Kini kita sedang berada di sebuah zaman, yang menunjukkan bahwa manusia sudah benar-
benar lebih sesat dari binatang: Seorang anak membunuh ibunya, seorang ibu membunuh
anaknya, seorang ayah memperkosa anak perempuannya, aurat dipertontonkan dengan
menggunakan kecanggihan teknologi, harga diri dijual menjadi ajang komoditi dan lain
sebagainya.
Dalam sebuah kesempatan Rasulullah bertemu seorang dari Ansar, yang sedang menasihati
saudaranya yang pemalu. Mendengar itu, Rasulullah segera bersabda: "Biarkan dia demikian,
karena rasa malu itu bagian dari iman" (HR Bukahri-Muslim).
Dalam hadis lain, Rasulullah mengatakan: "Rasa malu tidak pernah mendatangkan kecuali
kebaikan" (HR Bukhari-Muslim). "Rasa malu semuanya baik'' (HR Muslim).
Abu Sa'id Al Khudri pernah menggambarkan bahwa Rasulullah saw. lebih pemalu dari
seorang gadis. Bila melihat sesuatu yang tidak ia sukai, tampak tanda rasa malu dari
wajahnya (HR Bukhari-Muslim).
Dalam kesempatan lain, Rasullah mengkaitkan antara iman dan rasa malu: "Rasa malu adalah
bagian dari iman, dan iman tempatnya di surga. Prilaku jelek adalah bagian dari kekeringan
iman, keringnya iman tempatnya di neraka"(HR Ahmad).
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa iman mempunyai lebih dari tujuh puluh bagian, di
antaranya adalah rasa malu (HR Bukhari-Muslim).
Imam Ibn Majah menyebutkan sebuah hadis yang menggambarkan betapa rasa malu harus
dibudayakan demi keselamatan sebuah bangsa. Rasulullah bersabda: "Jika Allah swt. ingin
menghancurkan sebuah kaum, dicabutlah dari mereka rasa malu. Bila rasa malu telah hilang
maka yang muncul adalah sikap keras hati. Bila sikap keras hati membudaya, Allah mencabut
dari mereka sikap amanah (kejujuran dan tangung jawab). Bila sikap amanah telah hilang
maka yang muncul adalah para pengkhianat. Bila para mengkhianat merajalela Allah
mencabut rahmatNya. Bila rahmat Allah telah hilang maka yang muncul adalah manusia
laknat. Bila manusia laknat merajalela Allah akan mencabut dari mereka tali-tali Islam".
Menerangkan makna hadis ini, Syekh Muhammad Al Ghazali berkata dalam bukunya Khuluq
Al Muslim: "Bila seorang tidak mampunyai rasa malu dan amanah, ia akan menjadi keras dan
berjalan mengikuti kehendak hawa nafsunya. Tak peduli apakah yang harus menjadi korban
adalah mereka yang tak berdosa. Ia rampas harta dari tangan-tangan mereka yang fakir tanpa
belas kasihan, hatinya tidak tersentuh oleh kepedihan orang-orang lemah yang menderita.
Matanya gelap, pandangannya ganas. Ia tidak tahu kecuali apa yang memuaskan hawa
nafsunya. Bila seorang sampai ke tingkat prilaku seperti ini, maka telah terkelupas darinya
fitrah agama dan terkikis habis jiwa ajaran Islam (Khuluq Al Muslim, h 171).
Imam An Nawawi menyebutkan bahwa hakikat rasa malu itu muncul dalam bentuk sikap
meninggalkan perbuatan jelek, dan perbuatan zhalim. Seorang sufi besar Imam Junaid
menerangkan bahwa rasa malu muncul dari melihat besarnya nikmat Allah, sedangkan ia
merasa banyak kekurangan dalam mengamalkan ketaatan kapada-Nya. (Riyadh as-Shalihin, h
REFERENSI 246). https://www.republika.co.id/berita/q629vn320/rasulullah-saw-ajarkan-
umatnya-budayakan-malu-mengapa
Malu dalam bahasa Indonesia artinya merasa sangat tidak enak hati karena berbuat sesuatu
yang kurang baik atau segan melakukan sesuatu karena ada rasa hormat, agak takut, dan
sebagainya. Dalam agama Islam malu adalah bagian dari agama, orang yang memiliki rasa
malu pasti akan menuai banyak kebaikan. Akan tetapi, bagaimana malu yang sebenarnya
dalam Islam? Malu dibagi tiga macam:
Pertama, malu kepada Allah. Jika seseorang malu kepada Allah, ia akan mengerjakan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Rasulullah bersabda, “Malulah kalian kepada
Allah dengan sungguh-sungguh rasa malu. Kemudian nabi ditanya, “Bagaimana caranya
malu kepada Allah?” Dijawab, “Siapa yang menjaga kepala dan isinya, perut dan
makanannya, meninggalkan kesenangan dunia, dan mengingat mati, maka dia sungguh telah
memiliki rasa malu kepada Allah Swt.” Malu seperti inilah yang akan melahirkan buah
keimanan dan ketakwaan.
Kedua, malu kepada manusia. Jika seseorang memiliki rasa malu kepada manusia, maka ia
akan menjaga pandangan yang tidak halal untuk dilihat. Seorang ahli hikmah pernah ditanya
tentang orang fasik. Beliau menjawab, “Yaitu orang yang tidak menjaga pandangannya, suka
mengintip aurat tetangganya dari balik pintu rumahnya.” Orang yang punya rasa malu kepada
manusia tidak akan berani melakukan dosa di hadapan orang lain. Jangankan dosa,
melakukan kebiasaan jeleknya saja dia malu jika ada orang yang melihatnya. Termasuk
bagian dari malu kepada manusia adalah mengutamakan orang yang lebih mulia darinya.
Menghargai ulama dan orang saleh. Memuliakan orangtua dan gurunya. Merendahkan diri di
hadapan mereka. Orang yang masih punya rasa malu kepada orang lain akan dihargai dan
disegani. Masyarakat mau mendengarkan pendapat dan nasihatnya.
Ketiga, malu kepada diri sendiri. Ketika orang punya malu kepada dirinya sendiri, dia tidak
akan melakukan perbuatan dosa ketika sendirian. Ia malu jika ada orang yang melihat
perbuatannya. Dalam kalimat hikmah dikatakan, “Siapa yang melakukan perbuatan ketika
sendirian yang ia malu melakukannya saat dilihat orang, maka ia tidak berhak mendapatkan
kemulian.” Kalimat hikmah yang lain mengatakan, “Hendaknya malu kepada diri sendiri
lebih besar dibanding malu kepada orang lain.”
Rasulullah saw. adalah figur yang sempurna dalam akhlak malu. Beliau tidak pernah
menjulurkan kakinya ketika sedang duduk bersama sahabatnya. Pada suatu hari beliau lewat
dan berpapasan dengan orang yang sedang mandi. Lalu beliau bersabda, “Wahai manusia,
sesungguhnya Allah maha hidup, maha lembut, dan maha menutupi. Allah cinta pada rasa
malu dan menutup diri. Jika kalian mandi maka lindungilah diri kalian dari pandangan
orang.”
Aisyah ra. adalah putri yang sangat pemalu dan menjaga kehormatan dirinya. Suatu saat
beliau pernah bercerita, “Ketika aku masuk ke rumahku yang di dalamnya terdapat makam
Rasulullah (suamiku) dan ayahku Abu Bakar, aku menampakkan sebagian auratku, dalam
hati aku berkata, “Sesungguhnya aku sedang berada di kuburan suamiku dan ayahku.” Akan
tetapi, ketika Umar bin Khattab meninggal dan makamkan di samping suami dan ayahku, aku
tidak pernah menampakkan auratku lagi, karena malu kepada Umar.” Bisa dibayangkan
akhlak malu yang dimiliki Aisyah, hingga kepada orang sudah berada di dalam kubur.
Inilah tiga macam malu yang dianjurkan. Selanjutnya kita hindari sifat malu yang dilarang.
Yaitu malu ketika akan melakukan kebaikan, malu ketika membela ajaran Islam, malu
berkata jujur, malu mengingkari kemungkaran dan membela kebenaran. Orang yang malu
dalam kebaikan tidak akan mendapatkan keberkahan dalam hidupnya. Wallahu a’lam.
REFERENSI Umar bin Ahmad Baraja, Al-Akhlak Lil Banin, (Surabaya, Maktabah
Muhammad bin Ahmad Nabhan Wa Auladuhu, Juz 4, 1385 H.) Hlm. 7-13.
Fenomena tentang karakter malu (al-haya’) saat ini menjadi hal yang sangat faktual. Budaya
malu perlahan-lahan mulai menghilang dengan proses pembauran yang global, tanpa
malumalu karakter budaya ketimuran mulai mengadopsi karakter budaya kebaratan yang
mengakibatkan hilangnya rasa malu. Dampak dari hilangnya rasa malu dalam diri seseorang
adalah segala perilakunya sulit dikendalikan dan akan melakukan berbagai perbuatan tidak
terpuji seperti korupsi, menyontek, menipu, mempertontonkan aurat dengan pakaian yang
seksi dan mini, berzina, mabuk-mabukan, pembajakan, pelecehan seksual, pembunuhan dan
lainnya. Sementara Islam sangat menekankan karakter malu sebagai akhlak mahmudah.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana konsep al-haya’ dalam perspektif psikologi
Islam melalui kajian konsep dan empiris. Kajian dalam studi ini ditempuh dengan dua acara
100 Jurnal Studia Insania Vol. 8 No. 2 yaitu, yang pertama dengan kajian literatur dan yang
kedua kajian empiris. Kajian literatur meliputi kajian ayat suci Alqur’an, Hadits dan pendapat
tokoh Islam yang membahas tentang al-haya’. Kaajian kedua adalah melalui cara empiris
dengan melakukan interview terhadap 2 orang Ustadz dan 3 mahasiswa jurusan Tasawuf dan
Psikoterapi yang telah berhasil menerapkan al-haya’ dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian
ini termasuk ke dalam penelitian kualitatif dengan rancangan grounded theory. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa al-haya’ yang dimaknai oleh subjek penelitian hampir sama
dengan apa yang terdapat dalam kajian Islam. Alhaya’ adalah malu yang didorong oleh rasa
hormat dan segan terhadap sesuatu yang dipandang dapat membuat dirinya terhina atau
melanggar prinsip syariat. Orang yang memiliki karakter al-haya’ adalah mereka yang
hendak melakukan sesuatu perbuatan tetapi kemudian mengurungkan niatnya karena terdapat
akibat buruk yang dapat menurunkan harkat dirinya dimata orang yang dihormati. Kata
kunci: Islam; Al Haya; Psikologi Agama Islam merupakan agama yang sempurna, yang
dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah. Hal ini sebagaimana yang telah
tercantum dalam firman Allah SWT Surat Al-Maidah ayat ketiga. Di mana dalam
kesempurnaan tersebut terdapat beberapa faktor atau sifat yang menjadikan sempurna, salah
satunya adalah ajarannya selalu sesuai dengan zaman dan tempat. Islam sebagai agama
universal, memiliki sumber yang telah diakui, yaitu Alquran dan as-Sunnah. Diantara
kandungan as-Sunnah terdapat hal-hal yang berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, yang
sangat mendapatkan sorotan. Dalam masa transisi ke agama Islam banyak pula karakter-
karakter yang harus dirubah untuk sesuai dalam syari’at Islam, salah satunya adalah karakter
malu. Pada masa Jahiliyah, masyarakat kurang memiliki rasa malu sehingga kesombongan
dominan adanya, dan kurang adanya sikap rendah diri setiap individu. Setiap kehidupan
makhluk hidup pasti memiliki karakter yang berbentuk emosi, salah satunya adalah malu.
Malu diartikan merasa tidak senang, rendah, hina, dan lain sebagainya dikarenakan berbuat
sesuatu yang kurang baik. Menurut shara’, malu merupakan sebuah akhlak yang mendorong
orang bersangkutan untuk menjauhi hal-hal yang jelek dan mencegahnya dari mengabaikan
hak orang yang mempunyai hak. Dengan kata lain adanya sifat malu secara lahiriyah
menjadikan seseorang lebih berhati-hati dalam bertindak sehingga dapat mencegah diri dari
perbuatan-perbuatan buruk. Cintami Farmawati Ah Haya’ 101 Malu dalam Islam disebut
haya’ dari akar kata yang dapat dipahami bahwa keduanya merupakan isim mustaq (Abu
Bakar Muhammad, 1989) karena setiap yang hidup pasti memiliki rasa malu (Abdul Muis,
2002), persamaan ini juga menunjukkanbahwa antara hidup dan malu mempunyai keterkaitan
yaitu seseorang akan disebut hidup apabila ia mempunyai rasa malu, sebaliknya seseorang itu
dikatakan mati apabila rasa malu dalam dirinya pun telah mati atau hilang.(Salim Bazemool,
1996). Rasa malu dalam bahasa arab adalah hayaa, yang secara etomologis berarti taubat. dan
menahan diri (Ibnu Fadl Hamaluddin, 1990). Dengan adanya rasa malu maka akan
mendorong seseorang untuk bertaubat dan menahan seseorang untuk melakukan hal yang
buruk, baik dalam pandangan manusia maupun Allah. Sedangkan pendapat Al Jurjani
mengatakan bahwa haya’ berarti menahan diri dari segala sesuatu atau meninggalkannya
karena takut akan timbulnya celaan (Sa‟dy Abu Habib, 1988).
REFERENSI : Al-Ghazali, I. (2008). Ringkasan Ihya'Ulumuddin. Akbar Media. Al-Mishri,
M. 2007. Menejemen Akhlak Salaf Membentuk Akhlak Seorang Muslim dalam Hal Amanah,
Tawaddu’ dan Malu. Solo: Pustaka Arafah.
Malu dalam hal kebaikan atau hal-hal positif hanya akan memberikan dampak negatif tau
kerugian bagi orang yang melakukannya. Contoh malu yang memberikan dampak negatif
adalah malu untuk jujur mengakui kesalahan dan malu ketika beribadah kepada Allah
sehingga membuat ia tidak mau beribadah.
Manfaat Berperilaku Malu.
Tedapat beberapa manfaat dari sifat atau perilaku malu yang diantaranya adalah :
a. Mencegah dari perbuatan tercela.
Seseorang yang memiliki rasa malu akan senantiasa berusaha sekuat tenaga untuk
menghindari perbuatan yang tercela, sebab ia punya rasa takut kepada Allah Swt.
b. Mendorong kita berbuat kebaikan.
Rasa malu kepada Allah Swt. Akan mendorong seseorang berbuat kebaikan sebab ia tahu
bahwa setiap perbuatan manusia akan dibalas oleh Allah Swt. Di akhirat nanti.
c. Mengantarkan seseorang kepada Ridho Allah Swt.
Orang-orang atau manusia yang memiliki sifat malu akan senantiasa melaksanakan perintah
Allah Swt. dan menjauhi segala larangannya.
Malu adalah sifat atau perasaan yang membentengi seseorang dari melakukan yang rendah
atau kurang sopan. Agama Islam memerintahkan pemeluknya memiliki sifatmalu karena
dapat meningkatkan akhlak seseorang menjadi tinggi.
pengertian malu menurut bahasa berasal dari kata hayaah yang artinya hidup. Dalam KBBI
malu adalah sifat merasa tidak enak hati karena melakukan hal yang kurang baik. Sedangkan
secaya syarat malu adalah akhlak yang mendorong orang untuk menjauhi hal yang buruk dan
dapat mendatangkan kemudhorotan bagi dirinay dan orang lain.
PEMBAHASAN
Adik-adik malu merupakan akhlak orang beriman dan sifat para malaikat, maka semakin
tinggi iman seseorang, maka semakin tinggi rasa malu yang ia miliki. Sebagaimana sabda
Rasulullah ‘Sesungguhnya salah satu perkara yang telah diketahui oleh manusia dari kalimat
kenabian terdahulu adalah, ‘Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu.’
pengertian malu menurut bahasa berasal dari kata hayaah yang artinya hidup. Dalam KBBI
malu adalah sifat merasa tidak enak hati karena melakukan hal yang kurang baik. Sedangkan
secara syarat malu adalah akhlak yang mendorong orang untuk menjauhi hal yang buruk dan
dapat mendatangkan kemudhorotan bagi dirinay dan orang lain.
Malu merupakan akhlak orang beriman, dengan rasa malu maka ia menghindarkan dirinya
dari perbuatanperbuatan tercela, contoh mudahnya, orang yang keluar rumah menunjukan
aurat kepada orang banyak tentu saja rasa malunya sudah tidak ada. Begitupula orang yang
suka berkata kasar, tantu orang seperti ini juga tidak memiliki rasa malu.
Apabila seseorang hilang rasa malunya, secara bertahap perilakunya akan buruk, kemudian
menurun kepada yang lebih buruk, dan terus meluncur ke bawah dari yang hina kepada lebih
hina sampai ke derajat paling rendah. Rosulullah SAW bersabda,’’ Sesungguhnya Allah
apabila hendak membinasakan seseorang, Dia mencabut rasa malu dari orang tersebut.
Apabila rasa malunya sudah dicabut, maka orang tersebut tidak menjumpainya kecuali
dijauhi. Apabila tidak menjumpainya kecuali dibenci dan dijauhi, maka dicabutlah darinya
sifat amanah. Apabila sifat amanah sudah dicabut darinya maka tidak akan didapati dirinya
kecuali sebagai pengkhianat dan dikhianati. Kalau sudah jadi pengkhianat dan dikhianati,
dicabutlah darinya rahmat. Kalau rahmat sudah dicabut darinya, tidak akan kamu dapati
kecuali terkutuk yang mengutuk. Apabila terkutuk yang mengutuk sudah dicabut darinya,
maka akhirnya dicabutlah ikatan keislamannya.'' (HR Ibn Majah).
Sudah seharusnya sebagai insan yang beriman dan bertakwa harus selalu menjaga marwah
dirinya dan menjaga dari perasaan malu jika melakukan perbuatan yang tidak pantas,
meskipun tidak dilihat oleh orang lain, karena sedikit banyak akan membawa pengaruh dari
kwalitas keimanan seseorang.
Sifat rasa malu
Ada tiga macam sifat malu yang perlu melekat pada seseorang.
Sifat pertama, rasa malu kepada diri sendiri ketika sedikit melakukan amal saleh dihadapan
Allah dan kebaikan untuk umat dibandingkan orang lain. Rasa malu ini mendorongnya
meningkatkan kuantitas amal soleh serta pengabdian seseorang kepada Allah SWT dan umat
manusia.
Sifat kedua, rasa malu kepada sesame manusia.
Ini penting karena dapat mengendalikan diri agar tidak melanggar ajaran dan tuntunan
agama, meskipun yang bersangkutan tidak memperoleh pahala sempurna lantaran rasa
malunya bukan karena Allah. Namun, malu seperti ini dapat memberikan kebaikan baginya
dari Allah karena ia terpelihara dari dosa.
Sifat ketiga, malu kepada Allah. Ini malu yang terbaik dan dapat membawa kebahagiaan
hidup. Orang yang malu kepada Allah, tidak akan berani melakukan kesalahan dan
meninggalkan kewajiban selama meyakini sesungguhnya Allah tidak pernah tidur dan maha
melihat apa yang diperbuat hambanya.
Mengingat sifat malu merupakan hal yang sangat penting sebagai benteng pertahanan untuk
memelihara akhlak seseorang dan sumber utama dari kebaikan, maka sifat inilah yang perlu
dimiliki dan dipelihara dengan baik oleh setiap individu muslim baik didalam kantor,
lingkungan masyarakat, keluarga dan dimanapun berada, karena sifat malu dapat memilihara
serta menjaga dan menunjukkan keimanan seseorang.
https://badilag.mahkamahagung.go.id/pojok-dirjen/pojok-dirjen-badilag/rasa-malu-
menggambarkan-kwalitas-keimanan-seorang-muslim
Apa yang dimaksud dengan budaya dalam Islam?
Kebudayaan Islam adalah hasil akal, budi, cipta, rasa dan karsa manusia yang berlandaskan
pada nilai nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal manusia untuk berkiprah dan
berkembang. Perkembangan kebudayaan yang didasari dengan nilai-nilai keagamaan
menunjukkan agama memiliki fungsi yang demikian jelas.
http://abufarabial-banjari.blogspot.com/2012/01/dampak-buruk-dari-hilangnya-rasa-
malu_26.html