Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

KESEHATAN MENTAL

Tentang
Hadist dan Ayat Al-Qur’an Tentang Akhlak Mazmumah

Oleh:
Ade Irma Suryani 2015040007

Dosen Pengampu:
Dr. Hasneli, M.Ag.

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS USHULUDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN)

IMAM BONJOL PADANG

Tahun 2022
A. Sikap Sombong

Kata sombong apabila dikaji lebih dalam al-Qur'an, maka paling tidak terdapat
beberapa terminologi yang antara lain sebagai berikut:

1. Kata fakhr
fakhr dalam al-Qur'an muncul sebanyak 5 (lima) kali, meskipun kata fakhr
mengandung makna kesombongan namun secara tekstual tertuju pada semua hal-hal
yang berkaitan dengan al-Jah (kemuliaan) karena keturunan, pangkat dan kedudukan.
2. Kata utuw
Kata utuw terulang sebanyak 10 (sepuluh) kali di dalam al-Qur'an yang juga
bermakna kesombongan, yaitu kesombongan yang disertai dengan kedurhakaan dan
penyimpangan-penyimpangan dari hal-hal yang harus ditaati. Kata utuw ini
merupakan salah satu sinonim dari istakbara yang maknanya kurang lebih luar biasa
sombong. berbuat dengan sangat sombongnya dan dengan preposisi yang
menunjukkan sikap berpaling dari sesuatu, maknanya berpaling dengan penuh
kedurhakaan dari segala sesuatu yang diperintahkan, durhaka terhadap perintah.
3. Kata uluw
Kata uluw sering ditujukan kepada kaum Kafir (orang-orang yang ingkar kepada
Allah SWT) seperti ungkapan kata uluw yang ditujukan atas kesombongan Fir'aun
dan pengikutnya.
4. Kata Batar
Istilah batar adalah suatu sikap mental yang memandang rendah orang lain dan
memandang tinggi dan mulia dirinya sendiri. Raghib Alashfahani mengatakan
sombong atau batar adalah keadaan seseorang yang merasa bangga dengan dirinya
sendiri.

Dari, beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa sombong adalah


memperlihatkan sikap kekaguman terhadap diri sendiri dengan cara meremehkan orang lain,
menganggap diri sendiri lebih berharga dan bermartabat dari orang lain, menjelek jelekkan
orang lain serta tidak mau menerima kritikan ataupun na upsehat dari orang lain. Maka jelas
bahwa kata batar adalah merupakan bagian dari terminologi kesombongan yang diungkapkan
dalam al-Qur'an lebih kurang sebanyak 2 (dua) kali yang berbunyi sebagai berikut:

Artinya: “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari
kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya´ kepada manusia serta
menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan”.
{Qs. al-Anfal/8: 47}

QS. Al-Anfal Ayat 47

 ‫َو اَل َتُك ْو ُنْو ا َك اَّلِذ ْيَن َخ َر ُجْو ا ِم ْن ِدَياِر ِهْم َبَطًرا َّو ِر َئۤا َء الَّناِس َو َيُص ُّد ْو َن َع ْن َس ِبْيِل ِهّٰللاۗ َو ُهّٰللا ِبَم اَيْع َم ُلْو َن‬
‫ُمِح ْيٌط‬

47. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang keluar dari kampung halamannya
dengan rasa angkuh dan ingin dipuji orang (ria) serta menghalang-halangi (orang) dari
jalan Allah. Allah meliputi segala yang mereka kerjakan

Ayat di atas, menjelaskan tentang perasaan bangga dan angkuh yang didasarkan atas
kekuatan, kekayaan dan kekuasaan. Seperti kata batar yang menunjuk sifat kaum Musyrik
Mekkah yang menyombongkan diri di hadapan Muhammad dengan menonjolkan kekayaan,
kekuatan dan keberanian yang mereka miliki.

Hadist tentang Sombong

َ‫ِإَّن َأْه َل الَّن اِر ُك ُّل َج ْع َظ ِر ٍّي َج َّو اٍظ ُمْس َت ْك ِبٍر َج َّماٍع َم َّن اٍع َو َأْه ُل اْل َج َّن ِة الُّضَع َفاُء اْلَم ْغ ُلوُبون‬

Artinya: “Sesungguhnya penduduk neraka adalah semua orang yang kasar lagi keras, orang yang
bergaya sombong di dalam jalannya, orang yang bersombong, orang yang banyak mengumpulkan
harta, orang yang sangat bakhil. Adapun penduduk sorga adalah orang-orang yang lemah dan
terkalahkan”. [Hadits Shahih. Riwayat Ahmad, 2/114; Al-Hakim, 2/499].

B. Sikap Iri & Dengki

Mengutip buku Pendidikan Agama Islam: Akhlak Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII karya
Drs. H. Masan AF, M.Pd., iri dan dengki adalah perasaan tidak senang terhadap keberhasilan
orang lain sehingga merasa tersaingi dan berakhir pada kejahatan. Sifat jahat ini dapat
merugikan diri sendiri dan orang lain. Bahkan jika dia bersedekah, pahala ibadahnya akan
terhapus dengan sia-sia oleh rasa iri dan dengkinya.

Perintah untuk menghindari sifat iri dan dengki kepada Allah tercantum dalam Surat An Nisa
ayat 23 yang artinya: " Dan janganlah kamu iri dan dengki (iri hati) terhadap apa yang telah
dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih dari sebagian yang lain." Selain disebutkan
dalam Al-Qur'an, sifat iri dan dengki juga disebutkan dalam beberapa hadist. Untuk
mengetahui lebih lanjut, simak ulasan berikut.

1. Larangan Iri dan Iri

Ada sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang berisi larangan iri dan
dengki. Jangan mencari dan mengungkit keburukan orang lain. Karena, semua umat Islam
adalah saudara yang harus saling menjaga dan melindungi. "Jangan iri dan dengki satu sama
lain dan jangan mengungkit keburukan orang lain. Jangan saling bermusuhan dan jangan
saling menawar lebih tinggi dari tawaran lainnya. Jadilah hamba Tuhan yang bersaudara.
Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, sehingga mereka tidak dapat menindas,
menganiaya, berbohong, dan saling menghina. Seseorang dikatakan berbuat jahat jika
menghina sesama muslim. Darah setiap muslim adalah haram bagi muslim lainnya, begitu
juga dengan harta dan kehormatannya. " (HR. Al Bukhari dan Muslim)

2. Iri dan dengki adalah penyakit hati yang akan membuat seseorang merasa tidak nyaman
ketika orang lain merasa bahagia. Lebih baik melakukan sesuatu yang lebih bermanfaat
daripada mengisi hatimu dengan kedengkian. Disebutkan dalam sebuah hadits: "Penyakit
orang-orang sebelum kamu yang menyerang kamu adalah dengki dan benci. Kebencian
adalah pemotong; pemotong agama dan bukan pemotong rambut. Demi Dzat yang jiwa Nabi
Muhammad berada di tangan-Nya, kamu tidak beriman hingga kamu saling mencintai.
Apakah Anda ingin saya menunjukkan sesuatu bahwa jika Anda melakukannya, Anda akan
saling mencintai? Tebarkan salam di antara kalian." (HR. Tirmidzi)

C. Tamak

Menurut Bahasa - Tamak berarti rakus hatinya. Menurut Istilah: Tamak adalah cinta
kepada dunia (harta) terlalu berlebihan tanpa memperhatikan hukum haram yang
mengakibatkan adanya dosa besar. Serakah dalam bahasa arab disebut tamak, yaitu sikap
yang selalu ingin memperoleh sesuatu yang banyak untuk diri sendiri. Orang tamak selalu
mengharap pemberian orang lain, namun dia sendiri bersikap pelit atau bakhil. la ingin
mengumpulkan harta untuk kepentingan diri sendiri tanpa memperhatikan aturan.

Tamak termasuk salah satu penyakit hati yang tidak Istiqamah kepada anugerah
Allah. Jiwanya gelisah, hendak begini hendak begitu. Terhuyung ke kiri dan ke kanan, seperti
pohon yang dihembus angin. Tamak adalah sifat manusia yang ingin memborong segalanya
dan mengumpulkan semuanya. Tidak ada yang ia sukai, semuanya ia suka tanpa mau
mengetahui apa gunanya. Milik yang ada di tangan orang pun disukainya, untuk itu ia akan
berusaha memperolehnya sifat tamak itu juga menghilangkan rasa malu.

Allah melarang hambanya melakukan tindakan yang rakus, dan termasuk akhlak
buruk terhadap-Nya, karena perbuatan ini dapat menyebabkan seseorang lupa menyembah
kepada-Nya, dapat berlaku kikir, memeras serta merampas hak-hak orang lain. Maka, agama
Islam memberikan tuntutan kepada manusia, agar tidak terlalu mengejar nafkah yang
seharusnya bukan ia yang pantas memilikinya selain tidak iman terhadap qadha dan qadar
Allah, orang yang tamak ini juga akan menanam benih hasud terhadap orang lain.

Dalam Al-Qur'an, banyak terdapat keterangan masalah rakus atau tamak, antara lain
pada surah Al-Baqarah ayat 96 yaitu :

‫ولتجدُتهم أخرض الناس على حياة ومن الذين أشركوا يود أحدهم لو يعمر ألف سنة وما هو بمزخرجه من العذاب‬
‫أن يعمر وهللا بصير بما يعملون‬

Artinya: "Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba
kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-
masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali
tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
kerjakan." (QS. Al-Baqarah: 96)

Orang yang tamak akan menghimpun kekayaan dunia dan sukar untuk membuat amal
kebajikan. Rasulullah Saw bersabda, "Kalaulah Allah karuniakan anak adam dua lembah
daripada emas, niscaya dia hendak tiga lembah. Sesekali harta itu akan dapat memuaskan
hawa nafsunya melainkan setelah dimasukkan ke dalam tanah (mati)" Ketamakan terhadap
harta hannyalah akan menghasilkan sifat buas, laksana serigala yang terus mengejar dan
memangsa buruannya walaupun harta itu bukan haknya.

Fitrah manusia memang sangat mencintai harta kekayaan dan berhasrat keras
mendapatkannya sebanyak mungkin dengan segala cara dan usaha. Untuk menghindari sifat
tamak dapat dilakukan dengan selalu meminta pertolongan Allah supaya dijauhkan dari sifat
serakah, sederhana dalam kehidupan. Jangan merasa cemas berlebihan terhadap kejadian di
masa datang, puas terhadap apa yang dimiliki meneladani orang-orang yang mulia yang
mampu menjauhi sifat serakah, dan melihat orang yang keadaannya lebih miskin.
Ciri-cirinya Tamak : Sangat mencintai harta yang telah dimiliki, Terlalu bersemangat
dalam mencari harta sehingga tidak memperhatikan waktu dan keadaan sekeliling, Terlalu
hemat dalam membelanjakan harta, Merasa berat untuk mengeluarkan harta kegunaan untuk
kepentingan agama maupun manusia, semua perbuatannya bergantung kepada ganjaran,
Tidak memikirkan kehidupan diahirat, Cinta dunia, Bodoh dalam memahami arti hidup
bermasyarakat yang di dalamnya ia berkewajiban saling menolong, bukan saling iri hati
antara sesama.

D. Gibah

Perilaku ghibah adalah perbuatan tercela yang dilarang keras oleh agama Islam.
Membicarakan kejelekan dan keburukan orang lain disebut ghibah atau menggunjing.
Mengutip dari buku "Jurnalistik Islam" oleh Anton Ramdan, Islam sangat melarang ghibah
yaitu menggunjingkan keburukan atau aib orang lain. Pengertian aib sendiri merujuk kepada
perbuatan, tingkah laku, cacat fisik, dan lain sebagainya. Maka dari itu, perilaku gibah ini
menjatuhkan harga diri dan martabat seseorang yang digunjingkan, padahal menjaga
martabat muslim lainnya merupakan satu kewajiban. Larangan tentang ghibah ini juga
tertuang jelas dalam Al Qur'an surat Al Hujurat ayat 12 yang berbunyi sebagai berikut:

‫يأيها الذين امنوا اجتنبوا كثيرا من الظن إن بعض الظن إثم وال تجسسوا وال يغتب بعضكم بعضًا ايحب أح••دكم أن يأكل لحم‬
‫أخيه ميتا فكرهتموه واتقوا هللا إن هللا تواب رحيم‬

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman! Jauhilah prasangka, sesungguhnya sebagian


prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan
janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara
kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik.
Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha
Penyayang."

Sebagaimana yang tertulis pada ayat tersebut, larangan ghibah terlihat jelas pada kalimat
"Janganlah sebagian kamu menggunjingkan sebagian yang lain". Lebih lanjut dijelaskan,
ghibah ibarat memakan daging saudara sendiri yang telah mati.

Pengertian ghibah juga dijelaskan oleh Rasulullah SAW pada salah satu hadits yang
diriwayatkan Abu Daud:

Dari abu Hurairah berkata. "Rasulullah pernah mendapat pertanyaan, "Wahai Rasulullah,
apakah yang dimaksud dengan ghibah?" Rasulullah menjawab: "Engkau menyebut tentang
saudaramu yang tidak ia sukai." Rasulullah ditanya lagi, "Bagaimana pendapatmu jika apa
yang ada pada saudaraku sesuai dengan yang aku katakan?" Rasulullah menjawab: "Jika apa
yang engkau katakan itu memang benar benar ada maka engkau telah berbuat ghibah, namun
jika tidak maka engkau telah berbuat fitnah." (HR. Abu Daud 4231).

Ghibah dan fitnah, keduanya merupakan perilaku tercela. Hanya saja yang membedakan
adalah benar atau tidaknya apa yang dibicarakan. Larangan ghibah disebut pada hadits
lainnya, Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Barang siapa menahan ghibah terhadap saudaranya, maka Allah akan menyelamatkan
wajahnya dari api neraka kelak pada hari kiamat." (HR. Tirmidzi 1854)

Pada hadits tersebut dijelaskan bahwa mereka yang menjauhi perbuatan ghibah akan
dijanjikan Allah keselamatan dari api neraka saat hari kiamat kelak. Sebegitu tercelanya
perbuatan ghibah. Lalu, hadist lainnya juga menjelaskan larangan ghibah dan konsekuensi
yang didapatkan saat hari kiamat kelak. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:
"Barang siapa yang menutup aib saudara muslimnya, Allah akan menutupi aibnya pada hari
kiamat, dan barang siapa yang mengumbar aib saudara muslimnya, maka Allah akan
mengumbar aibnya hingga terbukalah kejelekannya di dalam rumahnya." (HR. Ibnu Majah
2536).

E. Sifat Kikir

Secara Bahasa dimaknai dengan kata Al-Bukhlu (J) Kikir/pelit secara Bahasa artinya
kebalikan dari sifat mulia dan baik. Kikir memilki arti menjaga apa yang dia miliki dan tidak
melakukan kebaikan dengan apa yang dia miliki. (Mujma' al-Lughah al-Arabiyah (2004).
Secara Istilah, dalam kitab al-Mufradat fi Gharib al-Quran Raghib al-Asfahani
mendefenisikan kikir adalah Menahan harta dari hal yang tidak semestinya dia tahan. (Raghib
al-Asfahani (1.1). Sedangkan istilah Assyahu bermakna seseorang berkeinginan kuat untuk
memiliki apa yang dimiliki orang lain dan bersifat kikir dengan apa yang di miliki sendiri.
(Qadhi 'iyadh. 1998). Walau secara umum memiliki arti yang sama namun Assyahu lebih
parah daripada Al Bukhlu (An-Nawawi Singkatnya, kikir adalah rasa senang berlebihan
kepada harta untuk tetap menyimpannya dan khawatir secara berlebihan untuk
membelanjakannya (baik untuk diri sendiri orang lain).

Alquran sebagai pedoman manusia mengatur segala lini kehidupan, begitupun akhlak
yang mestinya menjadi cerminan seorang yang muslim yang baik. Kikir adalah salah satu
akhlak tercela yang mesti dihindari. Anehnya, orang kikir sendiri justru menganggap perkara
tersebut adalah sebuah kebaikan. Hal ini sejalan dengan firman Allah:

)٢٤( ‫الذين يتخلون ويمرون الناس بالبخل ومن يتول فإن هللا هو الغنى الحميد‬

Artinya: Yaitu orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir, dan barang
siapa yang berpaling dari perintah Allah maka sesungguhnya Allah yang maha kaya lagi
Maha terpuji. (QS: al-Hadid:24. Alquran Dan Terjemahannya (1418 H).

Allah mengecam orang kikir yang melampau batas kejahatannya (menganjurkan


orang lain untuk berlaku kikir) dengan menunjukkan kekuasaan Allah di atas segalanya tanpa
bergantung kepada yang lain. Alquran mengecam pula logika berfikir orang kikir yang hanya
mementingkan diri sendiri dan mencari alasan pembenaran atas sikapnya. Orang kikir itu
lupa bahwa harta yang dia dapatkan itu adalah pemberian Allah yang maha kaya, maka
berpalingnya dia dari ketentuan Allah tidaklah membuat Allah butuh padanya.

Memiliki kehidupan yang berkecukupan adalah idaman semua orang, sehingga


dengan kondisi itu manusia tidak perlu bergantung atau mengharap bantuan dari yang lain.
Nyatanya, kondisi hidup sering kali berubah-ubah. Manusia terkadang menghadapi hal sulit
dalam kehidupannya sehingga berharap dapat bantuan dari sesamanya, namun di waktu
lapang manusia diuji dengan keprihatinannya kepada orang orang yang membutuhkan.
Disini, jati diri orang pelit akan tampak jelas.

Kikir adalah sebab hancurnya orang orang terdahulu.

Kikir tidak hanya masalah personal, namun membawa efek kepada masyarakat pada
umumnya. Sifat kikir bahkan dapat membawa kepada kehancuran diri dan harta sehingga
membuat manusia saling menumpahkan darah demi mendapatkan atau mempertahankan
harta. Kejadian ini pernah terjadi pada masa lalu sehingga Rasulullah memberikan arahan
dalam hadisnya sehingga manusia lebih waspada dengan bahaya dari sifat kikir tersebut:

‫عن جابر بن عبد هللا أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال القوا العالم فإن العلم ظلمات يوم القيامة والقوا الشيخ فإن الش••يخ‬
‫أهلك من كان قبلكم حملهم على أن سفكوا دماءهم واستخلوا محارتهم‬

Artinya: Dari Jabir bin 'Abdullah bahwa Rasulullah bersabda, "Hindarilah kezaliman,

karena kezaliman itu adalah mendatangkan kegelapan pada hari kiamat kelak! Jauhilah
kekikiran, karena kekikiran itu telah mencelakakan (menghancurkan) orang-orang sebelum
kalian yang menyebabkan mereka menumpahkan darah dan menghalalkan yang
diharamkan." (Muslim (2006), Sahih Muslim, Riyadh: Dar el-Tayibah, kitab Berbuat baik
dan silaturrahmi, bab: haramnya kedhaliman. Vol 2, hal: 1199, hadis no: 2578). Kebinasaan
di dunia yang dimaksud adalah bahwa orang-orang kíkir menghalalkan segala cari demi
mendapatkan uang sehingga menumpahkan darah siapa saja yang menjadi penghalangnya.
Sedangkan kebinasaan di akhirat berupa siksa yang berat kepada orang kikir. (Qadhi 'iyadh.
1998; An-Nawawi (t.t)). Orang kikir jauh dari dari surga dan dekat dengan neraka. Setiap
amalan manusia akan diberi balasannya. Amalan baik diberi pahala dan kenikmatan surga
sedangkan amalam buruk akan diazab di neraka. Orang kikir akan mempertanggungjawabkan
perbuatannya sesuai dengan sabda Nabi :

‫عن أبي هريرة عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال الشحي قريب من هللا قريب من الخلة قريب من الناس بعيد من النار‬

‫والنجيل بعيد من هللا بعيد من الجنة بعيد من الناس قريب من النار والجاهل تعني أحب إلى هللا عز وجل من عالم جيلي‬

Artinya: Dari Abu Hurairah dari Nabi beliau bersabda, "Orang dermawan itu dekat dengan
Allah, dekat dengan surga, dekat dengan manusia, dan jauh dari neraka. Sedangkan orang
yang bakhil itu jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari menusia, dan dekat dengan neraka.
Sesungguhnya orang bodoh yang dermawan lebih Allah cintai daripada seorang 'alim yang
bakhil". (At-Tarmizi. 1999) al-Jami' al-Kabir, Riyadh: Bait Afkar ed-Daulah. Kitab: Berbakti
dan menyambung silaturrahmi. Bab: kedermawanan. Vol. 3. Hal 329. Hadis no: 1961, Orang
yang suka berbagi secara otomatis dekat dengan rahmat Allah daan terbuka lebar jalan ke
surga untuknya karena telah membelanjakan harta di jalan Allah. Orang yang suka berbagi
tentu akan dicintai oleh manusia karena dapat mereka merasa telah dibantu oleh Allah
melalui orang dermawan tersebut.

F. Prasangka Buruk

Prasangka merupakan salah satu sikap atau perilaku negatif yang dapat menimbulkan konflik
bagi individu maupun kelompok. Dalam Islam, prasangka disebut dengan istilah suudzon.
Itulah salah satu penyakit hati yang dapat merusak akhlak dan pahala seorang mukmin.
Larangan berprasangka buruk kepada orang lain dijelaskan dalam Al-Qur'an Surat Al Hujurat
ayat 12 yang artinya sebagai berikut:

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah prasangka-prasangka, sesungguhnya sebagian


prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah
seorang pun di antara kamu menggosipkan orang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu Anda merasa jijik. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang." (QS Al
Hujurat:12)

Dari ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa prasangka dapat menyebabkan dosa besar.
Memang, itu bukan tindakan nyata. Namun, perilaku ini dapat mendorong orang untuk
melakukan tindakan tercela. Berikut hadits-hadits tentang larangan berprasangka buruk dari
kitab Hadits Hadis Tarbawi karya M. Ainur Rasyid:

Diriwayatkan oleh Malik dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Hindarilah prasangka karena prasangka adalah cerita yang paling bohong, dan janganlah
saling mengutuk, saling mencari-cari kesalahan, saling menyombongkan diri, saling iri,
saling membenci. satu sama lain dan menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara." (HR.At-
Turmuzi). Diriwayatkan oleh Abu Ya'la dari Barra' Ban Azib bahwa Rasulullah bersabda
dalam salah satu khotbahnya: "Hai orang-orang yang beriman dengan lidahnya, janganlah
kamu bergosip tentang kaum muslimin dan janganlah mencari aurat mereka. Karena
barangsiapa yang mencari aurat saudaranya, maka Allah akan mencari auratnya dan barang
siapa yang dicari berada di tengah-tengah rumahnya." (Hadits Muttafaq'alaih)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Jauhi prasangka
buruk karena prasangka adalah ucapan yang paling tidak benar." (Muttafaq'alaih) Nabi SAW
bersabda: “Jika kamu mencurigai sesuatu yang buruk telah terlintas dalam pikiranmu
terhadap orang lain, maka jangan lanjutkan kecurigaanmu dengan melangkah lebih jauh.
(HR.Ath-Thabarani). Nabi SAW bersabda, "Waspadalah terhadap prasangka, karena
prasangka sama bohongnya dengan ucapan." (HR. Bukhari dan Muslim)

G. Berbohong

Berbicara bohong adalah berbicara tentang sesuatu yang tidak sesuai dengan hal yang
sebenarnya. Padan katanya adalah berdusta. Manusia terkadang lupa bahwa berbohong
bukanlah perkara kecil, namun sebuah hal yang akan mendatangkan konsekuensi yang nyata.
Terdapat beberapa hadits tentang berbohong yang bisa menjadi pengingat bagi orang-orang
yang masih sering berdusta.

Dalam Alquran banyak ayat yang membahas tentang dusta atau berbohong, salah satunya
surat An-Nahl ayat 105 yang berbunyi:

‫إنما يفترى الكذب الذين ال يؤمنون بايت هللا وأوليك هم الكذبون‬


"Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang yang tidak beriman
kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah pembohong."

Dalam beberapa ayat, Allah SWT menyinggung tentang perilaku bohong. Bohong disebut
merupakan sifat orang-orang yang tidak diberi petunjuk.

Allah SWT berfirman: ". Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang
melampaui batas dan pendusta." (QS. Al Mu'min :28). Allah SWT berfirman: "...
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang pendusta dan kafır." (QS.
Az-Zumar:3). Allah SWT juga berfirman: "... Kutukan Allah atasnya jika dia termasuk di
antara para pendusta." (QS. An-Nur :7)

Dari Abu Wail dari Abdullah ia berkata, "Rasulullah Saw bersabda: "Jauhilah kebohongan,
sebab kebohongan menggiring kepada keburukan, dan keburukan akan menggiring kepada
neraka. Dan sungguh, jika seseorang berbohong dan terbiasa dalam kebohongan hingga di
sisi Allah ia akan ditulis sebagai seorang pembohong. Dan hendaklah kalian jujur, sebab jujur
menggiring kepada kebaikan, dan kebaikan akan menggiring kepada surga. Dan sungguh,
jika seseorang berlaku jujur dan terbiasa dalam kejujuran hingga di sisi Allah ia akan ditulis
sebagai orang yang jujur."

Rasulullah SAW juga menyinggung tindakan ini. Dalam sabdanya, Nabi mengatakan:

"Sesungguhnya kebenaran membawa kepada kebajikan dan kebajikan membawa ke surga,


dan orang yang jujur terus berbicara kebenaran "Sesungguhnya kebenaran membawa kepada
kebajikan dan kebajikan membawa ke surga, dan orang yang jujur terus berbicara kebenaran
sampai dia menjadi orang yang paling benar. Kebohongan membawa ke kejahatan dan
kejahatan mengarah ke Neraka, dan pembohong terus berbohong sampai dia terdaftar sebagai
pembohong tingkat tinggi di hadapan Allah." (HR. Al-Bukhari).

H. Adu Domba

Adu domba adalah salah satu perbuatan tercela yang dilarang oleh Islam. Dalam ajaran Islam,
adu domba disebut dengan istilah namimah. Adu domba adalah tindakan menyebarkan berita
tidak benar (fitnah ), sehingga individu tidak saling menyukai dan menimbulkan permusuhan.
Singkatnya, adu domba adalah kegiatan memprovokasi atau menghasut seseorang. Hukum
adu domba adalah haram. Salah satu dalilnya adalah firman Allah SWT yang berbunyi:
"Dan janganlah kamu mengikuti setiap orang yang banyak mengumpat dan menghina, yang
banyak memfitnah." (QS. Al Qalam: 10-11). Adu domba sangat berbahaya jika terus
dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Bahaya yang timbul antara lain saling curiga
antar sesama, jatuhnya nama baik dan martabat seseorang, serta timbulnya disharmoni. Selain
itu, ada juga beberapa bahaya lain yang diakibatkan oleh namimah atau adu domba. Simak
penjelasannya sebagai berikut. Menurut Rasulullah SAW, pelaku adu domba akan mendapat
azab yang sangat pedih di alam kubur. Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari
bahaya ini.

Dalam sebuah hadits dari Ibnu Abbas, dikatakan bahwa Nabi SAW pernah melewati sebuah
taman di Madinah. Nabi kemudian mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam
kuburnya.

Nabi Muhammad SAW kemudian bersabda: "Keduanya disiksa dan tidak keduanya disiksa
karena suatu masalah yang sulit untuk ditinggalkan." Kemudian beliau menambahkan,
"Mereka tidak disiksa karena dosa-dosa yang mereka anggap sebagai dosa besar. Orang
pertama disiksa karena tidak menjaga diri dari cipratan air seninya sendiri, sedangkan orang
kedua suka melakukan namimah." (HR. Bukhari nomor 213).

I. Berkata Kotor

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa makna kata “umpat" ialah
perkataan yang keji (kotor dan sebagainya) yang diucapkan karena marah (jengkel, kecewa,
dan sebagainya). Ada banyak kata yang bersinonim dengan kata "umpat" ioni, seperti
cercaan, makian, dan sesalan. Di dalam Alquran, kata ini bahkan menjadi nama suatu surat,
yakni surat al Humazah yang maknanya ialah "pengumpat":

Wailul likulli humazatil) ‫ ويل لكل همزة لمزة‬lumazah). Artinya: "Kecelakaanlah bagi setiap
pengumpat lagi pencela" (QS. Al Humazah: 1) Dalam kitab tafsirnya, Syekh as-Sa'di
menjelaskan bahwa kata humazah bisa bermakna mengumpat atau menjelekkan orang lain,
baik dengan cara ghibah ataupun merendahkan orang lain. Sementara lumazah berarti
mencela orang lain secara langsung di hadapannya dengan perkataan buruk yang dapat
menyakiti hatinya. Adapun ancaman wail yang terdapat dalam ayat ini merujuk pada nama
sebuah lembah di neraka.

Pada suatu kesempatan, Rasulullah saw juga pernah mengingatkan bahwasanya berkata kata
kotor merupakan tindakan yang tidak disukai oleh Allah Swt:
‫إن هللا عز وجل ال يحب الفخش وال التفخش‬

Artinya: "Sesungguhnya Allah azza wa jalla tidak suka dengan perbuatan keji dan kata kata
yang kotor (kasar)." (HR. Ahmad).

Ketika dimintai penjelasan tentang keutamaan akhlak mulia, Rasulullah menjelaskan


bahwasanya akhlak mulia yang menjadi prinsip dakwah Islam tidak akan bisa diraih oleh
seseorang yang gagal menjaga lisannya dari perkataan kotor:

Artinya: "Sesungguhnya tidak ada sesuatu apapun yang paling berat ditimbangan kebaikan
seorang mu'min pada hari kiamat seperti akhlaq yang mulia, dan sungguh sungguh (benar-
benar) Allah benci dengan orang yang lisannya kotor dan kasar." (HR. At-Tirmidzi).

Tidak berhenti sampai disitu saja, Rasulullah saw juga tidak mengakui keislaman orang-
orang yang suka mencaci:

‫ليس المؤمن بالطعان و ال الّلغان و ال الفاحش و ال البذي‬

Artinya: "Bukanlah seorang mukmin orang yang suka mencaci, orang yang gemar melaknat,
orang yang suka berbuat/ berkata kata keji dan orang yang berkata-kata kote jorok". (HR Al-
Bukhari dan At-Tirmidzi).
SUMBER REFERENSI

Hasiah, H. (2018). Mengintip Prilaku Sombong Dalam Al-Qur’an. Jurnal el-Qanuniy: Jurnal
Ilmu-Ilmu Kesyariahan dan Pranata Sosial, 4(2), 185-200.

Anda mungkin juga menyukai