Anda di halaman 1dari 20

KEGIATAN BELAJAR 4 :

AKHLAK TERHADAP DIRI


SENDIRI DAN ORANG LAIN

CAPAIAN PEMBELAJARAN, SUB CAPAIAN


PEMBELAJARAN DAN POKOK MATERI

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Menganalisis manfaat akhlak al-karimah kepada diri sendiri dan orang lain.
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan
1. Menganalisis akhlak yang ada hubungannya dengan diri sendiri; khauf dan raja’, malu,
rajin, hemat dan istiqamah
2. Menganalisis akhlak terhadap orang lain; kasih sayang, siddiq, amanah, tabligh, pemaaf,
dan adil.
Pokok-Pokok Materi
Akhlak yang ada hubungannya dengan diri sendiri (khauf dan raja’, malu, rajin, hemat
dan istiqamah); Akhlak terhadap orang lain (kasih sayang, siddiq, amanah, tabligh, pemaaf,
dan adil).

URAIAN MATERI

A. Akhlak terhadap Diri Sendiri


1. Hakekat Akhlak terhadap Diri Sendiri
Berbicara akhlak adalah berbicara mengenai perbuatan baik dan buruk. Perbuatan
baik yang dimaksud adalah perbuatan yang membawa manfaat dan kemuliaan. Sebaliknya
perbuatan buruk maksudnya ialah perbutan yang menyebabkan kemadharatan dan
kehinaan. Dengan demikian dapat difahami bahwa akhlak terhadap diri sendiri dasarnya
adalah sifat jiwa yang sudah mendarah daging yang dapat menjadi inspirasi dan
mendorong perbuatan-perbuatan yang akibatnya kembali pada dirinya sendiri, baik itu
perbuatan yang bermanfaat maupun perbuatan yang madharat. Meski hakekatnya tidak ada
satupun manusia di dunia ini yang ingin mendapatkan keburukan apalagi keburukan

1
tersebut jelas dari akibat perbuatannya, tatapi realitanya banyak orang yang berakhlak
buruk terhadap dirinya sendiri.
Sejatinya apabila Saudara sudah beramal shalih, maka berarti Saudara telah
berakhlak baik kepada Allah Swt., kepada diri sendiri dan kepada sesama makhluk. Masih
ingatkan kan, pengertian amal shaleh dan hakekat implementasi imannya? Semua
perbuatan yang dilakukan seorang hamba karena Allah Swt. semata sebagai bentuk
pengabdiannya, yakni amal yang implementasinya didasari dengan hakekat tauhid.
Akhlak yang mulia kepada diri sendiri adalah bagian dari amal shalih. Sebagai
contoh sifat malu. Sifat malu bisa baik dan sebaiknya bisa buruk bagi seseorang. Apabila
ia malu melakukan sesuatu karena Allah, dipastikan ia malu meninggalkan perbuatan
yang diperintahkan oleh-Nya, atau melakukan perbuatan yang dilarang-Nya. Sifat malu
seperti ini, adalah bagian dari keshalehan seseorang dan akan memberikan manfaat bagi
dirinya serta akan menyebabkan ia akan menjadi orang mulia.
Bagaimana sudah nyambung? Mari kita lanjutkan sub bab berikutnya!

2. Macam-macam Akhlak terhadap Diri Sendiri


Setelah Saudara memahami dengan saksama mengenai akhlak terhadap diri sendiri,
bagaimana apa saja kira-kira yang termasuk akhlak terhadap diri sendiri? Ingat
indikatornya adalah sifat perbuatan yang langsung berpengaruh atau berakibat baik atau
memberi manfaat dan menjadikan derajatnya mulia bagi diri orang yang
menyandangnya. Sifat tersebut akan menagantar pemiliknya menjadi orang yang sukses
dunia akhirat.
Untuk lebih memudahkan Saudara, berikut ini adalah beberapa sifat yang di masud
di atas, yaitu; khauf dan raja’, malu, rajin, hemat dan istiqamah. Dengan kelima sifat
tersebut apabila sudah terpatri dalam jiwa, insyaAllah Saudara akan dapat menjadi
pribadi sukses dunia akhirat.
Selanjutnya mari kita bahas satu persatu:
a. Khauf dan Raja’

Secara bahasa, khauf adalah lawan kata al-amnu. Al-Amnu adalah rasa aman,
dan khauf adalah rasa takut. Khaufa adalah perasaan takut terhadap siksa dan
keadaan yang tidak mengenakkan karena kemaksiatan dan dosa yang telah
diperbuat.
Sedangkan raja’ adalah perasaan penuh harap akan surga dan berbagai
kenikmatan lainnya, sebagai buah dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Bagi

2
seorang muslim, kedua rasa ini mutlak dihadirkan. Karena akan mengantarkan pada
satu keadaan spiritual yang mendukung kualitas keberagamaan seorang muslim.
Kenapa kita harus mempunyai sifat khauf. Ada beberapa alasan: Pertama,
supaya ada proteksi diri. Terutama dari perbuatan kemaksiatan atau dosa. Karena,
nafsu selalu menyuruh kita untuk melakukan perbuatan buruk dan tidak ada kata
berhenti dalam menjerumuskan kita. Oleh karena itu, kita harus membuat nafsu
menjadi takut. Seorang ahli hikmah berkata, “Suatu ketika nafsu mengajak berbuat
maksiat, lalu ia keluar dan berguling- guling di atas pasir yang panas seraya berkata
kepada nafsunya, “Rasakanlah! Neraka jahanam itu lebih panas dari pada yang anda
rasakan ini.”
Kedua, agar tidak ujub atau berbangga diri dan sombong. Sekalipun kita
sedang dalam zona taat, kita harus selalu waspada terhadap nafsu. Perasaan paling
suci, paling bersih dan paling taat adalah di antara siasat halus nafsu. Karena itulah
nafsu harus tetap dipaksa dan dihinakan tentang apa yang ada padanya,
kejahatannya, dosa-dosa dan berbagai macam bahayanya.
Allah Swt. berfirman;
)23:‫ فَ َل تَُزُّكوا أَنْ ُف َس ُك ْم ُه َو أ َْعلَ ُم مِبَ من اتَّ َقى (النجم‬...
“… Jangan engkau merasa paling suci, karena Aku tahu siapa yang paling
bertakwa.” (QS an-Najm, 53: 32).
Berikutnya, kenapa manusia perlu memiliki sifat raja’. Alasannya adalah
pertama, agar tetap bersemangat dalam ketaatan. Sebab berbuat baik itu berat dan
setan senantiasa akan mencegahnya dengan berbagai cara. Allah Swt. berfirman:
‫م‬ ‫م‬ ‫مم م‬ ‫مم‬ ‫مم‬ ‫ُثَّ ََلتمي ن م م م م م‬
َ ‫َّه ْم م ْن بَْي أَيْديه ْم َوم ْن َخ ْلفه ْم َو َع ْن أَْْيَاِن ْم َو َع ْن ََشَائله ْم َوَل ََت ُد أَ ْكثَ َرُه ْم َشاك مر‬
‫ين‬ َُ
)71:‫(األعراف‬
Artinya:
Kemudian pasti aku akan datangi mereka dari depan, dari belakang, dari
kanan dan dari kiri mereka. Dan Engka tidak akan mendapatka mereka banyak
bersyukur. (Al-‘Araf/7: 17)
Imam al-Ghazali berkata, “Kesedihan itu dapat mencegah manusia dari
makan. Khauf dapat mencegah orang berbuat dosa. Sedang raja’ bisa menguatkan
keinginan untuk melakukan ketaatan. Ingat mati dapat menjadikan orang bersikap
zuhud dan tidak mengambil kelebihan harta duniawi yang tidak perlu”.
Begitu pula orang-orang yang tekun beribadah, mereka akan berjibaku apabila
ia teringat surga yang indah dengan berbagai kenikmatannya; kecantikan

3
bidadaribidadarinya, kemegahan istananya, kelezatan makanan dan minumannya,
keindahan pakaian dan keelokan perhiasannya dan semua yang disediakan Allah di
dalamnya.
Di waktu yang lain, Imam Al-Ghazali menjelaskan ketika ditanya, Manakah
yang lebih utama di antara sikap khauf dan raja`? Sang Hujjatul Islam menjawab
dengan pertanyaan balik. Mana yang lebih enak, roti atau air? Bagi orang yang lapar,
roti lebih tepat. Bagi yang kehausan, air lebih pas. Jika rasa lapar dan haus hadir
bersamaan dan kedua rasa ini sama-sama besar porsinya, maka roti dan air perlu
diasupkan bersama-sama, tambah sufi terbesar sepanjang masa ini.
Bagaimana kalau orang yang tidak memiliki rasa takut dan tidak punya
harapan? Tentu dia akan sembarangan dalam beramal atau tidak mau berbuat apa-
apa. Dan tentunya sulit dijelaskan bagaimana ia bisa menjadi orang yang sukses.

b. Malu
Menurut bahasa malu berarti merasa sangat tidak enak hati seperti hina atau
segan melakukan sesuatu karena ada rasa hormat, agak takut, kepada pihak lain.
Sedang menurut istilah adalah adalah sifat yang mendorong seseorang merasa tidak
enak apabila meninggalkan kewajiban-kewajiabannya sebagai hamba Allah Swt
dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.
Malu adalah sifat atau perasaan yang membentengi seseorang dari melakukan
yang rendah atau kurang sopan. Ajaran Islam mengajarkan pemeluknya memiliki
sifat malu karena dapat menyebankan akhlak seseorang menjadi tinggi. Orang yang
tidak memiliki sifat malu, akhlaknya akan rendah dan tidak mampu mengendalikan
hawa nafsu.
Perasaan malu muncul dari kesadaran akan perasaan bersalah
tetapi sebenarnya perasaan malu tidak sama dengan perasaaan bersalah. Rasa malu
merupakan perasaan tidak nyaman tentang bagaimana kita dilihat oleh pihak lain,
yakni Allah semata. Sebagaimana konsep ihsan yang dijelaskan oleh Rasulullah
sebagai berikut:

)‫ (رواه مسلم‬... ‫ فَمإ ْن َلْ تَ ُك ْن تَ َراهُ فَإمنَّهُ يََر َاك‬،ُ‫َّك تَ َراه‬


َ ‫اّللَ َكأَن‬
َّ ‫أَ ْن تَ ْعبُ َد‬...
Artinya:

4
Kamu mengabdi (melakukan segala sesuatu perbuatan) kepada Allah Swt. seakan-
akan melihat kamu melihatnya, lalu jika kamu tidak bisa melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihatmu. (HR. Muslim)
Ibnul Qoyyim menjelaskan dalam kitabnya Madarijus Salikin bahwa
kuatnya sifat malu itu tergantung kondisi kualitas hatinya. Sedikit sifat malu
disebabkan oleh kematian hati dan ruhnya, sehingga semakin hidup hati itu maka
sifat malupun semakin sempurna. Beliau juga mengatakan, Sifat malu darinya
tergantung kepada pengenalannya terhadap Rabbnya. Atau dengan kata malu
adalah sifat yang melekat pada diri seseorang itu sangat terkait dengan kualitas
imannya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Umar dalam sebuah hadis Rasulullah Saw. sebagai
berikut:

‫اْلَيَاء و ْم‬
‫اْلْيَا ُن قُ مرَن‬ ‫م‬ َّ ‫َع من ابْ من عُ َمَر َر مض َي‬
َ ُ ْ « :‫صلَّى للاُ َعلَْيه َو َسلَّ َم‬ ُّ ‫ قَ َال النم‬:‫ قَ َال‬،‫اّللُ َعْن ُه َما‬
َ ‫َّب‬
)‫َح ُد ُُهَا ُرفم َع ْاَل َخ ُر» (رواه اْلاكم‬ ‫م م م‬
َ ‫ فَإ َذا ُرف َع أ‬،‫ََج ًيعا‬
Artinya:
Dari Ibn. Umar ra. Berkata, Nabi Saw. bersabda:, Malu dan iman senantiasa
bersama. Apabila salah satunya dicabut, maka hilanglah yang lainnya. (HR.
Hakim)
Islam menempatkan malu sebagai bagian dari iman. Orang beriman pasti
memiliki sifat malu. Orang yang tidak memiliki malu berarti tidak ada iman dalam
dirinya meskipun lidahnya menyatakan beriman. Rasulullah SAW bersabda, ''Iman
itu lebih dari 70 atau 60 cabang, cabang iman tertinggi adalah mengucapkan 'La
ilaha illallah', dan cabang iman terendah adalah membuang gangguan (duri) dari
jalan, dan rasa malu merupakan cabang dari iman.'' (HR Bukhari-Muslim).
Apabila seseorang hilang malunya, secara bertahap perilakunya akan buruk,
kemudian menurun kepada yang lebih buruk, dan terus meluncur ke bawah dari yang
hina kepada lebih hina sampai ke derajat paling rendah. Sebagaimana sabda
Rasulullah Saw. yang artinya:
Dari Ibn. Umar bahwasannya Nabi Saw. bersabda, ''Sesungguhnya Allah
apabila hendak membinasakan seseorang, Dia mencabut rasa malu dari orang itu.
Sesungguhnya apabila rasa malu seorang hamba sudah dicabut, kamu tidak
menjumpainya kecuali dibenci. Apabila tidak menjumpainya kecuali dibenci,

5
dicabutlah darinya sifat amanah. Apabila sifat amanah sudah dicabut darinya maka
tidak akan didapati dirinya kecuali sebagai pengkhianat dan dikhianati. Kalau
sudah jadi pengkhianat dan dikhianati, dicabutlah darinya rahmat. Kalau rahmat
sudah dicabut darinya, tidak akan kamu dapati kecuali terkutuk yang mengutuk.
Apabila terkutuk yang mengutuk sudah dicabut darinya, maka akhirnya dicabutlah
ikatan keislamannya.'' (HR Ibn Majah).
Ada tiga macam malu yang perlu melekat pada seseorang, yaitu:
1). Malu kepada diri sendiri ketika sedikit melakukan amal saleh kepada Allah dan
kebaikan untuk umat dibandingkan orang lain. Malu ini mendorongnya
meningkatkan kuantitas amal saleh dan pengabdian kepada Allah dan umat.
2). Malu kepada manusia. Ini penting karena dapat mengendalikan diri agar tidak
melanggar ajaran agama, meskipun yang bersangkutan tidak memperoleh pahala
sempurna lantaran malunya bukan karena Allah. Namun, malu seperti ini dapat
memberikan kebaikan baginya dari Allah karena ia terpelihara dari perbuatan
dosa.
3). Malu kepada Allah. Ini malu yang terbaik dan dapat membawa kebahagiaan
hidup. Orang yang malu kepada Allah, tidak akan berani melakukan kesalahan
dan meninggalkan kewajiban selama meyakini Allah selalu mengawasinya.
Sifat malu begitu penting karena sebagai benteng pemelihara akhlak seseorang
dan bahkan sumber utama kebaikan. Maka dari itu, sifat ini perlu dimiliki dan
dipelihara dengan baik. Sifat malu dapat meneguhkan iman seseorang.

c. Rajin
Menurut bahasa rajin berarti suka bekerja, getol (sungguh-sungguh bekerja),
giat berusaha dan kerapkali; terus-menerus. Kata rajin sangat terkenal dengan sebuah
peribahasa “rajin pangkal pandai”
Sifat rajin dapat dipahami sebagai kondisi jiwa yang dapat mendorong
kesungguhan untuk melakukan kegiatan tertentu secara terus-menerus dalam
mencapai suatu tujuan. Kebalikannya adalah sifat malas, sifat yang melekat dengan
kuat di dalam sudah yang mendorong seseorang tidak mau, segan atau tidak berminat
melakukan sesuatu.
Pentingnya usaha atau ikhtiar yang kita keluarkan dalam mencapai suatu
tujuan yang kita harapkan itu menjadi landasan penting dari kesungguhan kita dalam
bertawakal kepada Allah Swt. Bertawakal bukanlah berpasrah tanpa usaha, tawakkal

6
ialah upaya yang diawali kebulatan tekad, menyusun rencana yang matang
berdasarkan kemampuan dan ilmu yang kita miliki.
Terkait dengan sifat malas sebagai penyakit yang harus diperangi, Rasulullah
Saw. mengajarkan kepada kita sebuah doa yang sering beliau panjatkan kepada
Allah Swt. seperti diriwayatkan dari Anas ra. sebagai berikut:

:‫ول‬
ُ ‫ َكا َن يَ ُق‬،‫ات‬ ‫اّللم صلَّى للا علَي مه وسلَّم ي تَ ع َّوذُ مبَلُؤَل مء الْ َكلمم م‬ ُ ‫ َكا َن َر ُس‬:‫َع ْن أَنَس قَ َال‬
َ َُ َ َ َ َ َ ْ َ ُ َ َّ ‫ول‬
،‫َّج مال‬ ‫ وس م‬،‫ب والْبخ مل‬
َّ ‫ َوفمْت نَ مة الد‬،‫وء الْ مك َمَب‬ ُ َ ْ ُ َ ‫اْلُْ م‬ ْ ‫ َو‬،‫ َوا ْْلََرمم‬،‫ك مم َن الْ َك َس مل‬َ ‫«اللَّ ُه َّم إممّن أَعُوذُ بم‬
‫و َع َذ م‬
»‫اب الْ َق ْمَب‬ َ
Artinya
Dari Anas berkata, dalu Rasulullah Saw. mohon perlindungan kepada Allah
dengan kalimat-kalimat ini. Beliau berdoa, “Ya Allah ya Tuhan kami, sesungguhnya
aku berlindung kepada-Mu dari keluh kesah dan dukacita, aku berlindung kepada-
Mu dari lemah kemauan dan malas, aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut
dan kikir, aku berlindung kepada-Mu dari tekanan utang dan kezaliman
manusia.” (HR Baihaqi)
Melalui doa tersebut, Rasulullah Saw. mengajarkan kepada kita, bahwa sosok
seorang muslim sejati haruslah tergambar sebagai sosok yang penuh semangat,
memiliki motivasi tinggi dan rajin dalam mengejar kesuksesan, dermawan, mandiri,
serta peduli terhadap sesama.

d. Hemat
Dalam Kamus Besar Bahasa Indosenia hemat diartikan dengan berhati-hati
dalam membelanjakan uang. Semenjak Saudara ada di bangku sekolah dasar, pasti
Saudara sudah hafal betul dengan pepatah yang satu ini, "Hemat Pangkal Kaya".
Seakan atau sepintas hemat hanya berhubungan dengan harta.
Hemat dalam kehidupan sehari-hari adalah sifat jiwa yang sudah menyatu
dengan dirinya yang dapat mendorong seseorang menggunakan segala sesuatu yang
dimilikinya, baik harta, tenaga maupun waktu sesuai dengan kebutuhan. Hemat
berarti tidak boros dan juga tidak kikir atau pelit. Orang-orang yang hemat bisa
menahan nafsunya untuk tidak membeli barang yang tidak penting. Orang yang
hemat akan berusaha dengan upaya yang maksimal untuk membeli dan memenuhi
kebutuhannya, meskipun dalam kondisi serba kekurangan.

7
Sikap boros dilarang oleh ajaran agama Islam sebagaimana firman Allah
sebagai berikut:

)31 :‫ي َوَكا َن الشَّْيطَا ُن لمَربمّمه َك ُف ًورا (السراء‬ ‫إم َّن الْمب ّمذ مرين َكانُوا إمخوا َن الشَّي م‬
‫اط م‬َ َْ َ َُ
Artinya:
Sesungguhnya mubadzir itu adalah teman setan. Dan setan itu ingkar kepada
Tuhannya (QS. Al-Isra’/17:27)
Sementara pelit atau bakhil itu adalah sesuatu yang dibenci oleh Allah Swt.
dan menyebabkan jauh dari rahmat-Nya. Rasulullah Saw. bersabda:
‫اّللم قَ مريب مم َن اْلَن مَّة قَ مريب مم َن الن م‬
‫َّاس‬ َّ ‫الس مخ ُّي قَ مريب مم َن‬
َّ « :‫ال‬ َ َ‫اّللُ َعلَْي مه َو َسلَّ َم ق‬
َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّب‬ ‫م م‬ ‫م‬
ّ‫ َعن الن م‬،َ‫َع ْن أَب ُهَريْ َرة‬
)‫َّاس قَ مريب مم َن النَّا مر (رواه الرتمذي‬ ‫اّللم بَعميد مم َن اْلَن مَّة بَعميد مم َن الن م‬ َّ ‫يل بَعميد مم َن‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫م م‬
ُ ‫ َوالبَخ‬،‫بَعيد م َن النَّار‬
Artinya:
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi Saw. bersabda, ‘Sifat dermawan itu dekat
kepada Allah, dekat dari surga, dekat dengan manusia dan jauh dari neraka.
Sedangkan sifat kikir itu jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dengan manusia dan
dekat dengan neraka (HR. At-Turmudzi)
Bagaimana menurut Saudara, apakah hemat itu lawan dari boros? Saya
berharap Saudara mulai faham kalau hemat adalah sifat yang terbaik dan yang
terbaik adalah yang ada di tengah. Hemat bukan boros dan juga bukan pelit.
Sementara dermawan adalah memberikan sesuatu yang kita miliki sesuai dengan
yang disyariatkan Allah sedang pelit adalah menahan hak orang lain yang ada pada
diri kita.
Hemat adalah membelanjakan apa yang kita punya secara sempurna. Allah
Swt. berfirman:

)71 :‫ك قَ َو ًاما (الفرقان‬ ‫والَّ مذين إمذَا أَنْ َف ُقوا َل يس مرفُوا وَل ي ْقرتوا وَكا َن ب م‬
َ ‫ي ذَل‬
َ ْ َ َ ُُ َ ْ َ ْ ُ ْ َ َ
Artinya: Dan orag-orang yang membelanjakan (hartanya) dengan tidak
berlebih dan tidak pelit. Dan pembelanjaannya itu sempurna diantara yang
demikian itu (QS. Al-Furqan/25:67).
Di era modern ini, kebanyakan masyarakat memiliki pola hidup
yang konsumtif. Ini tentu sangat susah dihilangkan apabila sudah melekat di dalam
diri masing-masing. Dengan perilaku yang super konsumtif ini, maka akan membuat
kesenjangan sosial menjadi lebih terlihat mencolok. Hal ini juga yang akan

8
menimbulkan dan meningkatkan kecemburuan sosial di dalam kehidupan
bermasyarakat.
Selanjutnya sangat penting bagi kita apabila bisa menggunakan waktu dengan
hal-hal yang positif dan bermanfaat. Betapa pentingnya kita untuk bisa mengatur
waktu, hemat dengan karunia kesempatan waktu yang sudah Allah Swt. berikan
kepada kita. Dia yang Maha Mengatur beberapa kali bersumpah terkait dengan
waktu. Diantaranya adalah sebagai berikut:
‫ إمَّل الَّ مذين آمنُوا وع مملُوا َّ م م‬.‫اْلنْسا َن لَمفي خسر‬
‫والْ َع ْ م م م‬
َ ‫اص ْوا مِب ْْلَمّق َوتَ َو‬
‫اص ْوا‬ َ ‫الصاْلَات َوتَ َو‬ ََ َ َ ُْ َ ْ ‫ إ َّن‬.‫صر‬ َ
)2-7 :‫لص ْمَب (العصر‬ َّ ‫مِب‬
Artinya:
Demi waktu ashr, sesungguhnya manusia dalam kerugian, kecuali orang-
orang yang beriman, beramal shalih, saling menasehati dalam kebenaran dan
saling menasehati dalam kesabaran (QS. Al-‘Ashr/103: 1-3)
Waktu merupakan sesuatu yang berharga dalam setiap kehidupan seseorang.
Banyak orang yang gagal memperoleh kesuksesan karena beranggapan bahwa waktu
yang tersedia terbatas. Padahal waktu yang diberikan kepada kita hakekatnya sama,
satu tahun 12 bulan atau 365 hari, satu hari 24 jam dan seterunya. Masalahnya adalah
bagaimana kita dapat mengatur waktu, menghemat waktu.
Keberhasilan kita dalam mengelola waktu dengan baik dapat membantu kita
menghadapi stress yang dapat menimpa pada sitiap orang. Dalam hal ini, kegiatan
mengatur waktu menjadi penting bagi kita dan harus dilakukan oleh setiap pribadi
yang ingin hidupnya lebih teratur, terarah, sehat dan terkendali dan tentunya
terhindar dari stress.
Bagaimana pendapat Saudara tentang hubungan hemat dan akhlak terhadap
diri sendiri? Mudah-mudahan Saudara faham dan mengerti.

e. Istiqamah
Menurut bahasa Istiqomah berarti “lurus, menjadi lurus atau tegak lurus”,
adalah bentuk mashdâr dari fiil istaqama – yastaqimu istiqamatan (Almunawwir;
1173), atau jalan yang lurus dan benar (Mufradat Alfazh al-Qur’an, hlm. 692) juga
berarti tetap beramal berdasarkan agama tauhid, tidak kembali pada kemusyrikan
(Al-Maraghi, Juz 24: hlm. 127).

9
Menurut Istilah istiqamah adalah kata yang mencakup semua urusan agama
yakni mendirikan (melaksanakannya secara sempurna) dan menunaikan janji terkait
dengan ucapan, perbuatan, keadaan dan niat dengan sebenar-benarnya kehadirat
Allah Swt. (Ibn. Qayyim, Madarid as-Salikin, Juz III, h. 1708)
Abdur Razaq mendefinisikan bahwa istiqamah itu menuju jalan yang lurus
yakni agama yang sempurna dari keterpihakan ke kanan atau ke kiri, mencakup
ketaatan lahir dan batin terhadap pelaksanaan perintah dan meninggalkan larangan
sehingga dapat dikatakan sebagai wasiat ketaatan agama secara menyeluruh (Asyru
Qawaid fi al-Istiqamah, hal. 13)
Dengan demikian dapat difahami bahwa istiqamah adalah sifat yang sudah
menyatu dengan jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan jalan yang lurus
(benar) berupa ketaatan mutlak kepada Allah Swt. secara konsisten dan terus
menerus dalam keadaan apapun dan di mana pun ketika menjalankan perintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya. Ketaan kepada Allah Swt. yang dawam (terus-menerus)
merupakan bagian penting dari Istiqamah.
Jiwa yang istiqamah adalah jiwa yang muttaqin sejati. Siapa yang dapat
menjaga ketakwaannya berarti dia berkhlak mulia kepada Rabnya sekaligus kepada
dirinya sediri. Bahkan ia juga berakhlak baik kepada semua makluk Allah Swt.
Kebaikan dan keutamaan yang kembali pada diri orang yang istiqamah adalah
mendapat jaminan menjadi kekasih Allah. Sebagaimana disebutkan dalam Al-
Qur’an sebagai berikut:

‫استَ َق ُاموا تَتَ نَ َّزُل َعلَْي مه ُم الْ َم َلئم َكةُ أََّل ََتَافُوا َوَل ََْتَزنُوا َوأَبْ مش ُروا مِب ْْلَن مَّة‬ ‫م َّ م‬
ْ َّ‫اّللُ ُث‬ َ ‫إ َّن الذ‬
َّ ‫ين قَالُوا َربُّنَا‬
‫اْلَيَاةم الدُّنْيَا َومف اَْل مخَرةم َولَ ُك ْم فم َيها َما تَ ْشتَ مهي أَنْ ُف ُس ُك ْم‬ ْ ‫ ََْن ُن أ َْولميَا ُؤُك ْم مف‬.‫وع ُدو َن‬ َ ُ‫الَّمت ُكْن تُ ْم ت‬
)23-23:‫ نُُزًل مم ْن َغ ُفور َرمحيم (فصلت‬.‫َولَ ُك ْم فم َيها َما تَدَّعُو َن‬
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan bahwa “Tuhan kami adalah Allah,
kemudian mereka istiqamah, maka turunlah malaikat-malaikat kepada mereka
sembari berkata “Janganlah kalian takut dan jangan pula bersedih dan bersenang-
senanglah dengan surge yang telah dijanjikan kepada kalian”. Kami adalah
pelindung-pelindung kalian dalam kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Di
dalamnya terdapat sesuatu untuk kalian yang kalian inginkan dan kalian minta.
Sesuatu yang turun dari Tuhan yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang. (QS
Fussilat/41:30 -32)

10
Orang yang istiqamah, konsisten jalan pikirannya, ucapan dan perbuatannya
akan selalu mendapatkan kemudahan dalam menghadapi kesulitan, akan
mendapatkan pertolongan dari Dzat yang Maha segalanya. Baginya yang susah akan
jadi mudah, yang jauh akan jadi dekat, yang sedikit akan jadi banyak dan seterusnya.

B. Akhlak terhadap Orang Lain


1. Hakekat Akhlak terhadap Orang Lain
Bagaimana apakah Saudara sudah benar-benar memahami materi yang lalu, yakni
tema akhlak pada diri sendiri? Materi kali ini prinsipnya tidak jauh berbeda, yang
berbeda hanya sasarannya, yaitu membicarakan sikap yang ada hubungannya dengan
orang lain. Sikap atau perbuatan yang apabila dikerjakan seseorang pengaruhnya dapat
dirasakan oleh orang lain, baik manfaat atau madharatnya..
Akhlak yang mulia terhadap orang lain, juga sama merupakan bagian dari amal
shalih. Contohnya sifat jujur, orang yang bersifat jujur, akan memberikan pengaruh
terhadap orang lain. Apabila ia jujur dalam berbicara, maka informasinya akan sangat
berguna bagi yang membutuhkannya. Sebaliknya kalau ia berbohong, maka
informasinya sangat membahayakan, bahkan bisa menimbulkan fitnah yang sangat
kejam bagi siapa pun yang menjadi sasaran.
Akhlak terhadap orang lain adalah sifat-sifat yang melekat kuat dalam diri
seseorang yang menjadi sumber kekuatan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
dapat berakibat baik atau buruk bagi orang lain, di luar pelakunya.
Bagaimana sudah nyambung? Mari kita lanjutkan sub bab berikutnya!

2. Macam-macam Akhlak terhadap Orang Lain


Setelah Saudara memahami dengan saksama mengenai hakekat akhlak terhadap
orang lain, Sekarang apa Saudara bisa mengidentifikasi apa saja kira-kira yang
termasuk di dalamnya? Ingat indikatornya adalah sifat dari perbuatan yang
menyebabkan atau mengakibatkan hal-hal yang baik atau buruk terhadap orang lain,
selain dirinya. Dan akibat dari sikap perbuatan seseorang tersebut dapat mempengarui
situasi dan kondisi lingkungan dimana ia melakukannya.
Untuk lebih memudahkan Saudara, berikut ini adalah beberapa sifat yang di
maksud di atas, yaitu; kasih sayang, siddiq, amanah, tabligh, pemaaf, dan adil. Dengan
ketujuh sifat tersebut apabila sudah terpatri dalam jiwa Saudara, insyaAllah Saudara

11
akan menjadi orang yang bermanfaat, orang yang baik dalam pandangan Allah Swt.
Sebagaimaa ukuran orang baik yang disampaikan oleh Rasullah Saw. sebagai berikut:

‫ « َخ ْْيُ النَّا مس أَنْ َفعُ ُه ْم لملن م‬:‫َو َسلَّ َم‬


‫َّاس» (رواه‬ ‫صلَّى للاُ َعلَْي مه‬ ‫ول َّم‬
َ ‫اّلل‬ ُ ‫ قَ َال َر ُس‬:‫ قَ َال‬،‫َع ْن َجابمر‬
)‫الطَبان‬
Artinya:
Dari Jabir berkata, Raulullah Saw. bersabda; “Manusia yang terbaik adalah
orang yang lebih bermanfaat bagi manusia yang lain. (HR. Thabrani)
Selanjutnya, sifat-sifat tersebut di atas, mari kita bahas satu persatu:

a. Kasih Sayang
Kasih sayang merupakan karunia nikmat yang sangat didambakan oleh semua
orang. Karena dengan sifat ini, dapat tercipta kepedulian, kedamaian dan rasa
empati kepada orang lain. Tidak hanya itu, kasih sayang dapat mendorong manusia
untuk saling membantu untuk meringankan penderitaan yang dialami oleh manusia
lainnya. Tanpa adanya rasa kasih sayang, mungkin manusia akan menjadi sangat
individualistis, egois dan tidak memikirkan kepentingan orang lain.
Islam, sebagai agama yang sempurna, mempunyai konsep kasih sayang,
memahami bahwa manusia merupakan makhluk yang sempurna, dibekali dengan
akal, ghadhab dan nafsu. Karena manusia dibekali dengan akal dan nafsu, maka
mereka tidak seperti malaikat yang selalu taat dengan perintah Allah, manusia
terkadang lebih mengutamakan akal atau nafsunya dibandingkan perintah Allah.
Untuk itu, Islam mengatur batas-batas kasih sayang yang diperbolehkan,
supaya berakibat baik bagi semua pihak. Konsep ibadah harus dipahami sebagai
prinsip dalam mengimplementasikan sifat kasih sayang diantara kita, yakni dalam
menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah Swt. Dengan memegang prinsip
tersebut, kita akan terbiasa untuk meniatkan diri beribadah kepada Allah dalam
setiap hal yang kita lakukan, termasuk dalam hati atau perasaan kita. Tidak ada rasa
kasih dan sayang yang kita berikan kepada makhluk lain kecuali untuk memperoleh
ridha Allah Swt.
Hadis yang membicarakan kasih sanyang diantaranya yang artinya sebagai
berikut: (1). “Sekali-kali tidaklah kalian beriman sebelum kalian mengasihi”, (2)”
Kasih sayang itu tidak terbatas pada kasih sayang salah seorang di antara kalian

12
kepada sahabatnya (mukmin), tetapi bersifat umum (untuk seluruh umat
manusia” (H.R. Thabrani).
Islam, sebagai agama rahmatan lil ‘alamin atau rahmat bagi seluruh alam, juga
mengajarkan bahwa kasih sayang tidak hanya berlaku antar manusia, melainkan juga
pada hewan, tumbuhan dan lingkungan di sekitarnya. Pernah diceritakan Abu Bakar
as-Shiddiq ra. berpesan kepada pasukan yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid,
“Janganlah kalian bunuh perempuan, orang tua, dan anak-anak kecil. Jangan pula
kalian kebiri pohon-pohon kurma, dan janganlah kalian tebang pepohonan yang
berbuah. Jika kalian menjumpai orang-orang yang tidak berdaya, biarkanlah
mereka, jangan kalian ganggu”. Nasehat ini, yang diberikan dalam keadaan perang,
sungguh mencerminkan makna kasih sayang yang diajarkan oleh agama Islam.
Kasih sayang tidak hanya untuk manusia, melainkan juga untuk lingkungan di
sekitarnya.
Perlu digaris bawahi bahwa sifat kasih sayang yang tidak didasari dengan
prinsip penghambaan diri kepada Allah, adalah tidak benar. Yang demikian itu justru
akan memberikan energi negatif untuk beramal yang salah, tidak diterima oleh
Allah, dan akan memberikan dampak buruk kepada semua orang bahkan makhluk
yang lain.

b. Siddiq
Kata ‫صدیق‬/ Siddiq, berasal dari bahasa Arab yang berarti "benar/jujur" .
Menurut istilah adalah sesuatu yang diberikan sebagai sebuah gelar kehormatan
kepada individu tertentu, Siddiq untuk laki-laki dan Siddiqah untuk perempuan.
Dalam sejarah Islam, kita kenal gelar seperti ini pernah diberikan kepada sahabat
yang membenarkan berita Isra dan Mi’rajnya Nabi Muhammad Saw. yang kemudian
diberi gelar Ash-Shiddiq, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ash-Shiddiq yang dimaksud
adalah orang yang dengan jujur mau menerima ‫صدق‬/shidq, (kebenaran).
Di tengah perkembangan zaman yang sangat cepat, masyarakat semakin hari
semakin rasional dan logis. Jujur menjadi sesuatu yang langka, ada tetapi sangat
jarang ditemukan. Hal ini dikarenakan banyak orang yang sudah meninggalkan
prinsip kebenaran, terutama masalah akhlak. Orang akan banyak memihak kepada
hal yang menguntungkan dirinya, yang paling masuk akalnya. Sementara akalnya
sudah tidak sehat lagi karena dibimbing oleh nafsu angkara murka.

13
Sifat jujur merupakan salah satu sifat wajib yang dimiliki oleh para nabi dan
para rasul Allah. Jujur adalah sifat terpuji yang selayaknya dimiliki oleh umat Islam.
Abu Hamid al-Ghazali secara khusus membahas tentang hal jujur ini. Tepatnya
dalam sub tema yang berjudul fi al-Shidqi wa Fadhilatih wa Haqiqatihi (Jujur,
Keutamaan dan Hakikatnya).
Menurut al-Ghazali kata jujur dapat diartikan dalam berbagai makna. Pertama
adalah jujur dalam perkataan, jujur dalam niat dan kehendak, jujur di dalam azam
(tekad), jujur di dalam menunaikan azam, jujur di dalam perbuatan dan yang terakhir
jujur di dalam mengimplementasikan maqamat di dalam beragama. Berikut kami
paparkan masing-masing dari pengertian jujur di atas.
Pertama, jujur dalam lisan; jujur dalam lisan atau ucapan berkaitan langsung
dengan informasi atau berita yang disampaikan, apakah itu benar atau salah. Baik
yang telah berlalu maupun yang akan terjadi. Menurut al-Ghazali kejujuran ini akan
semakin lengkap jika seseorang tidak terlalu membesar-besarkan informasi. Karena
menurut al-Ghazali, hal itu dekat dengan kedustaan. Dan kedua, memperhatikan
makna jujur secara seksama agar tidak bercampur dengan syahwat keduniaan.
Kedua, jujur dalam niat dan kehendak. Jujur dalam hal ini terkait langsung
dengan keikhlasan. Tidak ada dorongan sedikitpun kecuali hanya karena Allah. Jika
niat dan kehendak seseorang bercampur dengan nafsu maka batal kejujuran niat
tersebut. Dan orang yang niatnya bercampur dengan nafsu bisa dikategorikan
sebagai orang yang berdusta. Kejujuran yang kedua ini tercermin dalam hadis Nabi
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.
‫م‬ ‫ تَعلَّم م‬: ‫ ما ع مم ْلت فميها ؟ قَ َال‬: ‫…فَ َق َال‬
َ ‫ت الْ ُق ْرآ َن َو َع مم ْلتُهُ ف‬
: ‫ قَ َال‬، ‫يك‬ ُ ْ‫ت الْع ْل َم َوقَ َرأ‬
ُ َْ َ َ َ َ
‫ب َعلَى‬ ‫ فَأ مُمر بممه فَس م‬، ‫ فَ َق ْد قميل‬، ‫ وفُلَن قَا مرئ‬، ‫ إمََّّنَا أَرْدت أَ ْن ي َق َال فُلَن ع مال‬، ‫َك َذبت‬
‫ح‬
َ ُ َ َ َ َ ُ َ َ َْ
‫َو ْج مه مه َح ََّّت أُلْ مق َي مف النَّا مر‬
… kemudian ditanyakan (kepadanya): “Apa yang engkau perbuat sewaktu di
dunia?” ia menjawab: “Aku menuntut ilmu dan membaca Al-Quran serta
mengamalkannya di jalan-Mu.” Lalu dijawab, “Bohong! Kamu melakukannya
hanya ingin disebut sebagai orang yang alim, yang qari.” Kemudian Allah
memerintahkan untuk disungkurkan wajahnya dan dilemparkan ke dalam api neraka.
(HR. Hakim)

14
Ketiga, jujur dalam azam (tekad); sebelum seseorang melakukan sesuatu
kadangkala seseorang memiliki tekad terlebih dahulu sebelum
mengimplementasikannya. Contohnya adalah jika seseorang mengatakan jika Allah
memberiku harta maka aku akan mensedekahkan sekian dari harta tersebut.
Kejujuran tekad yang dimaksudkan di sini adalah kesempurnaan dan kekuatan tekad
tersebut. Tekad yang benar atau jujur tidak akan ragu atau goyah sedikitpun.
Keempat, jujur dalam menunaikan azam (tekad); Maksudnya adalah ketika
seseorang telah memiliki azam dan ia memiliki peluang untuk melaksanakan
azamnya. Ketika ia tidak menunaikan apa yang menjadi tekadnya maka itu bisa
dikatakan sebagai kebohongan atau ketidak jujuran.
Kelima, jujur dalam perbuatan; adalah usaha seseorang untuk menampilkan
perbuatan lahiriah agar sesuai dengan apa yang ada di dalam hatinya. Berbeda
dengan riya’, riya’ berati perbuatan baik secara lahir tidak sama dengan niat buruk
di dalam hati. Seseorang yang antara perbuatan lahir dan niatnya berbeda tanpa
adanya maksud yang disengaja. menurut al-Ghazali hanya dikatakan sebagai orang
yang tidak jujur dalam perbuatan.
Keenam, jujur dalam mengimplementasikan maqamat di dalam agama seperti
jujur di dalam khauf (takut kepada Allah), raja’ (berharap kepada Allah), zuhud dan
lain sebagainya. Ini adalah tingkatan jujur yang paling tinggi. Seseorang dapat
dikatakan jujur dalam tahap ini ketika ia telah mencapai hakikat yang dimaksud
dalam khauf, raja’ atau zuhud yang dikehendaki. Tingkatan jujur ada dalam ajaran
sufi yang ada dalam Islam.

c. Amanah
Menurut bahasa Amanah berasal dari kata amuna – ya’munu – amanatan
yang bermakna tidak meniru, terpercaya, jujur, atau titipan. Amanah dapat difahami
sebagai sebagai satu sifat yang melekat dalam diri seseorang yang dapat mendorong
seseorang dapat melakukan perbuatan-perbutan dengan cepat tentang segala sesuatu
yang dipercayakan kepadanya, baik yang menyangkut hak dirinya, hak orang lain,
maupun hak Allah Swt.
Amanah dalam arti yang luas dan dalam lebih dari sekedar menunaikan hajat
duniawi kepada pemiliknya. Amanah hakikatnya lawan kata khianat. Orang yang
amanah adalah orang yang dapat dipercaya dan membuat jiwa aman. Orang-orang

15
Quraisy begitu percaya kepada Rasulullah dalam urusan dunia. Dalam hal ini mereka
tak pernah mencaci beliau. Mereka juga tidak curiga dan tidak menuduh beliau
khianat. Bukan hanya dalam urusan harta benda, melainkan juga kehormatan dan
jiwa. Karena itu, sangatlah aneh ketika mereka mendustakan beliau dalam hal kabar
dari langit. Padahal, bagaimana mungkin pada saat yang sama seseorang amanah
sekaligus khianat. Dalam rumah tangga Nabi, tidak hanya beliau yang amanah.
Tetapi juga segenap istri dan keluarganya. Tak ada yang mengatakan haknya tidak
dipenuhi oleh salah seorang dari mereka. Karena, mereka memang menunaikan
amanah dengan sebaik-baiknya dan dalam arti yang seluas-luasnya.
Amanah yang berarti benar-benar bisa dipercaya (bertanggung jawab). Jika
satu urusan diserahkan kepadanya, niscaya orang orang percaya bahwa urusan itu
akan dilaksanakan dengan sebaik baiknya. Oleh karena itu nabi Muhammad SAW
dijuluki oleh penduduk mekkah dengan gelar "Al amin" yang artinya terpercaya jauh
sebelum beliau diangkat menjadi nabi. Apapun yang beliau ucapkan, penduduk
mekkah mempercayainya karena beliau bukan seseorang yang pembohong.
Adanya salah satu pihak yang khianat atas amanah yang dipercayakan
kepadanya bisa mengakibatkan pembatalan akad perjanjian. Misalnya pihak
pengelola ternyata menggunakan dana tersebut untuk memperkaya diri sendiri atau
untuk bisnis yang diharamkan Allah Swt.
Rasulullah Saw. bersabda, dalam sebuah hadis Qudsinya:

ُ ‫ل‬
ُ ‫ أَن اث‬:‫وجل‬
َّ ‫عز‬ َ « :‫رسول للام صلى للا عليه وسلم‬
َّ ُ‫قال للا‬ ُ ‫قال‬َ :‫قال‬ َ َ‫عن أب هريرة‬
»‫رجت ممن بينمهما‬ ‫م‬
ُ ‫ فإذا َخان َخ‬،‫َحدُها صاحبَه‬ ‫الشريك م‬
ُ ‫ي ما ل ََيُ ْن أ‬ َّ
Artinya:
Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah Saw. bersabda, Allah Swt berfirman,
“Aku pihak ketiga dari kedua belah pihak yang berserikat selama salah seorang dari
keduanya tidak mengkhianati temannya, jika salah satu telah mengkhianati
temannya, Aku berlepas dari keduanya”. (H.R Abu Dawud).
Hadits di atas mengisyarahkan bahwa sifat Amanah itu sangat penting
terutama bagi kaum muslimin agar apa yang mereka lakukan menjadi salah satu jalan
untuk taqarrub ila Allah wa Rasul Allah.
Konsekuensi Amanah adalah mengembalikan setiap hak kepada pemiliknya,
baik sedikit maupun banyak, tidak mengambil lebih daripada yang ia miliki, tidak
mengurangi hak orang lain, baik itu hasil penjualan, jasa atau upah buruh. Amanah

16
juga memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan kewajiban yang
diberikan padanya.
Bagaimana bisa faham? Singkatnya sifat amanah itu adalah sifat tanggung
jawab dari tugas yang dipikulkan kepada kita, apapun bentuknya. Jika semua orang
sudah bisa bertanggung jawab dalam hidupnya, niscaya masyarakat kita akan aman,
tentram dan makmur dalam segala hal. Amin …

d. Tabligh
Menurut bahasa tabligh berasal dari bahasa Arab yang berarti
menyampaikan. Sifat tabligh merupakan satu dari 4 sifat wajib para nabi. Para Nabi
wajib menyampaikan risalah, dan perintah dari Allah Swt. kepada umatnya. Mereka
tidak boleh menyembunyikan sedikitpun perintah dari Allah Swt. Tabligh di sini
bermakna menyampaikan sesuatu dengan benar dan tepat sasaran.
Tabligh juga berarti mengajak sekaligus memberikan contoh kepada pihak
lain untuk kepada pihak lain untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan ajaran Islam
dalam kehidupan sehari-hari. Tablig pada hakikatnya adalah dakwah menyampaikan
kebenaran. Seseorang yang mempunyai sifat tabligh yang tidak pernah
menyembunyikan kebenaran. Ia akan menyampaikan kebenaran itu, dan mengajak
orang-orang untuk mengikutinya.
Dalam hubungannya dengan profesi guru, sifat tabligh dapat diartikan akan
menyampaikan informasi berupa ilmu pengetahuan dengan benar dan dengan tutur
kata yang tepat. Jadi intinya sifat tabligh adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
mendorong seseorang dapat melakukan dengan cepat untuk menyampaikan apa saja
yang menjadi tanggunggung jawabnya siapa saja yang selayaknya harus menerima.
Seperti contohnya yang ada di dalam perdagangan yaitu Seorang penjual
yang menyampaikan apa barang dagangannya kepada orang lain agar orang-orang
tahu apa yang dia jadikan bisnis. Nilai dasarnya dari Tabligh yaitu komunikatif,
menjadi pelayanan bagi publik, bisa berkomunikasi secara efektif, memberikan
contoh yang baik, dan bisa mendelegasikan wewenangnya kepada orang lain.
Sifat Tabligh yaitu berupa komunikasi, keterbukaan, pemasaran merupakan
teknik hidup muslim karena setiap muslim mengemban tanggung jawab dakwah,
yakni menyeru, mengajak, memberitahu. Sifat ini bila sudah mendarah daging pada
setiap muslim, apalagi yang bekerja sebagai guru, akan menjadikan setiap proses
pembelajaran lebih efektif dan efesien. Dikarenakan sifat tabligh merupakan prinsip

17
ilmu komunikasi baik personal maupun massal, pemasaran, periklanan, penjualan,
pembentukan opini massa, open management, iklim keterbukaan dan lain
sebagainya.
Sebab itu jika Saudara adalah pemikir dan praktisi pendidikan, lalu hendak
menyusun teori, maka hal yang harus menjadi pegangan adalah semua yang datang
dari Allah dan rasul-Nya diyakini sebagai kebenaran yang mutlak. Jika ada hal- hal
yang masih belum bisa dipahami oleh akal pikiran manusia maka itu akan menjadi
tugas manusia untuk terus berusaha menemukan kebenaran tersebut bagaimanapun
caranya.
Bagaimana menurut Saudara? Apabila umat Islam secara umum sudah
memiliki sifat tabligh, khususnya guru-guru kita? Pastinya ilmu pengetahuan akan
berkembang dengan sangat pesat di kalangan kaum muslimin. Dan dapat
dibayangkan kalau umat Islam banyak yang menjadi ahli dalam berbagai bidang
ilmu. Umat Islam akan mengalami masa keemasan kembali seperti dahulu telah
tercatat dalam sejarah umat manusia.

e. Pemaaf
Pemaaf berarti orang yang rela member maaf kepada orang lain. Sikap pemaaf
dapat dimaknai sikap suka memaafkan kesalahan orang lain tanpa menyisakan rasa
benci dan keinginan untuk membalasnya. Sebenarnya kata pemaaf, adalah serapan
dari Bahasa Arab, yakni al-‘afw yang berarti maaf, ampun, dan anugerah.
Maaf sejatinya mudah difahami, tapi susah diimplementasikan dalam
kehidupan nyata. Hakiki maaf adalah lupa, benar-benar lupa dari memori otak kita
tentang kesalahan orang lain yang berhubungan dengan kita. Memaafkan kesalahan
si fulan berarti melupakan kesalahan si fulan terkait dengan kita. Pemaaf berarti
orang yang dapat dengan mudah melupakan kejadian-kejadian buruk dan
menyakitkan dirinya yang dilakukan oleh orang lain, karena dorongan dari dalam
jiwanya yang taat kepada perintah Allah untuk bisa memaafkan siapapun.
Meski sifat pemaaf itu sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, namun
masih banyak orang susah untuk memaafkan kesalahan orang lain. Jika demikian
adanya yakni banyak diantara kita yang masih sulit memaafkan, maka jangan
diharap dendam dalam masyarakat kita akan bisa hilang. Dan jangan berharap aka
ada ketenangan dan ketentraman dalam masyarakat kita, kalau diantara kita belum
ada saling memaafkan.

18
Sebab itu memaksakan diri untuk belajar dan berlatih untuk memiliki sifat
pemaaf itu sangat perlu. Kita perlu belajar dan berlatih untuk bisa berlapang dada
sebagai cerminan sifat pemaaf. Dalam rangka belajar untuk bersifat pemaaf, kita bisa
mengambil pelajaran dari kisah para Rasul dan sahabatnya.
Allah mengajarkan kepada kita agar menjadi pribadi yang pemaaf, melalui
kisah cerita, seperti kisah Abu Bakar as-Shidiq yang menjadi sebab-sebab
diturunkannya ayat berikut ini:

‫ين مف َسبم ميل‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫الس َع مة أَ ْن يُ َْلُؤتُوا أ م‬


َّ ‫ض مل ممْن ُك ْم َو‬
َ ‫ي َوالْ ُم َهاج مر‬
َ ‫ُوِل الْ ُق ْرََب َوالْ َم َساك‬ ْ ‫َوَل ََيْتَ مل أُولُو الْ َف‬
)33:‫اّللُ َغ ُفور َرمحيم (النور‬ َّ ‫ص َف ُحوا أََل ُمَتبُّو َن أَ ْن يَ ْغ مفَر‬
َّ ‫اّللُ لَ ُك ْم َو‬ ‫َّم‬
ْ َ‫اّلل َولْيَ ْع ُفوا َولْي‬
Artinya:
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan
diantara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan member (bantuan) kepada
kerabat(nya), orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah,
dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka
bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang.” (QS. An-Nur/24: 22)
Selain kisah khalifah Abu Bakar, ada juga kisah dari Rasulullah SAW. Banyak
kisah hidup beliau yang dapat diambil sebagai pelajaran hidup, termasuk salah satu
sifat pemaafnya. Seperti kisah seorang wanita Yahudi yang mencoba meracuni
Rasulullah dengan menabur racun dimakanan beliau, namun Rasulullah
terselamatkan. Hingga wanita itu mengakui perbuatannya kepada Rasulullah, dan
beliau memaafkan wanita itu tanpa menghukumnya.
Memberi maaf kepada orang lain yang bersalah merupakan cara bagaimana
kita bisa membangun kembali tatanan masyarakat yang rusak. Terutama dalam
proses membangun keluarga diantara kita yang tentunya tidak luput dari kesalahan-
kesalahan baik bapak, ibu maupun anak. Allah Swt. berfirman:
‫م‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫َّ م‬
ْ َ‫وه ْم َوإم ْن تَ ْع ُفوا َوت‬
‫ص َف ُحوا‬ ْ َ‫ين َآمنُوا إم َّن م ْن أ َْزَواج ُك ْم َوأ َْوَلد ُك ْم َع ُد ًّوا لَ ُك ْم ف‬
ُ ‫اح َذ ُر‬ َ ‫ََي أَيُّ َها الذ‬
)71:‫اّللَ َغ ُفور َرمحيم (التغابن‬ َّ ‫َوتَ ْغ مف ُروا فَمإ َّن‬
Artinya:
Hai orang-orang beriman, sesungguhnya diantara pasangan-pasanganmu
dan anak-anakmu itu ada yang menjadi musuhmu. Maka hendaknya kalian berhati-
hati dalam menghadapi mereka. Dan jika kalian bisa memaafkan, memperbaiki dan

19
mengampuni mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang (QS. At-Taghabun/64:14)
Sebagai guru dijaman sekarang ini, dimana adab dan akhlak yang mulia mulai
tercerabut dari sikap dan tingkah laku anak-anak sekolah. Sikap pemaaf sangat
diperlukan supaya dapat menebar senyum dihadapan peserta didiknya. Sehingga
menjadi panutan mereka.

f. Adil
Menurut bahasa Adil derasal dari bahasa Arab yang berarti proporsional, tidak
berat sebelah, atau jujur. Adil maksudnya juga tidak berat sebelah, tidak
memihak, berpihak pada yang benar, berpegang pada kebenaran, atau yang
sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang. Sedanga
Menurut ilmu akhlak adil dapat didefinisikan sebagai perbuatan meletakan
sesuatu pada tempatnya, memberikan atau menerima sesuatu sesuai haknya, dan
menghukum yang jahat sesuai haknya, dan menghukum yang jahat sesuai dan
kesalahan dan pelanggaranya.
Islam sangat menekankan sikap adil dalam segala aspek kehidupan. Allah Swt.
memerintahkan kepada umat manusia supaya berprilaku adil. Keadilan merupakan
inti ajaran Islam yang mencakup semua aspek kehidupan. Prinsip keadilan yang
dibawa Al-Qur’an sangat kontekstual dan relevan untuk diterapkan kedalam
kehidupan beragama, berkeluarga dan bermasyarakat.
Islam mengajarkan bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dan
sederajat di hadapan hukum. Tidak ada diskriminasi hukum karena perbedaan kulit,
status sosial, ekonomi, atau politik. Karena keadilan merupakan sesuatu yang
bernilai tinggi, baik, dan mulia. Apabila keadilan diwujudkan dalam kehidupan
pribadi, keluarga, masyarakat, serta bangsa dan Negara, sudah tentu ketinggian,
kebaikan, dan kemuliaan akan diraih. Jika seseorang mampu mewujudkn keadilan
dalam dirinya sendiri, tentu akan meraih keberhasilan dalam hidupnya, memperoleh
kegembiraan batin, disenangi banyak orang, dapat meningkatkan kualitas diri, dan
memperoleh kesejahteraan hidup duniawi serta ukhrawi
Bagaimana dengan guru yang adil dalam mendidik peserta didiknya? Tentu
akan menumbuhkan gairah belajar dan bersaing yang sehat di kalangan peserta didik
dalam mengejar prestasi yang unggul.

20

Anda mungkin juga menyukai