Anda di halaman 1dari 5

Nama: Syifaa Rihadatul Aisy

Kelas: X IPA 1

Rangkuman

Menerapkapkan sikap iffah, hikmah, syaja’ah dan adalah’


Hikmah

Secara bahasa al-hikmah berarti: kebijaksanaan, pendapat atau pikiran yang bagus,
pengetahuan, filsafat, kenabian, keadilan, peribahasa (kata-kata bijak), dan al-Qur‟an al-Karim.
Dalam kata al-hikmah terdapat makna pencegahan, dan ini meliputi beberapa makna, yaitu:

1) Adil akan mencegah pelakunya dari terjerumus kedalam kezaliman

2) Hilm akan mencegah pelakunya dari terjerumus kedalam kemarahan

3) Ilmu akan mencegah pelakunya dari terjerumus kedalam kejahilan

4) Nubuwwah Qur‟an, seorang Nabi tidak lain diutus untuk mencegah manusia dari menyembah
selain Allah, dan dari terjerumus kedalam kemaksiatan serta perbuatan dosa. Al-Qur‟an dan
seluruh kitab samawiyyah diturunkan oleh Allah agar manusia terhindar dari syirik, mungkar,
dan perbuatan buruk

Dalil Naqli Hikmah

“Allah menganugerahkan al- Hikmah (kefahaman yang dalam tentang al- Qur‟an dan as Sunnah)
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar
telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang ber-akal-lah yang dapat
mengambil pelajaran (dari firman Allah)” (QS. Al- Baqarah [2] : 269)

Bentuk-bentuk Hikmah:

Orang yang dianugerahi al-Hikmah adalah orang yang mempunyai ilmu mendalam dan mampu
mengamalkannya secara nyata dalam kehidupan. Orang yang benar dalam perkataan dan
perbuatan, menempatkan sesuatu sesuai pada tempatnya (adil) dan mampu memahami dan
menerapkan hukum Allah.

Hikmah dalam berda‟wah tidak terbatas pada makna perkataan yang lemah lembut, pemberian
motivasi, hilm ( tidak cepat emosi dan tidak bersikap masa bodoh) , halus ataupun pemaaf
Iffah

Secara etimologis, „iffah adalah bentuk masdar dari affa-ya‟iffu-„iffah yang berarti
menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik. Dan juga berarti memelihara kesucian diri.Secara
terminologis, iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan,
merusak dan menjatuhkannya.

Dalil Naqli Iffah

Berkaitan dengan perintah mengamalkan sikap „iffah, Allah menegaskan dalam firman- Nya
sebagai berikut :

-Perintah menjaga kesucian panca indra

“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga
Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya” (QS. An-Nur [24]: 33)

-Perintah menjaga kesucian jasad

“Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri

orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”

(QS. Al-Ahzab [33]: 59)

Bentuk-bentuk „iffah

1) Dengan menjaga kesucian diri

a) Menjaga kesucian panca indra

b) Kesucian jasad

c) Kesucian dari memakan harta orang lain

d) Kesucian lisan

2) Menjaga kehormatan diri

3) Membimbing jiwa menuju kearifan

Keutamaan Iffah

Dari sifat 'iffah akan lahir sifat-sifat mulia diantaranya sebagai berikut :

1) Dapat menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang dapat merendahkan martabat.

2) Memiliki keinginan yang sederhana (qana‟ah), untuk tunduk dengan keinginan yang baik.
3) Dapat menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah nafsu.

4) Mewujudkan rasa persamaan martabat, dan sederajat kemanusiaan.

5) Dapat membawa pada tingkat ketakwaan yang tinggi.

6) Saling memahami kelebihan dan kekuranngan, kekuatan dan kelemahan.

Syaja’ah

Secara bahasa, syaja‟ah berarti berani atau gagah. Menurut istilah, syaja‟ah adalah keteguhan
hati, kekuatan pendirian untuk membela dan mempertahankan kebenaran secara berani dan
terpuji. Jadi, syaja‟ah adalah keberanian yang berlandaskan kebenaran dan dilakukan dengan
penuh pertimbangan. Secara etimologi kata al-syaja‟ah berarti `berani antonimnya dari kata al-
jabn yang berarti pengecut. Kata ini digunakan untuk menggambarkan kesabaran di medan
perang.

Dalil Naqli Syaja‟ah

„Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah
orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” (QS. Ali
Imran [3]: 139)

Ayat tersebut menegaskan bahwa syaja‟ah itu mengarahkan pada kita agar tidak merasa
minder atau merasa lemah dalam membela kebenaran karena manusia yang paling mulia di sisi
Allah itu adalah orang-orang yang paling beriman dan bertakwa kepada Allah Swt.

Macam-macam Bentuk

Syaja‟ah Syaja‟ah dapat dibagi menjadi dua macam :

1) Syaja‟ah harbiyah, yaitu keberanian yang kelihatan atau tampak, misalnya keberanian dalam
medan tempur di waktu perang.

2) Syaja‟ah nafsiyah, yaitu keberanian menghadapi bahaya atau penderitaan dan menegakkan
kebenaran. Yang termasuk syaja‟ah nafsiyah adalah sebagai berikut:

a) As-Sarahah fi al-haq (terus terang dalam kebenaran), tidak plin-plan (sesekali mengatakan
begini dan pada waktu lainnya mengatakan begitu)

b) Kitman al-sirr (menyembunyikan rahasia, tidak membukanya apalagi menyebarluaskan).


Apapun yang dia hadapi dalam menyimpan rahasia itu, ia tetap mempertahankannya, sepatahpun
tidak mengatakannya
c) Al-I‟tiraf bi al-khata‟ (mengakui kesalahan), tidak lempar batu sembunyi tangan, menutupi
kesalahan apalagi mengemasnya dengan kemasan-kemasan kebenaran

d) Al-Insaf min al-nafs (objektif terhadap diri sendiri), hati boleh panas, telinga boleh merah,
tetapi akal pikiran tetap jernih, dan memilih cara mengekspresikan kemarahannya dalam bentuk
yang paling tepat

Dari syaja‟ah (perwira) maka akan menimbulkan hikmah dalam bentuk sifat mulia, cepat
tanggap, perkasa, memecah nafsu memaafkan, tangguh, menahan amarah, tenang, mencintai.
Akan tetapi apabila seorang terlalu dominan keberaniannya, apabila tidak dikontrol dengan
kecerdasan dan keikhlasan akan dapat memunculkan sifat: ceroboh , meremehkan orang lain,
unggul-unggulan, takabbur dan ujub. Sebaliknya jika seorang mukmin kurang syajaah, maka
akan dapat memunculkan sifat rendah diri, cemas, kecewa, kecil hati, dsb.

‘adalah

Kata ‟adalah berasal dari kata adil yang artinya tidak berat sebelah, tidak memihak, atau

menyamakan yang satu dengan yang lain, setelah berpihak pada yang benar, berpegang pada
kebenaran sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang. Adil artinya sama, seimbang, atau
menempatkan sesuatu pada tempatnya (proporsional). Menurut istilah, adil adalah menetapkan
suatu kebenaran terhadap dua masalah atau beberapa masalah untuk dipecahkan sesuai dengan
aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh agama. Dengan demikian keadilan berarti bertindak atas
dasar kebenaran, bukan mengikuti kehendak hawa nafsu.

Dalil naqli „adalah

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” (QS. An-Nahl [16]: 90)

Bentuk-bentuk „adalah

1) Adil terhadap Allah, artinya menempatkan Allah pada tempatnya yang benar, yakni sebagai
makhluk Allah dengan teguh melaksanakan apa yang diwajibkan kepada kita, sehigga benar-
benar Allah sebagai Tuhan kita.

2) Adil terhadap diri sendiri, yaitu menempatkan diri pribadi pada tempat yang baik dan benar.
Untuk itu kita harus teguh, kukuh menempatkan diri kita agar tetap terjaga dan terpelihara dalam
kebaikan dan keselamatan. Untuk mewujudkan hal tersebut kita harus memenuhi kebutuhan
jasmani dan ruhani serta menghindari segala perbuatan yang dapat mencelakakan diri
3) Adil terhadap orang lain, yakni menempatkan orang lain pada tempatnya yang sesuai, layak,
dan benar. Kita harus memberikan hak orang lain dengan jujur dan benar tidak mengurangi
sedikitpun hak yang harus diterimanya.

4) Adil terhadap makhluk lain, artinya dapat menempatkan makhluk lain pada tempatnya yang
sesuai, misalnya adil kepada binatang, harus menempatkannya pada tempat yang layak menurut
kebiasaan binatang tersebut.

Kedudukan dan Keutamaan „adalah

1)Terciptanya rasa aman dan tentram karena semua telah merasa diperlakukan dengan adil.

2) Membentuk pribadi yang melaksanakan kewajiban dengan baik

3) Menciptakan kerukunan dan kedamaian

4) Keadilan adalah dambaan setiap orang. Alangkah bahagianya apabila keadilan bisa ditegakkan

demi masyarakat, bangsa dan negara, agar masyarakat merasa tentram dan damai lahir dan batin.

5) Begitu mulianya orang yang berbuat adil sehingga Allah tidak akan menolak doanya.
Demikian pula Allah sangat mengasihi orang yang dizalimi (tidak diperlakukan secara adil)
sehingga Allah tidak akan menolak doanya.

6) Mendapat pahala di akhirat

7) Meningkatkan semangat kerja

Anda mungkin juga menyukai