Anda di halaman 1dari 4

1

Esensi Malu Dalam Kehidupan

Malu pada dasarnya adalah sifat yang terpuji dalam Islam. Dengan memiliki

sifat malu, seseorang dapat terhindar dari berbagai perbuatan tercela.

Secara bahasa, al hayaa-u (malu) berarti at taubah wal himsyah, penuh

taubat dan sopan santun. Secara istilah syar’i, al hayaa-u berarti sifat yang

dikaruniakan Allah kepada seorang hamba sehingga membuatnya menjauhi

keburukan dan kehinaan, serta melakukan amal shalih” (lihat Fathul Baari karya Ibnu

Rajab, 1/102).

Dengan demikian sudah jelas bahwa sifat malu ini adalah hal yang

semestinya dimiliki dan dijaga oleh setiap mukmin. Sifat malu termasuk diantara sifat

terpuji yang mungkin sudah ditinggalkan oleh banyak orang. Padahal sifat ini bisa

mendatangkan banyak kebaikan bagi orang yang memiliki sifat ini dan

membentenginya agar tidak terjerumus dalam perilaku buruk. Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ْال َحيَا ُء ََل يَأْتِي ِإ اَل بِ َخي ٍْر‬

“Sesungguhnya rasa malu itu hanya mendatangkan kebaikan.” (HR.

Bukhari).

Kadar rasa malu seseorang sangat tergantung dengan kadar kuat dan

lemahnya hati. Sedikitnya rasa malu merupakan indikasi hati dan ruhnya melemah.

Semakin kuat hati seseorang, maka rasa malunya akan semakin sempurna.

Diatara sikap malu yang patut dimiliki setiap mukmin adalah malu kepada

Allah dan malu kepada manusia.

Pertama: Malu kepada Allah maksudnya adalah selalu merasa malu dilihat

Allah ‘saat melakukan perbuatan maksiat.


2

Orang yang malu kepada Allâh selalu ikhlas karena Allâh, bukan karena

ingin dipuji manusia lain. dirinya menyadari bahwa yang dapat memberi rahmat dan

keberkahan hanyalah Allâh bukan selain-Nya.

Seorang mukmin yang malu kepada Allâh akan lebih banyak bersyukur

daripada mengeluh. Dia menjadikan apa yang diberikan Allâh kepadanya sebagai

sarana untuk menjalankan perintah-Nya. Dia juga menjaga seluruh anggota tubuhnya

dari melakukan sesuatu yang dimurkai-Nya. Karena pada dasarnya dia mengetahui

mana yang menjadi tujuan hidup dan mana yang sekedar sarana.

Rasulullah menjelaskan sifat orang yang tertanam rasa malu kepada Allah

dalam lubuk hatinya, yaitu harus menjaga kepala beserta isinya, menjaga perut

beserta isinya dan terus mengingat kematian. Tidak muluk-muluk memikirkan

duniawi dan tidak terlena dengan nafsu syahwat.. Barangsiapa melakukan ini berarti

dia benar-benar merasa malu kepada Allah.

Orang yang merasa malu kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dia akan menjauhi

semua larangan Allah dalam segala kondisi, baik saat sendiri maupun di tengah

keramaian.

Buah dari rasa malu adalah ‘iffah (menjaga kehormatan). Siapa saja yang

memiliki rasa malu hingga mewarnai seluruh amalnya, niscaya ia akan berlaku ‘iffah.

Dan dari buahnya pula adalah bersifat wafa' (setia/menepati janji). Dengan demikian

akan mampu melalui jalan menuju ma’rifatullah ( mengenal Allah ‘Azza wa Jalla).

Rasa malu yang muncul karena menyadari keagungan dan kedekatan Allah

‘Azza wa Jalla. Rasa malu yang timbul karena tahu Allah itu Maha Mengetahui

terhadap semua perbuatan, yang nampak maupun yang tersembunyi dalam hati.

Rasa malu seperti inilah yang masuk dalam bagian iman tertinggi bahkan

menempati derajat ihsan tertinggi. Tentang ihsan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda, yang artinya, “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah ‘Azza

wa Jalla seakan-akan engkau melihat-Nya, seandainya engkau tidak melihat-Nya

maka Allah ‘Azza wa Jalla pasti melihatmu.”


3

Malu kepada Allah menjadikan seseorang menggunakan semua anggota

tubuhnya sesuai dengan petunjuk Allah, menjadikan seseorang menghindarkan

hatinya dari segala sesuatu yang dilarang oleh Allah. Menggunakan anggota

tubuhnya, tangannya, lidahnya dan seluruh potensinya demi menyesuaikan dengan

kehendak Allah SWT.

Kedua: Di samping rasa malu kepada Allah kita juga harus memiliki sifat

malu kepada sesama manusia. Rasa malu ini akan mencegah kita dari perbuatan yang

tidak layak dan tercela. Rasa malu kepada sesama manusia membuat kita tidak suka

jika aib dan keburukan kita diketahui orang lain. Oleh karena itu, orang yang

memiliki rasa malu kepada sesama manusia tidak akan menyeret dirinya untuk

menjadi tukang cela, penyebar fitnah, tukang gunjing dan berbagai perbuatan maksiat

lainnya yang nampak.

Malu kepada sesama manusia menjadikan kita menjaga kehormatan kita

sekaligus menjaga kehormatan orang lain. Malu kepada diri sendiri menjadikan

seseorang tidak akan mengingkari janjinya kepada dirinya sendiri, menjadikan

seseorang menjaga kalimat-kalimat yang diucapkannya sehingga ia tidak bercakap

dengan percakapan yang dapat mempermalukan dirinya. Puncak dari malu itu adalah

malu mempermalukan orang lain.

Singkat kata, rasa malu kepada Allah akan mencegah seseorang dari

kerusakan batin, sedangkan rasa malu kepada kepada sesama manusia akan mencegah

dari kerusakan lahiriah bagi dirinya. Dengan demikian, dia akan menjadi orang yang

baik secara lahir dan batin dan akan tetap baik ketika sendiri maupun di tengah

khalayak ramai.

Sesungguhnya seseorang apabila bertambah kuat rasa malunya maka ia akan

melindungi kehormatannya, mengubur dalam-dalam kejelekannya, dan menyebarkan

kebaikan-kebaikannya.

Orang yang tidak memiliki rasa malu, berarti dia tidak memiliki benteng

dalam hatinya yang bisa mencegahnya dari perbuatan dosa dan maksiat. Dia akan
4

berbuat semaunya, seakan-akan tidak ada iman yang tersisa dalam hatinya. Orang

yang tidak memiliki rasa malu sedikitpun, dia pasti akan berbuat semaunya, tanpa

peduli maksiat atau bukan. Karena rasa malu yang bisa mencegah seseorang dari

perbuatan maksiat tidak dimiliki. Akibatnya, dia akan terus hanyut dan larut dalam

perbuatan maksiat dan mungkar. Na’udzu billah.

Setelah mengetahui urgensi rasa malu dan manfaatnya bagi seorang hamba,

cobalah sekarang kita memperhatikan kondisi manusia saat ini atau secara khusus kita

perhatikan kondisi diri kita.

Menjadi sangat penting bagi kita untuk senantiasa memupuk dan

menumbuhkan rasa malu dalam diri. Sehingga kita bisa menghindarkan diri kita dari

perbuatan-perbuatan yang merusak diri, orang lain dan agama serta mendatangkan

murka Allah. Semoga kita mampu mengembangkan budaya malu dan menjadikan

malu sebagi gaya hidup sehingga kita menjadi orang yang baik secara lahir dan batin

dan akan tetap baik ketika sendiri maupun di tengah khalayak ramai.

Anda mungkin juga menyukai