B. PENYAJIAN MATERI:
74
BAB VI
INDUK AKHLAK ISLAMI
A. PENDAHULUAN
Akhlak merupakan suatu perbuatan yang telah tertanam kuat
dalam jiwa seseorang, sehingga menjadi kepribadiannya. Karena
sifatnya yang mendarah daging, maka semua perbuatannya dilakukan
dengan mudah dan tanpa pemikiran. Dengan demikian, baik atau
buruknya seseorang dilihat dari perbuatannya.
Induk akhlak Islami yang akan dibahas pada makalah maksudnya
adalah sikap adil dalam melakukan suatu perbuatan. Dari sikap adil
tersebut akan muncul teori pertengahan, karena sebaik-baiknya perkara
(perbuatan) itu terletak pada pertengahannya, hal ini apa yang telah
Nabi sabdakan:
َﺧﻴْﺮُ ﺍﻷ ُ ُﻣﻮ ِْﺭ ﺃَ ْو َﺳﻂُ َﻬﺎ
Artinya: “Sebaik-baik urusan (perbuatan) adalah yang
pertengahan”. (HR. Ahmad).
Oleh karena itu, agar lebih jelasnya lagi tentang induk akhlak
Islami, di dalam tulisan ini akan membahas apa yang dimaksud dengan
induk akhlak Islami, serta ketiga macam induk akhlak yang muncul dari
sikap adil, yaitu sikap pertengahan atau seimbang dalam
mempergunakan ketiga potensi rohaniah yang terdapat dalam diri
manusia ; akal, amarah dan nafsu syahwat.
75
pertengahan atau seimbang dalam mempergunakan ketiga potensi
rohaniah yang terdapat dalam diri manusia, yaitu ‘aql (pemikiran) yang
berpusat di kepala, ghadab (amarah) yang berpusat di dada, dan nafsu
syahwat (dorongan seksual) yang berpusat di perut. Akal yang
digunakan secara adil akan menimbulkan hikmah, sedangkan amarah
yang digunakan secara adil akan menimbulkan sikap perwira, dan nafsu
syahwat yang digunakan secara adil akan menimbulkan iffah yaitu dapat
memelihara diri dari perbuatan maksiat. Dengan demikian inti akhlak
pada akhirnya bermuara pada sikap adil dalam mempergunakan potensi
rohaniah yang dimiliki manusia. Demikian pentingnya bersikap adil ini
di dalam al-Qur’an kita jumpai berbagai ayat yang menyuruh manusia
agar mampu bersikap adil.1 Untuk itu perhatikanlah ayat-ayat di bawah
ini :
Artinya : “Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa”.(QS.Al-Maidah: 8).2
Artinya : “Dan apabila kamu menetapkan hukum di antara
manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan
adil”. (QS. an-Nisa : 58).3
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil
dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat,
dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran
dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu
agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (QS. an-Nahl :
90).4
1
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010, Cet. ke-9), hlm.
43-44. Lihat juga ; Imam al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, jilid III, (Teheran: Dar al-Kutub
al-Islamiyyah, t.th.), hlm. 53.
2
Departemen Agama RI, Al-Qu’ran Al-Karim wa Tarjamah Ma’anih ila Al-Lughah
Al-Indunisiyyah, (Jakarta: PT. Arga Publishing, 2008), hlm. 136.
3
Ibid, hlm. 108.
4
Ibid, hlm. 361.
76
permusuhan. Dengan demikian ayat tersebut dapat dipahami bahwa
keadilan erat kaitannya dengan timbulnya berbagai perbuatan terpuji
lainnya.5 Berikut ini akan dijelaskan ketiga macam induk akhlak yang
muncul dari sikap adil, yaitu sikap pertengahan atau seimbang dalam
mempergunakan ketiga potensi rohaniah yang terdapat dalam diri
manusia :
1. Akal
Akal yang digunakan secara adil akan menimbulkan hikmah.
Pemahaman tersebut pada akhirnya akan membawa kepada timbulnya
teori pertengahan, yaitu bahwa sikap pertengahan sebagai pangkal
timbulnya kebajikan. Pemahaman ini sejalan pula dengan isyarat yang
terdapat dalam hadits nabi yang berbunyi :
2. Amarah
Amarah yang digunakan secara adil akan menimbulkan sikap
perwira, demikian pula amarah yang digunakan terlalu berlebihan akan
menimbulkan sikap membabi buta atau hantam kromo, yaitu berani
tanpa memperhitungkan kebaikan dan keburukannya. Sebaliknya jika
amarah digunakan terlalu lemah akan menibulkan sikap pengecut.
Dengan demikian penggunaan amarah secara berlebihan atau
berkurang sama-sama akan menimbulkan akhlak yang buruk.
Berkenaan dengan ini di dalam al-Qur’an dijumpai ayat yang
menunjukkan akhlak yang baik yang dihubungkan dengan sikap yang
mampu menahan amarah. Allah berfirman :
5
Abuddin Nata, Op.cit., hlm. 44-45.
6
Ibid, hlm. 45.
77
Artinya :“(Orang-orang yang bertakwa yaitu) “Orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang lain”.
(QS. Ali ‘Imran : 134).7
3. Nafsu syahwat
Nafsu syahwat yang digunakan secara pertengahanlah yang akan
menimbulkan sikap iffah, yaitu orang yang dapat menahan syahwat dan
farajnya dari berbuat lacur. Allah Swt. berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam
sembahyangnya, orang-orang yang menjauhkan diri
dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,
orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang
yang menjaga kemaluannya”. (QS. Al-Mu’minun : 1-5).9
78
seorang yang diajak berbuat serong, namun ia dapat menjaga dirinya.
Teks haditsnya berbunyi:
ُ ﺎﻝ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَ َﺧ
ﺎﻑ َ َﺎﻝ ﻓَﻘ
ٍ ﺐ َﻭ َﺟ َﻤ
ٍ ﺼ َ َﺭ ُﺟ ٌﻞ َﺩﺍ َﻋ ْﺘﻪُ ﺇِ ْﻣ َﺮﺃَﺓٌ َﺫ
َ ﺍﺕ َﻣ ْﻨ
ﺍﷲَ َﺭﺏَّ ْﺍﻟ َﻌﺎﻟَ ِﻤﻴ َْﻦ
Artinya : “Seseorang yang diajak berbuat serong oleh seorang
wanita yang mempunyai kecantikan dan martabat, lalu
ia mengatakan bahwa aku takut kepada Allah yang
menguasai sekalian alam”. (HR. Bukhari).
Demikian pula nafsu syahwat yang digunakan secara berlebihan
akan menimbulkan sikap melacur, dan jika nafsu syahwat tersebut
digunakan secara lemah akan menimbulkan sikap tercela, yaitu tidak
ada semangat untuk hidup.
Dengan demikian, dari sikap pertengahan dalam menggunakan
akal, amarah, dan nafsu syahwat menimbulkan sikap bijaksana, perwira,
dan dapat memelihara diri. Dari ketiga sikap inilah yang kemudian
menghasilkan akhlak yang mulia.10
Dalam perkembangan selanjutnya, teori pertengahan (adil) ini
digunakan pula untuk menjelaskan berbagai sifat Tuhan yang terkesan
berlawanan. Diketahui bahwa sifat-sifat Tuhan di samping ada yang
menunjukkan kelembutan, ada juga yang menunjukkan kekerasan. Sifat
rahman (Maha Pengasih) dan sifat rahim (Maha Penyayang) misalnya
menunjukkan pada kelembutan Tuhan. Namun sifat jabbar (Maha
Memaksa), kohhar (Maha Mengalahkan) misalnya menunjukkan pada
kekerasan Tuhan. Sifat-sifat yang tampak saling kontradiktif ini dapat
dipertemukan melalui sikap pertengahan. Dengan demikian secara
struktural sifat-sifat Tuhan yang lainnya berada di bawah koordinasi
sifat adil. Sifat jabbar dan kohhar akan tetap positif apabila digunakan
secara seimbang atau digunakan sesuai dengan kadar dan tempatnya.
Dengan demikian sifat adil atau seimbang menjadi koordinator dari
sifat-sifat lainnya.
Dalam hubungan ini orang misalnya dapat menerapkan sifat
kohhar dan jabbar pada anaknya, tetapi hal itu dilakukan dengan cukup
perhitungan dan dalam semangat kasih sayang. Demikian juga halnya
Tuhan terhadap manusia.
Penerapan sifat adil (pertengahan) Tuhan dalam hubungannya
dengan akhlak lebih lanjut dapat dijumpai dalam ajaran Muktazilah.
Aliran teologi ini sebagai dijelaskan Mahmud Shubhi lebih lanjut
mengatakan:”Muktazilah telah memberikan petunjuk dengan jelas,
10
Abuddin Nata, Op.cit., hlm. 46-45.
79
bahwa seluruh perbuatan yang dilakukan Tuhan terhadap makhluk-Nya
adalah dalam rangka keadilan-Nya. Demikian pula manusia
berhubungan dengan Tuhan melalui pengembangan sikap adil yang
dilakukannya. Manusia yang berbuat adil adalah manusia yang meniru
sifat Tuhan dan selalu dekat dengan kepada-Nya”.
Teori pertengahan sebagai dikembangkan di atas memang tidak
luput pula dari kritik. Para peneliti bidang akhlak dalam hubungan ini
mengatakan bahwa teori tengah-tengah sebagaimana dikemukakan
Aristoteles dan diikuti oleh Ibnu Miskawaih dan para filosof akhlak
lainnya tidak sepenuhnya dapat diterima. Menurut para pengritik,
bahwa keutamaan tidak selalu berada pada titik tengah. Keutamaan
sebenarnya berada pada titik yang jauhnya tidak sama dari dua sisi
keburukan. Para pengritik lebih lanjut memberi contoh, bahwa sikap
dermawan misalnya adalah lebih dekat kepada sikap boros
dibandingkan pada sifat kikir. Demikian pula sifat berani lebih dekat
kepada sifat membabi buta dibandingkan dengan sifat pengecut, dan
seterusnya dengan sifat-sifat lainnya.
Para pengritik lebih lanjut mengatakan, banyak keutamaan yang
tidak kelihatan bahwa ia berada di tengah-tengah antara dua keburukan,
seperti jujur dan adil. Orang yang jujur misalnya tidak ada
pertengahannya, karena tidak ada posisi pada sifat jujur dan adil. Tidak
ada sifat setengah jujur dan setengah adil. Demikian juga dengan sifat
benar, tidak ada setengah benar atau setengah salah. Lawan dari benar
hanyalah dusta. Antara benar dan dusta tidak ada tengah-tengahnya.
Demikian pula sifat adil tidak ada setengahnya atau setengah adil. Jika
disebut adil, maka lawannya hanya dzalim.
Terlepas dari kritik tersebut yang jelas bahwa teori pertengahan
tidak dapat menjelaskan seluruh contoh perbuatan akhlak yang baik
atau yang buruk. Teori pertengahan hanya terbatas pada akhlak yang
dasarnya adalah bersumber pada penggunaan potensi rohaniah: akal,
amarah, dan nafsu syahwat yang digunakan secara pertengahan.
Lalu bagaimanakah jika teori pertengahan yang merupakan
sumber akhlak tersebut dihubungkan dengan Al-Qur’an? Untuk
menjawab ini perhatikanlah ayat-ayat di bawah ini.
Hasil penelitian yang dilakukan Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi
menginformasikan bahwa di dalam al-Qur’an kata adil disebut sebanyak
28 kali, di antaranya adalah ayat-ayat yang berikut ini:
Artinya: “Hai manusia, Apakah yang telah memperdayakan
kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang
80
Maha Pemurah. yang telah menciptakan kamu lalu
menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan
(susunan tubuh) mu seimbang”. (QS. Al-Infithar : 6-7).
82
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan
(harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula)
kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah
antara yang demikian”. (QS. Al-Furqan : 67).
83
َ َك هَ ْونًا ًّما َع َس ى أَ ْن يَ ُك ْو َن َحبِ ْيب
ك يَ ْو ًما ًّما (رواه َ َو أَب ِْغضْ بَ ِغي
َ ْض
)الترمذى
Artinya: “Cintailah kekasihmu dengan sikap pertengahan,
karena boleh jadi orang yang engkau cintai itu menjadi
musuhmu di kemudian hari.//
Bencilah musuhmu dengan sikap pertengahan, karena
boleh jadi orang yang engkau musuhi itu menjadi
kekasihmu di kemudian hari”. (HR. Turmudzi).
84
4. Simpulan
Akhlak secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
akhlak yang baik (al-akhlaq al-hasanah), dan akhlak yang buruk (al-
akhlaq al-sayyiah).
Secara teoritis macam-macam akhlak tersebut berinduk kepada
tiga perbuatan yang utama, yaitu hikmah (bijaksana), syaja’ah (perwira
atau kesatria), dan iffah S(menjaga diri dari perbutan dosa dan maksiat).
Ketiga macam induk akhlak ini muncul dari sikap adil, yaitu sikap
pertengahan atau seimbang dalam mempergunakan ketiga potensi
rohaniah yang terdapat dalam diri manusia, yaitu ‘aql (pemikiran) yang
berpusat di kepala, ghadab (amarah) yang berpusat di dada, dan nafsu
syahwat (dorongan seksual) yang berpusat di perut.
Oleh karena itu, dari sikap pertengahan dalam menggunakan akal,
amarah, dan nafsu syahwat akan menimbulkan sikap bijaksana, perwira,
dan dapat memelihara diri. Dari tiga sikap inilah menimbulkan akhlak
yang mulia.
85
b. Akhlak kepada sesama manusia
Banyak sekali yang dijelaskan di dalam Al-qur’an tentang
perbuatan sesama manusia dalam surat al-Baqarah yang
menjelaskan “perkataan yang baik dan pemberi maaf lebih baik dari
pada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti Allah maha kaya
dan maha penyantun”
D. DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Imam.t.th. Ihya ‘Ulum al-Din, jilid III, (Teheran: Dar al-
Kutub al-Islamiyyah.
Departemen Agama RI.2008. Al-Qu’ran Al-Karim wa Tarjamah
Ma’anih ila Al-Lughah Al-Indunisiyyah. Jakarta: PT. Arga
Publising.
11
Abudin Nata, Akihlak Tasawuf, Pt Raja Grafindo Persada,(cet.ke-9,Jakarta,
2010). Hal :149-152
12
Mustofa, Akhlak Tasawuf. (Bandung, : Pustaka Setia 1997). cet ke-5., Hal :149-
152.
86
Nata, Abuddin.2010. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers, Cet. ke-
9.
87
7. Ayat/hadits berikut ini yang bukan menunjukkan pengertian adil
atau teori pertengahan adalah…
A.
B.
C.
D. ﺧَ ْﻴ ُﺮ ﺍﻷ ُﻣﻮْ ِﺭ ﺃَوْ َﺳﻂُﻬَﺎ
8. Akhlak islami bersifat……
A. relatif B. nisbi C. kekal D. Universal
10. Yang tidak termasuk Ciri Akhlak Islami pada pernyataan beriku
ini adalah….
A. Kebajikan yang mutlak
B. Kebaikan yang menyeluruh
C. Kemampuan hanya untuk diri sendiri
D. Kewajiban yang dipuji, Pengawasan yang menyeluruh
#selamatbelajardarirumahaja#
88