Anda di halaman 1dari 4

MAKALAH AKIDAH AKHLAK

“Menerapkan sikap Hikmah, Iffah,


Syaja’ah, & ‘Adalah sebagai pembentuk
Akhlakul Karimah”

Kelompok 5:

1. Adinda Zahira (X1)


2. Siti Zahra (X1)

MAN 1 ROKAN HULU


1. Mengembangkan Sikap Syaja’ah
A. Pengertian Syaja’ah

Secara bahasa, syaja’ah berarti berani atau gagah. Menurut istilah, syaja’ah adalah
keteguhan hati, kekuatan pendirian untuk membela dan mempertahankan kebenaran
secara berani dan terpuji. Jadi, syaja’ah adalah keberanian yang berlandaskan
kebenaran dan dilakukan dengan penuh pertimbangan. Secara etimologi kata al-
syaja’ah berarti `berani antonimnya dari kata al-jabn yang berarti pengecut. Kata ini
digunakan untuk menggambarkan kesabaran di medan perang. Sisi positif dari sikap
berani yaitu mendorong seorang muslim untuk melakukan pekerjaan berat dan
mengandung resiko dalam rangka membela kehormatannya. Berdasarkan pengertian
di atas, dipahami bahwa berani terhadap sesuatu bukan berarti hilangnya rasa takut
menghadapinya. Keberanian dinilai dari tindakan yang berorientasi kepada aspek
maslahat dan tanggungjawab dan berdasarkan pertimbanngan maslahat. Jadi berani
adalah: ”sikap dewasa dalam menghadapi kesulitan atau bahaya ketika mengancam.
Orang yang melihat kejahatan, dan khawatir terkena dampaknya, kemudian
menentang maka itulah pemberani. Orang yang berbuat maksimal sesuai statusnya
itulah pemberani (al-syaji’), al-syaja’ah(berani) bukan sinonim ’adam al-khauf (tidak
takut sama sekali)

B. Menelaah Dalil Naqli tentang Syaja’ah

Allah Swt berfirman tentang syaja’ah dalam surah Ali Imran ayat 139 :
”Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati,
Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-
orang yang beriman” (QS. Ali Imran [3]: 139)

C. Macam-macam Bentuk Syaja’ah

Syaja’ah dapat dibagi menjadi dua macam :


1) Syaja’ah harbiyah, yaitu keberanian yang kelihatan atau tampak, misalnya
keberanian dalam medan tempur di waktu perang.
2) Syaja’ah nafsiyah, yaitu keberanian menghadapi bahaya atau penderitaan dan
menegakkan kebenaran. Yang termasuk syaja’ah nafsiyah adalah sebagai berikut:
a) As-Sarahah fi al-haq (terus terang dalam kebenaran), tidak plin-plan (sesekali
mengatakan begini dan pada waktu lainnya mengatakan begitu)
b) Kitman al-sirr (menyembunyikan rahasia, tidak membukanya apalagi
menyebarluaskan).
c) Al-I’tiraf bi al-khata’ (mengakui kesalahan), tidak lempar batu sembunyi tangan,
menutupi kesalahan apalagi mengemasnya dengan kemasan-kemasan kebenaran
d) Al-Insaf min al-nafs (objektif terhadap diri sendiri), hati boleh panas, telinga
boleh merah, tetapi akal pikiran tetap jernih, dan memilih cara mengekspresikan
kemarahannya dalam bentuk yang paling tepat.

Dari dua macam syaja’ah (keberanian) tersebut diatas, maka syaja’ah dapat
dituangkan dalam beberapa bentuk, yakni:
1) Memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan, penderitaan dan
mungkin saja bahaya dan penyiksaan karena ia berada di jalan Allah.
2) Berterus terang dalam kebenaran
3) Mampu menyimpan rahasia, bekerja dengan baik, cermat dan penuh perhitungan
4) Berani mengakui kesalahan,dan seterusnya.

D. Mengupas keutamaan sifat syaja’ah


Dari syaja’ah (perwira) maka akan menimbulkan hikmah dalam bentuk sifat
mulia, cepat tanggap, perkasa, memecah nafsu memaafkan, tangguh, menahan
amarah, tenang, mencintai. Akan tetapi apabila seorang terlalu dominan
keberaniannya, apabila tidak dikontrol dengan kecerdasan dan keikhlasan akan dapat
memunculkan sifat: ceroboh, meremehkan orang lain, unggul-unggulan, takabbur
dan ujub. Sebaliknya jika seorang mukmin kurang syajaah, maka akan dapat
memunculkan sifat rendah diri, cemas, kecewa, kecil hati, dsb.

2. Menegakkan Sikap ’Adalah


Kata ’adalah berasal dari kata adil yang artinya tidak berat sebelah, tidak
memihak, atau menyamakan yang satu dengan yang lain, setelah berpihak pada yang
benar, berpegang pada kebenaran sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang. Adil
artinya sama, seimbang, atau menempatkan sesuatu pada tempatnya (proporsional).
Menurut istilah, adil adalah menetapkan suatu kebenaran terhadap dua masalah atau
beberapa masalah untuk dipecahkan sesuai dengan aturan-aturan yang telah
ditetapkan oleh agama. Dengan demikian keadilan berarti bertindak atas dasar
kebenaran, bukan mengikuti kehendak hawa nafsu.

A. Dalil naqli tentang ‘adalah


Orang yang beriman hendaknya dapat menyampaikan amanat dengan baik. Apabila
menetapkan hukum, hendaknya dapat menetapkan hukum dengan adil. Allah
berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat” (QS. An-Nisa [4]: 58)

B. Bentuk-bentuk ‘adalah
1) Adil terhadap Allah, artinya menempatkan Allah pada tempatnya yang benar.
2) Adil terhadap diri sendiri, yaitu menempatkan diri pribadi pada tempat yang baik
dan benar
3) Adil terhadap orang lain, yakni menempatkan orang lain pada tempatnya yang
sesuai, layak, dan benar.
4) Adil terhadap makhluk lain, artinya dapat menempatkan makhluk lain pada
tempatnya yang sesuai

C. Kedudukan dan Keutamaan ‘adalah


Apakah manfaat dan keutamaan dari orang yang berlaku adil,
jawabannya adalah sebagai berikut :
1) Terciptanya rasa aman dan tentram karena semua telah merasa diperlakukan
dengan adil.
2) Membentuk pribadi yang melaksanakan kewajiban dengan baik
3) Menciptakan kerukunan dan kedamaian
4) Keadilan adalah dambaan setiap orang.
5) Dsb.

Anda mungkin juga menyukai