Anda di halaman 1dari 2

ESENSI MALU DALAM KEHIDUPAN

Dikutip dari almanhaj.or.id dengan beberapa penyesuaian

Marilah kita senantiasa istiqamah dalam menjaga ketakwaan kita kepada Allh Azza wa Jalla . Dan hendaklah
kita benar-benar merasa malu kepada Allh Azza wa Jalla . Hendaknya kita senantiasa menyadari bahwa ada
malaikat yang diutus Allh Azza wa Jalla untuk mencatat semua amal kita. Malaikat itu senantiasa mendengar
dan melihat apapun yang kita lakukan meski sangat rahasia dan tersembunyi. Janganlah sekali-kali kita
berbuat kemaksiatan dengan anggapan tiada yang tahu sama sekali. Karena malaikat yang diutus oleh Allh
Azza wa Jalla untuk mengawasi selalu tahu dan terus mencatat segala perbuatan kita.
Sifat malu termasuk diantara sifat terpuji yang sudah ditinggalkan oleh banyak orang. Padahal sifat ini bisa
mendatangkan banyak kebaikan bagi orang yang bersifat dengannya serta membentenginya agar tidak
terjerumus dalam perilaku buruk. Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Sesungguhnya rasa malu itu hanya mendatangkan kebaikan [HR. Bukhari]
Beliau Shallallahu alaihi wa sallam juga mengabarkan bahwa malu merupakan bagian dan cabang dari
keimanan. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Iman memiliki tujuh puluh atau enam puluh cabang lebih. Yang tertinggi adalah ucapan L ILHA ILLALLH
dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu itu salah satu cabang dari
keimanan. [HR. Muslim]
Dua hadits di atas menunjukkan bahwa malu bukan suatu yang buruk, bahkan sebaliknya termasuk sifat
terpuji.
Rasa malu itu ada dua yaitu malu kepada Allh dan malu kepada manusia
Malu kepada Allah Azza wa Jalla maksudnya merasa malu dilihat Allh Azza wa Jalla saat melakukan
perbuatan maksiat. Sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam sabda Beliau
Shallallahu alaihi wa sallam :
Hendaklah kalian benar-benar merasa malu kepada Allh Azza wa Jalla ." Para sahabat menjawab, "Kami
sudah merasa malu, wahai Raslullh." Raslullh bersabda, "Bukan itu maksudnya, akan tetapi barang
siapa yang benar-benar merasa malu kepada Allh Azza wa Jalla maka dia harus menjaga kepala beserta
isinya, menjaga perut beserta isinya dan dia terus mengingat kematian. Orang yang menginginkan akherat,
dia pasti akan meninggalkan keindahan dunia. Barangsiapa melakukan ini berarti dia benar-benar merasa
malu kepada Allh.[HSR Ahmad dan Tirmidzi]
Dalam hadits di atas, Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan dengan gamblang sifat orang yang
tertanam rasa malu kepada Allh Azza wa Jalla dalam lubuk hatinya. Yaitu dia terus berusaha menjaga
seluruh anggota tubuhnya agar tidak berbuat dosa dan maksiat, senantiasa ingat kematian, tidak punya
keinginan yang muluk-muluk terhadap dunia dan tidak terlena dengan nafsu syahwat.
Orang yang merasa malu kepada Allah Azza wa Jalla , dia akan menjauhi semua larangan Allah Azza wa
Jalla dalam segala kondisi, baik saat sendiri maupun di tengah keramaian. Rasa malu seperti masuk dalam
kategori ibadah kepada Allh Azza wa Jalla. Sebuah rasa yang merupakan buah dari marifatullh ( mengenal
Allh Azza wa Jalla). Rasa malu yang muncul karena menyadari keagungan dan kedekatan Allh Azza wa
Jalla . Rasa malu yang timbul karena tahu Allh Azza wa Jalla itu Maha Mengetahui terhadap semua
perbuatan, yang nampak maupun yang tersembunyi dalam hati. Rasa malu seperti inilah yang masuk dalam
bagian iman tertinggi bahkan menempati derajat ihsn tertinggi. Tentang ihsn, Raslullh Shallallahu alaihi
wa sallam bersabda, yang artinya, "Ihsn adalah engkau beribadah kepada Allh Azza wa Jalla seakan-akan
engkau melihat-Nya, seandainya engkau tidak melihat-Nya maka Allh Azza wa Jalla pasti melihatmu."
Di samping rasa malu kepada Allh Azza wa Jalla , kita juga harus memiliki sifat malu kepada manusia. Rasa
malu ini akan mencegah kita dari perbuatan yang tidak layak dan tercela. Rasa malu membuat kita tidak suka
jika aib dan keburukan kita diketahui orang lain. Oleh karena itu, orang yang memiliki rasa malu tidak akan

menyeret dirinya untuk menjadi tukang cela, penyebar fitnah, tukang gunjing dan berbagai perbuatan maksiat
lainnya yang nampak.
Singkat kata, rasa malu kepada Allh Azza wa Jalla akan mencegah seseorang dari kerusakan batin,
sedangkan rasa malu kepada manusia akan mencegahnya dari kerusakan lahiriah. Dengan demikian, dia
akan menjadi orang yang baik secara lahir dan batin dan akan tetap baik ketika sendiri maupun di tengah
khalayak ramai. Malu seperti inilah yang merupakan bagian dari iman.
Setelah mengetahui urgensi rasa malu dan manfaatnya bagi seorang hamba, cobalah sekarang kita
memperhatikan kondisi manusia saat ini. Sungguh sangat menyedihkan keadaan sebagian orang saat ini.
Mereka telah mencampakkan rasa malu sampai seakan tidak tersisa sedikitpun dalam diri mereka, sehingga
akibatnya berbagai kemungkaran menjamur di mana-mana; aurat yang semestinya ditutup malah
dipertontonkan; perbuatan amoral dilakukan terang-terangan; rasa cemburu pada pasangan sirna. Tindakan
asusila nan hina dianggap baik dan dibanggakan. Ketika ini dipermasalahkan, banyak orang sontak
membelanya. Sungguh ironis, tapi inilah realita.
Termasuk tanda hilangnya rasa malu dari sebagian wanita pada zaman ini yaitu mereka membuka hijab dan
jilbab mereka. Aurat yang seharusnya mereka tutupi, justru mereka pertontonkan kepada khalayak ramai.
Mereka keluar rumah dengan dandanan menor, pakaian minim, berbagai hiasan dan aksesoris yang menarik
perhatian menempel di tubuh mereka serta tak ketinggalan aroma semerbak yang bisa menggait lawan
jenisnya. Sorot mata jalang yang seharusnya membuatnya risih dan malu, justru semakian menimbulkan rasa
bangga. Na'udzu billah
Kemanakah rasa malu yang merupakan bagian dari iman seseorang ?
Dimanakah rasa malu dari para pegawai yang tidak bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugas yang
diamanahkan kepada mereka ? Dimanakah rasa malu dari para pedagang yang melakukan penipuan dan
tindakan curang, dusta dalam perdagangannya ?
Sungguh, semua prilaku buruk ini akibat dari hilangnya rasa malu dari diri seseorang. Raslullh Shallallahu
alaihi wa sallam bersabda :
Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu [HR. Bukhri]
Hendaklah kita semua senantiasa bertakwa kepada Allh Azza wa Jalla dan hendaklah kita senantiasa
memupuk keyakinan bahwa Allh Azza wa Jalla selalu mengetahui apapun yang kita lakukan di semua
tempat dan waktu.
Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Rabbnya yang tidak nampak oleh mereka, mereka akan
memperoleh ampunan dan pahala yang besar. Dan rahasiakanlah perkataanmu atau tampakkanlah;
sesungguhnya Dia Maha mengetahui segala isi hati. Apakah Allh yang menciptakan itu tidak mengetahui
(yang kamu tampakkan atau rahasiakan); dan Dia Maha halus lagi Maha Mengetahui ? [al-Mulk/67:12-14]
Rasa malu yang terpuji adalah rasa malu yang bisa mencegah seseorang dari perbuatan buruk dan rasa
malu yang bisa mendorong seseorang untuk melakukan berbagai kebaikan. Sedangkan rasa malu yang
menghalangi seseorang dari perbuatan yang bermanfaat bagi dunia dan agamanya maka itu merupakan jenis
rasa malu yang tercela. Sebagai seorang yang beriman, seorang mukmin tidak merasa malu untuk
mengucapkan kalimat yang benar dan beramar maruf nahi mungkar; tidak merasa malu untuk bertanya
tentang sesuatu yang tidak diketahui dalam urusan agamanya.
Rasa malu yang terpuji merupakan anugerah Allah, sementara rasa malu yang tercela adalah tipuan setan.
Oleh karena itu, hendaklah kita senantiasa bertakwa kepada Allh Azza wa Jalla dalam semua akitifitas kita.

Anda mungkin juga menyukai