Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH TENTANG MALU

DISUSUN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS DARI


MATA KULIAH HADIST

DOSEN PENGAMPU : BAPAK HASAN ISMAILI, M.AG

Disusun oleh:

Kelompok 6

MUHAMMAD ALDI SAPUTRA ( 53010210124 )

SILVIA NUR ALYA ( 53010210079 )

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2022
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Jika makna malu adalah mencegah dari melakukan sesuatu yang tercela, maka
seruan untuk memiliki malu pada dasarnya adalah seruan untuk mencegah segala
maksiat dan kejahatan. Di samping itu rasa malu adalah ciri khas dari kebaikan,
yang senantiasa diinginkan oleh setiap manusia. Mereka melihat bahwa tidak
memiliki rasa malu adalah kekurangan dan suatu aib.
Pada dasarnya, islam dalam keseluruhan hukum dan ajarannya, adalah ajakan
yang bertumpu pada kebaikan dan kebenaran. Juga merupakan seruan untuk
meninggalkan setiap hal yang tercela dan memalukan[1].
Manusia sekarang sudah jarang yang memiliki rasa malu contohnya dalam
kehidupan sehari- hari kita kita sering menyaksikan manusia yang sudah tidak lagi
memiliki rasa malu bila melanggar hati nurani dan aturan hidup. Cobalah anda lihat
dan baca melalui media masa. Tidak sedikit manusia yang dengan bebasnya
melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap hati nurani dan norma masyarakat
yang berlaku. Dari mulai mereka berpakaian, bersikap dan bertingkah laku.
Jadi sebagai Orang tua dan para pendidik juga ikut berkewajiban untuk
menanamkan rasa malu secara sungguh-sungguh. Untuk itu, hendaknya mereka
menggunakan berbagai metode pendidikan yang baik, seperti mengawasi perilaku
anak-anak dan segera meluruskan jika melihat perbuatan yang bertentangan dengan
rasa malu, memilihkan teman bermain yang baik, memilihkan buku-buku yang
bermanfaat, menjauhkan dari berbagai tontonan yang merusak, dan menjauhkan dari
omongan yang tidak baik.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, akan timbul beberapa pertanyaan di antaranya:
1. Apa pengertian dan maksud malu?
2. Apa macam-macam malu?
3. Bagaimana menumbuhkan rasa malu?
4. Apa keutamaan dari sifat malu?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Maksud Malu


Menurut bahasa kata malu berasal dari bahasa Arab yaitu ‫اء‬//‫(حي‬malu)
merupakan leburan dari kata ‫ ( حياۃ‬hidup). Malu dibangun di atas dasar hidupnya
hati, hati semakin hidup maka rasa malu akan semakin bertambah, bila keimanan
mati di dalam hati maka rasa malu akan hilang, barang siapa yang telah hilang rasa
malunya maka dia adalah orang mati di dunia dan kecelakaan di akhirat.
Menurut Ibnu Hajar di dalam kitab Fathul Bari berkata : berkata Ar Raghib :
malu adalah menahan jiwa dari segala keburukan, ia adalah kekhususan manusia
untuk menahan dari segala bentuk keinginan agar tidak seperti binatang.
Malu menurut para ulama’ adalah selalu berontak kepada sifat-sifat tercela,
pantang menolak kebenaran. Ia selalu cenderung mengikuti seruan petunjuk nabi
yang dipahami dari hadisthadistnya, selalu melakukan kebaikan dan menghargai
pelaku kebaikan. Ia menuntun kepada sikap dan tindakan yang berguna di dalam
masyarakatnya.[2]
“Dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, ia berkata, "Rasulullah SAW lewat di
hadapan seorang Ansar yang sedang mencela saudaranya karena saudaranya
pemalu. Maka Rasulullah SAW bersabda, 'Biarkan dia! Sesungguhnya malu itu
sebagian dari iman.'" (Diriwayatkan al
Bukhari). [3]
Rasa malu yang dapat menjadikan seseorang menghindari perbuatan keji
adalah akhlak yang terpuji, karena akan menambah sempurnanya iman dan tidak
mendatangkan satu perbuatan kecuali kebaikan. Namun rasa malu yang berlebih-
lebihan hingga membuat pemiliknya senantiasa dalam kekacauan dan kebingungan
serta menahan diri untuk berbuat sesuatu yang sepatutnya tidak perlu malu, maka ini
adalah akhlak tercela, karena ia merasa malu bukan pada tempatnya.[4]
Lawan dari malu adalah rasa tidak tahu malu. Ini adalah sifat yang tercela,
karena mendorong pemiliknya untuk melakukan kejahatan, tidak peduli dengan
segala cercaaan, hingga ia melakukan kejahatannya secara terang-terangan.
Rasulullah Saw bersabda, “Semua hambaku akan dimaafkan, kecuali orang yang
melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan”.

B. Macam-macam Malu
Dalam ajaran agama disebutkan “malu adalah sebagian dari iman“. ini berarti
bahwa malu merupakan salah satu nilai budi pekerti yang harus di miliki oleh
manusia. Dan juga Rasulullah
SAW bersabda, “Memiliki rasa malu itu merupakan manifestasi dari iman” (HR.
Bukhari).
Pada hakikatnya rasa malu adalah suatu akhlak yang mendorong untuk
meninggalkan halhal yang buruk dan kurang memperhatikan haknya orang yang
memiliki hak.
Dalam kajian aqidah akhlak sifat malu terbagi menjadi tiga:
1. Malu Terhadap Diri Sendiri
Orang yang mempunyai malu terhadap dirinya sendiri, saat melihat dirinya
sangat sedikit sekali amal ibadah dan ketaatannya kepada Allah SWT serta
kebaikannya kepada masyarakat di lingkungannya, maka rasa malunya akan
mendorongnya untuk meningkatkan amal ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT.
Orang yang mempunyai rasa malu terhadap dirinya sendiri, saat melihat orang lain
lebih berprestasi darinya, dia akan malu, dan dia akan mendorong dirinya untuk
menjadi orang yang berprestasi.

2. Malu Terhadap Sesama Manusia


Orang yang merasa malu terhadap manusia akan malu berbuat kejahatan dan
maksiat. Dia tidak akan menganiaya dan mengambil hak orang lain. Walaupun malu
yang seperti ini bukan didasari karena Allah SWT melainkan karena dorongan rasa
malu terhadap orang lain, tapi insya Allah orang tersebut mendapat ganjaran dari
Allah SWT dari sisi yang lain. Tapi perlu dicatat, orang yang merasa malu karena
dorongan adanya orang lain yang memperhatikan, sementara ketika sendiri dia tidak
malu, maka sama artinya orang itu merendahkan dan tidak menghargai dirinya.
Rasa malu dengan sesama akan mencegah seseorang dari melakukan
perbuatan yang buruk dan akhlak yang hina. Orang yang memiliki rasa malu
dengan sesama tentu akan menjauhi segala sifat yang tercela dan berbagai tindak
tanduk yang buruk. Karenanya orang tersebut tidak akan suka mencela, mengadu
domba, menggunjing, berkata-kata jorok dan tidak akan terang-terangan melakukan
tindakan maksiat dan keburukan.

3. Malu kepada Allah


Rasa malu kepada Allah adalah termasuk tanda iman yang tertinggi bahkan
merupakan derajat ihsan yang paling puncak. Nabi bersabda, “Ihsan adalah
beribadah kepada Allah seakanakan memandang Allah. Jika tidak bisa seakan
memandang-Nya maka dengan meyakini bahwa
Allah melihatnya.”(HR Bukhari).
Malu seperti ini akan menimbulkan kesan yang baik. Orang yang memiliki
rasa malu terhadap Allah SWT akan tampak dalam sikap dan tingkah lakunya,
karena ia yakin bahwa Allah SWT senantiasa melihatnya.
Bila kita kembali kepada hadis Rasulullah di atas yang mengatakan rasa
malu adalah manifestasi dari iman, maka hanya orang-orang yang imannya
menancap kuat dan tumbuh yang memiliki tingkat sensitivitas rasa malu yang
sangat tinggi.
Rasa malu kepada Allah adalah di antara bentuk penghambaan dan rasa
takut kepada Allah. Rasa malu ini merupakan buah dari mengenal betul Allah,
keagungan Allah. Serta menyadari bahwa Allah itu dekat dengan hamba-hambaNya,
mengawasi perilaku mereka dan sangat paham dengan adanya mata-mata yang
khianat serta isi hati nurani.

C. Menumbuhkan Rasa Malu


Menumbuhkan rasa malu dalam kehidupan itu ada banyak cara di antaranya
yaitu dengan mulai dari yang kecil dari diri kita sendiri yaitu dengan membiasakan
berkata jujur dan berperilaku yang benar, pada saat kita bertingkah laku sesuai
dengan kebiasaan yang dilakukan maka jika kita memang dari awalnya sudah biasa
melakukan kebaikan maka sikap dan perilaku kita akan baik tetapi jika kita terbiasa
berbuat salah maka perilaku kita juga akan selalu salah.
Karena dalam kehidupan manusia yang selalu berbuat salah jika mereka
berbuat benar malah mereka merasa malu karena mereka sudah terbiasa berbuat
salah dan jika manusia itu terbiasa berbuat benar maka jika mereka salah mereka
juga akan malu berbuat salah karena mereka terbiasa berbuat benar maka dari itu
mulai dari sekarang kita harus membiasakan berkata dan berperilaku yang benar
karena itu adalah awal supaya kita sebagai makhluk yang berbudaya dapat
menumbuhkan lagi rasa malu dalam diri kita.
Dan cara lainnya menumbuhkan rasa malu yaitu dengan mempertegas
hukuman bagi pelanggar kejahatan karena tanpa adanya tindakan yang tegas bagi
mereka yang melanggar maka rasa malu pada masyarakat akan semakin kecil
bahkan semakin tidak ada,sebaliknya jika hukuman bagi pelanggar hukum di
pertegas maka maka rasa malu pun akan tumbuh dan cara lainnya yaitu dengan
mempertebal penanaman moralitas agama karena moralitas agama adalah jalur
cukup kuat dalam menanamkan rasa malu seseorang.

D. Keutamaan Malu
Beberapa keutamaan ilmu berikut ini, yaitu:

1. Malu pada hakikatnya tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan. Malu


mengajak pemiliknya agar menghias diri dengan yang mulia dan menjauhkan diri
dari sifat-sifat yang hina. Rasulullah
SAW bersabda,
“Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata-mata.” [5]
(Muttafaq ‘alaihi)
Karena rasa malu adalah kebaikan. Jadi semakin tebal rasa malu yang dimiliki, maka
semakin banyak kebaikannya dan semakin sedikit rasa malu yang dimiliki, maka
semakin sedikit kebaikannya.

2. Malu adalah cabang keimanan.

3. Allah Azza wa Jalla cinta kepada orang-orang yang malu. Rasulullah SAW
bersabda

, ‫ فإذ اغتسل احدكم فليستتر‬,‫ان هللا عز وجل حي ستې رېحب الحېاء والستر‬

“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla Maha Pemalu, Maha Menutupi, Dia mencintai
rasa malu dan ketertutupan. Apabila salah seorang dari kalian mandi, maka
hendaklah dia menutup diri.” (HR.Abû Dawud)
4. Malu adalah alah islam dan akhlak para Malaikat

5. Malu senantiasa seiring dengan iman, bila salah satunya tercabut hilanglah yang
lainnya.

6. Malu akan mengantarkan seseorang ke Surga.

7. Tidak perlu malu saat mengajarkan masalah-masalah agama dan saat mencari
kebenaran. Di dalam Al-Qur’an surat Al-Azhab: 53, Allah berfirman, “Dan Allah
tidak malu (menerangkan) yang benar.”

8. Rasa malu akan membuahkan iffah (kesucian diri). Maka barang siapa yang
memiliki rasa malu, hingga dapat mengendalikan diri dari perbuatan buruk, berarti
ia telah menjaga kesucian dirinya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kata malu adalah leburan dari kata ‫ ( حياۃ‬hidup). Malu dibangun di atas dasar
hidupnya hati, hati semakin hidup maka rasa malu akan semakin bertambah, bila
keimanan mati di dalam hati maka rasa malu akan hilang, barang siapa yang telah
hilang rasa malunya maka dia adalah orang mati di dunia dan kecelakaan di
akhirat.
2. Pada hakikatnya rasa malu adalah suatu akhlak yang mendorong untuk
meninggalkan hal-hal yang buruk dan kurang memperhatikan haknya orang yang
memiliki hak. Dalam kajian aqidah akhlak sifat malu terbagi menjadi tiga : Malu
kepada diri sendiri, malu kepada sesama manusia, malu kepada Allah.
3. Menumbuhkan rasa malu dalam kehidupan itu ada banyak cara di antaranya yaitu
dengan mulai dari yang kecil dari diri kita sendiri yaitu dengan membiasakan
berkata jujur dan berperilaku yang benar.
4. Sifat malu mempunyai beberapa keutamaan, di antaranya : malu dapat
mengantarkan seseorang masuk surga, mencegah seseorang berbuat maksiat, malu
adalah akhlak malaikat dan malu adalah cabang dari iman.

5. Saran dan Penutup


Telah menjadi sebuah kewajiban bagi kita sebagai umat islam yang
berakhlakul karimah, untuk memiliki sifat malu. Karena malu adalah sebagian dari
iman, maka iman seseorang dapat akan bertambah kuat apabila mempunyai sifat
malu yang kuat dan begitu pun sebaliknya Malu dapat menjaga kesucian diri kita
dan menjaga kehormatan diri kita.
Demikian makalah yang kami buat tentunya masih banyak kekurangan dan
kesalahan, penulis mengharap kritik dan saran yang mendukung demi terwujudnya
makalah yang baik.
Meskipun jauh dari kesempurnaan, penulis berharap makalah ini bisa
bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.

DAFTAR PUSTAKA

 Al-Bugha, Musthafa Dieb, 2003. Al-Wafi Menyelami makna 40 hadist


Rasulullah SAW, (Al-I’tishom, Jakarta Timur)
 Baqi, Muhammad Fuad Abdul, 2014. Mutiara Hadis Shahih Bukhari-Muslim, Sukoharjo:
Penerbit Al-Andalus Solo.
 http://artikelilmiahlengkap.blogspot.com/2013/01/makalah-sifat-malu-atau-
rasa-malu.html
 Nashiruddin, Syaikh Muhammad, 2000. Shahih St-Taghrib bab Adab,
Jakarta: Maktabah al-Ma’arif,

[1] Musthafa Dieb Al-Bugha, Al-Wafi Menyelami makna 40 hadist Rasulullah SAW, (Jakarta
Timur: Al-I’tishom, 2003), Hal 153.
[2] Diakses di http://artikelilmiahlengkap.blogspot.com/2013/01/makalah-sifat-malu-atau-rasa-
malu.html pada hari
Rabu, 31 Maret 2015 jam 14.00 WIB
[3] Syaikh Muhammad Nashiruddin, Shahih St-Taghrib bab Adab, (Jakarta: Maktabah al-
Ma’arif, 2000), Hal.153
[4] Op.cit. Al-Wafi. Hal. 154
[5] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Mutiara Hadis Shahih Bukhari-Muslim, (Sukoharjo:
Penerbit Al-Andalus Solo, 2014), Hal. 19

Anda mungkin juga menyukai