Anda di halaman 1dari 10

Kata Pengantar

Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayahnya, kepada junjungan alam dan teladan bagi umat

yakni Nabi besar Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah

ini, yang diajukan untuk memenuhi tugas kelompok Pendidikan Agama Islam yaitu

Induk Akhlak Islami.

Makalah ini dapat diselesaikan tidak jauh dari kerja sama anggota kelompok,

kami selaku penulis sangat menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, tapi

penulis sudah berusaha semaksimal mungkin agar makalah ini dapat digunakan

selayaknya. Dan penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

membuat makalah selanjutnya lebih baik dan sempurna.

1
Daftar Isi

Kata Pengantar

1. Pendahuluan

A. Latar Belakang

B. Tujuan

2. Tinjauan Historis

3. Pokok-Pokok Ajaran

 Akhlak Terpuji

 Akhlak Tercela

4. Tinjauan dari perspektif Islam

5. Penutup

A. Kesimpulan

B. Saran

C. Daftar Pustaka

2
1. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Kepada umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah agar kita

mencontoh akhlak dan keluhuran Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan kita. Hasil

penelitian para ulama Islam terhadap al-Quran dan hadist menunjukan bahwa hakikat

agama Islam adalah akhlak.

Dalam berbagai literatus tentang Ilmu Akhlak Islami, dijumpai uraian tentang

akhlak yang secara garis besar dapat dibagi dua bagian yaitu akhlak yang baik (al-

akhlaq al-karimah), dan akhlak yang buruk (al-akhlaq al-mazmumah). Berbuat adil,

jujur, sabar, pemaaf, dermawan dan amanah termasuk kedalam akhlak yang baik.

Berbeda dengan perbuatan zalim, berdusta, pemarah, pendendam, kikir dan curang

disebut akhlak yang buruk.

Akhlak yang baik atau akhlak yang terpuji akan membuat orang-orang yang

berada di sekitar kita merasa senang, bahkan dengan itu kita bisa meringankan beban

orang lain. Berbeda dengan akhlak yang buruk atau akhlak tercela dapat merugikan

orang lain, dan orang di sekeliling kita akan mengucilkan kita. Sedangkan kita sesama

manusia merasa terganggu dengan perbuatan buruk ini apalagi Allah.

Bagaimana terjadinya akhlak tercela serta akhak terpuji ini, akan dibahas

dalam makalah ini. Makalah ini mengajak pembaca untuk melihat apa Induk Akhlak

Islami dengan berbagai nuansa.

B. Tujuan

 Mengetahui apa saja yang terkait dalam Induk Akhlak Islami

 Faktor-faktor yang mempengaruhi Induk Akhlak Islami.

3
 Bagaiamana menyikapi agar Akhlak manusia yang sesuai dengan

ajaran Islam atau yang disebut Akhlak Islami

2. Tinjauan Historis

Secara sederhana Akhlak Islami dapat di artikan sebagai akhlak yang

berdasarkan ajaran islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di

belakang akhlak menepati posisi sifat. Dengan demikian akhlak Islami adalah

perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan sebenarnya

didasarkan pada ajaran Islam.

Dengan kata lain akhlak Islami adalah akhlakyang disamping mengakui

adanya nilai-nilai universal sebagai dasar bentuk akhlak, juga mengakui nilai-nilai

yang bersifat lokal dan temporal sebagai penjabaran atas nilai-nilai yang universal.

Menghormati orang tua dalah akhlak yang bersifat mutlak atau universal. Sedangkan

bagaimana caranya dapat dimanifestaskan oleh hasil pemikiran manusia yang

dipengaruhi oleh kondisi dan situasi.

Induk Akhlak Islami adalah hal-hal apa saja yang menjelaskan atau menjadi

factor dari sebuah akhlak Islami itu. Baik dari cara perbuatan manusia, berfikir serta

mengendalikan nafsunya.

Dalam pemikiran secara umum Induk Akhlak Islami terdiri dari dua bagian

yaitu Akhlak terpuji dan akhlak tercela. Dimana semua itu ditentukan dengan

perbuatan manusia bagaimana cara melakukan sesuatu sesuai dengan ajaran islam

yang disebut akhlak terpuji dan bila menyimpang disebut akhlak tercela.

4
3. Pokok-Pokok Ajaran

 Akhlak Terpuji

Secara teoritis macam-macam akhlak berinduk kepada tiga perbuatan yang

utama, yaitu hikmah (bijaksana), syaja‟ah (perwira atau kesatria), dan iffah (menjaga

diri dari perbuatan dosa dan maksiat). Ketiga macam induk akhlak ini muncul dari

sikap adil yaitu sikap yang memperlakukan seimbang serta pertengahan dalam

mempergunakan ketiga potensi rohaniah yang terdapat dalam diri manusia yaitu

pemikiran („aql) berpusat di kepala, amarah (ghadab) yang berpusat di dada, serta

nafsu syawat (dorongan seksual) yang berpusat di perut.

Akal yang digunakan dengan adil akan menimbulkan hikmah, sedangkan

amarah yang digunakan secara adil akan menimbulkan sikap perwira, dan nafsu

syawat yang digunakan adil akan menimbulkan iffah yaitu dapat menjaga diri dari

perbuatan maksiat.

Seperti firman Allah berikut yang artinya :

    

Berlaku adillah,karena adil itu lebih dekat kepada takwa.(QS.al-Maidah,5:8).

Dan

       

Apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan

dengan adil. (QS. Al-Nisa, 4:58)

5
Serta

         

  

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu berlaku) adil dan berbuat kebajikan

kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkara dan

permusuhan. (QS. Al-Nahl, 16:90).

Ayat-ayat diatas bertemakan perintah berbuat adil yang dihubngkan kepada

perbuatan yang baik seperti bertaqwa kepada Allah, menetapkan keputusan yang

bijaksana, perbuatan kebajikan, menjauhi perbuatan keji dan mungkar serta

menimbulkan permusuhan.

Di dalam hadist juga dijumpai keterangan tentang orang yang akan

mendapatkan perlindungan di hari kiamat, di antaranya adalah seseorang yang diajak

berbuat serong, namun ia dapat menjaga dirinya. Hadist tersebut berbunyi :

“ seseorang yang diajak berbuat serong oleh seorang wanita yang mempunyai

kecantikan dan martabat, lalu ia berkata bahwa aku takut kepada Allah yang

menguasai sekalian alam. (HR. Bukhari).”

Jika diperhatikan dengan cara seksama, tampak bahwa kata-kata adil dalam al-

Quran digunakan untuk berbagai peristiwa dan aktivitas kehidupan, yaitu bahwa

keadilan harus ditegakkan dalam rangka memutuskan perkara di pengadilan, dalam

perkara mencatat perjanjian, dalam pengangkatan seorang petugas pencatat utang

piutang dan sebagainya.

 Akhlak Tercela

Berbeda dengan akhlak terpuji, pada dasarnya disebabkan oleh penggunaan

dari ketiga potensi rohaniah yang tidak adil. Akal yang digunakan secara berlebihan

6
akan menimbulkan sikap pintar busuk atau penipu, dan akal yang digunakan terlalu

lemah akan menimbulkan sikap idiot atau dungu. Dengan demikian akal yang

digunakan berlebihan atau lemah adalah sumber sifat tercela. Begitu juga dengan

amarah yang digunakan berlebihan yang akan menimbulkan sikap membabi buta atau

hantam kromo yaitu berani tampa memperhitungkan kebaikan dan keburukkannya.

Sebaliknya jika amarah digunakan terlalu lemah akan menimbulkan sikap pengecut.

Allah berfirma artinya :

        

 

(orang-orang yang bertakwa yaitu) orang-orang yang menafkahkan

(hartanya) baik diwaktu lapang maupun waktu sempit, dan orang-orang yang

menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. (QS. Ali „Imran 3:134).

Pada ayat di atas kemampuan menahan amarah dijadikan salah satu sifat orang

yang bertakwa dan disebut bersamaan dengan akhlak terpuji.

Demikian pula dengan nafsu syawat yang digunakan secara berlebihan akan

menimbulkan sikap melacur, jika digunakan secara lemah akan menimbulkan sikap

tercela yaitu tidak ada semangat untuk hidup.

Sudah jelas bagi kita semua firman Allah dan hadist mengatakan bahwa

akhlak terpuji dan tercela itu akan timbul dengaan sikap adil dalam menggunakan tiga

rohaniah. Karena Allah sudah menganjurkan kita untuk berbuat Adil.

7
4. Tinjauan dari Perspektif Islam

Islam menyatakan perang dengan kemiskinan, dari berusaha keras

membendungnya, serta mengawasi berbagai kemungkinan yang dapat

menimbulkannya, guna menyelamatkan aqidah, akhlak dan perbuatan memelihara

kehidupan rumah tangga, dan melindungi kestabilan serta ketentraman masyarakat. Di

samping itu untuk mewujudkan jiwa persaudaraan antara sesama anggota masyarakat.

Untuk mewujudkan jiwa persaudaraan itu bersumber dari sebuah sikap yaitu

adil, berlaku adil sesama manusia. Tidak ada pembeda antara sesama, atau bersikap

pertengahan. Dengan demikian dari sikap pertengahan dalam menggunakan akal,

amarah dan nafsu syahwat menimbulkan sikap bijaksana sesama manusia, serta dapat

memelihara diri dan menimbulkan akhlak yang mulia.

Selanjutnya di dalam hadist dijumpai kata hainamma yang digunakan untuk

menggambarkan sikap pertengahan dalam mencintai atau membenci seseorang.

Hadist berikut yang berbunyi :

“ cintailah kekasihmu dengan sikap pertengahan, karena boleh jadi orang yang

engkau cintai itu menjadi musuhmu di kemudian hari. Dan bencilah musuhmu dengan

sikap pertengahan karena boleh jadi orang yang engkau musuhi menjadi kekasihmu

dikemudian hari. (HR. Turmudzi).”

Dalam itu untuk menunjukkan pada sikap pertengahan dalam memutuskan

perkara, al-Quran menggunakan kata al-adl, seperti firman Allah berikut yang artinya

       

Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaknya ditetapkan

dengan adil. (QS. Al-Nisa, 4:58).

8
Selanjutnya terdapat pula kata awwanun yang digunakan al-Quran untuk

menggambarkan keadaan pertengahan atau yang ideal terhadap binatang semacam

sapi. Seperti firman Allah yang artinya :

         

Bahwa sapi betina itu adalah tidak tua dan tidak muda, tertengahan antara itu

(QS. Al-Baqarah, 2:68).

Selanjutnya al-Quran juga menggunakan kata alKadzimin untuk

menggambarkan sikap antara menyalurkan emosi dan menahannya. Firman Allah

artinya :

       

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan hartanya baik diwaktu lapang maupun

di waktu sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya.(QS. Ali Imran, 3:134).

Berdasarka uraian di atas dapat dikatakan bahwa dalam menggambarkan

keadaan yang adil atau pertenggahan, al-Quran jauh lebih lengkap, mendetail, dan

komprehensif dibandingkan yang diberikan para filosuf lainnya. Karena berbuat adil

adalah sebuah Induk Akhlak Islami.

9
5. Penutup

A. Kesimpulan

 Induk Akhlak Islami pada umunya adalah akhlak terpuji dan

akhlak tercela

 Secara teoritis macam-macam akhlak berinduk pada perbuatan

bijaksana, ksatria dan menjaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat

 Akhlak terpuji dan tercela juga dipengaruhi oleh berbuat adil pada

rohaniah yaitu pemikiran, amarah, dan nafsu.

B. Saran

 Untuk para pembaca agar selalu berusaha berbuat sesuai ajaran

Islam dan melakukan perbuatan terpuji serta menghindar dari

perbuatan yang tercela.

 Untuk penulis adalah motivasi untuk diri agar berbuat baik serta

bisa membuat sebuah karya yang lebih baik untuk berikutnya.

C. Daftar Pustaka

 Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Akhlak Tasawuf, jakarta , 1996.

 Goole.com.

 Al-Quran dan terjemahannya.

10

Anda mungkin juga menyukai