Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

GHIBAH, ISRAF, FITNAH

Dosen Pengampu: Dr. Ibrahim hasan, S.Pd.I., M.Pd

Disusun Oleh:

Miftahul jannah (2010110037)

Ananda Tifani (2010110002)

Universitas Pembangunan Pancabudi

T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat karunia dan
hidayahnya kepada kita semua sehingga akhirnya tugas karya tulis ini dapat terselesaikan.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah pada nabi kita Muhammad SAW beserta para
pengikutnya yang setia menemani hingga akhir zaman.

Tugas makalah yang diberi judul “ghibah, israf, fitnah” ini ialah suatu karya tulis
yang terbentuk dari hasil kerja penulis dimana tugas ini merupakan syarat dari aspek
penilaian mata kuliah materi pendidikan agama islam.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karna itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
teman teman sekalian.

Medan, 11 april 2022


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perlu diketahui, ghibah dapat membawa kerugian, baik untuk orang lain maupun diri
sendiri. Ghibah merupakan perbuatan zalim yang dilaknat oleh Allah SWT. Oleh sebab itu,
ghibah harus dijauhi dalam kehidupan sehari-hari. Ghibah merupakan salah satu perbuatan
dosa yang dibenci oleh Allah SWT dan harus dihindari oleh umat Islam. Secara etimologi,
ghibah berasal dari bahasa Arab (dari kata ghaabaa yaghiibu ghaiban) yang artinya ghaib,
tidak hadir.

Berdasarkan etimologi tersebut, dapat dipahami bahwa ghibah ialah bentuk 'ketidak hadiran
seseorang' dalam sebuah pembicaraan. Namun seiiringi dengan kemajuan teknologi yang
semangkin pesat, penggunaan Smartphone merebak di semua kalangan. Ada yang
menggunakan benda pipih canggih itu untuk kepentingan pekerjaan dan tidak sedikit pula
yang menggunakan benda tersebut sebagai sarana untuk mengahabiskan waktu. Penggunanya
mendapat manfaat jika digunakan dengan baik, namun apabila dijadikan sebagai sarana
menebar aib, tentu menjadi hal yang negatif, dan tanpa kita sadari kita telah berbuat ghibah.

Menebar aib, bukanlan hal yang positif dan merupakan perbuatan yang menyeleweng dari
ajaran agama Islam. Islam sendiri berdiri kokoh di atas pondasi Al Qur‟an dan Hadis sebagai
sumber utama dalam tiap ruang lingkup kehidupan. Al-Qur‟an dan Hadis yang berfungasi
sebagai petunjuk bagi umat manusia agar mereka mencapai kebahagiaan di dunia dan
akhirat.1

Iman Ibnul Qayyim berkata, "Akhlak yang tercela adalah bermula dari kesombongan dan
rendah diri. Dari kesombongan muncul sikap bangga, sok tinggi, hebat, ujub, hasad, keras
kepala, zhalim, gila pangkat, kedudukan dan jabatan, senang dipuji padahal tidak berbuat
sesuatu dan sebagainya.

1
Abu Anwar, Ulumul Qur’an (Jakarta: Amzah, 2009), hal. 13
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian gibah

 gibah, yaitu membicraakan aib atau cela (keburukan) seseorang atau satu phak kepada
orang lain. Hukum perbuatan ini adalah dosa. Firman Allah swt.: Q.S Al-Hujurat : 12.

Kecurigaan yang berlebihan pada orang lain akan menimbulkan penyakit hati, seperti
tajasus, yaitu memojokkan orang lain agar kehormatannya tercemar. Allah mengumpamakan
orang yang bergunjing itu sebagai seorang kanibal yang memakan daging saudaranya yang
telah mati.

a. Kiat untuk menjauhi sifat gibah di antaranya sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan kegiatan sosial agar terhindar dari permusuhan


2. Memupuk kerja sama atas dasar kebajikan dan takwa sehingga dapat tercipta ketahanan
sosial.
3. Memelihara hubungan persaudaraan, persatuan, dan kesatuan sesama umat dan bangsa.
4. Persoalan yang timbul dipecahkan dengan cara musyawarah
5. Memberikan maaf atas kesalahan orang lain tanpa harus menunggu lebih dulu dan mampu
menahan amarah sebagai latihan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan2.

b. faktor pendorong yang menyebabkan terjadinya ghibah dan namimah, maka akan


didapatkan berbagai sebab,di antaranya adalah sebagai berikut :
 Wujud pelampiasan emosi dan peluapan kemarahan kepada orang lain yang ada di dalam
dadanya. Untuk tujuan itu dia menggunjing, memfitnah atau mengadu domba dengan orang
lain.

 Dendam dan kebencian kepada orang lain. Dia menggunjing orang yang ia benci dengan
menyebut-nyebut kejelekan orang tersebut untuk melampiaskan dendan dan meredam rasa
benci di dadanya. Sifat seperti ini bukanlah akhlak kaum mukminin yang sempurna
imannya. Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa ta’ala agar menyelamatkan kita dari
sifat tersebut.

 Keinginan untuk menonjolkan diri dan merendahkan orang lain, seperti
mengatakan : “Fulan itu bodoh, tingkat pemahamannya rendah atau kurang atau susunan
kata-katanya tidak bagus.” Secara bertahap ia mengomentari orang tersebut, menarik
perhatian orang lain, sehingga dia bisa menampakkan kelebihan dan keunggulan dirinya.
Selanjutnya ia pun berhasil membuktikan bahwa ia tidak memiliki kekurangan-kekurangan
sebagaimana yang terdapat pada orang yang ia pergunjingkan.

 Karena menyesuaiakan diri dengan lingkungan bergaul dan sahabat, serta bersikap manis
dalam perkara yang bathil.  Ini dilakukan agar mendapat simpati mereka meski dengan
mendapat kemarahan Allah Subhanahu wa ta’ala. Hal ini terjadi karena kelemahan iman dan
2
http://pkbmtunas.sch.id/berita/read/materi-pai-kelas-12-senin-1-maret-2021-tentang-israf-tabzir-gibah-
fitnah
kurang meresa diawasi oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.

 Untuk menampakkan keheranan terhadap pelaku maksiat. Sebagai misalnya seseorang
mengatakan : “Tidaklah pernah kulihat orang yang lebih aneh daripada si fulan. Bagaimana
ia bisa-bisanya salah, padahal ia adalah seorang yang pandai, terpandang, seorang alim
atau kata-kata semisal itu.” Seharusnya ia tidak boleh menyebutkan nama orang tertentu.

 Karena hendak mengolok-olok, menghina serta merendahkan orang lain.

 Menampakkan rasa marah karena Allah Subhanahu wa ta’ala kepada orang yang melakukan
kemungkaran. Orang tersebut menampakkan amarahnya dengan menyebutkan nama pelaku.
Misalnya ia mengatakan : “Si fulan tidak malu kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dengan
melakukan demikian dan demikian.” Demikianlah, dengan ghibah orang tersebut melanggar
kehormatan orang lain.

 Dengki. Orang yang menggunjing memiliki rasa hasad terhadap orang yang dipuji dan
dicintai oleh banyak orang. Dikarenakan rasa dengki, pemahaman agama yang rendah dan
kendali akal yang lemah, maka orang tersebut melakukan ghibah untuk menghilangkan
nikmat yang terdapat dalam diri orang yang didengkinya. Dia tidak mendapatkan jalan untuk
menghilangkan nikmat tersebut dan mengurangi kedudukan orang tersebut dari pandangan
orang-orang yang mengaguminya kecuali dengan cara menggunjing dan menurunkan harga
dirinya. Orang yang pendengki itu merupakan orang yang paling jelek akalnya dan paling
kotor jiwanya. Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa ta’ala agar menyelamatkan kita
dari sifat tersebut.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, beliau bercerita :
Ada dua orang yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seperti apa
orang yang paling mulia?”
Beliau bersabda : “Setiap orang yang hatinya bersih dari hasad dan memiliki lisan yang 
jujur.”
Para sahabat mengatakan : “Kami telah paham apa yang dimaksud dengan lisan yang jujur.
Namun apa kiranya yang dimaksud dengan hati yang bersih?”
Beliau bersabda : “Hati yang bersih adalah hati yang bertaqwa lagi suci. Tidak ada padanya
kejelakan, kedurhakaan, pengkhianatan dan rasa hasad.” 3


 Pura-pura menampakkan rasa kasih sayang dan keinginan untuk menolong orang lain.
Misalnya dengan mengatakan kepada orang lain : “Kasihan sekali dia. Perbuatan
maksiatnya sungguh telah membuatku sedih.”

 Berkelakar, main-main, senda gurau dan melawak. Seorang yang berhati kotor menggunjing
orang lain dengan menyebutkan aib orang tersebut sehingga membuat orang lain tertawa
yang membuat ia merasa puas. Oleh karena itu ia makin berani berbohong dan menggunjing
dengan maksud untuk sekedar bersenda gurau, mencela orang lain dan untuk menonjolkan
diri sendiri. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Celakalah
orang yang bercerita untuk membuat orang tertawa suatu kaum kemudian ia berdusta,
celakalah dia dan celakalah dia.” 4

 Menuduh orang lain yang berbuat jelek supaya dirinya terbebas dari tuduhan itu. Misalnya
dia mengatakan : “Si fulanah yang melakukannya, bukan saya.” Dia lalu berusaha mencela
3
HR Ibnu Majah no. 4216, lihat Shahih Sunan Ibnu Majah 2/411 dan Ahadits Ash Shahihah no. 948.
4
 HR Tirmidzi 4/557, lihat Shahih Tirmidzi 2/268.
orang tesebut sehingga dirinya dapat terbebas dari tuduhan-tuduhan tersebut.

 Kekhawatiran terhadap orang yang akan menjatuhkan martabatnya atau melecehkan di
hadapan seorang pemuka, sahabat atau penguasa. Maka dia berusaha mendahului pembesar
itu, kemudian menggunjing orang tersebut sehingga jatuhlah martabat dan harga dirinya dan
ucapannya tidak lagi bisa dipercaya.5

B. Pengertian israf

5
Tathhirul ‘Aibah min Danasil Ghibah karya Ahmad bin Muhammad bin Hajar Al Maki Al Haitami hal.
54, Fatawa Ibnu Taimiyah 28/236-238 dan 28/222-238.

Anda mungkin juga menyukai