Anda di halaman 1dari 6

(MU’TAZILAH)

A. Pengertian
Perkataan Mu’tazilah berasal dari kata “I’tizal” yang artinya memisahkan diri.
Mu’tazilah adalah salah satu aliran pemikiran dalam islam yang banyak terpengaruh dengan
filsafat barat sehingga berkecenderungan menggunakan rasio sebagai dasar argumentasi.

B. Latar belakang munculnya Aliran Mu’tazilah


Aliran Mu’tazilah muncul kira-kira pada permulaan abad pertama Hijriyah, di kota
Basrah ( Irak).
Basroh ketika itu menjadi kota pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam. Selain itu,
aneka kebudayaan asing dan bermacam-macm agama bertemu di kota itu. Makin meluasnya dan
makin banyaknya orang yang memeluk agama islam menyebabkan adanya orang yang ingin
menghancurkan islam, terutama dari segi aqidah.
Orang-Orang yang ingin menghancurkan islam tidak hanya mereka yang bukan beragama
islam, akan tetapi juga datang dari orang-orang islam sendiri karena masalah politik. Dari pada
itu, golongan Khawarij yang pada mulanya muncul lontara masalah politik, namun kemudian
mereka mempersoalkan pula masalah teologi (tentang masalah iman dan kufur). Menurut
mereka, orang islam yang berdosa besar adalah kafir, sedangkan menurut Murji’ah tidak.
Selanjutnya orang islam yang demikian itu, menurut Wasil Bin Atha bukan mukmin dan bukan
pula kafir, lalu ia dikenal sebagai Mu’tazilah karena ia berbeda pendapat dengan gurunya dan
memisahkan diri dari padanya.
Mengenai arti dan asal-usul kata Mu’tazilah terdapat beberap versi yang ditemukan oleh para
ahli ilmu kalam.Yaitu:
1. Versi Almas’udi, sebutan Mu’tazilah berasal dari pendapat mereka yang mengatakn bahwa
orang yang membuat dosa besar bukan mukmin,juga bukan kafir,tetapi mengambil posisi
diantara keduanya (Al-manzilah bainal manzilatain). Jadi menurut versi ini kemu’tazilahan itu
mula-mula menjadi sifat orang yang berbuat dosa besar kemudian menjadi sifat atau nama
golongan yang berpendapat tentang posisi orang yang berdosa besar. Golongan yang
berpendapat itu di sebut Mu’tazilah karena mereka membuat orang yang berbuat dosa besar jauh
dari golongan mukmin dan kafir.

2. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa suatu hari Qatadah Ibnu Da’amah masuk kemesjid basrah
dan duduk pada majlis Amr bin Ubaid yang disangkanya majlis hasan Basri. Setelah menyadari
bahwa ia salah masuk, ia bediri dan meninggalkan tempat itu sambil berkata,”ini kamu
Mu’tazilah”.Sejak itu mereka di sebut kaum Mu’tazilah.

3. Menurut Ahmad Amin, sebutan Mu’tazilah sudah ada kurang lebih 100 tahun sebelum
terjadinya perselisihan pendapat Wasil bin Atha dengan Hasan Basri di mesjid basrah. Golongan
yang disebut Mu’tazilah pada waktu itu adalah mereka yang tidak ikut melibatkan diri dalam
pertikaian. Golongan yang tidak ikut pertikaian itu mengatan,”Kebenaran tidak mesti berada
pada salah satu pihak yang bertikai, melainkan kedua-duanya bisa salah, sekurang-kurangnya
tidak jelas siapa yang benar. Sedangkan agama hanya memerintahkan memerangi orang-orang
yang menyeleweng. kalau kedua golongan menyeleweng, maka kami harus menjauhkan diri
(I’tazalna).

Demikianlah beberapa versi tentang asal-usul sebutan Mu’tazilah. Sebenarnya kaum


Mu’tazilah itu sendiri tidak senang dengan sebutan itu, karena sebutan itu agaknya bersifat
merendahkan dan ejekan oleh lawan-lawannya. Akan tetapi karena sebutan itu sudah terlanjur
sering disebu-sebut, maka mereka berusaha mencari alasan-alasan yang menunjukan bahwa
sebuat Mu’tazilah itu adalah sebutan yang baik.
Dalam bukunya “ Almunayat wal amal” Ahmad Bin Al-murtadha menulis, bahwa aliran
M’tazilah itu sendiri yang memberikan nama tersebut untuk dirinya, dan mereka tidak menyalahi
ijma, bahwa memakai apa yang telah di ijmakan pada masa pertama islam. Kalau mereka
menjauhi sesuatu, maka pendapat-pendapat yang baru dan Bid’ah-bid’ah itulah yang mereka
jauhi. Kemudian sebutan Mu’tazilah itu disandarkan pada ayat Al-Qur’an Antara lain :
Surat Al-Mujammil ayat 10:
“dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang
baik.”

Sebutan yang lebih disenangi oleh kaum Mu’tazilah sebenarnya dalah Ahlul Adli wat
tauhid (golongan keadilan dan tauhid). Golongan Ahlu Sunnah menyebutkan Aliran Mu’tazilah
dengan sebutan Al-Mu’attilah. Mula-mula sebutan itu diberikan kepada aliran Jahamiah, karena
aliran ini mengosongkan tuhan dari sifat-sifatnya. Karena sifat-sifat Tuhan dipersoalkan
keberadaannya oleh aliran Mu’tazilah, maka mereka juga disebut Mu’attilah.

C. Tokoh-Tokoh Aliran Mu’tazilah

1. Wasil bin Atha (80 – 131 H)

Wasil bin Atha Al-Ghazal adalah pendiri Aliran Mu’tazilah, sekaligus sebagi pemimpinnya
yang pertama.ia pula yang terkenal sebagai orang yang meletakan prinsip pemikiran Mu’tazilah
yang rasional.

2. Al-Allaf (135 – 235 H)

Nama lengkapnya adalah abdul Huzzail Muhammad bin Al-Huzzail Al-Allaf. Ia sebagai
pemimpin Mu’tazilah kedua di Basrah. Ia banyak mempelajari Filsafat Yunani. Pengetahuannya
tentang Filsafat memudahkan baginya untuk menyusun dasar-dasar ajaran Mu’tazilah secara
teratur. Pengetahuannya tentang logika, membuat dia menjadi ahli debat. Lawan-lawannya dari
golongan Zindiq (orang yang pura-pura masuk Islam), dari kalangan majusyi, Zoroaster, dan
ateis tak mampu membantah argumentasinya. Menurut riwayat 3000 orang masuk isalam di
tangannya. Puncak kebesarannya dicapai pada masa Khalifah Al-Ma’mun karena Khalifah ini
pernah menjadi muridnnya.

3. Bisyir bin Al-Mu’tammir (Wafat 226 H)

Ia adalah pemimpin aliran Mu’tazilah di Baghdad.Ia adalah seorang tokoh aliran ini yang
membahas konsep “tawallud” yaitu batas-batas pertanggung jawaban manusia atas perbuatannya.
Bisyir mempunyai murid-murid yang besar pengaruhnya dalam penyebaran paham Mu’tazilah,
khususnya di Baghdad.

4. An-Nazzham (185 - 221 H)

Nama sebenarnya adalah Ibrahim bin Sayyar bin Hani An-Nazzham.Ia adalah murid Abdul
Huzail Al-Allaf. Ia juga banyak bergaul dengan para Filosof. Pendapatnya banyak berbeda
dengan aliran Mu’tazilah lainnya.An-Nazzham memiliki ketajaman berpikir yang luar biasa,
antara lain tentang metode keraguan dan metode empiraka (percobaan-percobaan) yang
merupakan cikal bakal pembaharuan di Eropa.

5. Al-jubbai (wafat 303 H)

Nama lengkapnya adalah Abu Ali Muhammad bin Ali Al-Jubbai. Sebutan Al-Jubbai dari
nama tempat kelahirannya, yaitu satu temapt bernama Jubba, di Iran. Al-Jubbai adalah guru
Imam Al-Asy’ari,tokoh utama aliran Ahlusunnah. Ketika Al-Asy’ari keluar dari barisan
Mu’tazilah dan menyerang pendapatnya, ia membalas Tafsiran Al-Qur’an banyak di ambil oleh
Az-Zamahsyari. Al-Jubba’I dan anaknya yaitu Abu Hasyim Al-Jubba’I mencerminkan akhir
masa kejayaan aliran Mu’tazilah.

6. Al-khayyat (wafat 300 H)

Abu Husain Al-Khayyat termasuk tokoh Mu’tazilah Baghdad. Bukunya yang berjudul
“Al-Intisar” berisi tentang pembeelaan aliran Mu’tazilah dari serangan Ibnu Ar-Rawandi. Ia
hidup pada masa kemunduran aliran Mu’tazilah.

7. Al-Qadhi Abdul Jabbar (wafat 1024)

Ia diangkat menjadi kepala hakim oleh Ibnu Abad. Diantara karyanya yang besar adalah
ulasan tentang pokok-pokok ajaran Mu’tazilah.Al-Qadhi Abdul Jabar termasuk tokoh yang
hidup pada masa kemunduran aliran Mu’tazilah, namun ia mampu berprestasi baik dalam bidang
ilmu maupun dalam jabatan kenegaraan.

8. Az-Zamahsyari (467 – 538 H)

Nama lengkapnya adalah Jarullah Abdul Qasim Muhmmad bin Umar.Ia dilahirkan di
Desa Zamaksyar ,Iran. Ia terkenal sebagai tokoh dalam ilmu tafsir, nahwu dan paramasastra.
Dalam Karangannya ia dengan terang-terangan menonjolkan paham Mu’tazilah, misalanya
dalam kitab Tafsiran” Al-Kassyaf “ Ia berusaha menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an bedasarkan
ajaran-ajaran Mu’tazilah, terutama lima prisip ajarannya.

D. AJARAN-AJARAN POKOK ALIRAN MU’TAZILAH


Ada lima ajaran pokok yang menjadi prinsip utama aliran Mu’tazilah. Kelima ajaran pokok
tersebut adalah :

1. At-Tauhid (Kemaha Esaan Allah)

Ajaran yang paling penting dari kaum Mu’tazilah adalah At-Tauhid atau ke-Maha Esaan
Allah.Bagi mereka, Allah baru dapat dikatakan Maha Esa jika ia merupakan zat yang usik, tidak
ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia.
Oleh karena itu,Kaum Mu’tazilah menolak paham Antropomorphisme,yaitu paham yang
menggambarkan Tuhan menyerupai makhluk-Nya. Mereka juga menolak paham Beatific Vision,
yaitu pandangan bahwa tuhan dapat dilihat oleh manusia.Satu-satunya Sifat Tuhan yang betul-
betul tidak mungkin ada pada makhluk-Nya adalah sifat Qadim. Paha mini mendorong kaum
Mu’tazilah untuk meniadakan sifat-sifat Tuhan yang mempunyai wujud sendiri di luar dzat
Tuhan.
Menurut paham ini tidak berarti bahwa Tuhan tidak diberi sifat-sifat.
Tuhan bagi kaum Mu’tazilah tetap Maha Tahu, Maha Kuasa, Maha Hidup, Maha
Mendengar, Maha Melihat, dan sebagainya, tetapi itu tak dapat dipisahkan dari Dzat Tuhan
dengan kata lain, sifat-sifat itu merupakan esensi Dzat Tuhan.Bagi Mu’tazilah pahm ini mereka
muculkan karena keinginan untuk memelihara kemurnian ke-Maha esaan Tuhan.

2. Al-Adl (Keadilan)

Bagi Mu’tazilah paham ini mereka munculkan karena ingin mensucika perbuatan Tuhan dari
persamaannya dengan perbuatan makhluk. Hanya tuhan yang berbuat adil seadil-adilnya.Tuhan
tidak mungkin berbuat zalim.
Dalam menafsirkan keadilan mereka mengatakan bahwa “Tuhan tidak menghendaki
keburukan dan tidak menciptakan perbuatan manusia.Manusia bisa mengerjakan sendiri segala
perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya dengan kekuasaan (kodrat) yang dijadikan
oleh Tuhan pada diri mereka. Ia hannya memerintahkan apa yang dikehendaki-nya. Ia
menghendaki kebaikan-kebaikan yang Ia perintahkan dan tidak campur tangan dalam keburukan-
keburukan yang dilarang”.

3 Al-Wa’d wal al-Wa’id (janji dan ancaman)

Kaum Mu’tazilah yakin bahwa tuhan pasti akan memberikan pahala dan akan menjatuhkan
siksa kepada manusia di Akhirat kelak. Bagi mereka Tuhan tidak dikatakan adil jika Ia tidak
member pahala kepada orang yang berbuat baik dan tidak menghukum orang jahat. Keadilan
meghendaki supaya orang bersalah diberi hukuman berupa neraka dan orang yang berbuat baik
diberi hadiah berupa surga sebagaimana dijanjikan Tuhan.

4 Al-Manzilah bainal Manzilatain (Posisi di antara dua posisi)

Prinsip keempat ini juga erat kaitannya dengan prinsip keadilan Tuhan.Pembuatan dosa besar
bukanlah kafir, karena mereka masih percaya kepada Allah dan Rosul-Nya, tetapi mereka bukan
pula Mukmin, karena iman meeka tidak lagi sempurna.
Penempatan ini bagi kaum Mu’tazilah berkaitan dengan pahaPrinsip keempat ini juga erat
kaitannya dengan prinsip keadilan Tuhan.Pembuatan dosa besar bukanlah kafir, karena mereka
masih percaya kepada Allah dan Rosul-Nya, tetapi mereka bukan pula Mukmin, karena iman
meeka tidak lagi sempurna.
Penempatan ini bagi kaum Mu’tazilah berkaitan dengan paham Mu’tazilah tentang iman.
Iman bagi mereka bukan hanya pengakuan dan ucapan tetapi juga perbuatan. Dengan demikian
pembuat dosa besar tidak beriman,tidak juga kafir seperti disebut terdahulu.

5 Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat buruk)

Mengenai hal ini kaum Mu’tazilah berpendapat sama dengan pendapat golongan-golongan
umat Is;am lainnya. Kalaupun ada perbedaan hanya dari segi pelaksanaannya, apakah seruan
untuk berbuat baik dan larangan berbuat buruk itu dilakukan dengan lunak atau dengan
kekerasan.
A. Kesimpulan

Mu’tazilah berasal dari kata “I’tizal” yang artinya memisahkan diri. Mu’tazilah adalah salah
satu aliran pemikiran dalam islam yang banyak terpengaruh dengan filsafat barat sehingga
berkecenderungan menggunakan rasio sebagai dasar argumentasi. Aliran Mu’tazilah mucul kira-
kira pada permulaan abad pertama Hijriyah, di kota Basrah ( Irak). Menurut Almas’udi,sebutan
Mu’tazilah berasal dari pendapat mereka yang mengatakan bahwa orang yang berbuat dosa besar
bukan mukmin,juga bukan kafir,tetapi mengambil posisi diantara keduanya (Almanzilah
bainal manzilatain).
Sedangkan Menurut Ahmad Amin,sebutan Mu’tazilah sudah ada kurang lebih 100 tahun
sebelum terjadinya perselisihan pendapat antara Wasil bin Atha dengan Hasan Basri di mesjid
Basrah. . Golongan yang disebut Mu’tazilah pada waktu itu adalah mereka yang tidak ikut
melibatkan diri dalam pertikaian. Golongan yang tidak ikut pertikaian itu mengatan,”Kebenaran
tidak mesti berada pada salah satu pihak yang bertikai, melainkan kedua-duanya bisa salah,
sekurang-kurangnya tidak jelas siapa yang benar.Sedangkan agama hanya memerintahkan
memerangi orang-orang yang menyeleweng. kalau kedua golongan menyeleweng, maka kami
harus menjauhkan diri (I’tazalna).
Ajaran-Ajaran pokok Aliran Mu’tazilah adalah: At-Tauhid (Kemaha Esaan Allah), Al-
Adl (Keadilan), Al-Wa’d wal al-Wa’id (Posisi diantara dua posisi), Al-Manzilah bainal
Manzilatain (Posisi diantara dua posisi), Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Menyuruh berbuat baik dan
melarang berbuat buruk)

Anda mungkin juga menyukai