Anda di halaman 1dari 11

AKHLAK TERCELA DALAM ISLAM

1. HIDUP BERFOYA-FOYA

S
ifat berfoya-foya adalah pola pikir, sikap dan tindakan yang tidak seimbang
dalam memperlakukan harta. Larangan untuk tidak hidup berfoya-foya dan
berlebih-lebihan salah satunya terdapat pada surah Al-Isra ayat 26-27.

Allah SWT berfirman:


‫َو ٰا ِت َذ ا اۡل ُقۡر ٰب ى َح َّقٗه َو اۡل ِم ۡس ِكۡي َن َو اۡب َن الَّس ِبۡي ِل َو اَل ُتَب ِّذ ۡر َتۡب ِذ ۡي ًرا; ِاَّن اۡل ُمَب ِّذ ِرۡي َن َك اُنۤۡو ا ِاۡخ َو اَن الَّش ٰي ِط ۡي ِن‌ ؕ َو َك اَن‬
‫الَّش ۡي ٰط ُن ِلَر ِّبٖه َك ُفۡو ًر‬
Wa aati zal qurbaa haqqahuu walmiskiina wabnas sabiili wa laa tubazzir
tabziiraa; Innal mubazziriina kaa nuu ikhwaanash shayaatiini wa kaanash
shaytaanu li Rabbihii kafuuraa

Artinya: "Dan berikanlah haknya


kepada kerabat dekat, juga
kepada orang miskin dan orang
yang dalam perjalanan; dan
janganlah kamu menghambur-
hamburkan (hartamu) secara
boros. Sesungguhnya orang-
orang yang pemboros itu adalah
saudara setan dan setan itu
sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra: 26-27).

Ayat ini jelas menyebutkan bahwa Allah SWT memerintahkan kepada kaum
Muslimin agar memenuhi hak keluarga dekat, orang-orang miskin, dan orang-orang
yang dalam perjalanan. Hak yang harus dipenuhi itu di antaranya mempererat tali
persaudaraan dan hubungan kasih sayang, mengunjungi rumahnya dan bersikap
sopan santun, serta membantu meringankan penderitaan yang mereka alami.

Jika memiliki harta, Allah SWT melarang kaum Muslimin bersikap boros atau
berfoya-foya, seperti membelanjakan harta tanpa perhitungan yang cermat sehingga
menjadi mubazir. Larangan ini bertujuan agar kaum Muslimin mengatur
pengeluarannya dengan perhitungan yang secermat-cermatnya, agar apa yang
dibelanjakan sesuai dengan keperluan dan pendapatan mereka. Perbuatan
membelanjakan harta secara boros, dinyatakan dengan "Sesungguhnya orang-orang
yang pemboros itu adalah saudara setan,".

Orang yang berbuat boros dalam membelanjakan harta adalah karena dorongan
setan, oleh karena itu, perilaku boros atau berfoya-foya termasuk sifat setan, dan
setan itu adalah sangat ingkar kepada nikmat dan anugerah Tuhannya. Dikutip dari
situs Kemenag, ayat ini diturunkan Allah dalam rangka menjelaskan perbuatan
orang-orang Jahiliah. Telah menjadi kebiasaan orang-orang Arab menumpuk harta
yang mereka peroleh dari rampasan perang, perampokan, dan penyamunan. Harta
itu kemudian mereka gunakan untuk berfoya-foya supaya mendapat kemasyhuran
dan ayat ini turun untuk menyatakan betapa jeleknya usaha mereka.
Cara Menghindari Sifat Berfoya-foya

1. Belanja sesuai dengan kebutuhan Jika memiliki uang dan ingin dibelanjakan, maka
perlu memilah antara kebutuhan primer, sekunder dan tersier, selanjutnya perlu
dibuat skala prioritas agar uang tepat guna dan terhindari dari pemborosan.

2. Membiasakan diri sedekah dan membantu orang lain Dalam harta yang kita miliki
terdapat hak untuk orang lain, karenanya biasakan diri untuk bersedekah, sikap ini
juga dapat membangkitkan rasa empati terhadap orang lain, serta bisa mempererat
hubungan antarsesama manusia.
3. Bergaya hidup sederhana Terbiasa hidup seadanya dan sederhana dapat membuat
hati dan pikiran tenteram. Ada perasaan bahagia ketikaa melihat orang lain hidup
berkecukupan dan akan tergerak untuk membantu orang lain yang membutuhkan.
4. Selalu bersyukur Perasaan selalu bersyukur atas semua karunia Allah akan
membuahkan ketenangan batin. Mensyukuri nikmat adalah bentuk kasih sayang
Allah SWT yangk kemudian dapat menumbuhkan keyakinan bahwa Allah telah
menjamin rejeki semua mahkluk ciptaan-Nya. T Perasaan syukur juga dapat
diungkapkan dengan selalu mengucapkan kalimat tahmid (alhamdulillah) dan
berdoa kepada Allah SWT.
5. Bertindak selektif dan terencana Merencanakan kehidupan di masa datang akan
membuat seseorang lebih selektif dalam memutuskan penggunaan harta.Contohnya
membiasakan diri untuk menabung setiap harinya.
6. Bersikap rendah hati Rendah hati dapat ditunjukkan dengan sikap menjauhi
perasaan paling kaya dan paling hebat. Kekayaan seseorang di muka bumi ini tidak
ada artinya dibanding kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Oleh sebab itu
sebaiknya usahakan merasa paling pintar, paling kuat dan paling hebat dibanding
orang lain.

TAKABUR

T
akabur atau sombong adalah sikap membanggakan diri sendiri. Orang yang
takabur kemudian akan melihat dirinya sendiri menjadi lebih besar dari
yang lain serta memandang dirinya lebih sempurna jika dibandingkan orang
lain.
Dikutip dari buku Akidah Akhlak
Kelas X yang diterbitkan oleh
Kementerian Agama (2013) ,
takabur atau sombong merupakan
anak dari ujub, akar dari sombong
sendiri adalah ujub. Jadi, ujub
melahirkan kesombongan. Namun,
terdapat juga perbedaan antara ujub
dengan sombong. Adapun ujub tak memerlukan orang lain, sementara sombong
membutuhkan orang lain sebagai pembandingnya. Sifat takabur kemudian
dibedakan menjadi dua, yakni:

Seseorang yang menolak kebenaran yang disampaikan oleh orang lain, padahal ia
memahami bahwa kebenaran ada pada orang tersebut. Kemudian, ia menolaknya
karena orang yang menyampaikan kebenaran itu dirasa lebih muda atau lebih
rendah kedudukannya jika dibanding dirinya.
Seseorang yang menganggap dirinya memiliki keistimewaan melebihi orang lain.
Selalu merasa dirinya paling lebih jika dibandingkan orang lain. Dengan hal ini, ia
bersikap congkak kepada sesama hamba Allah serta merendahkan mereka, karena
menurutnya ia jauh lebih tinggi martabatnya.

Ciri-Ciri Orang dengan Sikap Takabur:


Takabur sebagai suatu sifat yang dibenci oleh Allah SWT. Bahkan, Allah SWT
juga memberikan azab bagi orang-orang yang kemudian memiliki sifat ini.
Berdasarkan sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Thabrani dari Ali bin Abi
Thalib R.A. Rasulullah SAW menegaskan bahwa “seseorang yang memiliki sifat
takabur sesungguhnya telah mengambil ataupun merampas pakaian Allah SWT.”
Dengan kata lain, takabur menjadi sifat yang tidak seharusnya dimiliki oleh
manusia, apapun yang dimilikinya serta posisi atau jabatannya.

Seseorang yang takabur juga dapat dikenali melalui ciri-cirinya. Adapun ciri-ciri
orang yang bersifat takabur adalah sebagai berikut.

Terlihat Angkuh
Takabur merupakan sifat yang akan menimbulkan kebencian di antara manusia
serta tidak membawa manfaat sama sekali. Oleh karenanya, Allah SWT sangat
membenci sifat ini. Orang yang memiliki sifat takabur ialah orang yang biasanya
terlihat angkuh secara lahiriah. Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu
memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) serta janganlah berjalan di
bumi dengan angkuh. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong serta membanggakan diri.” (Q.S Luqman [31]: 18).

Selalu Ingin Menjatuhkan Orang Lain


Orang dengan sifat takabur dalam hatinya tak pernah pernah memiliki ketenangan.
Ia selalu ingin untuk menjatuhkan orang lain. “Dari Abdullah bin Mas’ud bin Malik
r.a dari Nabi saw. bersabda: Tak akan masuk surga orang yang terdapat dalam
hatinya sifat takabur (atau sombong) walaupun hanya sebesar atom yang sangt halu
sekalipun.” (H.R Muslim). Hadis ini juga merupakan sebuah peringatan untuk
semua umat manusia agar tidak bersifat takabur.

Dalil Naqli tentang Takabur

Takabur dapat menghalangi seseorang untuk masuk surga. Dalam setiap hadis yang
dikeluarkan oleh Rasulullah SAW, beliau juga selalu mengingatkan kepada umat
Islam jika sifat takabur ataupun sombong benar-benar dapat menghalangi seseorang
dalam masuk surga. Hadis-hadis ini juga menegaskan bahwa kesombongan
kemudian akan menjadi penghalang bagi manusia untuk masuk surga, sehalus
apapun rasa sombong ini.

Takabur dapat dilihat secara lahiriah (yang tampak), sehingga mudah dilihat oleh
orang lain dan takabur yang tersimpan di dalam hati serta hanya kita yang tidak
mengetahui. Beberapa hadits dan ayat dalam Al-Qur’an yang kemudian
menjelaskan tentang perilaku takabur, di antaranya terdapat dalam hadis Rasulullah
SAW berikut ini:
takabur adalah

Artinya: “Kesombongan adalah menolak kebenaran serta merendahkan manusia”.


[HR. Muslim, no. 2749, dari ‘Abdullah bin Mas’ûd]

Selain itu Allah SWT juga berfirman: takabur adalah

Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (dikarenakan


sombong) dan janganlah kamu berjalan di bumi dengan angkuh. Sesungguhnya,
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong serta terlalu membanggakan
diri.”

Rasulullah SAW juga bersabda: ”Orang fakir yang sombong termasuk orang-orang
yang tidak akan diajak berbicara oleh Allah pada hari kiamat tiba, Allah juga tidak
akan menyucikan, tidak akan memandang mereka, serta bagi mereka azab yang
pedih.” (HR. Muslim).

Penyebab Takabur
Sebagai manusia tidak sepantasnya kita menyombongkan diri, karena takabur
sangat dibenci oleh Allah SWT. Berikut di bawah ini adalah penyebab seseorang
menjadi takabur:

1. Merasa apa yang diucapkan benar, sehingga menganggap orang lain salah.
2. Gila pujian atau bisa dibilang jika mengetahui ada banyak orang memujinya, ia
bahagia bukan main dan bertambah keangkuhannya.
3. Merasa memiliki banyak ilmu, banyak harta. Namun lebih fatalnya, ada orang
tidak kaya namun dia tetap bersikap sombong.
4. Merasa amal dan ibadahnya lebih baik dibandingkan dengan orang lain. Ia juga
merasa nanti hidupnya selamat sampai di akhirat sementara orang lain dianggap
tidak selamat.
5. Memiliki nasIb ataupun garis keturunan serta kelebihan fisik yang dimiliki.

Dampak Negatif Perilaku Takabur


Takabur juga akan Menghalangi seseorang untuk masuk surga. Dalam setiap hadis
yang dikeluarkan oleh Rasulullah SAW, beliau kemudian mengingatkan kepada
umat Islam jika sifat takabur ataupun sombong benar-benar dapat menghalangi
seseorang dalam masuk surga. Selain menghalangi masuk surga, dampak buruk
lainnya yang akan menimpa kamu saat memiliki sifat takabur, antara lain:

1. Terhalang untuk mendapat kebenaran ayat-ayat Allah SWT, serta Dibenci oleh
Allah SWT
2. Terkuncilah pada mata dan hatinya
3. Mendapat kehinaan serta berbagai siksaan akhirat.
4. Selalu merasa menjadi orang yang paling baik dan paling benar.
5. Dapat menimbulkan berbagai perpecahan di antara sesama.
6. Dapat merusak sendi persatuan serta persatuan.
7. Tidak suka berbuat benar serta tidak dapat menerima kebenaran.
8. Tidak memiliki keikhlasan dalam suatu perbuatan sehingga semua yang
dilakukan kemudian menjadi sia-sia.
9. Merugikan diri sendiri dan lebih mudah tersinggung
Cara Menghindari Sifat Takabur
Dengan berbagai dampak buruk yang dapat kamu alami jika memiliki sifat takabur
tersebut, tentunya kamu harus benar-benar menghindari sifat ini. Tentu kamu tak
ingin kehidupan di dunia serta akhirat yang kamu jalani untuk menjadi tidak tenang
serta tidak dirahmati oleh Allah SWT.

Karena sifat takabur kemudian menjadi salah satu sifat yang dibenci oleh Allah
SWT, maka orang Islam harus berupaya untuk menghindarinya. Beberapa cara
menghindari sifat takabur ini dapat dilakukan dan menjadi bagian dari amalan yang
shalih. Berikut ini beberapa cara menghindari takabur yang perlu kamu ketahui.

1. Meningkatkan keimanan serta ketaqwaan. Keduanya dapat ditingkatkan dengan


meningkatkan ibadah. Selain agar tidak memiliki sifat takabur, orang yang
beriman serta bertakwa juga akan memahami cara untuk menghindarkan diri
agar tak berbuat dosa.
2. Mensyukuri segala nikmat Allah SWT. Dengan memiliki rasa syukur di dalam
diri, hal ini kemudian dapat mengurangi keinginan untuk bersikap takabur.
3. Istiqomah dalam bersyukur juga kemudian dapat dilakukan dengan berusaha
selalu mengucapkan rasa syukur atas semua pemberian Allah, serta berupaya
sabar saat menghadapi masalah.
4. Menyadari segala kekurangan sebagai manusia. Setiap Manusia memiliki
kelebihan serta kekurangan. Karenanya, penting untuk dapat menyadari
kekurangan diri agar tidak mudah merasa hebat serta takabur. Rasulullah SAW
bersabda: “Tidak akan masuk surga bagi seseorang yang di dalam hatinya ada
sebesar biji sawi dari sifat takabur,” (HR Thabrani, Hakim, Baihaqi dan
Ahmad).
5. Menyadari bahwa hidup ini hanya sementara sifatnya. Orang yang takabur juga
kerap melupakan hal tersebut sehingga lupa menyiapkan bekal untuk ke akhirat.
6. Selalu berusaha menghormati serta menghargai orang lain. Sulit menghargai
dan menghormati orang lain merupakan bentuk sikap yang kurang dewasa, dan
jika dibiarkan kemudian akan menjadi bibit takabur.
7. Menyadari segala kelebihan sebagai karunia dari Allah SWT. Manusia memiliki
kelebihan bukan hanya karena usahanya saja, namun juga dikarenakan izin
Allah SWT. Jika menyadari hal ini biasanya akan membuat seseorang pandai
bersyukur hingga terhindar dari takabur.
8. Tidak membedakan perlakuan di antara sesama manusia. Semua manusia
diciptakan sama oleh Allah SWT. Meski dengan adanya perbedaan, bersikap
adil terhadap sesama adalah cara menjadi pribadi yang baik serta dapat
menghilangkan sifat egois.

RIYA

Riya adalah mengerjakan suatu perbuatan atau ibadah untuk mendapatkan pujian
dari orang lain, bukan karena Allah semata. Orang riya’ tidak ikhlas dalam beramal,
ia senantiasa pamer dan cari perhatian supaya mendapat pujian, sanjungan dan
pengakuan.

Ada beberapa ayat yang membahas tentang riya’ antara lain :

QS. Al-M ’un [107] : 4-7.


QS. Al-Baqarah [2]: 264. 3. QS. An-Nis’ [4] : 142.
Bentuk Riya’:

Riy’ dalam niat


Ketika seseorang akan melakukan sebuah amal dalam hatinya telah ada keinginan
atau tujuan selain mencari ridha Allah.
Ia sejak awal telah mempunyai niat tidak ikhlas. Padahal diterima atau tidaknya
amal ibadah yang kita lakukan sangatlah bergantung pada niat.

“ Sesungguhnya sahnya segala perbuatan itu bergantung pada niatnya” (HR.


Muslim)\

Riy’ dalam perbuatan


Yang dimaksud dengan riya’ dalam perbuatan adalah ketika kita melakukan sebuah
amal ibadah ia berharap mendapat perhatian dari orang lain. Kadang-kadang
berlebih-lebihan di dalam melakukan ibadah tersebut contoh ketika ia membaca al-
Fatihah dalam salat ia baca dengan cara yang tidak wajar. Ia juga menunda sebuah
amal karena belum ada yang memperhatikan misalnya ia mau memasukkan uang
amal ke kotak amal, ia menunggu ada orang lain yang melihatnya kalau tidak ada
yang memperhatikan ia tidak jadi beramal atau jumlahnya dikurangi. Ciri yang lain
adalah ia melakukan amal ibadah dengan sungguh-sungguh, penuh semangat
tatkala ada orang lain yang melihatnya, apakah orang tua, guru atau teman. Contoh:
seorang anak belajar sungguh-sungguh ketika orang tuanya ada di rumah. Namun
tatkala orang tuanya tidak ada, ia tidak belajar lagi atau menjadi kendor
semangatnya.

Salah satu sifat lagi yang erat kaitannya dengan riya’ adalah sum’ah, yaitu suka
memperdengarkan atau menceritakan kebaikan- kebaikannya, keberhasilannya
kepada orang lain dengan tujuan ia mendapat pujian dari orang yang
mendengarkan atau ia ingin dikatakan hebat. Ini juga termasuk penyakit ruhani
yang kadang kala sulit dihindari.

Bahkan Rasulullah Saw. menegaskan bahwa riy’ termasuk kategori syirik asghar
(kecil)

“Rasulullah Saw. bersabda: sesungguhnya yang paling aku khawatirkan terjadi


pada kalian adalah syirik kecil. Sahabat bertanya: Apakah syirik kecil itu
Rasulullah ? Rasulullah Saw. menjawab: Riy’ (HR. Ahmad)

Bahaya Riy’ Akan merasa hampa dan kecewa dalam batinnya apabila perhatian
atau pujian yang ia harapkan ternyata tidak ia dapatkan;
Muncul rasa tidak puas terhadap apa yang ia lakukan;
Muncul sikap keberpura-puraan;
Terkena penyakit rohani berupa gila pujian atau gila hormat;
Bisa menimbulkan pertengkaran apabila ia mengungkit-ungkit kebaikannya
terhadap orang.
Cara Menanggulangi Penyakit Riy’
Penyakit riya’ jangan dibiarkan terus menerus merusak jiwa kita. Kita harus
melakukan upaya-upaya agar penyakit ruhani tersebut lenyap dari diri kita, di
antaranya dengan cara:

1. Memfokuskan niat ibadah, bahwa ibadah kita hanya untuk Allah;


Hindari sikap suka memamerkan sesuatu yang kita punya, karena pada
hakikatnya yang kita punya itu hanyalah milik Allah;
2. Tidak menimbulkan kecemburuan sosial bagi orang lain;
Saling menasihati dan mengingatkan jika di antara kita ada yang berperilaku
riya’;
3. Membiasakan diri bersyukur pada Allah;
4. Melakukan ibadah dengan khusyu’ baik di tempat ramai maupun di tempat
sunyi;
5. Senantiasa berdzikir kepada Allah dan selalu berlindung kepada Allah agar kita
dijauhkan dari sifat riya’ dan sum’ah.

SUM’AH

Riya dan Sum'ah merupakan sifat tercela yang dibenci Allah SWT karena keduanya
dapat menyebabkan amal ibadah menjadi sia-sia. Secara istilah, riya artinya
melakukan ibadah dengan niat agar dipuji dan mendapat penghargaan dari orang
lain, sementara sum’ah berarti memberitahukan atau memperdengarkan amal
ibadah yang dilakukan kepada orang lain dengan tujuan mendapat pujian dan
sanjungan. Perbedaan Riya dan Sum'ah

Jadi letak perbedaan antar riya dan sum'ah adalah dari cara niatnya, yakni sum'ah
dengan memberitahukan ibadah dan riya menampakkan atau memperlihatkan
ibadah, di mana tujuan keduanya sama-sama ingin mendapat pujian dari orang lain.
Lalu apa saja dampak yang bisa diakibatkan akibat perbuatan ini?

Seperti dikutip dari modul Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas X
terbitan Kemdikbud, Rasulullah SAW menegaskan riya dan sum'ah termasuk dalam
perbuatan syirik khafi, yaitu syirik yang samar dan tersembunyi. Hal ini
dikarenakan sifat riya’ terkait dengan niat dalam hati, sedangkan isi hati manusia
hanya diketahui oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman:

‌ؕ‫ٰا َم ُنۡو ا اَل ُتۡب ِط ُلۡو ا َص َد ٰق ِتُك ۡم ِباۡل َم ِّن َو اَاۡلٰذ ۙى َك اَّلِذ ۡى ُيۡن ِفُق َم اَلٗه ِرَئٓاَء الَّناِس َو اَل ُيۡؤ ِم ُن ِباِهّٰلل َو اۡل َيۡو ِم اٰاۡل ِخ ِر‬ ‫ٰۤي ـَاُّيَها اَّلِذ ۡي َن‬
‫َص ۡف َو اٍن َع َلۡي ِه ُتَر اٌب َفَاَص اَبٗه َو اِبٌل َفَتَر َكٗه َص ۡل ًدا ؕ‌ اَل َيۡق ِد ُر ۡو َن َع ٰل ى َش ۡى ٍء ِّمَّم ا َك َس ُبۡو ا ؕ‌ َو ُهّٰللا اَل َيۡه ِد ى‬ ‫َفَم َثُلٗه َك َم َثِل‬
‫اۡل َقۡو َم اۡل ـٰك ِفِرۡي َن‬

Yaaa ayyuhal laziina aamanuu laa tubtiluu sadaqootikum bilmanni wal azaa
kallazii yunfiqu maalahuu ri'aaa'an naasi wa laa yu'minu billaahi wal yawmil
aakhiri famasaluhuu kamasali safwaanin 'alaihi turaabun fa asaabahuu waabilun
fatara kahuu saldaa; laa yaqdiruuna 'alaa syai immimmaa kasabuu; wallaahu laa
yahdil qaumal kaafiriin.
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang
yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak
beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu
yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka
tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa
yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
kafir."
(QS. Al-Baqarah [2]: 264).

Infak atau sedekah bertujuan untuk menghibur dan meringankan penderitaan fakir-
miskin, dan untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Itulah sebabnya, maka
sedekah tidak boleh disebut-sebut, atau disertai dengan kata-kata yang menyakitkan
hati si penerimanya. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa orang yang bersedekah
karena riya dan sum'ah, sama halnya dengan orang yang melakukan ibadah salat
dengan ria. Ibadah salatnya tidak akan mendapat pahala, dan tidak mencapai tujuan
yang dimaksud.
Sebab tujuan salat adalah menghadapkan segenap hati dan jiwa kepada Allah SWT
serta mengagungkan kebesaran dan kekuasaan-Nya, dan memanjatkan syukur atas
segala rahmat-Nya.
Sedang orang yang salat karena riya, perhatiannya bukan tertuju kepada Allah,
melainkan kepada orang yang diharapkan akan memuji dan menyanjungnya. Sifat
riya dan sum'ah adalah tabiat yang tidak baik.
Orang yang bersedekah yang mengharapkan pujian dan terima kasih dari yang
menerima sedekah atau dari orang lain, bila pada suatu ketika dia merasa kurang
dipuji dan kurang ucapan terima kasih kepadanya dari si penerima atau kurang
penghargaan si penerima terhadap sedekahnya, dia akan merasa sangat kecewa.
Dalam keadaan demikian, sangat besar kemungkinan dia akan mengucapkan kata-
kata yang menyinggung perasaan si penerima, sehingga sedekahnya tidak akan
mendatangkan pahala di sisi Allah.
Orang yang bertabiat semacam ini sesungguhnya tidaklah beriman kepada Allah
dan hari akhirat. Sedekah semacam itu diibaratkan seperti debu di atas batu yang
licin; apabila datang hujan lebat maka debu itu hilang lenyap tak berbekas.
Karenanya, agar amal ibadah dapat diterima oleh Allah SWT, maka ada tiga syarat
yang harus dipenuhi, yakni:
Beramal dengan landasan ilmu. Berniat ikhlas karena Allah SWT. Melakukan
dengan sabar dan ikhlas. Jika ketiga syarat ini tidak dipenuhi, maka kemungkinan
akan muncul dampak yang tidak baik bagi kehidupan orang yang melakukan
sedekah tersebut. Dampak Riya dan Sum'ah bagi Manusia Berikut ini dampak
negatif perbuatan riya dan sum’ah bagi pelakunya dan masyarakat secara umum:
Adanya ketidakpuasan dalam melakukan amal ibadah. Muncul rasa gelisah ketika
akan melakukan amal kebaikan. Nilai pahala orang yang melakukan amal ibadah
tersebut akan rusak bahkan hilang sama sekali. Mengurangi kepercayaan dan tidak
akan menimbulkan rasa simpati dari orang lain. Merasa menyesal jika amalnya
tidak diperhatikan oleh orang lain. Dapat menyebabkan rasa sentimen pribadi dari
orang lain, sebab bisa muncul perasaan iri dan dengki.

HASAD

Hasad adalah akhlak mazmumah atau tindakan buruk yang harus dihindari setiap
manusia. Rasulullah SAW pernah bersabda dalam haditsnya untuk menghindari
perilaku tersebut.
Hasad termasuk salah satu penyakit hati yang sudah ada sejak lama. Hal ini pernah
terjadi di antara putra Nabi Adam AS, yakni Qobil yang tega membunuh saudara
kembarnya sendiri, Habil, lantaran kurbannya tidak diterima oleh Allah SWT.

Sebagaimana firman-Nya dalam surah Al Maidah ayat 30,

٣٠ ‫َفَطَّوَع ْت َلٗه َنْفُسٗه َقْتَل َاِخ ْيِه َفَقَتَلٗه َفَاْص َبَح ِم َن اْلٰخ ِس ِرْيَن‬

Artinya: "Kemudian, hawa nafsunya (Qabil) mendorong dia untuk membunuh


saudaranya. Maka, dia pun (benar-benar) membunuhnya sehingga dia termasuk
orang-orang yang rugi."

Pengertian Hasad
Rik Suhadi mengatakan dalam buku Akhlak Madzmumah dan Cara
Pencegahannya, ada perbedaan di kalangan ulama dalam mendefinisikan arti hasad
meski masih dalam tujuan yang sama. Dalam bahasa Indonesia, hasad adalah iri
atau dengki.

Menurut Ibnu Hajar, hasad adalah seseorang berangan-angan (menginginkan)


hilangnya nikmat dari orang yang memilikinya.

Adapun, Ibnu Taimiyyah mengatakan dalam Majmu' Fatawa, hasad adalah sikap
benci dan tidak senang terhadap apa yang dilihatnya berupa baiknya keadaan orang
yang yang tidak disukainya.

Sementara itu, menurut Imam An-Nawawi sebagaimana disebutkan dalam


Riyadhus Shalihin, hasad adalah menginginkan hilangnya nikmat dari yang
memperolehnya, baik itu nikmat dalam agama ataupun dalam perkara dunia.

Mengenai definisi hasad ini, Imam Al-Ghazali pernah mengatakan,

"Ketahuilah, tidaklah hasad itu kecuali kepada perkara nikmat. Jika Allah
memberikan suatu nikmat kepada saudaramu, maka engkau akan mengalami satu
dari dua hal. Pertama, engkau membenci nikmat tersebut dan menginginkan nikmat
itu hilang, maka inilah yang disebut hasad," ucapnya sebagaimana dikutip Rik
Suhadi dalam buku Akhlak Madzmumah dan Cara Pencegahannya.

Larangan Berbuat Hasad


Rasulullah SAW melarang umatnya untuk berbuat hasad. Dari Abu Hurairah bahwa
Nabi SAW bersabda, "Hindarilah kamu daripada hasad, karena hasad itu memakan
segala amal kebajikan, bagaikan api memakan kayu bakar." (HR. Abu Daud)

Dalam haditsnya yang lain, Rasulullah SAW juga bersabda,

"Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki, saling memalingkan muka,


dan saling memutuskan ikatan, dan jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah
bersaudara. Tidaklah halal bagi seorang muslim untuk mengabaikan dan tidak
bertegur sapa dengan saudaranya lebih dari tiga hari." (HR Muttafaq 'alaih dari
Anas RA)

Akibat dari Sifat Hasad


Sahri menjelaskan dalam buku Mutiara Akhlak Tasawuf, akibat dari hasad tidak
hanya berbahaya di dunia, tetapi juga di akhirat. Menurutnya, orang yang memiliki
penyakit hasad tidak akan pernah merasa puas dengan nikmat yang Allah berikan
dan selalu mengharap kejelekan dan kesengsaraan orang lain.

Selain itu, hasad dapat mengakibatkan seseorang tidak akan merasakan


kebahagiaan dan ketenangan hidup, sebab pelaku hasad selalu dihinggapi rasa iri
dan terus merasa kurang.

Orang yang hasad hatinya selalu diliputi kegelisahan, perasaan tidak tenang,
hidupnya senantiasa dihantui kecemasan, dan terombang-ambing. Perilaku ini kelak
akan dipertanyakan oleh Allah SWT.

Cara Mencegah Hasad


Hasad dapat disebabkan oleh berbagai hal. Seperti permusuhan, kebencian, takabur
(sombong), 'ujub (bangga diri), ambiri, bakhil serta buruknya akhlak. Masih
mengacu pada sumber yang sama, berikut cara mencegah hasad yang bisa
dilakukan umat Islam.

Berbaik sangka kepada Allah SWT (Husnuzhzhan billah)


Yakin dengan ketentuan Allah SWT (Qodarullah)
Berlapang dada (ash-shafu) dengan pemberian Allah SWT
Memohon kepada Allah SWT agar dijauhkan dari penyakit hasad
Allah SWT mengajarkan kepada orang yang beriman agar selalu berlindung
kepada-Nya dari hasad dan perbuatan orang yang melakukan hasad, sebagaimana
Dia berfirman:

٥ ࣖ ‫َوِم ْن َش ِّر َح اِسٍد ِاَذ ا َحَس َد‬

Artinya: "dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki." (QS Al Falaq:
5)

Anda mungkin juga menyukai