah , Zat Allah Ta’ala
bersifat sama’ artinya , mendengar segala sesuatu atau sifat mendengar adalah, salah satu sifat yang
tetap ada pada Zat Allah Ta’ala . Dalilnya :

a. Dalil naqli

            Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. An-Nisa’ : 184

‫عَـلِيْـ ًمـا‬ ‫َو َكـانَ هللاُ َسـ ِمـ ْيعًـا‬


            Artinya :“Dan adalah Allah Ta’ala itu Maha Mendengar dan Maha Mengetahui“.

b. Dalil ‘aqli

            Allah Ta’ala mempunyai sama’, yaitu pendengaran dan mustahil tuli, sebab tuli adalah , sifat
kekurangan. Allah Ta’ala mustahil bersifat kekurangan, karena sifat kekurangan itu adalah, sifat bagi zat
baharu. Padahal kita yakin sepenuhnya bahwa, Allah Ta’ala itu bukan baharu , sebaliknya Allah Ta’ala
adalah, pencipta segala yang baharu. Maka mustahil IA tuli , seperti yang baharu itu. Maka patut bagi
setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia takut dan waspada dalam berkata-kata, karena Allah Ta’ala
Maha Mendengar segala perkataan yang baik maupun yang buruk
َ ‫اَ ْلبَـ‬  “
12. Bashar , “ ‫صـ ُرـ‬
            Artinya “ penglihatan “ , mustahil buta atau tidak dapat melihat. Maksudnya adalah ,Zat Allah
Ta’ala bersifat bashar atau mempunyai penglihatan dan sifat ini adalah , salah satu sifat yang berdiri
pada Zat-Nya. Dalilnya :

a. Dalil naqli

            Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-Hujarârat : 18.

َ‫ـصيْـ ٌر بِـ َمـا تَـعْـ َمـلُوْ ن‬


ِ َ‫َوهللاُ ب‬
            Artinya  : “ Dan Allah Ta’ala maha melihat segala apa saja yang kamu kerjakan ”.

b. Dalil ‘aqli

            Semua gerak gerik dari segala pekerjaan manusia , dilihat oleh Allah Ta’ala,mustahil IA
buta, sebab buta adalah, sifat kekurangan. Padahal sifat kekurangan adalah,sifat makhluk-Nya . Apabila
Tuhan juga buta, maka IA adalah makhluk , padahal mustahil tuhan menjadi makhluk , sebagai mana
yang diterangkan pada awal kajian ini. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia tidak
akan berbuat dosa dan maksiat, sebab Allah Ta’ala Maha Melihat segala perbuatannya.

13. Kalâm , “ ‫اَ ْل َكـالَ ُم‬ “


            Artinya “ berkata-kata “ dan mustahil Allah Ta’ala  bisu. Maksudnya adalah , Allah Ta’ala 
mempunyai sifat kalâm atau mempunyai tutur kata. Dalilnya :

a. Dalil naqli

            Firman Allah Ta’ala  dalam Q.S.. An-Nisa’ : 164

‫َو َكـلَّ َم هللاُ ُمـوْ َسى تَـ ْكلِيْـ ًمـا‬


Artinya : “ Dan telah berkata-kata Allah Ta’ala  dengan (Nabi Musa) sebenar – benar perkataan “

b. Dalil ‘aqli

Kalau saja Allah Ta’ala  bisu , tentu tidak dapat memerintah dengan baik. Sedangkan sifat bisu
adalah, sifat kekurangan. Jika IA bisu, maka Bagaimana mungkin dapat berfirman kepada para Rasul-
Nya. Oleh sebab itu , sifat kalâm adalah, sifat kesempurnaan Allah Ta’ala  yang wajib lagi qadîm yang
berdiri pada Zat-Nya. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa
memperbanyak zikir dengan harapan agar ia juga disebut Allah Ta’ala sebagai hambaNya.

14. Kaunuhu Haiyan, “  ‫ َكـوْ نُـهُ َحـيََّـا‬  “

            Artinya “Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Hidup“, mustahil Allah Ta’ala  dalam keadaan
mati. Sebab IA mempunyai sifat hayât yang telah ada dan berdiri pada Zat-Nya, maka Zat tersebut
haiyun. Dalilnya sama dengan dalil sifat hayât.

15. Kaunuhu ‘Âliman, “ ‫ َكـوْ نُـهُ عَـالِـ ًمـا‬ “


            Artinya “Zat Allah Ta’ala  tetap dalam keadaan Maha Mengetahui.” Maksudnya adalah, mustahil
jahil (dalam keadaan tidak mengetahui). Oleh karena, IA bersifat tahu dan dalam keadaan mengetahui.
Mustahil tidak tahu, apalagi dalam keadaan tidak mengetahui. Dalilnya sama dengan dalil sifat ‘ilmu
16. Kaunuhu Qâdiran. “  ‫ َكـوْ نُـهُ قَـا ِدرًا‬ “
            Artinya “Zat Allah Ta’ala  tetap dalam keadaan Maha  Kuasa,“ maka mustahil dalam keadaan
lemah, karena IA mempunyai sifat qudrat. Dalilnya sama dengan dalil sifatqudrat.

ِ ‫ َكـوْ نُـهُ ُم‬ “


17. Kaunuhu Murîdan, “ ‫ـريْـدًا‬
            Artinya “ Zat Allah Ta’ala  tetap dalam keadaan Maha Menghendaki,” atau Maha
Menentukan, maka mustahil dalam keadaan terpaksa atau tidak berkehendak,karena IA mempunyai
sifat irâdat. Dalilnya sama dengan dalil sifat irâdat.

18. Kaunuhu Sami’an, “ ‫ َكـوْ نَـهُ َسـ ِمـيْـعًا‬   “


            Artinya “ Zat Allah Ta’ala  senantiasa dalam keadaan Maha Mendengar,” maka mustahil dalam
keadaan tuli atau tidak mendengar, karena Ia mempunyai sifat sama’yang tetap ada pada zat-Nya.
Dalilnya sama dengan dalil sifat sama’

ِ َ‫ َكـوْ نُـهُ ب‬   “


19 Kaunuhu Basîran, “ ‫صيْـرًا‬
            Artinya “ Zat Allah Ta’ala  tetap dalam keadaan Maha Melihat, “ maka mustahil dalam keadaan
buta ataupun tidak melihat, karena Ia mempunyai sifat bashar yang tetap berdiri pada Zat-Nya . Dalilnya
sama dengan sifat bashar.

20. Kaunuhu Mutakalliman, “ ‫ َكـوْ نُـهُ ُمـتَـ َكلِّ ًمـا‬  “


Artinya “ Zat Allah Ta’ala  tetap dalam keadaan Maha Bertutur Kata ,” maka mustahil Allah Ta’ala dalam
keadaan bersifat bisu atau tidak dapat bertutur kata, karena IA mempunyai sifat kalâm. Dalilnya sama
dengan sifat kalâm.

SIFAT MUSTAHIL

Sifat mustahil bagi Allah SWT berarti sifat-sifat yang secara akal tidak mungkin
dimiliki Allah SWT. Sifat-sifat mustahil merupakan kebalikan dari sifat-sifat wajib bagi
Allah SWT. Sifat-sifat mustahil bagi Allah SWT jumlahnya sama dengan sifat-sifat wajib
bagi Allah yaitu sebanyak 20 ( dua puluh ) sifat, yaitu :

1.    ‘Adam
Adam artinya tidak ada .
Alam semesta ini ada yang menciptakan yitu Allah SWT. Tidak mungkin alam
semesta ini terjadi dengan sendirinya. Tidak mungkin diciptakan oleh manusia atau
mahluk yang lain. Yang menciptakan adalah Allah. Maka mustahil Allah SWT tidak ada
(‘Adam) .
“Dan dialah yang menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, pengelihatan dan
hati( tetapi) amat sedikitlah kamu bersyukur. Dan Dia telah menciptakan dan
mengembangbiakkan kamu di bumi dan kepadanNya-lah kamu akan dihimpunkan. Dan
Dialah yang menghidupkan dan mematikan dan Dialah yang (mengatur) pertukaran
malam dan siang. Mengapa kamu tidak memahaminya?”.(Q.S. Al-Mu’minun / 23 : 78-
80 )
          
2. Huduts

Huduts artinya baru atau ada pemulaannya.


Setiap yang baru atau ada permulaannya akan selalu didahului dengan tidak
ada. Sesuatu yang tidak ada kemudian ada, pasti ada yang membuat atau menciptakan.
Maka mustahil Allah SWT bersifat Huduts,  sebab siapa yang menciptakan Allah
SWT ? Setiap sesuatu yang Huduts pasti ada akhirnyasehingga tidak ada lagi. Hal ini
jelas mustahil (tidak mungkin) bagi Allah SWT.
           "Dialah yang awal dan akhir, yang dhahir dan yang bathin. Dan Dia maha
Mengetahui segala sesuatu”. ( QS. Al-Hadid / 57 : 3)

3.Fana’

Fana’ artinya rusak.


Mustahil Allah SWT yang mengendalikan seluruh alam semesta yang amat
rumit ini bersifat fana’ (rusak).
”Semua yang ada dibumi akan binasa. Dan tetap kekal Dzat tuhanmu yang mempunyai
kebesaran dan kemuliaan”. (QS Ar-Rahman/55 : 26-27)

4.Mumastalatu lil khawadist

Artinya menyerupai yang baru atau makhluk. Manusia saja jika membuat barang


tentu tidak bisa sama persis dengan dirinya. Tidak mungkin Allah yang Maha Sempurna
menciptakan mahlukNya sama dengan Dia sendiri.

”Dan tidak ada seorangpun yang sama dengan Dia (Allah)”. (QS Al-Ikhlas/112 : 4).

5.    Ihtiyajuhu lighairihi.

Artinya membutuhkan sesuatu kepada selain dariNya.


Allah SWT adalah Maha Kaya. Mustahil Allah membutuhkan yang lain. Allahlah
yang menciptakan semua makhluk dan memberi nikmat kepada semua makhluknya tetapi
Dia tidak pernah mengharapkan imbalan.

”Dan Dialah yang Maha kaya sedangkan kamulah orang yang membutuhkan-
Nya”. (Q.S. Muhammad / 47 : 38 )
         
6.    Ta’addud

Ta’addud artinya berbilang atau lebih dari satu.


Muastahil Allah lebih dari satu, sebab jika Allah ada dua atau lebih, pasti akan
terjadi perbedaan pendapat. Misalnya dalam pengaturan peredaran planet-planet dan
bintang-bintang. Bila terjadi perbedaan cara pengaturan peredaran planet-planet dan
bintang maka akan terjadi tabrakan. Kenyataannya planet-planet dan bintang-bintang
selalu teratur beredar menurut garis edarnya. Hal ini menunjukkan bahwa hanya ada satu
sumber pengaturnya yaitu Dzat Yang Maha Esa Yaitu Allah SWT.
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu
telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang
mereka sifatkan”. (QS al-Anbiyaa/21 : 22).

”Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwa Allah itu salah seorang
dari yang tiga padahal sekali-kali tidak ada tuhan selain dan Tuhan Yang Maha Esa jika
mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakana itu, maka orang-orang kafir
diantara mereka disentuh siksa yang pedih”. (Al-Maidah : 73)

7.    ‘Ajzun artinya Lemah.
Manusia mempunyai kekuatan pikiran dan fisik yang dengannya dapat
memanfaatkan alam untuk meningkatkan taraf hidupnya. Manusia adalah ciptaan
Allah. Jika manusia memiliki kekuatan apalagi Allah SWT, maka mustahil Allah bersifat
lemah.
“Dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah, baik yang di langit maupun yang
di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”. (QS Fathir/35 : 44)
    
8.    Karahah artinya terpaksa.
Allah SWT melakukan sesuatu tanpa ada yang mempengaruhi secara terpaksa atau
ada yang memaksa. Tidak mungkin Allah Dzat yang maha berkehendak melakukan suatu
perbuatan atas dasar perintah pihak lain. Maka mustahil Allah SWT bersifat Karahah
(terpaksa), diperintah atau diancam agar mau menjadikan sesuatu atau tidak menjadikan
sesuatu.

"Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap segala yang Dia kehendaki." (Q.S.
Hud : 107).

9.    Jahlun artinya Bodoh

Manusia diciptakan Allah masing-masing mempunyai keistimewaannya sendiri-


sendiri. Ini menunjukkan bahwa ilmu Allah sangat luas atau maha luas. Allah SWT
memberikan ilmu kepada manusia maka mustahil Allah SWT bersifat Jahlun atau bodoh.
“Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan (oleh Allah) melainkan hanya sedikit saja”.(QS
Al Israa/17 : 85)

10.     Mautun  artinya Mati.

Allah menghidupkan dan mematikan mahlukNya. Mahluk Allah seperti manusia,


binatang, tumbuh-tumbuhan yang hidup karena kehendak Allah, dan mustahil Allah
sebagai penciptanya bersifat mautun atau mati sebab Allah Maha Hidup.

”Allah tidak ada tuhan selain Dia yang maha hidup, kekal, dan terus menerus mengurus
( mahlukNya ) tidak mengantuk dan tidak tidur”. (QS al-Baqarah/2 : 255).

11.     Shamamun  artinya tuli.

Allah mendengar setiap doa orang yang beriman walaupun hanya berupa bisikan di
dalam hati sebab Allah Maha Mendengar dan Maha mengetahui. Oleh sebab itu mustahil
kalau Allah bersifat Shamamun (tuli).

"Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Q.S. Al Baqarah/2 : 256).

12.     ‘Umyun artinya Buta.
 Manusia, binatang diciptakan oleh Allah dengan diberi indra mata untuk
melihat. Apalagi Allah yang Maha Melihat maka mustahil juka Allah bersifat ‘umyun
( buta ).

“Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembuyikan oleh hati.
Sesungguhya Allah Dialah yang maha Mendengar Lagi Maha Melihat”. (QSAl-
Mu’min/ 19-20)

“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang
kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui”. (QS Al
An’am/6 : 103).

13.    Bukmun artinya Bisu.

Allah SWT menurunkan wahyu kepada para nabi, dari wahyu itu kemudian
terhimpun kalamullah yang tertulis dalam kitabullah. Adanya al-Qur’an yang berisi
firman Allah membuktikan bahwa mustahil Allah bersifat bukmun (bisu).
“Para rasul itu kami lebihkan sebagian atas sebagaian yang lain. Di antaramereka ada
yang Allah bercakap-cakap (langsung dengannya) dan Allah meninggikan sebagian dari
mereka beberapa derajat”. (QS Al Baqarah/2 : 253).

14.     ‘Aajizan
 Áajizan artinya maha lemah. Mustahil Allah bersifat Maha Lemah.
   15.    Mukrahan
Mukrahan artinya Maha Terpaksa. Mustahil Allah bersifat Maha Terpaksa.
16.    Jaahilan
Jahilan artinya Maha Bodoh. Mustahil Allah bersifat Maha Bodoh.
17.    Mayyitan
Mayyitan artinya Maha Mati. Mustahil Allah bersifat Maha Mati.
18.    Ashammu
Ashammu artinya Maha Tuli. Mustahil Allah bersifat Maha Tuli.
19.    A’ma
A’ma artinya Maha Buta. Mustahil Allah bersifat Maha Buta.
20.    Abkamu
Abkamu artinya Maha Bisu. Mustahil Allah bersifat Maha Bisu.

SIFAT MUSTAHIL

Sifat ini artinya boleh bagi Allah Swt mengadakan sesuatu atau tidak mengadakan
sesuatu atau di sebut juga sebagai “mumkin”. Mumkin ialah sesuatu yang boleh ada dan
tiada.

Ja’iz artinya boleh-boleh saja, dengan makna Allah Swt menciptakan segala sesuatu,
yakni dengan tidak ada paksaan dari sesuatupun juga, sebab Allah Swt bersifat Qudrat
(kuasa) dan Iradath (kehendak), juga boleh - boleh saja bagi Allah Swt meniadakan akan
segala sesuatu apapun yang ia mau.

PEMBAGIAN SIFAT ALLOH

Sifat Wajib dibagi 4 bagian:

I – Sifat Nafsiyyah 

II – Sifat Salbiyah

III – Sifat Ma’ani

IV – Sifat Ma’nawiyah

 SIFAT NAFSIYYAH (SIFAT KEPERIBADIAN)

Maksudnya sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal jika Allah tidak disifatkan dengan
sifat ini. Atau bisa juga dikatakan sifat untuk menentukan adanya Allah, di mana Allah
menjadi tidak mungkin ada tanpa adanya sifat tersebut. adapun yang tergolong sifat ini
hanya satu yaitu sifat wujud. 

 SIFAT SALBIYAH

Maksudnya sifat yang menolak apa yang tidak layak bagi Allah. Atau dikatakan juga sifat
yang digunakan untuk meniadakan sesuatu yang tidak layak bagi Allah. Sifat Salbiyah ini
ada lima sifat yakni, 2- Qidam, 3-  Baqo’, 4- Mukhalafatu lil hawaditsi, 5- Qiyamuhu
binafsihi, 6- Wahdaniyyah.
 SIFAT MA’ANI

Maksudnya sifat yang diwajibkan bagi zat Allah suatu hukum atau sifat yang pasti ada
pada Dzat Allah. Sifat ini terdiri dari tujuh sifat, 7- Qudrat, 8- Iradah, 9- Ilmu, 10- Hayat,
11- Sama’, 12- Bashar dan 13- Kalam.

 SIFAT MA’NAWIYAH

Maksudnya sifat Allah yang dilazimkan atau tidak bisa dipisahkan dengan Sifat Ma’ani.
Sifat Ma’nawiyah adalah sifat yang mulazimah atau menjadi akibat dari sifat ma’ani.
Sifat ini terdiri dari tujuh sifat, yakni 14- Kaunuhu Qadiran, 15- Kaunuhu Muridan, 16-
Kaunuhu Aliman, 17- Kaunuhu Hayyan, 18- Kaunuhu Sami’an, 19- Kaunuhu Bashiran,
20- Kaunuhu Mutakalliman.

HIKMAH BERIMAN KEPADA ALLOH


Orang – orang yang beriman kepada Allah swt dengan kesungguhan hati dengan tak ada keraguan
sedikitpun dalam hatinya, maka Allah akan memberikan kemuliaan kepada mereka baik didunia maupun
diakhirat.

Adapun kemuliaan didunia itu meliputi :

1. Hatinya tenang, tidak goyah atau terombang ambing oleh ajakan nafsu jahat atau orang yang akan
menyesatkan. Firman Allah dalam Alqur’an surat Ar ra’d ayat 28.

Artinya : “ orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”

2. Orang yang berimman akan selalu mendapat bimbingan dari alahh swt, oleh karena itu apa yang
dilakukannya adalah perbuatran-perbuatan baik dan terpuji

3. Orang yang beriman meiliki sikap dan jiwa sosial, menyayangi anak yatim, menyantuni fakir miskin,
dan mengahrgai sesama orang lain.

4. Orang yang beriman akan selalu Melakukan amalan-amalan saleh, rendah hati, kasih sayang terhadap
sesame manusia, bahkan terhadapsemua makhluk ciptaan tuhan, baik hewan atau tumbuh-tumbuhan.

5. Allah akan memasukkan orang yang berimanb kedalam surga sebagai rahmatnya dana pahala atas
ketaatan serta kepatuhannya selama hidup didunia firman Allah swt dalam surat Al Maidah ayat 9.  

Artinya : “Allah Telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, (bahwa)
untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Anda mungkin juga menyukai