Anda di halaman 1dari 7

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul : Aqidah Akhlak


B. Kegiatan Belajar : Akhlak Terhadap Diri Sendiri Dan Orang Lain (KB 4)

C. Refleksi

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN


 Macam-Macam Akhlak terhadap Diri Sendiri
Ada beberapa sifat yang termasuk akhlak terhadap diri
sendiri, yaitu :

A. Malu
Menurut bahasa malu berarti merasa sangat tidak enak
hati seperti hina atau segan melakukan sesuatu karena ada rasa
hormat, agak takut, kepada pihak lain. Sedang menurut istilah
adalah adalah sifat yang mendorong seseorang merasa tidak
enak apabila meninggalkan kewajiban-kewajiabannya
sebagai hamba Allah Swt dan meninggalkan larangan-
larangan-Nya.
Sifat malu merupakan ciri khas akhlak orang beriman.
Orang yang memiliki sifat ini apabila melakukan kesalahan
atau yang tidak patut bagi dirinya akan menunjukkan
penyesalan. Rasa malu merupakan perasaan tidak nyaman
tentang bagaimana kita dilihat oleh pihak lain, yakni Allah
semata. Sebagaimana konsep ihsan yang dijelaskan oleh
Rasulullah sebagai berikut:
Konsep (Beberapa istilah
1
dan definisi) di KB
“Kamu mengabdi (melakukan segala sesuatu perbuatan)
kepada Allah Swt. seakanakan melihat kamu melihatnya, lalu
jika kamu tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia
melihatmu.” (HR. Muslim)
Ibnul Qoyyim menjelaskan bahwa kuatnya sifat malu itu
tergantung kondisi kualitas hatinya. Sedikit sifat malu
disebabkan oleh kematian hati dan ruhnya, sehingga semakin
hidup hati itu maka sifat malupun semakin sempurna. Sifat
malu darinya tergantung kepada pengenalannya terhadap
Rabbnya. Atau dengan kata malu adalah sifat yang melekat
pada diri seseorang itu sangat terkait dengan kualitas
imannya.
Islam menempatkan malu sebagai bagian dari iman.
Orang beriman pasti memiliki sifat malu. Rasulullah SAW
bersabda, ''Iman itu lebih dari 70 atau 60 cabang, cabang iman
tertinggi adalah mengucapkan 'La ilaha illallah', dan cabang
iman terendah adalah membuang gangguan (duri) dari jalan,
dan rasa malu merupakan cabang dari iman.'' (HR Bukhari-
Muslim).
Ada tiga macam malu yang perlu melekat pada
seseorang, yaitu: (1). Malu kepada diri sendiri ketika sedikit
melakukan amal saleh kepada Allah dan kebaikan untuk
umat
dibandingkan orang lain. (2). Malu kepada manusia. Ini
penting karena dapat mengendalikan diri agar tidak
melanggar ajaran agama, meskipun yang bersangkutan tidak
memperoleh pahala sempurna lantaran malunya bukan
karena Allah. (3). Malu kepada Allah. Ini malu yang
terbaik dan
dapat membawa kebahagiaan hidup. Orang yang malu
kepada
Allah, tidak akan berani melakukan kesalahan dan
meninggalkan kewajiban selama meyakini Allah selalu
mengawasinya.
Sifat malu begitu penting karena sebagai benteng
pemelihara akhlak seseorang dan bahkan sumber utama
kebaikan. Sifat ini sangat perlu dimiliki dan dipelihara
dengan
baik. Sifat malu dapat meneguhkan iman seseorang.

B. Khauf dan Raja’


Secara bahasa, khauf adalah lawan kata al-amnu. Al-
Amnu adalah rasa aman, dan khauf adalah rasa takut. Khauf
adalah perasaan takut terhadap siksa dan keadaan yang tidak
mengenakkan karena kemaksiatan dan dosa yang telah
diperbuat. Sedangkan raja’ adalah perasaan penuh harap
akan surga dan berbagai kenikmatan lainnya, sebagai buah
dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Seseorang harus mempunyai sifat Khauf dengan
beberapa alasan : Pertama, supaya ada proteksi diri.
Terutama
dari perbuatan kemaksiatan atau dosa. Karena, nafsu selalu
menyuruh kita untuk melakukan perbuatan buruk dan tidak
ada kata berhenti dalam menjerumuskan kita. Oleh karena
itu,
kita harus membuat nafsu menjadi takut. Kedua, agar tidak
ujub atau berbangga diri dan sombong. Sekalipun kita sedang
dalam zona taat, kita harus selalu waspada terhadap nafsu.
Perasaan paling suci, paling bersih dan paling taat adalah di
antara siasat halus nafsu. Allah Swt berfirman :

“… Jangan engkau merasa paling suci, karena Aku


tahu siapa yang paling bertakwa.” (QS an-Najm, 53: 32)
Manusia juga perlu memiliki sifat raja’. Alasannya
adalah pertama, agar tetap bersemangat dalam ketaatan.
Sebab berbuat baik itu berat dan setan senantiasa akan
mencegahnya dengan berbagai cara. Allah Swt berfirman :

“Kemudian pasti aku akan datangi mereka dari depan,


dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engka
tidak akan mendapatka mereka banyak bersyukur.” (Al-
‘Araf/7: 17)
Imam al-Ghazali berkata, “Kesedihan itu dapat
mencegah manusia dari makan. Khauf dapat mencegah orang
berbuat dosa. Sedang raja’ bisa menguatkan keinginan untuk
melakukan ketaatan.
Kedua, agar tetap tenang dengan berbagai kesulitan
hidupnya. Ketika orang benar-benar menyukai sesuatu, tentu
ia sanggup memikul beban beratnya. Bahkan merasa senang
dengan keadaan sulitnya itu.

C. Kasih Sayang
Kasih sayang merupakan karunia nikmat yang sangat
didambakan oleh semua orang. Karena dengan sifat ini, dapat
tercipta kepedulian, kedamaian dan rasa empati kepada orang
lain. Tidak hanya itu, kasih sayang dapat mendorong
manusia untuk saling membantu untuk meringankan
penderitaan yang
dialami oleh manusia lainnya.
Islam, sebagai agama yang sempurna, mempunyai
konsep kasih sayang, memahami bahwa manusia merupakan
makhluk yang sempurna, dibekali dengan akal, ghadhab dan
nafsu. Islam mengatur batas-batas kasih sayang yang
diperbolehkan, supaya berakibat baik bagi semua pihak.
Konsep ibadah harus dipahami sebagai prinsip dalam
mengimplementasikan sifat kasih sayang diantara kita, yakni
dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah
Swt.
Kasih sayang memiliki makna yang tidak terbatas.
Memiliki rasa kasih sayang kepada makhluk lain merupakan
fitrah yang dimiliki manusia. Maka, tentu kita harus
menempatkan rasa kasih sayang ini sesuai dengan batas-
batas
penciptaan kita sebagai makhluk Allah dan jangan sampai
melewati batas-batas hukum-Nya Rasulullah Saw. bersabda:

Dari Jabir berkata, saya datang kepada Rasulullah


Saw., lalu saya berkata, “Saya berbaiat kepadamu untuk
masuk Islam”, lalu beliau memegang tangannya sambil
bersabda, “Nasehat itu untuk setiap orang Islam”. Kemudian
Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa tidak menyayangi
manusia, Allah tidak akan menyayanginya”. (HR. Ahmad)
Hadis tersebut di atas mengisyaratkan bahwa kasih
sayang kita itu tidak terbatas, yakni kepada semua ‘manusia’
bukan hanya saudara muslim. Sehingga kita sebagai orang
Islam harus bisa mengajarkan dan mencontohkan untuk
menyayangi semua manusia di bumi.
Islam sebagai agama Rahmatan Lil ‘Alamin atau
rahmat bagi seluruh alam, juga mengajarkan bahwa kasih
sayang tidak hanya berlaku antar manusia, melainkan juga
pada hewan, tumbuhan dan lingkungan di sekitarnya. Sifat
kasih sayang yang tidak didasari dengan prinsip
penghambaan diri kepada Allah, adalah tidak benar. Yang
demikian itu justru akan memberikan energi negatif untuk
beramal yang salah, tidak diterima oleh Allah, dan akan
memberikan dampak buruk kepada semua orang bahkan
makhluk yang lain.

D. Pemaaf
Pemaaf berarti orang yang rela member maaf kepada
orang lain. Sikap pemaaf dapat dimaknai sikap suka
memaafkan kesalahan orang lain tanpa menyisakan rasa
benci
dan keinginan untuk membalasnya. Sebenarnya kata pemaaf,
adalah serapan dari Bahasa Arab, yakni al-‘afw yang berarti
maaf, ampun, dan anugerah.
Maaf sejatinya mudah difahami, tapi susah
diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Hakiki maaf
adalah lupa, benar-benar lupa dari memori otak kita tentang
kesalahan orang lain yang berhubungan dengan kita. Pemaaf
berarti orang yang dapat dengan mudah melupakan kejadian-
kejadian buruk dan menyakitkan dirinya yang dilakukan oleh
orang lain, karena dorongan dari dalam jiwanya yang taat
kepada perintah Allah untuk bisa memaafkan siapapun.
Sebab itu memaksakan diri untuk belajar dan berlatih
untuk memiliki sifat pemaaf itu sangat perlu. Kita perlu
belajar dan berlatih untuk bisa berlapang dada sebagai
cerminan sifat pemaaf. Dalam rangka belajar untuk bersifat
pemaaf, kita bisa mengambil pelajaran dari kisah para Rasul
dan sahabatnya. Allah mengajarkan kepada kita agar menjadi
pribadi yang pemaaf, melalui kisah cerita, seperti kisah Abu
Bakar as-Shidiq yang menjadi sebab-sebab diturunkannya
ayat berikut ini:

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai


kelebihan dan kelapangan diantara kamu bersumpah bahwa
mereka (tidak) akan member (bantuan) kepada kerabat(nya),
orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan
Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang
dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah
mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang.” (QS. An-Nur/24:
22)
Ada juga kisah dari Rasulullah Saw. yang dapat
diambil sebagai pelajaran hidup, termasuk salah satu sifat
pemaafnya. Seperti kisah seorang wanita Yahudi yang
mencoba meracuni Rasulullah dengan menabur racun
dimakanan beliau, namun Rasulullah terselamatkan. Hingga
wanita itu mengakui perbuatannya kepada Rasulullah, dan
beliau memaafkan wanita itu tanpa menghukumnya.
Memberi maaf kepada orang lain yang bersalah
merupakan cara bagaimana kita bisa membangun kembali
tatanan masyarakat yang rusak. Terutama dalam proses
membangun keluarga diantara kita yang tentunya tidak luput
dari kesalahan-kesalahan baik bapak, ibu maupun anak.
Begitu pula sebagai guru dijaman sekarang ini, sikap pemaaf
sangat diperlukan supaya dapat menebar senyum dihadapan
peserta didiknya. Sehingga menjadi panutan mereka.

E. Ikhlas

Menurut bahasa, ikhlas berarti jujur, tulus dan rela.


Menurut istilah, makna ikhlas diungkapkan oleh ulama antara
lain Muhammad Abduh yang mengatakan ikhlas adalah
ikhlas beragama untuk Allah Swt. dengan selalu manghadap
kepada- Nya, dan tidak mengakui kesamaanNya dengan
makhluk apapun dan bukan dengan tujuan khusus seperti
menghindarkan diri dari malapetaka atau untuk mendapatkan
keuntungan serta tidak mengangkat selain dari-Nya sebagai
pelindung. Sedangkan Muhammad al-Ghazali mengatakan
ikhlas adalah melakukan amal kebajikan semata-mata karena
Allah Swt.
Ikhlas adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan
masalah niat sebab niat merupakan titik penentu dalam
menentukan amal seseorang. Orang yang ikhlas tidak
dinamakan orang ikhlas sampai ia mengesakan Allah Swt.
dari segala sesuatu dan ia hanya menginginkan Allah Swt.
Ikhlas adalah menyengajakan suatu perbuatan karena Allah
Swt. dan mengharapkan ridha-Nya serta memurnikan dari
segala macam kotoran dan godaan seperti keinginan terhadap
populeritas, simpati orang lain, kemewahan, kedudukan,
harta, pemuasan hawa nafsu dan penyakit hati lainnya.
Umat Islam harus berhati-hati terhadap sifat-sifat yang
dapat merusak keikhlasannya, di antaranya: Riya, yakni
melakukan amal perbuatan tidak untuk mencari ridha Allah
SWT., akan tetapi untuk dinilai oleh manusia untuk
memperoleh pujian atau kemashuran, posisi, kedudukan di
tengah masyarakat. Sum’ah, yakni menceritakan amal yang
telah dilakukan kepada orang lain supaya mendapat penilain
dan dihargai misalnya kedudukan di hatinya. Nifak, sifat
menyembunyikan kekafiran dengan menyatakan dan
mengikrarkan keimanannya kepada Allah Swt.

F. Toleransi
Dalam Bahasa Indonesia diartikan
sebagai sifat atau sikap toleran, mendiamkan
atau membiarkan. Dalam bahasa Arab kata
toleransi disebut dengan istilah tasamuh yang
berarti sikap membiarkan atau lapang dada.
Tasamuh sendiri didefinisikan sebagai
pendirian atau sikap yang termanifestasikan
pada kesediaan untuk menerima berbagai
pandangan dan pendirian yang beraneka
ragam meskipun tidak sependapat.
Toleransi menurut istilah berarti menghargai,
membolehkan dan membiarkan pendirian, pendapat,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya yang lain
atau yang bertentangan dengan pendiriannya sendiri.
Dalam Al-Qur’an, sikap toleransi ini banyak diulas baik
secara eksplisit
maupun implisit. Di antara firman-Nya adalah sebagai
berikut:

‫ب‬N‫عا كب وره‬N‫ب مل‬N‫ين دسفملا‬


‫و‬N‫ب نمؤي نم مهنم‬N‫م وه‬N‫نمؤي ل نم مهن‬

“Dan di antara mereka ada orang-orang yang


beriman kepadanya (Al-Qur'an), dan di
antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak
beriman kepadanya. Sedangkan Tuhanmu
lebih mengetahui tentang orang-orang yang
berbuat kerusakan”. (Q.S. Yunus [10]: 40)

Toleransi adalah sikap yang mesti


dimiliki umat Islam. Sikap inilah yang
melahirkan perdamaian dan kemajuan. Melalui
piagam Madinah yang di dalamnya sarat
dengan toleransi, Nabi berhasil membangun
peradaban Islam di tengah kemajemukan.
Saling menghormati dan memperbolehkan
aktivitas peribadatan ini adalah bentuk
toleransi yang sudah terbangun di Indonesia
sejak lama.

Saya belum terlalu paham dengan kata Nifak, sifat


Daftar materi pada KB
2
yang sulit dipahami
menyembunyikan kekafiran dengan menyatakan dan
mengikrarkan keimanannya kepada Allah Swt.
Daftar materi yang sering
3 mengalami miskonsepsi - Khauf dan Raja’
dalam pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai