Anda di halaman 1dari 18

“Sesungguhnya setiap agama memiliki

akhlak, dan akhlak Islam adalah malu.”


[HR.Ibnu Mâjah dan ath-Thabrâni]

MALU, AKHLAQ
MUSLIM
Makna dan Hakikat Malu
• Imam An-Nawawi : bahwasanya hakikat malu adalah
budi pekerti yang mengajak agar meninggalkan
kejelekan dan mencegah dari mengurangi hak orang
lain.
• Al-Junaid : hakikat malu ialah sikap yang memotivasi
untuk meninggalkan keburukan dan mencegah sikap
menyia-nyiakan hak pemiliknya
• Malu adalah akhlak (perangai) yang mendorong
seseorang untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan
yang buruk dan tercela, sehingga mampu menghalangi
seseorang dari melakukan dosa dan maksiat serta
mencegah sikap melalaikan hak orang lain.
Sebenar-benarnya Malu
“Hendaklah kalian malu kepada Allah Azza wa Jalla
dengan sebenar-benar malu. Barang-siapa yang malu
kepada Allah dengan sebenar-benar malu, maka
hendaklah ia menjaga kepala dan apa yang ada
padanya, hendaklah ia menjaga perut dan apa yang
dikandungnya, dan hendaklah ia selalu ingat kematian
dan busuknya jasad. Barangsiapa yang menginginkan
kehidupan akhirat hendaklah ia meninggalkan
perhiasan dunia. Dan barangsiapa yang mengerjakan
yang demikian, maka sungguh ia telah malu kepada
Allah Azza wa Jalla dengan sebenar-benar malu.”
[HR.at-Tirmidzi, Ahmad, al-Hâkim]
Malu Bukan Minder
• Minder didefinisikan oleh para psikolog sebagai
kebingungan dan kurang percaya diri yang muncul pada
diri manusia akibat dari situasi tertentu.
• Malu berarti terkendalinya jiwa. Seorang pemalu tidak
bisa melihat dirinya hina di hadapaan Allah, di hadapan
manusia, atau dihadapan dirinya sendiri.
• Sebuah perasaan yang memuliakan jiwa dari segala
kerendahan dan kehinaan. Sebuah perasaaan yang
membuat kemaksiatan menjadi mustahil untuk
dilakukan. Perasaan itu seolah berkata “Aku lebih tinggi
dan lebih mulia daripada itu semua!”
• Minder bersumber dari sifat pengecut, penakut dan
lemah. Malu bersumber dari pribadi yang kuat, yang
menyadari nilai dirinya.
Kita Harus Malu!
“Tau diri dong! Hidup cuma numpang aja belagu!
Kalau mau maksiat yaudah jangan disini, jangan di
bumi Allah. Kalau mau boros and foya-foya, ya
jangan pake rezekinya Allah. Kalau mau ngeliat
hal – hal yang haram, ya jangan pake mata yang
dipinjemin sama Allah! Kalau mau dengerin hal –
hal yang GAJE copot dulu kuping pemberian Allah.
Hello, diri yang terlena…! Nyadar, malu sama
Allah. Tau diri, KAMU cuma makhluk yang
cengeng. Sedikit di kasih cobaan bisanya mewek,
ngambek, ngatain Allah gak adil. Ngaca dulu, deh,
yang nggak Adil itu Allah atau KAMU???
 Tampang kece sedikit aja, belagunya gak nahan.
Padahal itu semuanya juga cuma minjem, suatu sat
tampang cakep, tubuh atletis or indah, kaya raya,
kepinteran bakal di ambil lagi sama Allah.
 Woy…! Diri yang asli ya cuma dari air mani yang
NGGAK BANGET, terus bertransformasi menjadi
seonggok daging yang nyimpan banyak sampah di
perut yang bisa jalan dan punya nama, so matinya
jadi bangkai yang dikubur dan senasib
sepenanggungan dengan cacing – cacing di tanah.
 Deuh… Kalau bukan karena Allah ngasih rahmatnya
yang luas kepada kita, nggak tau deh saya sebenarnya
masuk belatung spesies jenis apa. Astagfirullahal
aziim…” (Dikutip dari status FB seorang remaja)
Malu adalah Fitrah Manusia
“Maka keduanya memakan buah dari
pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya
aurat-auratnya dan mulailah keduanya
menutupinya dengan daun-daun (yang
ada di) surga, dan durhakalah Adam
kepada Tuhan dan sesatlah ia.”
QS. Thaha [20]: 121
Malu adalah Bagian dari Iman
• “Iman itu bercabang tujuh puluh lebih atau enam
puluh lebih, yang paling utama adalah kalimat laa
illaaha illallaah dan yang paling rendah adalah
menyingkirkan rintangan dari jalan, dan malu
termasuk cabang dari iman.” (HR. Bukhari &
Muslim)
• Rasulullah Saw., beliau bersabda: “’Malu adalah
sebagian dari iman, dan iman ada di dalam surga.
Sedangkan tidak sopan (ucapan jorok) itu adalah
perangai kasar, dan perangai kasar itu ada di dalam
neraka.” (HR Ibnu Hibban)
Malu yang Disyariatkan
Imam al-Qurthubi rahimahullâh berkata, “Malu
yang dibenarkan adalah malu yang dijadikan Allah
Azza wa Jalla sebagai bagian dari keimanan dan
perintah-Nya, bukan yang berasal dari gharîzah
(tabiat). Akan tetapi, tabiat akan membantu
terciptanya sifat malu yang usahakan (muktasab),
sehingga menjadi tabiat itu sendiri. Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki dua jenis
malu ini, akan tetapi sifat tabiat beliau lebih malu
daripada gadis yang dipingit, sedang yang
muktasab (yang diperoleh) berada pada puncak
tertinggi.”[Fathul Bâri (X/522).]
Malu yang Tercela
Qâdhi ‘Iyâdh mengatakan: “Malu yang menyebabkan
menyia-nyiakan hak bukanlah malu yang disyari’atkan,
bahkan itu ketidakmampuan dan kelemahan. Hal disebut
malu karena menyerupai malu yang
disyari’atkan.”Dengan demikian, malu yang
menyebabkan pelakunya menyia-nyiakan hak Allah Azza
wa Jalla sehingga ia beribadah kepada Allah dengan
kebodohan tanpa mau bertanya tentang urusan
agamanya, menyia-nyiakan hak-hak dirinya sendiri, hak-
hak orang yang menjadi tanggungannya, dan hak-hak
kaum muslimin, adalah tercela karena pada hakikatnya ia
adalah kelemahan dan ketidakberdayaan. [Lihat Qawâ’id
wa Fawâid (hal. 182)]
Malu Menuntut Ilmu?
• “Orang yang malu dan orang yang sombong tidak
akan mendapatkan ilmu.” [Atsar shahîh :
Diriwayatkan oleh al-Bukhâri]
• “Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshâr. Rasa
malu tidak menghalangi mereka untuk memperdalam
ilmu Agama.” [Atsar shahîh: Diriwayatkan oleh al-
Bukhâri.]
• Ummu Sulaim RA pernah bertanya, “Wahai
Rasulullah SAW! Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla
tidak malu terhadap kebenaran, apakah seorang
wanita wajib mandi apabila ia mimpi (berjimâ’)?”
Rasulullah SAW, “Apabila ia melihat air.”[HR
Bukhori dan Muslim)
Teladan dari Pemilik Sifat
• AllahMalu
Maha Pemalu
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla Maha Pemalu, Maha
Menutupi, Dia mencintai rasa malu dan ketertutupan. Apabila
salah seorang dari kalian mandi, maka hendaklah dia menutup
diri.” (HR Abu Dawud, An-Nasai, Ahmad)
• Malu adalah Sifat Rasulullah dan Warisan Para Nabi
• “Rasulullah SAW itu lebih merasa malu daripada seorang
gadis yang ada dalam ruang pingitannya. Maka apabila
beliau melihat sesuatu yang tidak beliau sukai kami
mengetahuinya pada wajahnya. (HR. Bukhari-Muslim)
• Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya diantara hal yang
diketahui oleh umat manusia dari perkataan para Nabi
terdahulu adalah ucapan, ‘Jika kamu tidak malu, maka
berbuatlah sesukamu’.” (HR Ibnu Hibban)
• Malu adalah Akhlaq Malaikat
“Apakah aku tidak pantas merasa malu terhadap
seseorang, padahal para Malaikat merasa malu
kepadanya.” [HR.Muslim]
• Malu adalah akhlaq para Sahabat Nabi
• Abu Bakar Ash Shiddiq :“Wahai kaum muslimin,
hendaklah kalian malu kepada Allah! Demi Dzat yang
jiwaku berada di tanganNya, aku benar-benar
menyelubungkan pakaian ke kepalaku saat aku buang
hajat di area terbuka karena malu kepada Rabbku”
• Umar bin Khattab :“Barang siapa malu, dia akan
sering tidak menampakkan diri. Barang siapa sering
tidak menampakkan diri, dia akan menjaga diri. Dan
barang siapa menjaga diri, dia akan dijaga”
Sifat Malu Para Wanita Salihah
• Aisyah binti Abu Bakar : Setelah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dan ayah Aisyah, Abu Bakar,
dimakamkan di dalam rumah Aisyah, ia masuk ke
dalamnya dengan melepas kain hijabku. Sementara
setelah Umar dimakamkan pula di dalam rumahnya,
maka Aisyah tidak pernah masuk ke sana kecuali setelah
memakai hijab (karena malu kepada Umar).
• “Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari
kedua perempuan itu berjalan dengan malu-malu, dia
berkata, ‘Sesungguhnya ayahku mengundangmu untuk
memberi balasan sebagai imbalan atas (kebaikan)mu
memberi minum (ternak kami)…” [Al-Qashash: 25]
Buah dari Sifat Malu
• Dicintai Allah
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla Maha Pemalu, Maha
Menutupi, Dia mencintai rasa malu dan ketertutupan. Apabila
salah seorang dari kalian mandi, maka hendaklah dia menutup
diri.” (HR Abu Dawud, An-Nasai, Ahmad)
• Mendatangkan Kebaikan
“Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan
semata-mata.” (Muttafaq ‘alaihi)
• Malu akan Mencegah Kemaksiatan
Abu ‘Ubaid al-Harawi rahimahullâh berkata, “Maknanya,
bahwa orang itu berhenti dari perbuatan maksiatnya karena
rasa malunya, sehingga rasa malu itu seperti iman yang
mencegah antara dia dengan perbuatan maksiat.” [Fathul Bâri
(X/522).]
• Malu senantiasa seiring dengan iman, bila salah
satunya tercabut hilanglah yang lainnya.
“Malu dan iman senantiasa bersama. Apabila salah
satunya dicabut, maka hilanglah yang lainnya.” HR
Hakim, Thabrani
• Malu akan Menjaga Kehormatan Seseorang
• Malu akan mengantarkan ke surga
“Malu adalah bagian dari iman, sedang iman tempatnya
di Surga dan perkataan kotor adalah bagian dari tabiat
kasar, sedang tabiat kasar tempatnya di
Neraka.”[HR.Ahmad, at-Tirmidzî, Ibnu Hibbân, al-
Hâkim (I/52-53)]
Ketika Sifat Malu Dicabut
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla, jika Dia
berkehendak untuk membinasakan
(menghancurkan) seorang hamba, maka Dia
akan mencabut rasa malu dari hamba tersebut.
Jika rasa malu telah tercabut darinya, maka
Allah tidak akan mendapati hamba tersebut
kecuali sebagai orang yang dimurkai dan
dibenci-Nya. Jika ia telah menjadi orang yang
dimurkai dan dibenci oleh Allah, maka
tercabutlah darinya amanah.
Jika sikap amanah telah tercabut darinya,
maka Allah tidak akan mendapatinya kecuali
sebagai orang yang berkhianat dan pembuat
khianat, maka akan tercabutlah darinya kasih
sayang (rahmat) Allah. Jika kasih sayang Allah
telah dicabut darinya, maka ia tidak lain
adalah orang yang terkutuk dan terlaknat. Dan
jika Allah telah menetapkannya sebagai orang
yang terkutuk, maka tercabutlah darinya
perlindungan Islam” (HR. Ibnu Majah)

Anda mungkin juga menyukai