C. Refleksi
A. Malu
Menurut bahasa malu berarti merasa sangat tidak enak
hati seperti hina atau segan melakukan sesuatu karena ada rasa
hormat, agak takut, kepada pihak lain. Sedang menurut istilah
adalah adalah sifat yang mendorong seseorang merasa tidak
enak apabila meninggalkan kewajiban-kewajiabannya
sebagai hamba Allah Swt dan meninggalkan larangan-
larangan-Nya.
Sifat malu merupakan ciri khas akhlak orang beriman.
Orang yang memiliki sifat ini apabila melakukan kesalahan
atau yang tidak patut bagi dirinya akan menunjukkan
penyesalan. Rasa malu merupakan perasaan tidak nyaman
tentang bagaimana kita dilihat oleh pihak lain, yakni Allah
semata. Sebagaimana konsep ihsan yang dijelaskan oleh
Rasulullah sebagai berikut:
Konsep (Beberapa istilah
1
dan definisi) di KB
“Kamu mengabdi (melakukan segala sesuatu perbuatan)
kepada Allah Swt. seakanakan melihat kamu melihatnya, lalu
jika kamu tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia
melihatmu.” (HR. Muslim)
Ibnul Qoyyim menjelaskan bahwa kuatnya sifat malu itu
tergantung kondisi kualitas hatinya. Sedikit sifat malu
disebabkan oleh kematian hati dan ruhnya, sehingga semakin
hidup hati itu maka sifat malupun semakin sempurna. Sifat
malu darinya tergantung kepada pengenalannya terhadap
Rabbnya. Atau dengan kata malu adalah sifat yang melekat
pada diri seseorang itu sangat terkait dengan kualitas
imannya.
Islam menempatkan malu sebagai bagian dari iman.
Orang beriman pasti memiliki sifat malu. Rasulullah SAW
bersabda, ''Iman itu lebih dari 70 atau 60 cabang, cabang iman
tertinggi adalah mengucapkan 'La ilaha illallah', dan cabang
iman terendah adalah membuang gangguan (duri) dari jalan,
dan rasa malu merupakan cabang dari iman.'' (HR Bukhari-
Muslim).
Ada tiga macam malu yang perlu melekat pada
seseorang, yaitu: (1). Malu kepada diri sendiri ketika sedikit
melakukan amal saleh kepada Allah dan kebaikan untuk
umat
dibandingkan orang lain. (2). Malu kepada manusia. Ini
penting karena dapat mengendalikan diri agar tidak
melanggar ajaran agama, meskipun yang bersangkutan tidak
memperoleh pahala sempurna lantaran malunya bukan
karena Allah. (3). Malu kepada Allah. Ini malu yang
terbaik dan
dapat membawa kebahagiaan hidup. Orang yang malu
kepada
Allah, tidak akan berani melakukan kesalahan dan
meninggalkan kewajiban selama meyakini Allah selalu
mengawasinya.
Sifat malu begitu penting karena sebagai benteng
pemelihara akhlak seseorang dan bahkan sumber utama
kebaikan. Sifat ini sangat perlu dimiliki dan dipelihara
dengan
baik. Sifat malu dapat meneguhkan iman seseorang.
C. Kasih Sayang
Kasih sayang merupakan karunia nikmat yang sangat
didambakan oleh semua orang. Karena dengan sifat ini, dapat
tercipta kepedulian, kedamaian dan rasa empati kepada orang
lain. Tidak hanya itu, kasih sayang dapat mendorong
manusia untuk saling membantu untuk meringankan
penderitaan yang
dialami oleh manusia lainnya.
Islam, sebagai agama yang sempurna, mempunyai
konsep kasih sayang, memahami bahwa manusia merupakan
makhluk yang sempurna, dibekali dengan akal, ghadhab dan
nafsu. Islam mengatur batas-batas kasih sayang yang
diperbolehkan, supaya berakibat baik bagi semua pihak.
Konsep ibadah harus dipahami sebagai prinsip dalam
mengimplementasikan sifat kasih sayang diantara kita, yakni
dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah
Swt.
Kasih sayang memiliki makna yang tidak terbatas.
Memiliki rasa kasih sayang kepada makhluk lain merupakan
fitrah yang dimiliki manusia. Maka, tentu kita harus
menempatkan rasa kasih sayang ini sesuai dengan batas-
batas
penciptaan kita sebagai makhluk Allah dan jangan sampai
melewati batas-batas hukum-Nya Rasulullah Saw. bersabda:
D. Pemaaf
Pemaaf berarti orang yang rela member maaf kepada
orang lain. Sikap pemaaf dapat dimaknai sikap suka
memaafkan kesalahan orang lain tanpa menyisakan rasa
benci
dan keinginan untuk membalasnya. Sebenarnya kata pemaaf,
adalah serapan dari Bahasa Arab, yakni al-‘afw yang berarti
maaf, ampun, dan anugerah.
Maaf sejatinya mudah difahami, tapi susah
diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Hakiki maaf
adalah lupa, benar-benar lupa dari memori otak kita tentang
kesalahan orang lain yang berhubungan dengan kita. Pemaaf
berarti orang yang dapat dengan mudah melupakan kejadian-
kejadian buruk dan menyakitkan dirinya yang dilakukan oleh
orang lain, karena dorongan dari dalam jiwanya yang taat
kepada perintah Allah untuk bisa memaafkan siapapun.
Sebab itu memaksakan diri untuk belajar dan berlatih
untuk memiliki sifat pemaaf itu sangat perlu. Kita perlu
belajar dan berlatih untuk bisa berlapang dada sebagai
cerminan sifat pemaaf. Dalam rangka belajar untuk bersifat
pemaaf, kita bisa mengambil pelajaran dari kisah para Rasul
dan sahabatnya. Allah mengajarkan kepada kita agar menjadi
pribadi yang pemaaf, melalui kisah cerita, seperti kisah Abu
Bakar as-Shidiq yang menjadi sebab-sebab diturunkannya
ayat berikut ini:
E. Ikhlas
F. Toleransi
Dalam Bahasa Indonesia diartikan
sebagai sifat atau sikap toleran, mendiamkan
atau membiarkan. Dalam bahasa Arab kata
toleransi disebut dengan istilah tasamuh yang
berarti sikap membiarkan atau lapang dada.
Tasamuh sendiri didefinisikan sebagai
pendirian atau sikap yang termanifestasikan
pada kesediaan untuk menerima berbagai
pandangan dan pendirian yang beraneka
ragam meskipun tidak sependapat.
Toleransi menurut istilah berarti menghargai,
membolehkan dan membiarkan pendirian, pendapat,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya yang lain
atau yang bertentangan dengan pendiriannya sendiri.
Dalam Al-Qur’an, sikap toleransi ini banyak diulas baik
secara eksplisit
maupun implisit. Di antara firman-Nya adalah sebagai
berikut: