Anda di halaman 1dari 24

RENDAH HATI, HEMAT, SEDERHANA, OPTIMIS,

IKHTIYAR, DAN TAWAKAL


Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata
kuliah “Study PAI di SMP”

Dosen Pengampu :
Dr. Afif Syaiful Mahmudin, M. Pd. I

Disusun Oleh :
Ahmad Rofiul Aziz 201200007
Aprilia Rahayu Ningsih 201200023
Azizah Intan Khoirotun Nisa’ 201200031

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PONOROGO SEPTEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Rendah Hati, Hemat,
Sederhana, Optimis, Ikhtiyar, Dan Tawakal” ini pada tepat waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah diharapkan dapat menjadi sumber
informasi bagi yang membutuhkan serta untuk memenuhi tugas mata kuliah ”Study PAI di
SMP” selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Rendah Hati,
Hemat, Sederhana, Optimis, Ikhtiyar, Dan Tawakal” bagi para pembaca dan juga penulis.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya
.Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendir imaupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan.

Ponorogo, 5 September 2021

Penyusun

i
DARTAR PUSTAKA

Kata pengantar......................................................................................i

Daftar isi.................................................................................................ii

BAB I......................................................................................................iii

Pendahuluan..........................................................................................iii

Latar belakang.......................................................................................iii

Rumusan masalah.................................................................................iii

Tujuan....................................................................................................iii

BAB II Pembahasan..............................................................................1

A. Rendah hati..................................................................................1

B. Hemat............................................................................................4

C. Sederhana.....................................................................................6

D. Optimis.........................................................................................9

E. Ihktiyar.........................................................................................9

F. Tawakal.........................................................................................9

BAB III Penutup....................................................................................12

A. Kesimpulan...................................................................................12

B. Saran.............................................................................................12

Dartar Pustaka......................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan yang berdasarkan Al-Qur’an dan As
Sunnah. Didalamnya memuat tujuan keilmuan, selain itu juga tujuan menjadi manusia
sebagai khalifah yang dapat menjalankan tugas dengan baik. Sedangkan menurut muh
fadhil al djamaly, pendidikan islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada
kehidupan yang baik dan menyangkut drajat kemanusiaan sesuai dengan kamampuan dasar
( fitrah ) dan kemampuan ajarannya ( pengaruh dari luar ). Pendidikan agama merupakan
usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap tuhan YME sesuai dengan agama
yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk
menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam
masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional, dan merupakan salah satu hak peserta
didik dan mendapat Pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud sikap rendah hati?
2. Apa yang dimaksud sikap hemat?
3. Apa yang dimaksud sikap sederhana?
4. Apa yang dimaksud sikap optimis?
5. Apa yang dimaksud sikap ikhtiyar?
6. Apa yang dimaksud sikap tawakal?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui sikap rendah hati
2. Mengetahui sikap hemat
3. Mengetahui sikap sederhana
4. Mengetahui sikap optimis
5. Mengetahui sikap ikhtiyar
6. Mengetahui sikap tawakal
BAB I

PEMBAHASAN
A. Rendah Hati
1. Pengertian Rendah hati
Rendah Hati ialah sikap yang sangat terpuji di hadapan Allah dan juga di
hadapan seluruh makhluk-Nya. Setiap orang mencintai sifat ini sebagaimana Allah dan
Rasul-Nya mencintainya. Sifat terpuji ini mencakup dan mengandung banyak sifat
terpuji lainnya. Tawadhu adalah ketundukan kepada kebenaran dan menerimanya dari
siapapun datangnya baik ketika suka atau dalam keadaan marah. Artinya, janganlah
kamu memandang dirimu berada di atas semua orang. Atau engkau menganggap semua
orang membutuhkan dirimu.
Rendah hati disebut juga dengan tawadhu. Tawadhu berasal dari kata
Tawaadha'atil ardhu yang berarti tanah itu lebih rendah daripada tanah di sekelilingnya.
Orang yang bersikap tawadhu adalah mereka yang berjalan dengan kerendahan
hati.Tawadhu akan melahirkan berbagai sikap-sikap mulia, seperti menghargai pihak
lain, tidak memotong suatu pembicaraan, saling menjaga dan menghormati perasaan
masing-masing, anak kecil bersikap sopan santun kepada yang lebih berusia darinya,
orang dewasa atau tua pun bersikap kasih sayang kepada yang dibawahnya, serta
merasa bahwa diri ini tidak ada yang sempurna, semua serba kurang dan tidak mungkin
hidup sendiri-sendiri tanpa bekerja sama dengan selainnya. Bila sikap tawadhu‟ ini
tercermin pada diri kita niscaya akan terwujud sebuah kehidupan yang diliputi bahagia1
2. Dalil keutamaan Rendah hati
Dalam Islam, bersikap rendah hati kepada setiap orang merupakan salah satu hal yang
dianjurkan. Rendah hati akan mendatangkan banyak manfaat baik di dunia maupun di
akhirat. Orang yang rendah hati berarti sudah terbebas dari keinginan untuk
membanggakan diri.Segala sesuatu yang ada pada diri setiap orang datangnya dari
Allah SWT. Baik itu kecerdasan, pangkat atau jabatan, rezeki yang melimpah dan lain
sebagainya. Maka tidaklah patut jika manusia berjalan di atas kesombongan atas apa
yang dititipkan oleh Allah SWT.Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Ali Imran ayat
109 sebagai berikut:

‫جع ٱ أْل‬ ‫ر‬Oُ‫ل ت‬Oَ‫ض ۚ ِّل‬ َ‫ٱ أْل‬ ‫ت‬ ‫و َ ما ى س‬


‫ُمور‬ ‫َلى ٱ‬Oَ‫وإ‬ ‫وما أر ى‬ ‫ َم‬O‫ٱل‬ ‫ه‬
‫َو‬ ‫ل‬
Artinya: "Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada
Allahlah dikembalikan segala urusan." (QS. Ali Imrah: 109)
Larangan untuk bersikap sombong juga telah dijelaskan dalam surat Al Isra ayat 37
sebagai berikut:

‫أل غ ج طو ًَل‬ ‫ ض‬O‫أبل‬ َ‫ق ٱ أْل‬ ‫خر‬Oَ‫ك لَن ت‬ ‫ض مرحا‬


‫ٱ َبال‬ Oَ‫ولَن ت‬ ‫أر‬ ‫َإنه‬
1
O‫ش َفى ٱ أ َْل‬ ‫أر‬ ‫ََل َت أم و‬

1
M. Ahsan dan Sumiyati, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP/MTs Kelas VIII. (Jakarta : Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2014), hal. 109-110.

2
Artinya: "Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena
sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak
akan sampai setinggi gunung." (QS. Al Isra: 37)

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Furqan ayat 63 sebagai berikut:


‫و ۟ا‬Oُ‫َ خا هم َجهل ال‬ ‫ ٱلر ح ن ٱله مشون ٱ أْلَ أرض‬Oُ‫د‬O‫وع َبا‬
‫إذا ط َب ٱ أل ون‬
َ ‫عل َى أون‬ ‫َذي ن‬
‫ا و‬ ‫َم‬
‫ه‬
َٰOَ
‫س َلما‬
Artinya: "Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang
yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa
mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan." (QS. Al
Furqan: 63)2
3. Ciri-ciri Rendah hati
Dikutip dari buku Aqidah Akhlaq oleh Ahmad Kusaeri, berikut ciri-ciri, keutamaan,
dan cara membiasakan diri bersikap rendah hati atau tawadhu.
a. Tidak sombong atau takabur.
b. Mensyukuri kelebihan yang dimiliki.
c. Santun dan sayang kepada semua orang.
d. Tidak suka berbuat riya atau pamer.
e. Menerima segala bentuk nasehat yang baik.
f. Mudah bergaul.
g. Tidak membeda-bedakan dalam teman.

4. Keutamaan Tawadhu
a. Mendapat pahala dan rahmat-Nya.
b. Disenangi banyak orang baik di rumah, di tempat bermain, di sekolah, atau tempat
lain.
c. Mempunyai banyak teman dan saudara.
d. Terhindar dari kebencian dan rasa dendam.
e. Memiliki kelebihan ilmu yang bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
5. Cara membiasakan diri bersikap tawadhu
a. Jika kita memiliki kelebihan seperti kepintaran, kekayaan dan sebagainya
hendaknya untuk tidak sombong. Semua merupakan pemberian dari Allah yang
wajib kita syukuri.
b. Hindari pergaulan dengan orang yang kurang baik atau setidaknya berhati-hati.
c. Membiasakan bergaul dengan orang shaleh.
d. Mulailah bersikap rendah hati kepada setiap orang, diawali kepada bapak dan ibu
di rumah.

2
Ulumuddin Chasan, Aqidah Akhlak, (Kartasura: EPSILON PHI), hal 19.
B. Hemat
1. Pengertian Hemat
Pengertian hemat adalah hati-hati dalam menggunakan uang, barang dan lain
sebagainya, sehingga tidak menimbulkan pemborosan.Berbeda dengan hemat, boros
memiliki arti melebih-lebihkan alias berlebihan dalam menggunakan sesuatu, seperti uang,
barang dan lain sebagainya. Boros menjadi salah satu perbuatan buruk yang tidak patut
untuk dicontoh.
2. Dalil tentang hemat
Allah SWT berfirman :
Artinya : "Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan, dan syaitan
itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS Al Isra ayat 27)
3. Cara-cara bersikap hemat
1. Membelanjakan uang dengan sederhana
Membelanjakan uang dengan sederhana bukan berarti miskin, tapi lebih kepada
membatasi pengeluaran agar tidak berlebihan dan boros. Dengan memastikan segala
pengeluaran sesuai dengan kebutuhan dan bukan sekedar keinginan semata.
2. Buat skala prioritas pengeluaran
Membuat skala prioritas berarti mendahulukan kebutuhan mana yang perlu untuk dibeli
dan mana yang tidak. Dengan membuat skala prioritas pengeluaran akan lebih terkontrol
dan terukur.
3. Perbanyak sedekah
Dengan bersedekah, selain menebar kebaikan maka insyaallah harta yang kita keluarkan
juga akan lebih berkah. Memperbanyak sedekah tentu lebih baik daripada hanya
membelanjakan uang untuk hal-hal yang hanya bersasarkan ekinginan semata.
4. Hindari hutang
Sebisa mungkin hindari hutang, karena hutang akan menjadi bebab pengeluaran
dikemudian hari. Salah satunya dengan tidak memaksakan membeli sesuatu dengan cara
berhutang.
5. Sisihkan untuk ditabung
Setiap pendapatan yang diperoleh tentu seharusnya ada bagian yang disisihkan untuk
ditabung. Dengan menabung, kita memiliki cadangan dana di masa depan.

4. Manfaat Hidup Hemat


Diantara manfaat sikap hidup hemat yaitu :
a. Bisa lebih menahan diri
b. Rajin menabung
c. Lebih pandai dalam mengelola uang
d. Hidup menjadi lebih berharga bagi sesama
e. Terhindar dari stres
f. Terhindar dari pemborosan
g. Melatih sikap disiplin
h. Hidup lebih bahagia
i. Bisa digunakan untuk masa depan
j. Bisa bersikap lebih sederhana
C. Sederhana
1. Pengertian Sederhana
Wijaya (2014: 117) mengungkapkan sederhana adalah kebiasaan seseorang untuk
berperilaku sesuai kebutuhan dan kemampuannya. Sederhana dapat pula berarti tidak
berlebihan atau tidak mengandung unsur kemewahan.3
2. Sikap Hidup Sederhana
Pola hidup sederhana terdiri atas dua pengertian pokok, yaitu pola hidup dan sederhana.
Wijaya (2014: 119) mengemukakan pola hidup adalah cara berperilaku sehari-hari, sejak
bangun tidur sampai tidur lagi. Kegiatan berperilaku tersebut misalnya, tidur, makan,
mandi, olahraga, dan belajar. Pola hidup dapat disamakan dengan kebiasaan, jika memiliki
kebiasaan yang buruk berarti juga memiliki pola hidup yang buruk, dan begitu pun
sebaliknya. Kebiasaan yang baik menandakan telah melakukan pola hidup yang baik..
Pola hidup sederhana dalam hal materi antara lain meliputi sebagai berikut:
a) Mengomsusi makanan yang sehat dan sederhana
b) Memakai pakaian yang sopan sesuai dengan situasi
c) Memakai perhiasan tidak berlebihan
d) Membeli barang sesuai dengan kebutuhan
3. Cara Hidup Sederhana
Untuk melaksanakan pola hidup sederhana, ada beberapa cara yang bisa dilakukan,
antara lain sebagai berikut :
1) Utamakan kebutuhan pokok daripada kebutuhan lain. Kenali dengan benar apa
yang menjadi kebutuhan pokok. Kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang harus
dipenuhi, yaitu pangan (makanan, minuman), sandang (pakaian), dan papan
(rumah). Kebutuhan lainnya adalah kebutuhan sekunder dan kebutuhan tersier
(mewah). Dua kebutuhan terakhir itulah berbeda-beda untuk setiap orang.
2) Perhitungkan kemampuan keuangan. Hitunglah seberapa banyak uang yang
diperoleh dan hitunglah seberapa banyak uang yang bisa dikeluarkan.
3) Biasakan untuk berhemat dan suka menabung. Hidup hemat tidak sama dengan
hidup kikir. Hidup hemat itu penuh perhitungan, terutama untuk hal-hal yang
tidak
3
http://repository.ump.ac.id/1783/3/BAB%20II.pdf
bermanfaat. Sehingga dengan berhemat, dapat menyisihkan sebagian uang untuk
ditabung.

Cara hidup sederhana bukan cara hidup yang kikir atau pelit melainkan cara hidup
yang dapat menekan hawa nafsu atau keinginan dan mengutamakan kebutuhan primer
yang disesuaikan dengan pendapatan yang diperoleh. Salah satu cara hidup sederhana
yaitu dapat menyisihkan sebagian pendapatan untuk ditabung.
D. Optimis
1. Optimis dalam perspektif psikologi
Setiap orang pada dasarnya mempunyai harapan-harapan akan perkembangan dirinya
di masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal tersebut biasanya timbul pertanyaan
pada masa depannya.
Seseorang yang mempunyai rasa optimis yang besar biasanya ia sangat percaya pada
dirinya sendiri. Goleman (2002) mengatakan bahwa optimisme adalah harapan kuat
terhadap segala sesuatu yang terdapat dalam kehidupan akan mampu teratasi dengan
baik, walaupun ditimpa banyak masalah dan frustasi. Optimisme merupakan sikap yang
menopang individu agar jangan sampai terjatuh dalam kemasabodohan, keputusasaan
ataupun mengalami depresi ketika individu dihadapkan pada kesulitan.4
2. Ciri-ciri optimis
Menurut McGinnis dalam bukunya The Power Of Optimism (1990), bahwa orang
optimis mempunyai ciri-ciri khas, yaitu :
a. Jarang terkejut oleh kesulitan. Hal ini dikarenakan orang yang optimis berani
menerima kenyataan dan mempunyai penghargaan yang besar pada hari esok.
b. Mencari pemecahan sebagian permasalahan. Orang optimis berpandangan bahwa
tugas apa saja, tidak peduli sebesar apapun masalalmya bisa ditangani kalau lcita
memecahkan bagian-bagian dari yang cukup kecil. Mereka membagi pekerjaan
menjadi kepingan-kepingan yang bisa ditangani.
c. Merasa yakin bahwa mampu mengendalikan atas masa depan mereka. Individu
merasa yakin bahwa dirinya mempunyai kekuasaan yang besar sekali terhadap
keadaan yang mengelilinginya. Keyakinan bahwa individu menguasai keadaan ini
membantu mereka bertahan lebih lama setelah lain-lainnya menyerah.
d. Memungkinkan terjadinya pembaharuan secara teratur. Orang yang menjaga
optimisnya dan merawat antusiasmenya dalam walctu bertahun-tahun adalah individu
yang mengambil tindakan secara sadar dan tidak sadar untuk melawan entropy
(dorongan atau keinginan) pribadi, untuk memastikan bahwa sistem tidak
meninggalkan mereka.
e. Menghentikan pemikiran yang negatif. Optimis bukan hanya menyela arus
pemikirannya yang negatif dan menggantikannya dengan pemikiran yang lebih logis,
mereka juga berusaha melihat banyak hal sedapat mungkin dari segi pandangan yang
menguntungkan.

4
L. Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996) h. 756.

8
f.Meningkatkan kekuatan apresiasi. Yang kita ketahui bahwa dunia ini, dengan semua
kesalahannya adalah dunia besar yang penuh dengan hal-hal baik untuk dirasakan dan
dinikmati.
g. Menggunakan imajinasi untuk melatih sukses. Optimis akan mengubah pandangannya
hanya dengan mengubah penggunaan imajinasinya. Mereka belajar mengubah
kekhawatiran menjadi bayangan yang positif.
h. Selalu gembira bahkan ketika tidak bisa merasa bahagia. Optimis berpandangan
bahwa dengan perilaku ceria akan lebih merasa optimis.
i. Merasa yakin bahwa memiliki kemampuan yang hampir tidak terbatas untuk diukur.
Optimis tidak peduli berapapun umurnya, individu mempunyai keyakinan yang
sangat kokoh karena apa yang terbaik dari dirinya belum tercapai.
j. Suka bertukar berita baik. Optimis berpandangan, apa yang kita bicarakan dengan
orang lain mempunyai pengaruh yang penting terhadap suasana hati kita.
k. Membina cinta dalam kehidupan. Individu memperhatikan orang-orang yang sedang
berada dalam kesulitan, dan menyentuh banyak arti kemampuan. Kemampuan untuk
mengagumi dan menikmati banyak hal pada diri orang lain merupakan daya yang
sangat kuat yang membantu mereka memperoleh optimisme.
l. Menerima apa yang tidak bisa diubah. Optimis berpandangan orang yang paling
bahagia dan paling sukses adalah yang ringan kaki, yang berhasrat mempelajari cara
baru, yang menyesuaikan diri dengan sistem baru setelah sistem lama tidak berjalan.
Ketika orang lain membuat frustrasi dan mereka melihat orang-orang ini tidak akan
berubah, mereka menerima orang-orang itu apa adanya dan bersikap santai. Mereka
berprinsip "Ubahlah apa yang bisa anda ubah dan terimalah apa yang tidak bisa anda
ubah".5
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi optimisme
Vinacle (dalam Kurniawati, 2000) secara garis besar menerangkan bahwa ada dua
faktor utama yang mempengaruhi cara berpikir optimis, yaitu :
a. Faktor Etnosentris, yaitu sifat-sifat yang dimiliki oleh suatu kelompok atau orang lain
yang menjadi ciri khas dari kelompok atau jenis lain. Faktor etnosentris ini berupa
keluarga, status sosial, jenis kelamin, agama dan kebudayaan. Semakin baik keadaan
ekonomi keluarga maka diharapkan orang akan semakin memiliki orientasi yang kuat
terhadap masa depan karena tidak terganggu oleh adanya pemenuhan kebutuhan
primer manusia. Jenis kelamin mempengaruhi berpikir optimis karena perempuan
secara kodrati lebih terikat oleh norma-norma sosial, kebudayaan maupun norma
agama tertentu sehingga ini mampu menghambat kemajuan dan perkembangan
perempuan dalam meraih cita-cita atau keberhasilannya di masa depan, sedangkan
laki-laki lebih memiliki kebebasan karena tidak terikat oleh norma-norma sosial atau
kebudayaan sehingga lebih mudah dalam pencapaian tujuan di masa depan. Agama
merupakan suatu bentuk keyakinan yang dimiliki seseorang yang dapat diaplikasikan
dalam bentuk doa. Dengan kata lain orang yang rajin berdoa, dia benar-benar
memiliki tujuan hidup
5
Lihat, Alan L. McGinnis, The Power Of Optimism, (San Fransisco : Harper, 1992) h. 140.
(http://boolcs.google.co.id/books?id=1BPWHf5sIkkC&q=the+power+of+optimism&dcrthe+power±of+opt
imism&hl=id&ei=rbMhTLuyGJOwrAeFg_TXDg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=l&ved=OCCUQ6
AEwAA).
yang jelas. Kebudayaan merupakan segala sesuatu yang dipelajari dari pola perilaku
normatif meliputi ciri-ciri, pola pikir, merasakan dan bertindak. Semakin baik
kebudayaan yang dimiliki seseorang dalam lingkungan hidupnya maka akan semakin
optimis orang tersebut.
b. Faktor egosentris, yaitu sifat-sifat yang dimiliki tiap individu yang didasarkan pada
falcta bahwa tiap pribadi adalah unik dan berbeda dengan pribadi lain. Faktor
egosentris ini berupa aspek-aspek kepribadian yang memiliki keunikan sendiri dan
berbeda antara pribadi yang satu dengan yang lain, seperti minat, kreativitas, percaya
diri, harga diri dan motivasi. Erikson (dalam Farida, 2002) menyatakan bahwa
harapan individu yang positif terhadap suatu tekanan, antara lain individu mampu
melihat kesulitan dengan pandangan yang lebih luas dan mempunyai semangat yang
lebih besar dalam mengalami kesulitan.
E. Ikhtiar
1. Pengertian Ikhtiar
Ikhtiar berasal dari kata bahasa arab ikhtiyaro yang memiliki arti mencari hasil yang
lebih baik, memilih. Sedangkan dalam KBBI kata ikhtiar berarti alat, syarat untuk
mencapai tujuan yang dimaksud. Adapun secara istilah pengertian ikhtiar yakni, suatu
usaha yang dilakukan dengan segala cara untuk mendapat hasil yang maksimal, ikhtiar
juga dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk dapat
merasakan kebahagiaan dalam hidup, baik di dunia maupun di akhirat.6

Ikhtiar merupakan sebuah usaha yang seharusnya dilakukan manusia untuk dapat
memenuhi segala kebutuhan dalam kehidupannya, baik secara material, emosional,
spiritual, kesehatan, seksual, dan juga masa depannya agar tujuan hidup untuk dapat
sejahtera dunia akhirat dapat terpenuhi.7 Ikhtiar disini memang seharusnya dilakukan
dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati dan semaksikmal mungkin tapi juga tak lepas dari
seberapa besar kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya. Mengingat manusia
memiliki cita-cita dan kenginan untuk dapat sukses dan bahagia, dan sewajarnya tidak ada
orang yang menginginkan sebuah kegagalan. Apabila keinginan atau cita-cita yang
dikehendakinya dapat dikelola dengan baik, maka akan didapatkan jalan untuk menggapai
kesuksesan yang diinginkan, tentu saja kesuksesan itu tidak akan diperoleh tanpa adanya
usaha.

2. Dalil tentang keutamaan ikhtiar

6
Zulkifli, Mewujudkan Generasi Optimis : Perspektif Islam, Proceeding International Seminar on Education
Faculty of Tarbiyah and Teaching Training, Oktober 2016, h. 437
7
Mu’ammar, Kajian Hadis Tentang Konsep Ikhtiar dan Takdir Dalam Pemikiran Muhammad AlGhozali dan
Nurcholis Madjid; (Study Komparasi Pemikiran), (Jakarta: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2011) , h. 39

1
1
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Ra’d ayat 11 yang artinya “Sesungguhnya
Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu
kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia’’.

Dari surat Al-Ra’d ayat 11 ini dapat dipahami bahwasanya usaha merupakan faktor
penting untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Salah satu bentuk ikhtiar untuk dapat
mewujudkan sebuah cita-cita diantaranya terdapat lima hal yang harus diperhatikan 8,
yaitu: fokus pada cita-cita dan masa dengan yang diimpikan. Memikirkan dengan seksama
apa yang benar-benar diinginkan, menyusun sebuah rencana, menggali potensi dan
kelebihan yang dimiliki, menemukan strategi, cara dan segala kemungkinan untuk dapat
mewujudkannya, yakin dan percaya bahwa diri ini bisa untuk mewujudkan itu. Keyakinan
merupakan modal utama untuk dapat mewujudkan apa yang dinginkan. Tidak ada yang
tidak mungkin dalam hidup ini, seringkali hal ynag dianggap tidak mungkin itu karena
belum pernah dicoba. Lakukan saja sesuai dengan kemampuan, mengikuti kata hati,
menutup telinga terhadap hal-hal negatif dan rasa pesimis yang datang dari orang lain,
serta menyelesaikan apa yang telah dimulai.

F. Tawakal
1. Pengertian Tawakal

Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, Tawakkal berarti berserah (kepada kehendak
Tuhan), dengan segenap hati percaya kepada Tuhan terhadap penderitaan, percobaan dan
9
lain-lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tawakkal adalah pasrah diri kepada
kehendak Allah dan percaya sepenuh hati kepada Allah10 . Sedangkan dalam Kamus
Modern Bahasa Indonesia, tawakal berarti jika segala usaha sudah dilakukan maka harus
orang menyerahkan diri kepada Allah yang Maha Kuasa.11

Menurut terminology, terdapat berbagai rumusan tentang tawakal, hal ini


sebagaimana dikemukakan Hasyim Muhammad dalam bukunya yang berjudul “Dialog
Tasawuf dan Psikologi”: Ada banyak pendapat mengenai tawakal. Antara lain
pandangan yang

8
3 Ibid., h.
9
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1976, hlm.1026.
10
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hlm.1150
11
Sutan Muhammad Zain, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Grafika, Jakarta, tth, hlm. 956.
menyatakan bahwa tawakal adalah memotong hubungan inti dengan selain Allah. Sahl bin
Abdullah menggambarkan seorang yang tawakal di hadapan Allah adalah seperti orang
mati dihadapan orang yang memandikan, yang dapat membalikkannya kemanapun ia mau.
Menurutnya tawakal adalah terputusnya kecendrungan hati kepada selain Allah.12

2. Macam-macam tawakal

Ditinjau dari sudut orang yang bersikap tawakal, tawakal itu dibagi menjadi dua
bagian, yaitu : tawakal kepada Allah dan tawakal kepada Selain Allah, dan pada masing-
masing bagian ini terdapat beberapa macam tawakal :

Pertama : Tawakal kepada Allah Sikap tawakal kepada Allah terdapat empat macam,
yaitu :

a. Tawakal kepada Allah dalam keadaan diri yang Istiqomah serta dituntun dengan
petunjuk Allah, serta bertauhid kepada Allah secara murni, dan konsisten terhadap
agama Allah baik secara lahir maupun batin, tanpa ada usaha untuk member pengaruh
kepada orang lain, artinya sikap tawakal itu hanya bertujuan memperbaiki dirinya
sendiri tanpa melihat pada orang lain.
b. Tawakal kepada Allah dalam keadaan diri yang Istiqomah seperti disebutkan di atas,
dan ditambah dengan tawakal kepada Allah SWT untuk menegakkan, memberantas
bid’ah, memerangi orangorang kafir dan munafik, serta memperhatikan kemaslahatan
kaum muslim, memerintahkan kebaikan serta mencegah kemungkaran dan member
pengaruh pada oaring lain untuk melakukan penyembahan hanya kepada Allah, ini
adalah sikap tawakalnya para nabi dan sikap tawakal ini di wariskan oleh para ulama
sesudah mereka, dan ini adalah sikap tawakkal yang paling agung dan yang paling
bermanfaat di antara sikap tawakkal lainnya.
c. Tawakkal kepada Allah dalam hal mendapatkan kebutuhan seorang hamba dalam
urusan duniawi-nya atau untuk mencegah sesuatu yang tidak diingini berupa musibah
atau bencana, seperti orang yang bertawakkal untuk mendapatkan rezeki atau
kesehatan atau istri atau anak-anak atau mendapatkan kemenangan terhadap
musuhnya dan lain- lain seperti ini, sikap tawakkal ini dapat mendatangkan
kecukupan bagi dirinya dalam urusan dunia serta tidak disertai kecukupan urusan
akhirat, kecuali jika ia meniatkan

12
Hasyim Muhammad, Dialog Antara TAsawuf dan Psikologi, Pustaka Pelajar Kerjasama Walisongo,
14
Yogyakarta, Press, 2002, hlm. 45.

15
untuk meminta kecukupan akhirat dengan kecukupan dunia itu untuk taat kepada Allah
Swt.
d. Tawakkal kepada Allah dalam berbuat haram dan menghindari diri dari perintah
Allah.13

Kedua : Tawakal kepada selain Allah Jenis tawakal ini terbagi menjadi dua bagian :

1. Tawakal kepada selain Allah dalam urusan-urusan yang tidak bisa dilakukan kecuali
Allah SWT. Seperti orang-orang yang bertawakal kepada orang-orang yang sudah
mati serta para thagut (sesuatu yang disembah selain Allah) untuk meminta
pertolongan mereka, yang berupa kemengan, perlindungan, rezeki, dan syafa’at,inilah
yang dinamakan syirik yang paling besar, karena sesungguhnya urusan-urusan ini dan
yang sejenisnya tidak ada yang sanggup melakukannya kecuali Allah SWT.14 Tawakal
semacam ini dinamakan dengan tawakal tersembunyi, karena perbuatan seperti ini tak
akan dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mempercayai bahwa sesungguhnya
mayat ini memiliki kekuatan tersembunyi di alam ini, bagi mereka tak ada perbedaan
apakah mayat ini berupa mayat seorang Nabi, atau seorang wali atau thagut yang
menjadi musuh Allah SWT.15
2. Tawakal kepada selain Allah dalam urusan-urusan yang bias dilakukan menurut
dugaannya oleh yang ditawakkalkannya. Ini adalah bagian dari syirik yang paling
kecil. Yaitu seperti bertawakal kepada sebab-sebab yang nyata dan biasa, seperti
seseorang yang bertawakal kepeda seseorang pemimpin atau raja yang mana Allah
telah menjadikan ditangan pemimpin itu rezeki atau mencegah kejahatan dan hal-hal
yang serupa itu lainnya, ini adalah syirik yang tersembunyi. Oleh karena itu dikatakan
: memperhatikan kepada sebab-sebab adalah perbuatan syirik dalam tauhid, karena
amat kuatnya pautan hati serta sandaran hati kepada sebab-sebab itu.16

3. Tingkatan Tawakal

13
Abdullah Bin Umar Ad-Dumaji, RahasiaTawakkal sebab dan Musabab, Terj. Kamaluddin Sa’diatulharamaini,
Pustaka Azzam, Jakarta,2000,hlm. 125.
14
Ibid, hlm 125.
15
Ibid, hlm 125.
16
Ibid, hlm 125.
Tawakal memiliki tingkatan-tingkatan menurut kadar keimanannya, tekad, dan cita
orang yang bertawakal tersebut :

a. Mengenal Rabb berikut sifat-sifatnya/kekuasannya, kekayaannya, kemandirianya,


berakhirnya segala perkara kepada ilmunya dan kemunculan karena Masyi’ah
(kehendak) dan kodratnya. Mengenal Allah ini merupakan tangga pertama yang
padanya seorang hamba meletakkan telapak kakinya dalam bertawakal.
b. Menetapkan sebab dan akibat
c. Mengkokohkan hati pada pijakan “tauhid tawakal” (mengesakan Allah dalam
bertawakal).
d. Bersandarnya hati dan ketergantungannya serta ketentramannya kepada Allah. Tanda
seseorang telah mencapai tingkatan ini ialah bahwa ia tidak peduli dengan dating atau
perginya kehidupan duniawi. Karena ketergantungannya kepada Allah telah
membentengi dirinya dari rasa takut dan berharap pada kehidupan duniawi.
e. Baik sangka kepada Allah SWT. Sejauh mana kadar sangka baikknay dan
pengharapannya kepada Allah, mkaka sejauh itu pula kadar ketawakalan kepadanya.
f. Menyerahkan hati kepadanya, membawa seluruh pengaduan kepadanya, dan tidak
menentangnya. Jika seorang hamba bertawakal dengan tawakal tersebut, maka
tawakal itu akan mewariskan kepadanya suatu pengetahuan bahwa dia tidak memiliki
kemampuan sebelum melakukan usaha, dan ia akan kembali dalam keadaan tidak
aman dari maker Allah.
g. Melimpahkan wewenang (perkara) kepada Allah (Tafwidh). Ini adalah ruh dan
hakikat tawakal, yaitu melimpahkan seluruh urusannya kepada Allah dengan
kesadaran, bukan dalam keadaan terpaksa. Orang yang melimpahkan urusannya
kepada Allah, tidak lain karena ia berkeinginan agar Allah memutuskan apa yang
terbaik dalam kehidupannya maupun sesudah mati kelak. Jika apa yang diputuskan
untuknya berbeda dengan apa yang disangkanya sebagai yang terbaik, maka ia tetap
ridha kepadanya. Karena ia tahu bahwa itu lebih baik baginya, meskipun segi
kemaslahatannya tidak tampak di hadapannya.17

17
Muhammad bin hasan asy-syarif, manajemen hati, terj. Ahmad Syaikhu dan Muraja’ah, Darul Haq, hlm. 103-
104.
4. Fungsi tawakal

Tawakal yaitu penyerahan diri atau segala persoalan kepada Allah dan bersandar
kepada-Nya. Dengan demikian hati seseorang selalu bersandar dan bergantung kepada
Allah SWT.sehingga tawakal memiliki fungsi adalah sebagai berikut :

a. Tidak mudah putus asa jika gagal dalam usaha.


b. Lebih tenang dalam menjalani kehidupan.
c. Terhindar dari rasa sedih yang berkepanjangan.
d. Jika berhasil dalam usaha tidak bergembira yang berlebihan.
e. Tidak menjadi orang yang takabur.18

18
Arif Fadholi, “Zuhud dan Tawakal”, diambil melalui Arif Fadholi Zuhud dan TAwakal. Htm, diakses tanggal 16
Agustus 2016.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Rendah hati disebut juga dengan tawadhu. Tawadhu berasal dari kata Tawaadha'atil
ardhu yang berarti tanah itu lebih rendah daripada tanah di sekelilingnya. Orang yang
bersikap tawadhu adalah mereka yang berjalan dengan kerendahan hati. Cara
membiasakan diri bersikap tawadhu antara lain jika kita memiliki kelebihan seperti
kepintaran, kekayaan dan sebagainya hendaknya untuk tidak sombong. Semua merupakan
pemberian dari Allah yang wajib kita syukuri.
Pengertian hemat adalah hati-hati dalam menggunakan uang, barang dan lain
sebagainya, sehingga tidak menimbulkan pemborosan. Cara-cara bersikap hemat
membelanjakan uang dengan sederhana,membuat skala prioritas,rajin menabung dll.
Optimisme merupakan sikap yang menopang individu agar jangan sampai terjatuh
dalam kemasabodohan, keputusasaan ataupun mengalami depresi ketika individu
dihadapkan pada kesulitan.
Ikhtiar yakni, suatu usaha yang dilakukan dengan segala cara untuk mendapat hasil
yang maksimal, ikhtiar juga dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan dengan
sungguh- sungguh untuk dapat merasakan kebahagiaan dalam hidup, baik di dunia
maupun di akhirat
Dalam Kamus Modern Bahasa Indonesia, tawakal berarti jika segala usaha sudah
dilakukan maka harus orang menyerahkan diri kepada Allah yang Maha Kuasa. Ditinjau
dari sudut orang yang bersikap tawakal, tawakal itu dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
tawakal kepada Allah dan tawakal kepada Selain Allah.

B. Saran
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya
.Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Kami harap pembaca juga memahami dan belajar dari literatur lain
dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.Tidak lupa kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

19
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Bin Umar Ad-Dumaji, RahasiaTawakkal sebab dan Musabab, Terj.
Kamaluddin Sa’diatulharamaini, Pustaka Azzam, Jakarta,2000,hlm. 125.
Fadholi Arif, “Zuhud dan Tawakal”, diambil melalui Arif Fadholi Zuhud dan TAwakal.
Htm, diakses tanggal 16 Agustus 2016.
Mu’ammar, Kajian Hadis Tentang Konsep Ikhtiar dan Takdir Dalam Pemikiran
Muhammad AlGhozali dan Nurcholis Madjid; (Study Komparasi Pemikiran), (Jakarta:
Skripsi Tidak Diterbitkan, 2011) , h. 39
Muhammad bin hasan asy-syarif, Manajemen Hati, Terj. Ahmad Syaikhu dan Muraja’ah,
Darul Haq, hlm. 103-104.
M. Ahsan dan Sumiyati, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP/MTs Kelas VIII.
(Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014), hal. 109-110.
Chasan Ulumuddin, Aqidah Akhlak, (Kartasura: EPSILON PHI), hal 19.
Zulkifli, Mewujudkan Generasi Optimis : Perspektif Islam, Proceeding International
Seminar on Education Faculty of Tarbiyah and Teaching Training, Oktober 2016, h. 437
http://repository.ump.ac.id/1783/3/BAB%20II.pdf Diakses pada 3 September 2021
Alan L. McGinnis, The Power Of Optimism, (San Fransisco : Harper, 1992) h. 140.
(http://boolcs.google.co.id/books?id=1BPWHf5sIkkC&q=the+power+of+optimism&dcrth
e+power±of+optimism&hl=id&ei=rbMhTLuyGJOwrAeFg_TXDg&sa=X&oi=book_resul
t&ct=result&resnum=l&ved=OCCUQ6AEwAA). Diakses pada 3 September 2021

Anda mungkin juga menyukai