Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

IMAN KEPADA ALLAH

DI SUSUN OLEH:

DEA PUTRI MAULIDIA

ELA SAFITRI

POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK

ANGKATAN 2021/2022

KATA PENGANTAR

ii
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang Maha Kuasa atas
berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan Makalah keimanan kepada
Allah SWT ini tepat pada waktunya tanpa halangan suatu apapun.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami

buat di masa yang akan datang.

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................... i


Daftar Isi ...............................................................................................................
ii BAB I, Pendahuluan
............................................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................ 1

C. Tujuan Makalah ............................................................................... 2

BAB II, Pembahasan ............................................................................................


3

A. Pengertian Iman Kepada Allah ...................................................... 3

B. Bukti Wujud Allah ........................................................................ 4

C. Menatap Wajah Allah .................................................................... 12

BAB III, Penutup .................................................................................................


21

A. Kesimpulan ...................................................................................... 21

Daftar Pustaka .................................................................................................. xxi

ii
BAB 1 PENDAHULUAN

Adanya alam semesta beserta isinya, termasuk manusia dengan segala

kelebihan dan kekurangannya pasti ada yang menciptakan. Siapa

Dia? Sudah tentu “Sang Pencipta” Dialah Allah SWT. Untuk mengakui

kebenaran dan keberadaan Allah SWT dibutuhkan dalam hati, mengakui

dan membenarkan tentang adanya Allah SWT.

Allah SWT adalah Tuhan pencipta dan pemelihara alam semesta dan

segala isinya, Yang Maha Esa dalam zat-Nya, maksudnya Zat Allah SWT

hanya satu, tidak dua, tidak tiga, dan tidak pula lebih. Zat Allah SWT tidak

sama atau serupa dengan zat selainnya. Allah SWT Esa dalam sifat-Nya,

maksudnya sifat Allah SWT walaupun banyak, tetapi hanya dimiliki oleh

Allah SWT sendiri. Tidak ada zat selain Allah SWT yang memiliki atau

menandingi sifat-sifat Allah SWT. Allah SWT Esa dalam perbuatan-Nya,

maksudnya perbuatan-perbuatan Allah tidak terhingga banyaknya, tetapi

hanya dimiliki oleh Allah SWT sendiri. Tidak ada zat selain Allah SWT

yang dapat menandingi, apalagi melebihi perbuatan-Nya

B. Rumusan Masalah

1. Apa arti / pengertian Iman kepada Allah SWT?

2. Bagaimana bukti wujud Allah SWT?

ii
C. Tujuan Makalah

1. Dapat mengetahui dan memahami arti Iman kepada Allah dan

menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari.

2. Dapat memahami dan mengetahui bukti wujud Allah SWT.

3 Dapat memahami definisi menatap wajah Allah SWT

ii
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Iman Kepada Allah SWT

Arti iman kepada Allah adalah membenarkan tentang adanya Allah

SWT dengan keyakinan dan pengetahuan bahwa sesungguhnya Allah

SWT wajib ada-Nya dengan dzat nya. Dia Maha Esa, yang menguasai

langit dan bumi beserta isinya, Yang Maha Kuasa, Yang Hidup, Yang

Berdiri Sendiri, Yang Kekal. Sesungguhnya Allah SWT mengetahui atas

segala sesuatu dan Maha Kuasa. Allah melakukan apa yang Dia

Kehendaki, dan Allah Maha Bijaksana terhadap apa yang DIA kehendaki.

Tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai DIA. Allah Maha Mendengar

dan Maha Melihat, Maha Suci dan Maha Tinggi (Mulya) Allah dari

sesuatu yang menyerupai dan menandingi, dan Maha Suci Allah dari

teman dan pembantu (mitra dan asisten). Allah tiak membatasi waktu,

tidak ada yang menyibukan atau merepotkan Allah, dan Allah tidak

terbatasi dengan arah, Allah Maha Kaya, artinya dengan mutlak Allah

tidak butuh terhadap segala sesuatu.1

Akan tetapi segala sesuatu selain Allah sangat butuh kepada-Nya. DIA

(Allah) yang telah menciptakan perbuatan-perbuatan mereka, baik dan

buruknya, manfaat dan madharatnya, DIA (Allah) yang memberi hidayah

kepada orang yang DIA kehendaki, dan menyesatkan kepada orang yang

ii
DIA kehendaki, dan DIA (Allah) yang mengampuni kepada orang

yang

DIA kehendaki, dan menyiksa kepada orang yang DIA kehendaki. Allah,

tidak layak dipertanyakan atas apa yang DIA lakukan dan makhluk lah

(manusia dan jin) yang pantas ditanya atas apa yang mereka lakukan.

Artinya manusia harus mempertanggungjawabkan atas segala

perbuatannya. Dan tidak wajib atas Allah kepada seseorang atas segala

sesuatu, artinya Allah tidak terbebani atas segala kepentingan

makhluknya. Karena DIA Maha Menguasai terhadap segala –Nya dan

DIA lah yang mengendalikan segala-Nya, maka tidak ada seorangpun

yang bersekutu dengan DIA (Allah) didalam kerajaan-Nya. Dan tidak ada

hak bagi seorangpun atas sesuatu yang ada di sisi Allah.

Allah berjanji kepada orang-orang yang berbuat kebaikan dengan pahala

(Surga) semata-mata karena rahmat-Nya. Dan Allah mengancam kepada

orang adalah Dzat yang bersifat Wujud (Ada), Qadim (tidak ada

permulaan-Nya), Kekal, dan berbeda dengan makhluk secara mutlak”

Syarh (Penjelasan):

Dzat disana bukanlah dzat dalam lisan orang indonesia yang


mempunyai

arti materi datu benda, akan tetapi -orang yang berbuat keburukan

dengan siksaan (Neraka) semata-mata karena keadilan-Nya.2

B. Bukti Wujud Allah

ii
‫ يقاب ميدق دوجوم للاف‬# ‫قالطلإاب قلخلل فلاخم‬
“Maka Allah SWT

Dzat disana adalah Dzat dalam lisan

2
Alhabib Zaen bin Ibrahim bin Sumait Al-Husaeni Al-alawi, 2007 : 138).

ii
orang arab yang mempunyai arti “Dirinya sendiri”, “Haqiqat-nya” karena Allah ada

tanpa membutuhkan bentuk, tempat dan tidak membutuhkan makhluqnya, karena

semuanya adalah ciptaanya dan Allah berdiri sendiri tanpa ada yang menciptakan dan

tidak membutuhkan pertolongan makhluqnya. Sifat wajib Allah SWT yang dua puluh

tersebut yang pertama adalah sifat Nafsiyah Wujud

Sifat Wujud pengertiannya tetapnya sesuatu dan pasti adanya, sifat wujud ini

wajib bagi Allah SWT. Dzatnya bukan Illat (Pengaruh Luar) maksudnya bahwa selain

Allah (Makhluk) tidak dapat mempengaruhi adanya Allah. Adapun sifat wujud tanpa

Dzat itu terjadi seperti keberadaan kita yaitu melalui perbuatan Allah Ta’ala. Adapun

bukti adanya Allah yaitu adanya makhluk ini, jika Allah SWT tidak ada, maka tidak

akan ada satu makhlukpun. Allah Ta’ala berfirman,

‫يركذل ةالصلا مقأو يندبعاف انأ لإ هلإ ل الل انأ يننإ‬

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka

sembahlah Aku”. (QS. Thaha : 14) dan firman Allah Ta’ala,

ََ‫ۡلٱبَ َّلإَ امهنيبَ امَو لجأو‬ ‫َ ۡرۡل ٱ‬ َ ‫فَ اوركفتَي ملَ أ ومسلَٱ لّل‬
ِ ‫خ امَۗمهسفنَأ‬
َ ‫َٱ قل‬

ََ‫نورفكلَمهبرَياقلب‬٨َ ‫النٱَنَمايرثكَنَو َِۗإّم سم‬

“Tidaklah mereka memikirkan tentang kejadian diri mereka? Allah tidak

menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya

melainkan dengan kebenaran dan waktu yang ditetapkan. Dan

ii
sesungguhnya kebanyakan diantara manusia benar-benar ingkar akan

pertemuan dengan Tuhannya”. (QS. Ar Rum :8)3

Seseorang muslim yang beriman kepada Allah adalah yang

membenarkan adanya Tuhan Yang Maha Agung Tuhan maha Pencipta

langit dan bumi. Dia mengetahui alam ghaib dan alam nyata, maha

Pengatur, Raja segala sesuatu. Tiada Tuhan melainkan Dia. Dialah Yang

Maha Agung, yang memiliki sifat-sifat maha sempurna. Untuk pertama

kalinya kita mendapat petunjuk dari petunjuk-Nya. (Allah berfirman :

Kalaulah bukan karena petunjuk Allah, tidaklah kita mendapat petunjuk).

Kemudian petunjuk untuk beriman itu kita peroleh berdasarkan dalil naqli

dan aqli.

ii
Dalil naqli

1. Di dalam Al-quran Allah memberitakan keberadaan, pengaturan,

nama, dan sifat-sifat-Nya. Allah berfirman :

َ‫شغي َشرعلٱَ َع َل‬


ِ ‫َ وتسٱَ مَث مايأَ ةتَس ِفَضرۡۡل ٱَو‬ َ‫ومسلٱَ قلخَ يَّلٱ‬ ‫َٱ مكبر َنإ‬

َ‫َ لۡل ٱَ لَ َّلأَۦ َهرمأَب ترخسمَ َم وجلنٱَو َ َر مقلٱَو َر مۡل ٱَو‬ َ‫حۥَه بلطيَ َر اهلنٱ‬
َ ‫مشلٱََو اثيث‬ ‫َّلٱ‬

ََ‫يملعلٱَبر‬٥٤ََ
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit

dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arasy. Dia
‫َٱكرابت‬

ii
menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat,

dan diciptakan-Nya pula matahari, bulan, dan bintang-bintang

(masing- masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah !

Menciptakan dan memerintahkan itu hanyalah hak Allah. Mahasuci

Allah Tuhan semesta alam.” (QS. Al-A’raaf : 54).

Firman-Nya menyeru nabi-Nya, Musa a.s., sewaktu ia sampai ke

tempat api. Musa diseru dari lembah sebelah kanan, tempat yang

diberkahi sebatang pohon kayu.

َِ َ‫انأَ ّنإَ َس ومَي نَأ َةرجشلٱَ نمَ َة كربملٱَ ةعقلۡٱ‬


َ‫ف‬ ‫ميۡل ٱَ َد اولٱَ يطَش نمَ يدوَن اهىتأ َاملف‬

َ‫يملعلٱَب َر ٱ‬٣٠ََ

“Wahai, Musa. Sesungguhnya Aku adalah Allah, Tuhan semesta


alam.”

(QS. Al-Qashash : 30).

2. Berita dari sekitar 124.000 nabi dan rasul yang menyebutkan adanya

Tuhan Allah SWT., tentang rububiyyah terhadap alam semesta,

penciptaan-Nya, pengembangan, nama-nama, dan sifat-sifat-Nya.

Tidak seorang nabi atau rasul pun kecuali hanyalah Allah telah

ii
berbicara kepadanya atau mengutus hanya seorang utusan atau Allah

telah memasukkan ke dalam hatinya sesuatu yang meyakinkannya

bahwa itu kalam Allah dan wahyu-Nya yang diberikan kepadanya.

Pemberitaan sejumlah makhluk dan manusia pilihan ini

memustahilakn akal manusia untuk membohongkannya atau

menyebabkan orang sebanyak ini sepakat untuk berdusta. Begitu juga

pemberitaan sesuatu yang belum diketahui mereka, tidak diselidiki

oleh mereka kebenarannya, dan yang belum pasti kepada mereka,

padahal mereka itu manusia-manusia pilihan, manusi terbaik. Mereka

itu manusia- manusia yang mempunyai alasan rasional yang lebih

kuat, dan mereka itu manusia-manusia yang terpercaya dalam

pembicaraannya.

3. Berimannya berjuta-juta manusia kepada adanya Allah

SWT., penyembahan serta ketaatan mereka kepada-Nya, padahal pada

saat itu berlaku adat kebiasaan manusia bahwa membenarkan satu atau

dua orang lebih patut daripada mebenarkan suatu kelompok atau

umat manusia atau suatu julah besar manusia yang tidak dapat

dihitung, berdasarkan kesaksian rasio dan fitrah terhadapap kebenaran

mengenai apa yang diberitakan kepada mereka, dan mengenai apa

yang mereka mendekatkan diri kepada-Nya.

4. Berita dari berjuta-juta ulama tentang Allah, sifat-sifat, nama-nama,

dan pengaturan-Nya terhadap segala sesuatu, kemampuan-Nya

terhadap segala sesuatu, kemampuan-Nya terhadap segala sesuatu,

ii
kerana itulah mereka menyembah dan menaati, mencitai-Nya, serta

menentang keras demi diri-Nya

Dalil aqli

1. Wujud macam-macam alam, juga makhluk, menjadi bukti adanya

pencipta karena selain diri-Nya (Allah), tidak ada yang mengaku telah

menciptakan ini semua. Akal manusia mustahil akan mengatakan

adanya sesuatu itu tak ada yang mengadakan. Bahkan mustahil pula

adanya sesuatu yang jelasitu tanpa ada yang mengadakan. Demikian

pula, seperti halnya makanan, tak mungkin ada tanpa ada yang

memasaknya, dan tak mungkin ada hamparan tanah di planet bumi ini

tanpa ada yang menciptakannya. Jadi, bagaimana mungkin alam

semesta seperti langit, planet, matahari, bintang-bintang, bulan, padahal

semuanya berbeda serta jarak masing-maasing berjauhan, dan berputar.

Planet bumi dan apa-apa yang ada seperti manusia, jin, dan binatang-

binatang yang beraneka macam jenisnya itu berbeda pengetahuan dan

pemahamannya, keistimewaan dan ilmunya, juga barang-barang yang

bermanfaat yang ada padanya. Tak mungkin semua ini ada tanpa

adanya Pencipta. Demikian pula hal nya dengan sungai yang airnya

mengalir, uapnya mengepul, tumbuh-tumbuhan yang tumpul dan buah-

buahan yang beraneka rasa dan warna serta ciri-ciri khusus dan

manfaatnya.

2. 2. Adanya firman Allah yang sampai kepada kita, yang kita

renung- renungkan dan kita pahami makna-maknanya merupakan bukti

ii
akan adanya Pencipta semua itu, yaitu Allah SWT. Mustahil ada kalau

tanpa Mutakallim, dan mustahil ada ucapan tetapi tidak ada yang

mengucapkannya.

Oleh karena itu, kalau Allah menjadi bukti terhadap wujud-Nya lebih-

lebih kalam Allah ini merupakan syariat yang paling benar sejauh

yang diketahui oleh manusia. Hukum-hukum-Nya merupakan

hukum-

hukum yang terbaik bagi manusia, sebagaimana pula bahwa Firman

Allah itu mengandung teori-teori ilmiah yang paling benar, meliputi

hal-hal yang ghaib, juga peristiwa-peristiwa sejarah. Semua itu adalah

hal yang memang benar bagi siapa saja yang mau membenarkan, dan

hukum syariat, dan faedahnya tidak terbatas untuk sepanjang masa

walaupun dengan perbedaaan waktu dan tempat, dan tidak ada teori

ilmiah apapun hal menolak hal itu, dan tidak ada satu berita ghaib pun

yang meleset dari yang diberiatakan didalamnya, sama sekali tidak

mengurangi arti faedah hukum-Nya walaupun masa telah berlalu

sekian lama. Demikian pula sejarawan tidak akan bisa menolak dan

mendustakan berbagai kisah yang disebutkan didalamnya atau

memeperkuat pendustaan atau penolakan peristiwa-peristiawa sejarah

yang diisyaratkan dan dijelaskan oleh-Nya.

Terhadap kalam Allah yang bijak seperti ini mustahil akal mengatakan

bahwa ia adalah ciptaan seorang manusia karena kalam itu betul-betul

ii
berada diatas kemampuan dan pengetahuan manusia. Adalah salah

bila kalam itu kalam manusia. Dialah kalam Pencipta Manusia, yang

menjadi bukti terhadap adanya Allah, kemampuan, serta

kebijaksanaan-Nya.

3. Adanya system yang sangat akurat didalam hukum alam semesta

dalam penciptaan, pembentukan, peredaran, dan pertumbuhan wujud

hidup dialam ini, sesungguhnya semuanya tunduk kepada tananan

hukum alam ini, terikat olehnya, dan sama sekali tidak ada yang

bisa keluar

dari tananan tersebut. Seorang suami, misalnya, menyemburkan

spermanya kedalam Rahim istrinya sehingga terjadi pembuahan yang

menakjubkan, yang tidak dibantu oleh seorang manusia pun. Hanya

Allah lah yang dapat memasukan benih janin itu sampai keluar

menjadi bayi. Ini dalam hal penciptaan awal, demikian pula dalam

menumbuhkan dan mendewasakannya, mulai dari bayi dan anak kecil

sampai menjadi pemuda, orang dewasa, dan kakek-kakek.

Ini hukum umum yang terjadi pada manusia, binatang, dan tumbuh-

tumbuhan. Hal yang sama juga terjadi pada planet-planet angkasa dan

bintang-bintang dilangit. Semuanya tunduk, patuh, saling berkaitan,

dan tidak ada hukum yang keluar daripadanya. Jika penyimpangan

terjadi dari hukumnya, maka hal itu pertanda telah matinya planet

tersebut.

ii
Berdasarkan dalil aqli yang rasional dan dalil naqli yang dapat

didengar, manusiapun meyakini Allah dan pengurusan-Nya terhadap

segala sesuatu, ketuhanan-Nya (bagi orang-orang yang terdahulu dan

orang-orang yang datang kemudian). Atas dasar inilah maka

kehidupan Muslim, dalam segala aspeknya, sangat bergantung pada

keimanan terhadap Allah SWT.4

C. Menatap Wajah Allah

Kata Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, “Ini merupakan puncak

kerinduan pecinta surga dan bahan kompetisi mereka. Dan untuk hal ini

seharusnya orang-orang bekerja keras untuk mendapatkannya.”

Nabi Musa pernah meminta hal ini. Dijawab oleh Allah SWT seperti yang

tertera di ayat 143 surat Al-A’raf.

Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang

telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya,

berkatalah Musa, “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau)

kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau.” Tuhan berfirman,

“Kamu sekali- kali tidak sanggup melihat-Ku. Tapi lihatlah ke gunung itu,

jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat

melihat-Ku”. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu,

dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka

setelah Musa sadar kembali, dia berkata, “Maha Suci Engkau, aku

bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.”

Ada tujuh pelajaran dari ayat di atas:

ii
1. Tidak boleh menuduh kepada Nabi Musa bahwa ia meminta sesuatu

yang tidak diperkenankan oleh Allah swt.

2. Allah tidak memungkiri permintaan Nabi Musa.

3. Allah menjawab dengan kalimat, “Kamu tidak akan sanggup melihat-

Ku.” Bukan mengatakan, “Aku tidak bisa dilihat.”

4. Allah Mahakuasa untuk menjadikan gunung itu tetap kokoh di

tempatnya, dan ini bukan hal mustahil bagi Allah, itu merupakan hal

yang mungkin. Hanya saja dalam hal ini Allah juga mempersyaratkan

adanya proses ru’yah (melihat). Jadi, seandainya hal itu

merupakan sesuatu yang mustahil, sudah tentu Allah tidak akan

mempersyaratkan hal itu.

5. Kalimat “tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung

itu, dijadikannya gunung itu hancur luruh” adalah bukti bahwa

bolehnya melihat Allah swt. Jika boleh bagi-Nya menampakkan diri

kepada gunung, bagaimana terhalang untuk menampakan diri kepada

para nabi, rasul, dan wali-Nya di kampung akhirat?

6. Di ayat itu Allah swt. memberitahu kepada Nabi Musa bahwa gunung

saja tidak mampu melihat-Nya di dunia, apalagi manusia yang lebih

lemah dari gunung.

7. Allah swt. telah berbicara dengan Nabi Musa. Nabi Musa juga telah

mendengar perkataan Allah swt. tanpa perantara. Maka, melihat-Nya

ii
sudah pasti sangat bisa.5

Firman Allah Ta’ala,

ِ ‫ة‬٢٢َ‫ةرظاَناهبرََلََإ‬٢٣َ
ََ‫ضاَنذئموَيهَوجو‬

ii
“Wajah-wajah (orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri (indah).

Kepada Rabbnyalah mereka melihat” (QS al-Qiyaamah:22-23) .

Ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang yang beriman akan

melihat wajah Allah Ta’ala dengan mata mereka di akhirat nanti, karena

dalam ayat ini Allah Ta’ala menggandengakan kata “melihat” dengan kata

depan “ilaa” yang ini berarti bahwa penglihatan tersebut berasal dari

wajah-wajah mereka, artinya mereka melihat wajah Allah Ta’ala dengan

indera penglihatan mereka.

Bahkan firman Allah Ta’ala ini menunjukkan bahwa wajah-wajah

mereka yang indah dan berseri-seri karena kenikmatan di surga yang

mereka rasakan, menjadi semakin indah dengan mereka melihat

wajah Allah Ta’ala. Dan waktu mereka melihat wajah Allah Ta’ala adalah

sesuai dengan tingkatan surga yang mereka tempati, ada yang melihat-Nya

setiap hari di waktu pagi dan petang, dan ada yang melihat-Nya hanya satu

kali dalam setiap pekan.

Firman Allah Ta’ala,

‫{ةنجلا باحصأ كئلوأ ةلذ لاو رتق مههوجو قهري لاو ةدايزو ىنسحلا اونسحأ نيذلل‬

}‫نودلاخ اهيف مه‬

ii
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga)

dan tambahannya (melihat wajah Allah Ta’ala). Dan muka mereka tidak

ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni

surga, mereka kekal di dalamnya” (QS Yunus:26).

Arti “tambahan” dalam ayat ini ditafsirkan langsung oleh

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih, yaitu

kenikmatan melihat wajah Allah Ta’ala, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa

sallam adalah orang yang paling memahami makna firman Allah Ta’ala.

Dalam hadits yang shahih dari seorang sahabat yang mulia, Shuhaib bin

Sinan radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda, “Jika penghuni surga telah masuk surga,

Allah Ta’ala Berfirman: “Apakah kalian (wahai penghuni surga)

menginginkan sesuatu sebagai tambahan (dari kenikmatan surga)? Maka

mereka menjawab: Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah

kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan

menyelamatkan kami dari (azab) neraka? Maka (pada waktu itu) Allah

Membuka hijab (yang menutupi wajah-Nya Yang Maha Mulia), dan

penghuni surga tidak pernah mendapatkan suatu (kenikmatan) yang lebih

mereka sukai daripada melihat (wajah) Allah Ta’ala”. Kemudian

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat tersebut di atas.

Bahkan dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam menyatakan bahwa kenikmatan melihat wajah Allah Ta’ala adalah

ii
kenikmatan yang paling mulia dan agung serta melebihi kenikmatan-

kenikmatan di surga lainnya.

Imam Ibnu Katsir berkata, ”(Kenikmatan) yang paling agung dan

tinggi (yang melebihi semua) kenikmatan di surga adalah memandang

wajah Allah yang maha mulia, karena inilah “tambahan” yang paling

agung

(melebihi) semua (kenikmatan) yang Allah berikan kepada para penghuni

surga. Mereka berhak mendapatkan kenikmatan tersebut bukan (semata-

mata) karena amal perbuatan mereka, tetapi karena karunia dan rahmat

Allah”.

ii
Lebih lanjut imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam kitab beliau

“Ighaatsatul lahafaan” menjelaskan bahwa kenikmatan tertinggi di akhirat

ini (melihat wajah Allah Ta’ala) adalah balasan yang Allah Ta’ala berikan

kepada orang yang merasakan kenikmatan tertinggi di dunia, yaitu

kesempurnaan dan kemanisan iman, kecintaan yang sempurna dan

kerinduan untuk bertemu dengan-Nya, serta perasaan tenang dan bahagia

ketika mendekatkan diri dan berzikir kepada-Nya. Beliau menjelaskan hal

ini berdasarkan lafazh do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam

sebuah hadits yang shahih,

‫كئاقل ىلإ قوشلاو كهجو ىلإ رظنلا ةذل كلأسأ‬

[As-aluka ladzdzatan nazhor ila wajhik, wasy-syauqo ilaa liqo’ik] “Aku

meminta kepada-Mu (ya Allah) kenikmatan memandang wajah-Mu (di

akhirat nanti) dan aku meminta kepada-Mu kerinduan untuk bertemu

dengan-Mu (sewaktu di dunia).

Firman Allah Ta’ala,

َ‫ديزَمانيلََواهيفَنوءاشيَاَممهل‬٣٥َ

ii
Mereka

didalamnya

(surga)

memperoleh

apa yang

mereka

kehendaki;

dan pada sisi

Kami (ada)

tambahannya

(melihat

wajah Allah

Ta’ala)” (QS

Qaaf:35).

ii
Demikian pula hadits yang diriwayatkan oleh Jarir bin

Abdullah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda, “Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian

(Allah Ta’ala pada hari kiamat nanti) sebagaimana kalian melihat bulan

purnama (dengan jelas), dan kalian tidak akan berdesak-desakan dalam

waktu melihat-Nya…”

Namun, bukan sebuah perkara mudah untuk bisa mendapatkan

kenikmatan ini. Melainkan dengan usaha berupa amal saleh saat menjalani

kehidupan di dunia. Berikut ini tiga amalan yang bisa dilakukan manusia

agar kelak di akhirat dapat melihat wajah Allah SWT.

1. Iman dan Ihsan (Merasa Selalu Diawasi oleh Allah)

Iman dan ihsan menjadi pintu untuk bisa melihat wajah Allah SWT.

Dengan Iman dan ihsan seorang mukmin akan senantiasa merasa

diawasi oleh Allah SWT dalam setiap ibadahnya. Seakan-akan dia

melihat-Nya dengan hatinya di saat beribadah kepada-Nya. Maka

ganjarannya adalah dengan melihat wajah Allah dengan mata kepala

di akhirat.

Penghulu Ulama` Madzhab Hanabilah, Al-Hafiz Ibn Rajab al-Hanbali

Rahimahullahu Ta’ala berkata, bahwa “Firman Allah Subhanahu wa

Ta’ala dalam QS Yunus : 26 yang artinya:

ii
“Bagi orang yang berbuat ihsan, ada pahala yang terbaik (surga) dan

tambahannya (kenikmatan melihat Allah).” (QS Yunus [10]: 26)

Telah sahih dalam Ṣaḥīḥ Muslim dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa

Sallam menafsirkan ziyādah (tambahan) dalam ayat ini dengan

melihat wajah Allah di Surga.

“Wajah–wajah orang-orang yang beriman pada hari itu berseri–seri

kepada Rabbnya mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23)

“Bagi orang yang berbuat ihsan, ada pahala yang terbaik (surga) dan

tambahannya (kenikmatan melihat Allah).” (QS Yunus [10]: 26)

Telah sahih dalam Ṣaḥīḥ Muslim dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa

Sallam menafsirkan ziyādah (tambahan) dalam ayat ini dengan

melihat wajah Allah di Surga.

“Wajah–wajah orang-orang yang beriman pada hari itu berseri–seri

kepada Rabbnya mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23)

2. Menjaga Salat Subuh dan Ashar

ii
Amalan selanjutnya yang dapat membuat manusia dapat

melihat wajah Allah di akhirat adalah menjaga salat Subuh dan

Ashar. Salat merupakan ibadah wajib yang paling mulia dan bisa

mengantarkan seorang hamba untuk meraih kenikmatan melihat

Allah.

Dari Jarir Radhiallahu ‘Anhu berkata, “Ketika kami duduk-duduk

bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tiba-tiba beliau

melihat ke arah bulan di malam purnama seraya berkata,

’Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana

kalian melihat bulan ini. Kalian tidak samar dalam melihatnya. Jika

kalian mampu untuk tidak meninggalkan salat sebelum terbitnya

matahari (Subuh) dan salat sebelum terbenamnya matahari (Asar),

maka lakukanlah.” (HR al-Bukhari: 7434, Muslim: 1432)

Nabi Muhammad menjelaskan secara jelas bahwa ada hubungan

erat antara menjaga salat dan rukyah (melihat Allah). Nabi dalam

hadis

BAB III

ii
PENUTUP

KESIMPULAN

1. Iman kepada Allah adalah membenarkan tentang adanya Allah SWT

dengan keyakinan dan pengetahuan bahwa sesungguhnya Allah

SWT wajib ada-Nya dengan dzat nya.

2. Sifat Wujud pengertiannya tetapnya sesuatu dan pasti adanya, Allah

SWT adalah Dzat yang bersifat Wujud (Ada), Qadim (tidak ada

permulaan-Nya), Kekal, dan berbeda dengan makhluk secara mutlak.

3. Tiga amalan yang bisa dilakukan manusia agar kelak di akhirat dapat melihat

wajah Allah SWT.

a. Iman dan Ihsan (Merasa Selalu Diawasi oleh Allah) Iman dan

ihsan menjadi pintu untuk bisa melihat wajah Allah SWT.

b. Menjaga Salat Subuh dan Ashar. c.

Do’a.

ii
ii

Anda mungkin juga menyukai