Anda di halaman 1dari 12

SEJARAH DAN METODE DAKWAH WALISONGO

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata pelajaran: Agaama Islam

Guru Pembimbing : Ema Yosulina S.Ag

SMA NEGRI 1 LUBUK DALAM

TAHUN AJARAN 2023 – 2024

KELOMPOK 2

NAJMUN JAMIILUN
Daftar Isi

Bab 1

Pendahuluan

1. Latar belakang

Bab 2

Pembahasan

1. Sunan Gresik

2. Sunan Ampel

3. Sunan Bonang

4. Sunan Drajat

5. Sunan Kalijaga

6. Sunan Muria

7. Sunan Gunung Jati

8. Sunan Giri

9. Sunan Kudus

Bab 3

Penutup
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUA
BAB 1
PENDAHULUAN

Latar Belakang Sebelum masuknya agama Islam di Indonesia khususnya di tanah Jawa, wilayah
Indonesia didominasi oleh agama Hindu dan Buddha yang terlebih dahulu memasuki Indonesia pada
masa sekitar abad ke-4 Masehi.1 Orang-orang dari Gujarat datang ke kepulauan Jawa dan Sulawesi
membawa agama serta peradaban mereka. Kepercayaan yang berkembang dikalangan masyarakat pada
waktu itu yaitu kepercayaan akan adanya sebuah unsur yang di dewakan, maka kemudian banyak sekali
ditemukan peninggalan-peninggalan yang berbentuk bangunan.2 Nusantara pada saat itu yang belum
mengenal Islam merupakan masyarkat yang majemuk. Kepercayaan-kepercayaan yang tumbuh
dimasyarakat Nusantara memunculkan pola singkretisasi. Sedangkan sinkretesisasi adalah sebuah
penggabungan antara kepercayaan Hindu dan Budha, dimana kita sering mengenalnya dengan sebutan
kejawen.

Memasuki abad ke-7 ajaran agama Islam mulai masuk ke Indoneisa berdasarkan toeri Makkah.
Proses masuknya ajaran agama Islam di Indonesia pertama kali melalui masyarakat pesisir pantai utara
seperti Sunda Kelapa, Banten, Demak, Jepara, dan Gresik. Ajaran agama Islam disebarkan oleh
pedagangpedagang muslim dari Timur Tengah maupun dari Gujarat dalam rangka urusan dagang.
Mereka singgah di pelabuhan-pelabuhan sepanjang pesisir pantai utara Jawa, selain untuk urusan
dagang para saudagar muslim tersebut juga berdakwah mensyiarkan agama Islam di kalangan
mayarakat Jawa.3 Sementara itu, setelah Islam berkembang di daerah pesisir pantai utara, dalam
literatur lainnya ditemukan bukti bahwa pada abad ke-15 dan ke-16 Masehi ajaran agama Islam juga
disebar luaskan oleh ”Wali Sembilan atau sering menyebutnya dengan istilah Walisongo.4 Walisongo
adalah sebuah nama organisasi dakwah, Walisongo adalah sekelompok wali yang berjumlah 9
(sembilan) orang. Para anggota Waliosongo tersebut antara lain : Raden Rahmad (Sunan Ampel), Syarih
Hidayatullah ( Sunan Gunung Jati ), Raden Mas Syahid (Sunan Kalijaga), Sunan Kudus, Sunan Drajat,
Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Raden Paku (Sunan Giri), Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). 5

Walisongo berdakwah di pulau Jawa dan salah satu diantaranya berdakwah di wilayah Demak dan
sekitar Jawa Tengah adalah Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga merupakan anggota dari dewan dakwah
Walisongo. Sunan Kaljaga memiliki nama asli "Raden Mas Syahid". Sunan Kalijaga merupakan putra dari
Temenggung Wilatikta (Bupati Kadipaten Tuban). Sunan Kalijaga adalah salah satu anggota walisongo
yang menarik perhatian karena Sunan Kalijaga mendakwahkan ajaran agama Islam dengan
menyipsipkan nilai-nilai ajaran Islam dalam budaya yang berkembang ditempat tersebut. Pendekatan
budaya di nilai ampuh untuk mendakwahkan ajaran agama Islam yang pada saat itu masyarakat masih
kental dengan ajaran Animisme dan Denamisme.

BAB 2
PEMBAHASAN

1. Sunan Gresik

Sunan Gresik atau yang memiliki nama asli Maulana Malik Ibrahim merupakan salah satu Wali
Songo yang menyebarkan agama Islam di pulau Jawa. Banyak orang yang mengatakan bahwa
Sunan Gresik merupakan orang pertama yang menyebarkan Islam di pulau Jawa.
Asal usul dari Sunan Gresik hingga masa kini sebenarnya masih menjadi sebuah perbedatan.
Berbagai sumber mengatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim lahir pada awal abad ke-14 di
Samarkand, Uzbekistan, Asia Tengah.

Tak senada dengan pernyataan tersebut, Nur Amin Fatah melalui buku “Metode Dakwah
Walisongo” menuliskan bahwa Sunan Gresik lahir di Arab, melakukan hijrah ke daerah Gujarat,
India, berkelana ke Malaka dan setelah itu baru Sunan Gresik pergi ke pulau Jawa.

Sunan Gresik melakuakn dakwah dengan melakukan berbagai hal. Misalnya seperti berdakwah
dengan melalui bidang perdagangan dan pendidikan. Pada mulanya, Sunan Gresik mulai
berdagang di daerah pelabuhan. Hal ini dilakukan dengan tujuan supaya masyarakat tidak kaget
terhadap ajaran Islam yang dibawanya.

Tak sekadar mengajarkan agama Islam, Sunan Gresik juga mengajarkan cara unutk bercocok
tanam pada masyarakat. Seluruh strategi yang dilakukan oleh beliau ini merupakan strategi
dakwah Walisongo yang damai. Sehingga masyarakat dapat menerimanya, meskipun dengan
perlahan-lahan.

Saat bertempat tinggal di Desa Sawo, Gresik, Sunan Gresik membangun sebuah surau. Surau ini
memiliki fungsi sebagai tempat salat. Disamping itu, surau ini juga dijadikan sebagai tempat
untuk pesantren sederhana. Dengan melalui pesantren sederhana inilah, beliau menyebarkan dan
mengajarkan berbagai ajaran Islam.

2. Sunan Ampel

Sunan Ampel yang memiliki nama asli Raden Muhammad Ali Rahmatullah (biasa dipanggil
Raden Rahmat) di Campa pada tahun 1401. Campa merupakan salah satu kerajaan yang
berlokasi di Vietnam.
DItilik dari silsilah keluarganya, beliau merupakan anak dari putri Raja Champa. Sunan Ampel
adalah keponakan dari Raja Majapahit dan bibinya adalah permaisuri dari Prabu Kertawijaya
atau Raden Brawijaya. Seperti yang kita diketahui, Raden Brawijaya mulai memimpin pada
tahun 1447-1451.

Ada beberapa strategi dakwah Walisongo yang digunakan oleh Sunan Ampel. Salah satunya
sekaligus yang paling terkenal ialah dengan lima ajaran dasar yang Sunan Ampel ajarkan.

Ajaran ini diberi nama “moh lima”. “moh” dalam bahasa Jawa berarti tidak dan “lima” memiliki
arti yang sama dengan bahasa Indonesia, yakni angka lima. Ajaran Moh limo terdiri dari moh
main (tidak bermain judi), moh ngombe (tidak minum/mabuk), moh maling (tidak mencuri), moh
madat (tidak mengonsumsi obat-obatan terlarang), dan moh madon (tidak melakukan zina).

3. Sunan Bonang

Sunan Bonang atau yang memiliki nama asli Raden Makdum Ibrahim lahir di Surabaya pada
1465 M. Beliau lahir dan tumbuh di dalam asuhan keluarga dengan golongan ningrat dan sangat
agamis.

Strategi dakwah Walisongo yang dilakukan oleh Sunan Bonang ialah dengan melakukan
pendekatan melalui akulturasi budaya. Beliau mempunyai keterampilan pada bidang sastra dan
seni. Hal ini menjadikan orang-orang memberikan julukan kepada Sunan Bonang, yakni seniman
yang mengajarkan Islam.

Alat musik yang digunakan sebagai media dakwah, yaitu seperangkat gamelan. Berdasarkan
pada beberapa sumber, nama Sunan Bonang berasal dari nama salah satu alat gamelan yang
beliau ciptakan. Gamelan merupakan alat musik tradisional dari suku Jawa yang terbuat dari
bahan kuningan dan pemukulnya terbuat dari kayu.

Gamelan memiliki bentuk lingkaran serta memiliki sebuah tonjolan di bagian tengahnya. Saat
gamelan dimainkan dengan cara dipukul, akan menghasilkan bunyi yang merdu.
Permainan musik gamelan yang dilakukan oleh Sunan Bonang memperoleh banyak perhatian
dari masyarakat. Hal tersebut dibuktikan saat beliau memainkan alat musik gamelan, masyarakat
sekitar selalu berdatangan untuk menonton. Masyarakat daerah Tuban pada masa itu memang
terkenal kental dengan budaya Jawanya.

Agama yang dianut oleh masyarakat Tuban pada masa itu adalah Budha dan Hindu. Strategi
dakwah Walisongo ini merupakan salah satu strategi yang tepat untuk mendapatkan hati mereka.

4. Sunan Drajat

Sunan Drajat atau yang memiliki nama asli Raden Qasim lahir pada tahun 1470 M di
Ampeldenta, Surabaya. Sunan Drajat merupakan putra yang paling muda dari pasangan Sunan
Ampel dengan Nyi Ageng Manila. Sunan Drajat merupakan adik dari Raden Maulana Makdum
Ibrahim atau yang juga dikenal sebagai Sunan Bonang.

Sunan Drajat mempunyai beberapa nama lain, seperti Raden Syarifuddin, Masaikh Munat, Sunan
Mayang Madu, Pangeran Kadrajat, dan Maulana Hasyim.

Pada tahun 1484, Sunan Drajat diberikan sebuah gelar oleh Raden Patah dari Demak. Gelar
tersebut ialah Sunan Mayang Madu. Selain memberikan gelar, Raden Patah juga memberikan hal
lain, yakni tanah perdikan.

Serupa dengan Sunan Ampel, Sunan Drajat juga mempunyai 7 ajaran dasar pada masa
dakwahnya. Diantaranya adalah sebagai berikut;

1. Memangun resep tyasing sasama (membuat senang hati orang lain)


2. Jroning suka kudu eling lan waspada (dalam keadaan gembira, hendaknya tetap mengingat
Tuhan serta selalu waspada).
3. Laksitaning subrata tan nyipa marang pringga bayaning lampah (dalam mencapai cita-cita
luhur, jangan menghiraukan segala halangan dan rintangan).
4. Meper hardaning pancadriya (senantiasa berjuang untuk menekan hawa nafsu duniawi)
5. Heneng-Hening-Henung (dalam diam akan dicapai keheningan dan dalam hening akan
dicapai jalan kebebasan mulia).
6. Mulya guna panca waktu (pencapaian kemuliaan lahir batin dapat dicapai dengan
melakukan salat lima waktu).
7. Menehono teken marang wong kang wuto. Menehono mangan marang wong kang luwe.
Menehono busana marang wong kang wuda. Menehono pangiyup marang wong kang
kaudanan (berikan tongkat kepada orang buta, berikan makan kepada orang lapar, berikan
pakaian kepada orang yang tak berpakaian, dan berikan tempat berteduh kepada orang
kehujanan).

5. Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga atau yang memiliki nama asli Raden Said lahir pada sekitar tahun 1450 M. Sunan
Kalijaga merupakan seorang putra dari Tumenggung Wilatiktam seorang Bupati yang memimpin
Tuban.

Perjalanan Sunan Kalijaga untuk menjadi wali bukanlah merupakan hal yang mudah. Di masa
mudanya, beliau adalah seorang bromocorah. Bromocorah adalah nama lain dari penjahat pada
era tersebut. Semasa muda, beliau merupakan remaja yang nakal.
Raden Said sangat menyukai minum minuman keras dan berjudi. Selain itu, beliau juga kerap
mencuri. Sunan Kalijaga juga sudah banyak melakukan berbagai perbuatan buruk.

Suatu ketika, Sunan Kalijaga memiliki keinginan untuk merampok seseorang. Kebetulan, orang
yang akan ia rampok adalah Sunan Bonang. Dengan melalui pengaruh-pengaruh dari Sunan
Bonang tersebutlah yang menjadikan Sunan Kalijaga bisa tergugah untuk bertaubat.

Pasca kejadian tersebut, Sunan Bonang menjadi guru spiritual dari Sunan Kalijaga. Sunan
Kalijaga memulai dakwahnya di daerah Cirebon, tepatnya di Desa Kalijaga. Beliau memiliki
tujuan untuk menyebarkan agama Islam pada masyarakat Indramayu dan Pamanukan dan.

Sunan Kalijaga melakukan dakwah dengan melalui pendekatan seni dan budaya. Beliau
melakukan dakwah dengan cara memainkan wayang. Beliau membuat pertunjukan dan tidak
mematok harga bagi siapa saja yang ingin menonton. Strategi dakwah ini ternyata berhasil
menarik perhatian dan minat dari masyarakat sekitar.
6. Sunan Muria

Sunan Muria memiliki nama asli, yakni Raden Umar Said. Sunan Muria terlibat saat ada acara
pemilihan Raden Patah sebagai pemimpin perdana dari kerajaan Islam di pulau Jawa. Meskipun
beliau merupakan sosok yang sangat berpengaruh di Kesultanan Demak, Sunan Muria lebih
merasa senang untuk tinggal di daerah yang terpencil.

Sunan Muria senang bergaul dengan para rakyat jelata. Beliau mengajarkan berbagai jenis
keterampilan pada masyarakat misalnya bercocok tanam, kesenian, hingga tata cara berdagang.
Nama Sunan Muria diberikan, lantaran beliau menetap di Gunung Muria.

Gunung Muria berada di pantai utara Jawa Tengah, tepatnya di sebelah timur laut dari Kota
Semarang. Gunung Muria ini termasuk ke dalam wilayah di Kabupaten Kudus, Kabupaten
Jepara, serta Kabupaten Pati.

Salah satu strategi dakwah yang dilakukan oleh Sunan Muria ialah tradisi bancakan. Fungsi
tumpeng di dalam tradisi tersebut diubah sebagai kenduri. Fungsinya untuk mengirim doa
kepada leluhur dengan menggunakan doa-doa Islam.

Sunan Muria juga mengembangkan dakwah melalui bidang seni. Hal ini serupa dengan yang
dilakukan oleh ayahnya, Sunan Kalijaga. Sunan Muria mengembangkan penulisan mengenai
sekar alit atau tembang cilik.

Penulisan tersebut memiliki jenis Sinom dan Kinanthi. Tembang cilik tersebut masih populer
hingga masa kini di kalangan masyarakat Jawa. Dari usia muda hingga tua mengetahui tembang
ini karena diajarkan di sekolah.

7. Sunan Gunung Jati


Sunan Gunung Jati atau yang memiliki nama asli, yakni Syarif Hidayatullah merupakan seorang
ulama Wali Songo yang menjadi pendakwah pada abad ke-14 M.

Sunan Gunung Jati juga merupakan Sultan Cirebon pada tahun 1479 – 1568. Sunan Gunung Jati
diberi gelar sebagai Susuhunan Jati. Sunan Gunung Jati mulai berdakwah di daerah Cirebon,
Jawa Barat.

Strategi dakwah yang beliau lakukan dengan melalui jalur perkawinan. Menurut sumber yang
beredar, tak kurang dari 6 perempuan dipersunting oleh beliau untuk dijadikan isti. Pada
mulanya, Sunan Gunung Jati menikahi Nyai Babadan yang merupakan putri dari Ki Ageng
Gedeng Badadan.

Pendekatan lain yang dilakukan untuk berdakwah ialah dengan memperkuat kedudukan politik.
Sekaligus memperluas hubungannya dengan tokoh yang berpengaruh di daerah Cirebon, Banten,
dan Demak.

Legitimasi kekuasaan politik dan spiritual dari rakyat menjadikan Sunan Gunung Jati bisa terus
melanjutkan dakwahnya dengan keyakinan penuh. Sebagai penguasa Cirebon pada masa itu,
Sunan Gunung Jati berhasil mendapatkan kesejahteraan rakyat di sepanjang pesisir pantai
Cirebon. Pada masa itu, wilayah pelabuhan berada di bawah kekuasaan Pajajaran yang masih
tertutup.

8. Sunan Giri

Sunan Giri adalah putra Syekh Maulana Ishaq. Selain Sunan Giri, qda beberapa nama yang
dikenal seperti Muhammad Ainul Yaqin, Joko Samudro, Raden Paku, dan Sultan Abdul Faqih.
Sunan Giri melakukan dakwah dengan melalui bidang pendidikan. Selain itu, beliau juga
berdakwah menggunakan karya seni khusus yang beliau ciptakan. Contohnya, yakni permainan
anak-anak dan tembang.

Beberapa permainan yang dibuat oleh Sunan Giri, yaitu gendi gerit, Jelungan, jamuran, dan lain
sebagainya. Tembang anak-anak yang diciptakan oleh beliau adalah gula ganti, jor, padang
bulan, dan cublak-cublak suweng.

9. Sunan Kudus

Sunan Kudus memiliki nama asli Ja’far Shadiq. Beliau adalah santri paling terkenal dari alumni
Pesantren Ampeldenta yang didirikan oleh Sunan Ampel. Sunan Kudus berasal dari keluarga
bangsawan di kerajaan Demak.

Ketika ditelisik melalui silsilah keluarga, Sunan Kudus memiliki silsilah hingga ke nasab Nabi
Muhammad SAW dengan melalui jalur Husain bin Ali RA. Ayah dari Sunan Kudus, yakni
Usman Haji bin Ali Murtadha merupakan saudara kandung dari Sunan Ampel.

Strategi dakwah yang dilakukan oleh Sunan Kudus dengan cara mendekati masyarakat. Sunan
Kudus mulai menyelami serta memahami apa saja kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat.
Oleh karena itu, Sunan Kudus mengajarkan penyempurnaan alat-alat pertukangan dalam proses
dakwahnya.

Selain itu, Sunan Kudus juga mengajarkan cara untuk membuat pande besi dan kerajinan emas.
Beliau juga mengajarkan mengenai cara membuat keris pusaka. Tak sekadar itu, Sunan Kudus
juga mengajarkan mengenai berbagai hukum dalam agama Islam dengan tegas.

BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14.
Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan-Tuban
di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk
digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya
di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan.

Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya
terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo
ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

Penyusun :
Erfan Mart Zikri

Kumala Sakti

Satyandi Ariansyah

Syamsuar

Rinaldi Syahputra Rambe

Ahmad Arrafi’i

Anda mungkin juga menyukai