Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KEUTAMAAN IKHLAS MENCARI ILMU

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits Tarbawi


Dosen Pengampu: Zulkifli, S. Pd.I., M. Pd.

Disusun oleh: Kelompok 3


M. Khatami
Novita Safitri
Yesa Septimis Anggraini

Kelas/lokal B semester IV

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AULIAURRASYIDIN
TEMBILAHAN
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan khadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayahnya makalah ini dapat di selesaikan dengan tepat waktu dan sesuai dengan
rencana. Makalah yang berjudul “Keutamaan Ikhlas Mencari Ilmu” makalah ini
sebagai pemenuhan tugas dari dosen yang mengampu matakuliah HAdits
Tarbawi.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah
SAW, keluarga dan para shabatnya dengan mengucapkan:
‫اللّهم صلّى على سيدنا مح ّمد وعلي علي مح ّمد‬
Mudah-mudahan dengan seringnya kita mengirimkan sholawat kepada Rasulullah
SAW, kelak kita mendapatkan syafa’at di yaumil akhir, Aamiin.
Pembuatan makalah ini banyak kendala yang di hadapi, namun berkat
bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak semua kendala tersebut dapat
teratasi. Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis ingin menyampaikan
rasa terima kasih kepada pihak yang telah berkonstribusi.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan,
tetapi masih memerlukan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi panutan bagi para
pembaca, khususnya bagi para penulis sehingga tujuan yang di harapkan dapat
tercapai, amin.

Tembilahan, 03 Maret 2020.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan.....................................................................................................2
D. Manfaat...................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................3
A. Lafadz Hadits Keutamaan Ikhlas Menuntut Ilmu...................................3
B. Syarah Hadits..........................................................................................3
C. Keutamaan Menuntut Ilmu Dalam Al-Qur’an dan Hadits......................6
D. Nilai-nilai Pelajaran Yang Dapat Diambil..............................................14

BAB III PENUTUP...........................................................................................15


A. Kesimpulan.............................................................................................15
B. Kritik dan Saran......................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................16
E.

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam mengajakan bahwa hendaknya mengerjakan segala sesuatu itu
harus ikhlas, karena ikhlas merupakan salah satu cara untuk mendapatkan
keberkahan serta keridhaan Allah SWT. Sebagaimana Rasulullah SAW
bersabda: “segala sesuatu pekerjaan tergantung dari pada niat”. Oleh Karena
itu jika baik niat kita maka akan baik pula hasilnya dan sebaliknya.
Akan tetapi, banyak orang terutama dikalangan penuntut ilmu, mereka
belajar bukan karena semata-mata untuk menambah pengetahuan atau
wawasan untuk mendapatkan sebuah keberkahan hidupnya, tetapi terkadang
terbesit di hati mereka untuk menandingi dan menjatuhkan bahkan
menyalahkan pendapat orang lain sekalipun pendapat orang itu benar akan
tetapi karena merasa dirinya yang paling berilmu membuat dirinya menjadi
angkuh, bahkan menuntut ilmu yang kemudian digunakan ilmu itu bukan
untuk kemaslahatan umat, tetapi menyesatkan umat.
Oleh karena itu, melalui makalah ini yang berjudul ”Keutamaan Ikhlas
Dalam Menuntut Ilmu” penulis ingin menyampaikan bawa hendaknya segala
sesuatu pekerjaan terkhusus dalam menuntut ilmu harus dengan niat yang
ikhlas agar senantiasa mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat penulis rumuskan masalahnya
yaitu:
1. Bagaimanakah bunyi hadits yang menganjurkan agar ikhlas dalam
menuntut ilmu?
2. Bagaimanakah seharusnya sikap seorang penuntut ilmu yang dianjurkan
dalam agama?

1
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuannya adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui hadits yang menganjurkan untuk selalu iklas dalam
menuntut ilmu.
2. Mengetahui sikap yang seharusnya dimiliki oleh seorang penuntut ilmu.

D. Manfaa
1. Dapat mengamalkan sikap ikhlas dalam kehidupan sehari-hari
terutama dalam menuntut ilmu.
2. Mampu mengaplikasikan sikap ikhlas dalam setiap kegiatan agar
mendapatkan ridha dari Allah.

2
BAB II
PEMBAHASAN
KEUTAMAAN IKHLAS DALAM MENCARI ILMU

A. Lafadz Hadits Keutamaan Ikhlas Dalam Menuntut Ilmu

ِ َ‫ َر َج فِ ْي طَل‬Z‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن َخ‬


‫ب‬ َ ِ ‫ قَ َل َرسُوْ ُل هَّللا‬:‫ال‬
َ َ‫ك ق‬ ِ ‫ع َْن َأن‬
ٍ ِ‫َس ب ِْن َمال‬
.)‫ (أخرجه الترمذي‬.‫ْال ِع ْل ِم َكانَ فِ ْي َسبِ ْي ِل هَّللا ِ َحتَّى يَرْ ِج َع‬

Artinya: "Dari Annas bin Malik berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Barang
siapa yang keluar dalam mencari ilmu, maka ia pada jalan Allah
sehingga ia pulang". (HR. al-Turmuzi).

B. Syarah Hadits
Hadits di atas memberi motivasi kepada umat agar selalu mencari ilmu
dan selalu menuntut ilmu, tidak memandang dimana tempatnya, jauh atau
tidaknya, serta di dalam negeri atau bahkan di luar negri. Mencari ilmu itu
adalah sebuah kebutuhan pokok (primer) bagi manusia untuk membekali
kehidupannya yang sangat bermanfaat, bagi orang mukmin kemanfaatan ilmu
yang diperoleh di dunia dan di akhirat.1

Rasulullah SAW bersabda:

‫ب ْال ِع ْل ِم‬
ِ َ‫َم ْن خَ َر َج فِي طَل‬
“Barang siapa yang keluar dalam mencari ilmu”.

Barang siapa yang keluar, makna “keluar” melangkah ada usaha


mencari ilmu atau diartikan keluar dari rumahnya atau keluar dari dalam
negerinya. Belajar tidak harus keluar rumah, belajar tidak harus ke luar
daerah atau ke luar negeri. Belajar ke luar rumah atau ke luar daerah karena
ada alasan yang mendorong harus keluar. Misalnya, tidak ada fasilitas atau
tidak ada guru di dalam rumah, tidak ada jenjang yang lebih tinggi di
daerahnya dan seterusnya.
1
Abdul Majid Khon, Hadits Tarbawi; Hadits-Hadits Pendidikan, (Jakarta: Kencana
Prenadamedia Grouf. 2012), h. 195.

3
Maksud ilmu di sini adalah ilmu syara’ baik bersifat fardhu ‘ain
maupun fardhu kifayah. Al-Ghazali yang dikutip kitab Faydh al-Qadr
menjelaskan makna ilmu di sini adalah ilmu yang bermanfaat, ilmu yang
dapat menambah rasa takut kepada Allah dan mengurangi rasa cinta dunia
yang berlebihan. Setiap ilmu yang tidak mengajak engkau dari dunia ke
akhirat, maka kebodohan kembali kepada engkau, itulah ilmu yang
bermanfaat. Jadi makna ilmu dalam Hadis di atas dapat diartikan ilmu yang
bermanfaat untuk mencari rida Allah. Orang yang keluar mencari ilmu
dengan niat yang baik sebagaimana di atas akan mendapat pahala yang besar,
yaitu sebagaimana sabda Nabi berikutnya:

‫َكانَ فِي َسبِ ْي ِل هّللا ِ َحتَّى يَرْ ِج َع‬


“Maka ia pada jalan Allah sehingga ia pulang”.

Orang tersebut dihukumi sebagai mujtahid atau orang yang jihad di


jalan Allah, mendapat pahala besar pahala jihad dan andai kata meninggal di
tengah perjalanan menuntut ilmu dihukum mati syahid sehingga pulang atau
selesai suatu program atau suatu jenjang. Hadis dekat hububngannya dengan
firman Allah dalam QS. At-taubah (9): 122:

‫وْ ا‬ZZُ‫ةٌ لِيَتَفَقَّه‬Zَ‫ ٍة ِم ْنهُ ْم طَاِئف‬Zَ‫ ِّل فِرْ ق‬Z‫ َر ِم ْن ُك‬Zَ‫َو َما َكانَ ْال ُمْؤ ِمنُوْ نَ لِيَ ْنفِرُوْ ا َكافَّةً فَلَوْ الَ نَف‬
‫فِي ال ِّدي ِْن َولِيُ ْن ِذرُوْ ا قَوْ َمهُ ْم ِإ َذا َر َجعُوْ ا ِإلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّهُ ْم يَحْ َذرُوْ ن‬
Artinya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi
semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
gololongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. At-
Taubah: 122).
Ayat ini tidak perintah kepada seluruh umat Islam agar keluar semua
untuk berjihad atau bereprang melawan orang-orang kafir yang menyerang.
Tetapi hendaknya segolongan mereka ada yang mendalami agama (tafaqquh
fi al-din), ada yang menjadi ulama, ada yang menjadi dokter, ada yang

4
menjadi insinyur, ada yang menjadi polisi, dan lain-lain. Berbagai sektor
tersebut merupakan ragam keahlian atau profesi yang harus dimiliki umat
Islam yang saling menyempurnakan. Asal disertai dengan niat yang baik
semua itu pahalanya sama dengan pahala jihad.

Persamaan antara penuntut ilmu dan jihad adalah sama-sama


menghidupkan agama, mengalahkan perlawanan setan, dan menguasai hawa
nafsu. Tujuan jihad adalah menghidupkan agama, menyebarkan ilmu,
bagaimana umat agar kenal Tuhannya dan melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya kepada-Nya. Ketika umat Islam terhalang dalam dakwah
islamiahnya, bahkan dimusuhi, diserang dan terancam hidup mereka, maka
mereka harus membela diri. Demikian juga penyelenggaraan pendidikan.
Pengajaran, taklim, dan lain-lain di berbagai tempat adalah dalam rangka
menghidupkan agama (ihya’ al-din). Andai kata seluruh madrsah ditutp,
demikian juga pesantren, majelis-majelis ilmu di masjid, mushala, majelis
taklim dan lain-lain, tidak lama agama pasti mati. Jelaslah bahwa
penyelenggaraan mejelis-majelis ilmu atau menuntut ilmu berfungsi
menghidupkan agama.2

Di hadits lain Rasulullah SAW bersabda:

ِ ‫ هُ هَّللا‬Zْ‫هَ َوج‬Zِ‫ َغ ب‬Zَ‫ َم ْن تَ َعلَّ َم ِع ْل ًما ِم َّما ِم َّما ِم َّما يُ ْبت‬:‫لَّ َم‬Z‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس‬
َ ‫ال‬َ َ‫ق‬
‫ف‬ُ ْ‫ر‬ZZ‫ ْد َع‬Z‫ا لَ ْم يَ ِج‬ZZَ‫ ُّد ْني‬Z‫ا َ ِم َن ال ال‬Z‫ ِه َع َرض‬Zِ‫ْب ب‬ َ ‫ي‬Z‫ُص‬ ِ ‫تَ َعالَ َى االَيَتَ َعل َمهُ االَلِي‬
.)‫ (رواه ابوداود وا بِ ْن ابن ماجه‬.‫الجنَّ ِة يَ ْو َم القِيَا َم ِة يَ ْعنِى ِرىِ َحهَا‬
َ
Rasulullah SAW bersabda, “siapa saja yang menuntut ilmu untuk
mencari ridho Allah dan siapa saja yang tidak belajar kecuali agar mendapat
harta dunia, maka tidak akan mencium bau surge”. HR. Abu Dawud dan
Ibnu Majah).

Dari hadits di atas, dapat ditarik sebuah makna yaitu ilmu yang dapat
mengantar seseorang mendapat ridho Allah adalah ilmu yang bertali dengan
2
Ibid, h. 196-197.

5
agama Islam seperti mengenai ilmu Tauhid, Fiqh, Hadits dan lain sebagainya.
Jika seseorang mempelajari ilmu-ilmu tersebut bukan karena mencari
keridhaan Allah SWT, tetapi bermaksud agar mendapat keuntungan dunia,
mendapat harta benda yang banyak dan lain-lain, maka pada hari kiamat
kelak ia tidak akan dapat merasakan wewangian dan keelokan surga.3

C. Keutamaan Menuntut Ilmu dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah


1. Keutamaan Menuntut Ilmu dan Kedudukan Ulama
Tidak diragukan lagi bahwasanya pengetahuan para penuntut ilmu
terhadap kemuliaan yang besar yang akan mereka dapati dengan menuntut
ilmu dan kedudukan yang tinggi yang akan mereka peroleh, akan
menjadikan mereka paling bersemangat dalam menempuh jalannya ilmu
dan belajar, dan beradab dengan adab-adab yang syar'i yang akan
menambah kedudukan dan keutamaan mereka di sisi Allah Subhaanah,
serta akan meninggikan kemuliaan mereka dan akan terbuktilah
kemanfaatan mereka terhadap manusia.4
Ayat-ayat Al-Qur`an yang Menjelaskan Keutamaan Menuntut Ilmu
dan Kedudukan Ulama Allah Ta'ala berfirman menerangkan keutamaan
ulama dan apa-apa yang mereka miliki dari kedudukan dan ketinggian:

ِ ‫قُلْ هَلْ يَ ْست َِوى الَّ ِذ ْينَ يَ ْعلَ ُموْ نَ والَّ ِذ ْينَ الَيَ ْعلَ ُموْ نَ اِنَّ َما يَتَ َذ َّك ُر اُولُواااْل َ ْلبَا‬
‫ب‬
"Katakanlah: "Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang-orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran." (AzZumar:9).
Dan Allah juga berfirman:

ٍ ‫يَرْ فَ ُع هّللا ُ الَّ ِذ ْينَ ا َمنُوْ ا ِم ْن ُك ْم َوالَّ ِذ ْينَ اُوْ تُوا ْال ِع ْل َم َد َر َج‬
‫ت َوهّللا ُ بِ َماتَ ْعلَ ُموْ نَ َخبِ ْي ٌر‬
“Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (Al-
Mujaadilah:11).
3
Hafidz al-Munzir; penerjemah Mahfudli Sahli, At Targhiib Wat Tarhiib, (Jakarta: Pustaka
Amani. 1995), h. 6-7.
4
Aseranikurdi, https://aseranikurdi.files.wordpress.com/2013/06/ keutamaan-menuntut-
ilmu-dalam-al-quran-dan-as-sunnah.pdf, diakses pada pukul 10:46 tanggal 25 Februari 2020.

6
Ditinggikannya derajat dengan beberapa derajat, ini menunjukkan
atas besarnya keutamaan, dan ketinggian di sini mencakup ketinggian
maknawiyyah di dunia dengan tingginya kedudukan dan bagusnya suara
(artinya dibicarakan orang dengan kebaikan) dan mencakup pula
ketinggian hissiyyah (yang dirasakan oleh tubuh dan panca indera) di
akhirat dengan tingginya kedudukan di jannah.
Di antara dalil yang menunjukkan atas keutamaan ilmu dan wajibnya
meminta tambahan darinya adalah firman Allah Ta’ala yang
memerintahkan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam:

‫َوقُلْ َربِّ ِز ْدنِ ْي ِع ْل ًما‬


"Dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu (agama)."
(Thaahaa:114).
Allah Subhaanahu Wa Ta'ala tidaklah memerintahkan Nabi-Nya
shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta tambahan dari sesuatu kecuali
meminta tambahan dari ilmu dan ilmu yang dimaksudkan di sini adalah
ilmu syar'i yang akan menjadikan seorang hamba mengenal Rabbnya
Subhaanah dan mengetahui apa-apa yang diwajibkan atas seorang
mukallaf dari perkara agamanya dalam ibadah dan muamalahnya.
Sungguh Allah telah memuliakan ilmu dan ulama dengan
memberikan kepada mereka kebaikan yang umum dan menyeluruh
sebagaimana diterangkan dalam firman-Nya:

‫ َّذ َّك ُر‬Zَ‫ا ي‬ZZ‫رًا َو َم‬Z‫رًا َكثِ ْي‬Z‫يُْؤ تِي ْال ِح ْك َمةَ َم ْن يَ َشا ُء َو َم ْن يُْؤ تَ ْال ِح ْك َمةَ فَقَ ْد ُأوتِ َي َخ ْي‬
ِ ‫ِإالَّ ُأوْ لُو اَأْل ْلبَا‬
‫ب‬
Artinya: "Allah menganugrahkan Al-Hikmah (kefahaman yang dalam
tentang Al-Qur`an dan As-Sunnah) kepada siapa yang Dia
kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi Al-Hikmah itu, ia
benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya
orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil
pelajaran." (Al-Baqarah:269).

7
Berkata Mujahid: Allah menganugrahkan Al-Hikmah, yaitu ilmu dan
pemahamannya. Demikian juga di antara dalil-dalil yang menguatkan akan
pentingnya ilmu dan keharusan mencarinya adalah firman Allah Ta'ala:

ِ ‫فَا ْعلَ ْم َأنَّهُ الَ ِإلَهَ ِإالَ هّللا ُ َوا ْستَ ْغفِرْ لِ َذ ْنبِكَ َولِ ْل ُمْؤ ِمنِ ْينَ َو ْل ُمْؤ ِمنَا‬
‫ت‬
"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang berhak
diibadahi) melainkan Allah, dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan
bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan."
(Muhammad:19)
Adapun ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang mempunyai buah
yang agung, dan yang paling menonjolnya adalah adanya rasa khasy-yah
kepada Allah Subhaanah dari pemiliknya. Maka ulama adalah manusia
yang paling takut kepada Rabbnya, karena apa yang telah mereka pelajari
dari ilmu yang akan menambah pengetahuan mereka kepada Rabbnya dan
akan mengokohkan keimanan yang ada pada hati-hati mereka. Allah Ta'ala
berfirman:

‫ِإنَّ َما يَ ْخ َشى هّللا َ ِم ْن ِعبَا ِد ِه ْال ُعلَ َما ُء‬


"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah ulama." (Faathir:28)
Ulama adalah orang-orang yang mempunyai pengetahuan yang lurus
dan pemahaman yang mendalam, Allah Ta'ala berfirman:

َ‫اس َو َما يَ ْعقِلُهَا ِإالَّ ْال َعالِ ُموْ ن‬


ِ َّ‫َوتِ ْلكَ األ ْمثَا ُل نَضْ ِربُهَا لِلن‬
"Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan
tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu."
(Al-'Ankabuut:43)
2. Hadits-hadits yang Menerangkan Keutamaan Menuntut Ilmu dan
Kedudukannya
Terdapat kitab-kitab yang mengandung beratus-ratus hadits yang
mulia, di mana dalam hadits-hadits tersebut Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam memerintahkan kepada ilmu dan menganjurkan atasnya serta
menerangkan kedudukan ulama dan kemuliaannya dan apa-apa yang

8
selayaknya dimiliki oleh mereka agar berakhlak dengannya dan
bersemangat atasnya.
Di dalam Shahiihul Bukhaariy, misalnya, terdapat lebih dari seratus
hadits yang menjelaskan masalah ilmu, mencarinya dan anjuran atasnya,
dan sungguh Al-Imam Al-Bukhariy telah menyendirikan pembahasan ilmu
dengan membuat satu kitab khusus (yaitu Kitabul 'Ilmi) dalam Shahih-nya
dan beliau tempatkan setelah Kitabul Iman.
Demikian juga kitab-kitab sunnah lainnya yang padanya terdapat
sejumlah hadits yang banyak dari hadits-hadits yang marfu' dan atsar-atsar
yang mauquf kepada shahabat dan tabi'in, yang semuanya mengisyaratkan
kepada kedudukan yang agung yang kembalinya kepada ulama, dan
kedudukan yang tinggi yang Allah muliakan penuntut ilmu dengannya.
Di antara hadits-hadits tersebut adalah: Dari Mu'awiyah radhiyallahu
'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:

‫َم ْن ي ُِر ِد هّللا ُ بِ ِه خَ ْيرًا يُفَقِّ ْههُ ِفى ال ِّدي ِْن‬


"Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan kepadanya, niscaya
Allah akan pahamkan dia tentang agama(nya)." (Muttafaqun 'alaih)
Pemahaman terhadap agama merupakan di antara kebaikan yang
terbesar yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya. Dan orang yang
tidak mau tafaqquh fiddiin (mempelajari dan memahami agamanya) berarti
telah diharamkan dari berbagai kebaikan.
a. Dari Abu Musa Al-Asy'ariy radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam, beliau bersabda:

,‫ا‬Z‫ض‬ ً ْ‫اب َأر‬َ ‫ص‬ َ ‫ث ْال َكثِي ِْر َأ‬ِ ‫َمثَ ُل َما بَ َعثَنِ َي هّللا ُ بِ ِه ِمنَ ْالهُدَى َو ْال ِع ْل ِم َك َمثَ ِل ْال َغ ْي‬
ْ ‫ان‬ZZ‫ َو َك‬,‫ َر‬Z‫ب ْال َكثِ ْي‬
‫ا‬ZZَ‫َت ِم ْنه‬ ْ ‫ت ْال َكَأَل َو ْلع‬
َ Z‫ُش‬ ِ َ‫َأ ْنبَت‬Zَ‫ ف‬,‫ا َء‬ZZ‫ت ْال َم‬
ِ َ‫فَ َكانَ ِم ْنهَا نَقِيَّةٌ قَبِل‬
َ َّ‫ا الن‬ZZَ‫ َع هّللا ُ بِه‬Z َ‫ فَنَف‬,‫ا َء‬ZZ‫ت ْال َم‬
,‫وْ ا‬ZZ‫قَوْ ا َو َز َر ُع‬Z ‫ ِربُوْ ا َو َس‬Z ‫اس فَ َش‬ ِ ‫ َك‬Z ‫ ا ِدبُ َأ ْم َس‬Z‫َأ َج‬
,‫ت َكًأَل‬ ُ ِ‫ا ًء َوالَ تُ ْنب‬Z‫ك َم‬ ٌ ‫ ِإنَّ َما ِه َي قِ ْي َع‬,‫ت ِم ْنهَا طَاِئفَةً ُأ ْخ َرى‬
ُ Z‫ان الَتُ ْم ِس‬ َ ‫َوَأ‬
ْ َ‫صاب‬

9
‫ ُل‬Z َ‫ َو َمث‬,‫ فَ َعلِ َم َوعَلَّ َم‬,‫ ِه‬Z ِ‫ا بَ َعثَنِى هّللا ُ ب‬ZZ‫ك َمثَ ُل َم ْن فَقُهَ فِ ْي ِدي ِْن هّللا ِ َونَفَ َعهُ َم‬ َ ِ‫فَ َذل‬
‫ت بِ ِه‬ُ ‫ َولَ ْم يَ ْقبَلْ هُدَى هّللا ِ الَّ ِذى ُأرْ ِس ْل‬,‫ك َرْأ َسا‬ َ ِ‫َم ْن لَ ْم يَرْ فَ ْع بِ َذل‬
"Perumpamaan apa yang aku bawa dari petunjuk dan ilmu adalah
seperti air hujan yang banyak yang menyirami bumi, maka di antara
bumi tersebut terdapat tanah yang subur, menyerap air lalu
menumbuhkan rumput dan ilalang yang banyak. Dan di antaranya
terdapat tanah yang kering yang dapat menahan air maka Allah
memberikan manfaat kepada manusia dengannya sehingga mereka
bisa minum darinya, mengairi tanaman dengannya dan bercocok
tanam dengan airnya. Dan air hujan itu pun ada juga yang turun
kepada tanah/lembah yang tandus, tidak bisa menahan air dan tidak
pula menumbuhkan rumput-rumputan. Itulah perumpamaan orang
yang memahami agama Allah dan orang yang mengambil manfaat
dengan apa yang aku bawa, maka ia mengetahui dan mengajarkan
ilmunya kepada yang lainnya, dan perumpamaan orang yang tidak
perhatian sama sekali dengan ilmu tersebut dan tidak menerima
petunjuk Allah yang aku diutus dengannya." (HR. Al-Bukhariy).5

Di dalam hadits ini terdapat pengarahan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa


sallam agar bersemangat terhadap ilmu dan belajar, yaitu beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan perumpamaan terhadap apa
yang beliau bawa dengan hujan yang menyeluruh di mana manusia
mengambil dan memanfaatkan air hujan tersebut untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam
menyerupakan orang yang mendengar ilmu yang beliau bawa dengan
bumi/tanah yang bermacam-macam yang air hujan turun padanya:
1) Di antara mereka ada orang yang berilmu, beramal dan
mengajarkan ilmunya kepada yang lainnya, maka orang ini seperti
tanah yang baik, yang menyerap air lalu memberikan manfaat pada
dirinya dan menumbuhkan tanaman dan rumput-rumputan sehingga
memberikan manfaat bagi yang lainnya.
2) Di antara mereka ada yang mengumpulkan ilmu yang dia sibuk
dengannya, di mana ilmu tersebut dimanfaatkan pada masanya dan

5
Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas, https://almanhaj.or.id/12674-keutamaan-orang-
yang-berilmu-dan-mengajarkannya-2.html, diakses pada pukul 21:21 tanggal 25 Februari 2020.

10
masa setelahnya dalam keadaan dia belum bisa mengamalkan
sebagian darinya atau belum bisa memahami apa yang dia
kumpulkan, akan tetapi dia sampaikan kepada yang lainnya, maka
orang ini seperti tanah yang menahan air sehingga manusia dapat
mengambil manfaat darinya.
3) Dan di antara mereka ada orang yang mendengar ilmu tetapi tidak
menghafalnya, tidak beramal dengannya dan tidak pula
menyampaikannya kepada yang lainnya, maka orang ini seperti
tanah lumpur atau tanah tandus yang tidak dapat
menerima/menampung air.

Tidaklah dikumpulkan dalam perumpamaan tersebut antara dua


kelompok yang pertama kecuali karena kebersamaan mereka dalam
kemanfaatan dari ilmu yang mereka miliki walaupun derajat
kemanfaatannya bertingkat-tingkat. Dan disendirikanlah kelompok
ketiga yang tercela karena tidak adanya kemanfaatan darinya.
Dan tidak diragukan lagi bahwasanya terdapat perbedaan yang besar
antara orang yang menempuh jalannya ilmu lalu dia memberikan
manfaat pada dirinya dan manusia pun mengambil manfaat darinya dan
antara orang yang rela dengan kebodohan dan hidup dalam
kegelapannya sehingga dia tidak mendapat bagian sedikit pun dari
warisannya para Nabi.
b. Dari Abud Darda` radhiyallahu 'anhu berkata: Aku mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

‫ َوِإ َّن‬,‫ُق ْال َجنَّ ِة‬


ِ ‫ َسلَكَ هّللا ُ بِ ِه طَ ِر ْيقًا ِم ْن طُر‬,‫طلُبُ فِ ْي ِه ِع ْل ًما‬ ْ َ‫ك طَ ِر ْيقًا ي‬
َ َ‫َم ْن َسل‬
‫تَ ْغفِ ُرلَهُ َم ْن فِى‬ZZ‫ الِ َم لَيَ ْس‬ZZ‫ َوِإ َّن ْال ِع‬,‫ب ْال ِع ْل ِم‬
ِ ِ‫ال‬ZZَ‫ا لِط‬ZZَ‫ ُع َأجْ نِ َحتَه‬ZZ‫َض‬
َ ‫ ةَ لَت‬ZZ‫ْال َماَل ِئ َك‬
‫ الِ ِم‬Z‫ َل ْال ِع‬Z‫ض‬
ْ َ‫ َوِإ َّن ف‬,‫ا ِء‬Z‫ف ْال َم‬ ِ ْ‫َان فِي َجو‬ ُ ‫ َو ْل ِح ْيت‬,‫ض‬ ِ ْ‫ت َو َم ْن فِى اَألر‬ ِ ‫ال َّس َم َوا‬
ُ‫ َوِإ َّن ْال ُعلَ َما َء َو َرثَة‬,‫ب‬
ِ ‫َعلَى ْال َعابِ ِد َكفَضْ ِل ْالقَ َم ِر لَ ْيلَةَ ْالبَ ْد ِر َعلَى َساِئ ِر ْال َك َوا ِك‬

11
‫ فَ َم ْن‬,‫ إنَّ َما َو َّرثُوْ ا ْال ِع ْل َم‬,‫ َوِإ َّن اَأل ْنبِيَا َء لَ ْم ي َُو َرثُّوْ ا ِد ْينَارًا َوالَ ِدرْ هَ ًما‬,‫اَأل ْنبِيَا ِء‬
ٍّ ‫أ َخ َذهُ أخَ ّذ بِ َح‬
‫ظ َوافِ ٍر‬
"Barangsiapa menempuh suatu jalan yang padanya dia mencari ilmu,
maka Allah akan mudahkan dia menempuh jalan dari jalan-jalan
(menuju) jannah, dan sesungguhnya para malaikat benar-benar akan
meletakkan sayap-sayapnya untuk penuntut ilmu, dan sesungguhnya
seorang penuntut ilmu akan dimintakan ampun untuknya oleh makhluk-
makhluk Allah yang di langit dan yang di bumi, sampai ikan yang ada
di tengah lautan pun memintakan ampun untuknya. Dan sesungguhnya
keutamaan seorang yang berilmu atas seorang yang ahli ibadah adalah
seperti keutamaan bulan pada malam purnama atas seluruh bintang,
dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi
tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka
hanyalah mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya
maka sungguh dia telah mengambil bagian yang sangat banyak." (HR.
Abu Dawud no.3641, At-Tirmidziy no.2683, dan isnadnya hasan).

Di dalam hadits ini terdapat keterangan tentang pemuliaan yang besar


yang akan didapatkan oleh penuntut ilmu, di mana para malaikat
meletakkan sayap-sayapnya untuknya sebagai sikap tawadhu' dan
penghormatan kepadanya, demikian juga makhluk-makhluk yang
banyak baik yang di langit, di bumi maupun di lautan dan makhluk
lainnya yang tidak ada yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah
Subhaanah, semua makhluk tadi memintakan ampun kepada Allah
untuk penuntut ilmu dan mendo'akan kebaikan untuknya.
Cukuplah bagi seorang penuntut ilmu sebagai kebanggaan bahwasanya
dia adalah orang yang sedang berusaha untuk mendapatkan warisannya
para Nabi, dan dia meninggalkan ahli dunia terhadap dunianya yang
telah dikumpulkan di atas hidangannya oleh para pecintanya di mana
mereka sibuk dengan perhiasannya dan berebutan kepadanya.
c. Dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu dia berkata: Aku
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

‫رُبَّ ُمبَلَّ ٌغ أوْ عَى ِم ْن‬Zَ‫ ف‬,ُ‫ ِم َعه‬Z‫ا َس‬Z‫ هُ َك َم‬Zَ‫ ْيًئا فَبَلَّغ‬Z‫ ِم َع ِمنَّا َش‬Z‫نَض ََّر هّللا ُ ا ْم َر ًءا َس‬
‫َسا ِم ٍع‬

12
"Semoga Allah memuliakan seseorang yang mendengar sesuatu dari
kami lalu dia menyampaikannya (kepada yang lain) sebagaimana yang
dia dengar, maka kadang-kadang orang yang disampaikan ilmu lebih
memahami daripada orang yang mendengarnya." (HR. At-Tirmidziy
no.2659 dan isnadnya shahih).

Keutamaan ini, tidak diragukan lagi merupakan keutamaan yang besar


bagi penuntut ilmu, di mana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
mendo'akannya dengan kemuliaan dan kecerdasan karena apa yang dia
lakukan dari mempelajari ilmu, menghapal hadits, mengajarkannya dan
menyampaikannya kepada yang lainnya, dan dia tetap akan diberi
pahala terhadap apa yang disampaikan walaupun terluput atasnya
sebagian makna-makna riwayat yang dia sampaikan, karena dia telah
menjaganya dan menyampaikannya dengan jujur.
d. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam, beliau bersabda: :

‫ ُع‬Zَ‫ َأوْ ِع ْل ٍم يُ ْنتَف‬,‫ ٍة‬Zَ‫اري‬


ِ ‫ َدقَ ٍة َج‬Z‫ص‬ ٍ َ‫ِإ َذا َماتَ اب ُْن آ َد َم ا ْنقَطَ َع َع َملُهُ ِإالَّ ِم ْن ثَال‬
َ :‫ث‬
.ُ‫ح يَ ْد ُعوْ لَه‬ َ ‫ َأوْ َولِ ٍد‬,‫بِ ِه‬
ٍ ِ‫صال‬
"Apabila seorang keturunan Adam meninggal dunia maka terputuslah
amalnya kecuali dari tiga hal: shadaqah jariyyah, atau ilmu yang
bermanfaat, atau seorang anak shalih yang mendo'akannya." (HR.
Muslim no.1631).

Betapa besarnya kebaikan yang akan didapatkan oleh orang yang


berilmu berupa pahala dan kebaikankebaikan yang banyak. Dan pahala
tadi akan terus mengalir kepadanya tanpa terputus selama ilmunya
disampaikan oleh murid-muridnya dari generasi ke generasi berikutnya,
dan selama kitab-kitabnya dan tulisan-tulisannya dimanfaatkan oleh
para hamba di berbagai negeri.
Dan seperti inilah pahala dan ganjaran orang yang berilmu akan tetap
sampai kepadanya setelah kematiannya dengan sebab ilmu yang telah
dia tinggalkan untuk manusia, di mana mereka mengambil manfaat
terhadap ilmunya tersebut.

13
D. Pembelajaran yang Dipetik dari Hadits Tentang Ikhlas Dalam Menuntut
Ilmu
Pelajaran yang dapat kita ambil dari hadits di atas yaitu:
1. Kedudukan mencari ilmu sama dengan jihad dijalan Allah dan mendapat
pahala yang sama, karena keduanya mempunyai makna yang sama yaitu
menghidupkan agama.
2. Orang yang meninggal di tengah-tengah pembelajaran mendapat pahala
mati syahid.
3. Pelajar berhak menerima harta zakat baik masuk pada fi sabilillah atau
sebagai miskin.

Berdasarkan hikmah di atas, pada dasarnya setiap seseorang yang


menuntut ilmu itu pasti mendapat kemuliaan di sisi allah dan diangkat dengan
beberapa derajat, tentunya hal yang demikian itu dikerjakan harus ikhlas
semata-mata mengharapkan ridho Allah.

14
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan secara
keseluruhan bahwa kita sangat dianjurkan oleh agama agar selalu berbuat
ikhlas di dalam setiap aktivitas terutama dalam hal ini adalah dalam
menuntut ilmu, agar ilmu yang kita tuntut itu menjadi sangat bermanfaat
buat kemaslahatan umat, serta menjadi jalan untuk mendapatkan keridhaan
Allah SWT. Jangan lah kita jadikan niat dalam menuntut itu oleh suatu
karena, karena hal demikian itu dapat menjadi penghalang dari rahmat
Allah SWT.

B. Kritik dan Saran


Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat serta dapat
menambah wawasan bagi pembaca terkhusus buat penulis sendiri. Apabila
terdapat kesalahan dan kesilapan dalam penulisannya ini, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun, demi kesempurnaan
makalah ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid Khon, Hadits Tarbawi; Hadits-Hadits Pendidikan, (Jakarta:


Kencana Prenadamedia Grouf. 2012).

Aseranikurdi, https://aseranikurdi.files.wordpress.com/2013/06/keutamaan-
menuntut-ilmu-dalam-al-quran-dan-as-sunnah.pdf, diakses pada pukul
10:46 tanggal 25 Februari 2020.

Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas, https://almanhaj.or.id/12674-


keutamaan-orang-yang-berilmu-dan-mengajarkannya-2.html, diakses pada
pukul 21:21 tanggal 25 Februari 2020.

Hafidz al-Munzir; penerjemah Mahfudli Sahli, At Targhiib Wat Tarhiib, (Jakarta:


Pustaka Amani. 1995).

16

Anda mungkin juga menyukai