Disusun Oleh :
Nama : Dela Khoirunnisa
NIM : M17030017
Dosen : Ngaji Babar W, S.T
PENDHULUAN
A. LATAR BELAKANG
oleh Nabi Muhammad SAW. adalah sebagai rahmat bagi semesta alam.
(Lihat dalam surah Al-An’am : 107). Sayyid Qutb, Ibn Jarir al-Thabary
maksud rahmat ini adalah dapat diterima oleh seluruh umat manusia,
mukmin. Dalam arti lain bahwa, rahmatan lil al-‘alamin bisa bermakna
dan kapan saja umat Islam berada. Dengan adanya dorongan dari ayat-ayat
adalah lahirnya ilmu tasawuf yaitu mengenai sikap tawadhu’ yang akan
Islam yang utama, selain ilmu Tauhid (Ushuluddin) dan ilmu Fiqih yang
kerasulan, hari ahir, ketentuan qadla’ dan qadar Allah dan sebagainya.
ibadah yang bersifat dhahir (lahir), seperti soal shalat, puasa, zakat, ibadah
PEMBAHASAN
A. KAJIAN PUSTAKA
akhlak yang tercela. Tawadhu’ adalah sikap rendah hati, namun tidak
Takabur atau sombong adalah sikap merasa lebih unggul atau lebih
dan hina pihak lain serta enggan berkumpul dengan orang lain. Orang
seperti ini tidak mau menerima perbedaan pendapat apalagi nasihat orang
lain. Bila ada orang yang mengingatkannya dia akan marah bahkan
bahwa manusia ini sama, lebih mengutamakan orang lain, toleran, bisa
memahami perasaan orang lain, dan mau membantu orang yang terzo limi.
sikap-sikap negatif yang lain, seperti, iri hari, benci, pemarah, egois,
sesamanya. Bila dia telah mengusai pengetahuan tertentu, maka dia akan
bodoh dan menghina mereka, dan bila mengerjakan sesuatu, dia suka
menyelesaikannya sendiri.
yang ‘ujub tidak akan menyakiti pihak lain, karena dia hanya sebatas
al-‘adhamah (merasa bangga dengan potensi yang ada), karena orang yang
dalam hatinya ada perasaan ‘adhamah, masih menganggap ada orang lain
yang lebih baik dan lebih bagus darinya, atau paling tidak masih ada yang
menyamainya.
yang pandai dan terhormat seharusnya terhindar dari sifat takabur dan
berbangga diri di hadapan seorang hamba sahaya yang pandai. Melihat hal
atas kuda yang kamu miliki, maka keistimewaan yang engkau banggakan
adalah milik kuda bukan milikmu. Bila kamu berbangga diri karena
bajumu, maka yang bagus adalah bajumu, bukan dirimu, dan bila kamu
ta’ala berfirman,
م ْال َجا ِهلُونَ قَالُوا َساَل ًماMُ ُض هَوْ نًا َوإِ َذا خَاطَبَه
ِ َْو ِعبَا ُد الرَّحْ َم ِن الَّ ِذينَ يَ ْم ُشونَ َعلَى اأْل َر
berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati dan apabila orang jahil
Furqaan: 63)
Muslim)
ِ ْك ال َّدا ُر اآْل َ ِخ َرةُ نَجْ َعلُهَا لِلَّ ِذينَ اَل ي ُِري ُدونَ ُعلُ ًّوا فِي اأْل َر
ض َواَل فَ َسادًا َ تِ ْل
“Itulah negeri akhirat yang Kami sediakan bagi orang-orang yang tidak
ilmunya, dia merasa hebat dengan kemuliaan yang dia miliki. Orang
siapa yang menuntut ilmu demi akhirat maka ilmunya itu akan
ketenangan jiwa. Dia akan terus mengawasi dirinya dan tidak bosan untuk
diri dan meluruskannya. Apabila dia lalai dari hal itu, dia pasti akan
terlempar keluar dari jalan yang lurus dan binasa. Barang siapa yang
paling besar. Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya
terdapat kesombongan walaupun hanya sekecil dzarrah (anak semut), la
meningkat pula rasa takut dan waspadanya. Setiap kali bertambah usianya
posisinya maka semakin dekat pula dia dengan manusia dan berusaha
kepada mereka.”
dia semakin pelit dan tidak mau membantu sesama. Dan setiap kali
dan kecongkakan dirinya. Ini semua adalah ujian dan cobaan dari Allah
untuk menguji hamba-hamba-Nya. Sehingga akan berbahagialah sebagian
kelompok, dan sebagian kelompok yang lain akan binasa. Begitu pula
هَ َذا ِم ْن فَضْ ِل َربِّي لِيَ ْبلُ َونِي أَأَ ْش ُك ُر أَ ْم أَ ْكفُ ُر
“Ini adalah karunia dari Rabb-ku untuk menguji diriku. Apakah aku bisa
kenikmatan itu adalah cobaan dan ujian dari Allah yang dengan hal itu
akan tampak bukti syukur orang yang pandai berterima kasih dengan bukti
Yang Maha Suci. Itu artinya Allah menguji dengan berbagai bentuk
َ َ َوأَ َّما إِ َذا َما ا ْبتَاَل هُ ف. فَأ َ َّما اإْل ِ ْن َسانُ إِ َذا َما ا ْبتَاَل هُ َربُّهُ فَأ َ ْك َر َمهُ َونَ َّع َمهُ فَيَقُو ُل َربِّي أَ ْك َر َم ِن
ق َعلَيْه
17)
kepadanya adalah pasti orang yang Aku muliakan di sisi-Ku. Dan tidaklah
setiap orang yang Aku sempitkan rezkinya dan Aku timpakan musibah
kepadanya itu berarti Aku menghinakan dirinya.” (Al Fawa’id, hal. 149)
bahwa pada suatu ketika di masa kekhalifahan Abu Bakar ada seorang
lelaki yang bermimpi bahwa ketika itu hari kiamat telah terjadi dan
orang-orang yang lain?” Dia berkata: Lantas ada yang berujar kepadaku,
syahid, dan dia juga tidak pernah merasa takut kepada celaan siapapun
selama dirinya tegak berada di atas jalan Allah.’ Pada keesokan harinya,
laki-laki itu datang dan ternyata di situ ada Abu Bakar dan Umar sedang
duduk bersama. Maka dia pun mengisahkan isi mimpinya itu kepada
mereka berdua. Ketika dia selesai bercerita maka Umar pun menghardik
orang itu seraya berkata kepadanya, “Pergilah kamu, itu hanyalah mimpi
Abu Bakar telah wafat dan Umar memegang urusan pemerintahan, maka
beliau pun mengutus orang untuk memanggil si lelaki itu. Kemudian Umar
dahulu.” Lelaki itu menjawab, “Bukankah anda telah menolak cerita saya
itu dia sedang duduk di tempat itu?!” Syaikh Abdul Aziz As Sadhan
dirinya disebutkan sementara di saat itu Ash Shiddiq (Abu Bakar) -dan
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu jelas lebih utama dari beliau- hadir
mendengarkan kisah itu. walaupun sebenarnya dia tidak perlu merasa berat
ataupun bersalah mendengarkan hal itu, akan tetapi inilah salah satu bukti