Muslim.Or.Id
Landasan Agama
Penyejuk Hati
Lainnya
Share on Facebook
Share on Twitter
Segala puji bagi Allah Rabb alam semesta. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah teruntuk
Rasulullah, ahlu baitnya, sahabatnya, dan kaum muslimin yang berusaha meniti jejak beliau
hingga akhir zaman.
Islam adalah agama yang mudah dan praktis. Diantara contoh kemudahan Islam, ketika seorang
muslimah berada dalam keadaan suci tak berhadats atau telah berwudhu dan mengenakan kaos
kaki lalu berhadats maka saat berwudhu kembali seorang muslimah diperbolehkan untuk tidak
melepaskannya saat wudhu. Demikian juga lelaki muslim, boleh melakukan hal tersebut. Ini juga
berlaku bagi yang memakai sepatu atau penutup kaki lainnya.
Tentang kebolehannya, tidak ada perbedaan pendapat para ulama dalam hal ini dan ini memang
disyariatkan berdasarkan nash al-Qur’an, as-Sunnah dan ijma para ulama.[1]
“Dalam pandangaku, tak ada masalah dalam mengusap (khuf). Ada 40 hadits dari NAbi
shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hal ini.”[3]
Ini adalah tema penting yang mesti diketahui karena bagian inilah yang merupakan bagian
aplikatif.
Sedikit mengetengahkan pendapat para ulama pada catatan ini, Ibnu Rusyd rahimahullah dalam
kitabnya yang fenomental yaitu Bidayatul Mujtahid menyebutkan ikhtilaf ulama.
Pendapat Pertama: Bagian yang wajib diusap adalah bagian atas khuf.
Mengusap bawahnya adalah mustahab. Pendapat ini dipegang oleh Malik, as-Syafi’i dan yang
lain.
Pendapat Kedua: Bagian yang wajib diusap adalah bagian atas dan bawahnya sekaligus
Inilah pendapat yang dipegang oleh Ibnu Nafi’ dan sahabat Malik.
Pendapat Ketiga: Bagian yang wajib diusapkan adalah bagian atas saja
Bagian bawah tidak diusap dan tidak pula disunnahkan. Inilah pendapat yang dipegang oleh
imam Abu Hanifah, Daud, Sufyan dan lain-lain.[4]
Sebagian ulama menegaskan bahwa pendapat yang ketiga lebih mendekati dalil-dalil yang ada.
“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengusap bagian atas Khuf.”[5]
لو كان الدين بالرأي لكان أسفل الخف أولى بالمسح من أعاله لقد رايت رسول هللا يمسح على ظاهر خفيه
“Sekiranya agama ini adalah dengan akal semata maka tentu bagian bawah khuf lah yang lebih
utama untuk diusap disbanding bagian atasnya. Sungguh aku telah melihat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mengusap bagian atas khufnya.”[6]
“Diantara petikan hadits di atas bahwa yang diusap adalah bagian atas khuf. . .”[7]
Tata cara mengusapnya tentu bukan dengan mencolek atau sebatas menempel/meletakkan
tangan saja. Para ulama telah menjelaskan dengan sederhana. Begitu mudah.
Meletakkan telapak –sekaligus jari- yang telah dibasahi dengan air di atas jari-jari kaki.
Tangan kanan diletakkan di atas jemari kaki kanan. Tangan kiri diletakkan di atas kaki kiri.
Kedua tangan digerakkan atau disapukan hingga bagian atas yaitu punggung pergelangan kaki
atau betis.
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin mengungkapkan bahwa sebagian ulama menyatakan
usapan pada kaki kanan dan kiri dilakukan bersamaan. Sebagian yang lain menyatakan bahwa ini
dilakukan bergantian. Usapan kaki kanan didahulukan sebelum kaki kiri. Beliau juga menyatakan
bahwa permasalahan ini “waasi’un” artinya diberi kelapangan dalam memilih, tak terlalu
dipermasalahkan.[9]
Kesimpulan:
Bagian khuf/sepatu/kaos kaki dan sejenisnya yang diusap adalah bagian atas saja.
Pendapat yang me-mustahab-kan bagian bawah adalah pendapat Malik dan as-Syafi’i. Pendapat
ini lemah dan didasari sebuah hadits lemah dari sahabat al-Mughirah. Beliau, al-Mughirah,
mengisahkan: “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu kemudian
mengusap bagian bawah khuf dan atasnya”. Hadits ini adalah hadits lemah yang di-ilal-kan oleh
Ahmad, al-Bukhariy, Daruquthniy dan Ibnu Hajar.[10]
Tata cara pengusapannya adalah seperti yang disebutkan Shalih ibn Fauzan di atas.
Pengusapan bisa dilakukan bersamaan atau bergiliran dengan mendahulukan usapan kaki
kanan.
_____
Referensi:
1. Kitab Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd, Dar Ibn Hazm, Mesir
2. Fath Dzil Jalal wal Ikram, jilid 1, karya Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, al-Maktabah al-
Islamiyyah, Mesir
3. kitab Mulakhkhas al-Fiq-hiyy karya syaikh Shalih ibn Fauzan, Dar A’lam as-Sunnah, Riyadh
4. kitab Shahih Fiqh as-Sunnah karya syaikh Abu Malik Kamal ibn as-Sayyid Salim, al-Maktabah
at-Taufiqiyyah, Mesir.
____
End Notes:
[1] Lihat kitab Fath Dzil Jalal wal Ikram, hal 220, jilid 1.
[3] Al-I’lam Bifawa-id ‘Umdah al-Ahkam I/615. Lihat kitab Mulakhkhas al-Fiq-hiyy, hal 28
[5] Hadits hasan diriwayatkan Abu Daud no. 161, Tirmidziy no. 98 dan yang lain.
[6] Hadits shahih diriwayatkan Abu Daud no. 162, Daruquthniy no. 73 dan Baihaqiy 2/111. Lihat
Irwa’ no. 103
[7] Lihat kitab Fath Dzil Jalal wal Ikram, hal 225, jilid 1.
[9] Lihat kitab Fath Dzil Jalal wal Ikram, hal 226, jilid 1.
[10] Lihat takhrij lengkap hadits ini pada catatan kaki nomor 1 dalam kitab Fath Dzil Jalal wal
Ikram, hal 224, jilid 1
_________
Diselesaikan di waktu dhuha yang sejuk. Asrama Lipia Jakarta, 12 Maret 2014.
**
Sahabat muslim, yuk berdakwah bersama kami. Untuk informasi lebih lanjut silakan klik disini.
Jazakallahu khaira
Share on Facebook
Share on Twitter
PREVIOUS
NEXT
MPD Banner
ABOUT AUTHOR
Mahasiswa LIPIA
ARTIKEL TERKAIT
21 August 2018
18 August 2018
Beberapa Kesalahan dan Kemungkaran terkait Ibadah Haji (Bag. 6)
16 August 2018
27 September 2018
24 September 2018
20 September 2018
14 September 2018
10 September 2018
29 August 2018
25 August 2018
7 ARTIKEL TERBARU
7 ARTIKEL TERPOPULER
Janganlah Bersedih
MUSLIM.OR.ID
Tentang Kami
Konstributor
Donasi Dakwah
Pasang Iklan
YPIA.OR.ID
Tentang YPIA
Program YPIA
Donasi Dakwah
Kontak Kami
ALAMAT KAMI
Pogung Rejo No. 412, RT 14/RW 51, kelurahan Sinduadi, kecamatan Mlati, kabupaten Sleman,
kode pos: 55284
E-mail: muslim.or.id[at]gmail.com