Anda di halaman 1dari 7

Secara etimologi kata al-syaja’ah berarti berani antonimnya adalah al-jubn yang berarti pengecut.

Kata
ini digunakan untuk menggambarkan kesabaran di medan perang. Sisi positif dari sikap berani yaitu
mendorong seorang muslim untuk melakukan pekerjaan berat dan mengandung resiko dalam rangka
membela kehormatannya. Tetapi sikap ini bila tidak digunakan sebagaimana mestinya menjerumuskan
seorang muslim kepada kehinaan.

Syaja’ah dalam kamus bahasa Arab artinya keberanian atau keperwiraan, yaitu seseorang yang dapat
bersabar terhadap sesuatu jika dalam jiwanya ada keberanian menerima musibah atau keberanian
dalam mengerjakan sesuatu. Pada diri seorang pengecut sukar didapatkan sikap sabar dan berani. Selain
itu Syaja’ah (berani) bukanlah semata-mata berani berkelahi di medan laga, melainkan suatu sikap
mental seseorang, dapat menguasai jiwanya dan berbuat menurut semestinya. 

Jadi berani adalah: “Sikap dewasa dalam menghadapi kesulitan atau bahaya ketika mengancam. Orang
yang melihat kejahatan, dan khawatir terkena dampaknya, kemudian menentang maka itulah
pemberani. Orang yang berbuat maksimal sesuai statusnya itulah pemberani (al-syuja’). Al-syaja’ah
(berani) bukan sinonim ‘adam al-khauf (tidak takut sama sekali)” Berdasarkan pengertian yang ada di
atas, dipahami bahwa berani terhadap sesuatu bukan berarti hilangnya rasa takut menghadapinya.
Keberanian dinilai dari tindakan yang berorientasi kepada aspek maslahat dan tanggung jawab dan
berdasarkan pertimbangan maslahat. Predikat pemberani bukan hanya diperuntukkan kepada pahlawan
yangberjuang di medan perang. Setiap profesi dikategorikan berani apabila mampu menjalankan tugas
dan kewajibannya secara bertanggung jawab. Kepala keluarga dikategorikan berani apabila mampu
menjalankan tanggungjawabnya secara maksimal, pegawai dikatakan berani apabila mampu
menjalankan tugasnya secara baik, dan seterus nya. Keberanian terbagi kepada terpuji (al-maḥmudah)
dan tercela (al-mazmumah). Keberanian yang terpuji adalah yang mendorong berbuat maksimal dalam
setiap peranan yang diemban, dan inilah hakikat pahlawan sejati. Sedangkan berani yang tercela adalah
apabila mendorong berbuat tanpa perhitungan dan tidak tepat penggunaannya.
1. Pengertian

Syaja’ah Menurut Bahasa

Menurut bahasa, syaja’ah dalam bahasa Arab memiliki arti berani atau teguh. Syaja’ah adalah sifat
pertengahan antara Al–Jubn (Pengecut) dan Tahawwur (Berani tanpa Perhitungan).

Syaja’ah Menurut Istilah

Menurut istilah, Syaja’ah artinya keteguhan hati dan kekuatan pendirian untuk membela dan
mempertahankan hal yang benar secara bijaksana dan terpuji.

Sikap syaja’ah menjadi salah satu ciri yang perlu dimiliki oleh orang yang istiqomah di jalan Allah.
Mereka akan berani menyampaikan kebenaran walaupun itu pahit. Hal ini karena mereka yakin dengan
pertolongan Allah.

Imam Syahid Hasan Al-Banna mendefinisikan Syaja’ah sebagai ‘Azhimul Ihtimal yang artinya besarnya


daya pikul dan daya tahan. Ia akan bersabar ketika diberi ujian, dan ia akan bersyukur ketika ia diberi
kenikmatan.

2. DALIL SYAJA’AH

Syaja’ah sangat disarankan untuk menjadi salah satu sifat yang dimiliki oleh orang muslim.

Allah swt. Berfirman:

َ‫َواَل َت ِه ُنوا َواَل َت ْح َز ُنوا َوأَ ْن ُت ُم اأْل َ ْع َل ْونَ إِنْ ُك ْن ُت ْم ُم ْؤ ِمنِين‬


Artinya: “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu
bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya),
jika kamu orang-orang yang beriman.” (Q.S Ali Imran: 139)
Pada ayat tersebut, Allah melarang umat manusia untuk memiliki sikap lemah. Kita diharuskan memiliki
sikap berani.

Hal ini karena manusia adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Allah jika dibandingkan
dengan makhluk lainnya. Selain itu, manusia juga akan memiliki kedudukan tertinggi apabila beriman
dan bertakwa pada Allah.

Dalam kehidupan saat ini, banyak sekali ditemukan kecurangan-kecurangan yang terjadi. Jika umat islam
memiliki sifat syaja’ah, maka ia akan berani melaporkan hal tersebut, meskipun hal tersebut bisa saja
membawa ia dalam bahaya.

Allah swt. berfirman:


َ ‫اس َتقِ ْم َك َما أُم ِْر َت َو َمنْ َت‬
‫اب َم َع َك َواَل َت ْط َغ ْوا ۚ إِ َّن ُه ِب َما َت ْع َملُونَ َبصِ ي ٌر‬ ْ ‫َف‬
Artinya: “maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana
diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat beserta
kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia maha
melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S Hud: 112)

3. MACAM MACAM SYAJA’AH

Syaja’ah terbagi kedalam 2 macam, antara lain:

a. Syaja’ah Harbiyyah

Syaja’ah Harbiyyah adalah bentuk keberanian yang tampak secara langsung. Misalnya keberanian kaum
muslimin zaman dahulu untuk berjihad (perang) demi membela agama.

b. Syaja’ah Nafsiyyah

Syaja’ah Nafsiyyah adalah keberanian secara mental seseorang. Ia akan berani dalam menghadapi


bahaya dan penderitaan jika hal tersebut demi menegakkan keadilan.

4. PERWUJUDAN SIKAP SYAJA’AH

Dari kedua macam sifat syaja’ah diatas, syaja’ah dapat terimplementasikan menjadi beberapa bentuk.


Berikut diantaranya:

Quwwatul Ihtimal (Daya Tahan Yang Besar)

Seseorang terbukti memiliki sifat syaja’ah ketika ia mampu bersabar dan siap untuk menghadapi
kesulitan, penderitaan, bahaya, ataupun yang lainnya ketika berjuang di jalan Allah SWT.

Banyak kisah-kisah perjuangan para sahabat yang menceritakan tentang gambaran hal ini. Misalnya saja
Bilal bin Amr bin Yasir yang mengalami penyiksaan agar mengingkari keimanannya. Namun, beliau tetap
teguh pada keimanannya.

Ash-Sharahah Fil Haq (Terus Terang Dalam Kebenaran)

Berani untuk berterus terang dalam kebenaran menjadi salah satu implementasi lainnya dari
sifat syaja’ah (berani). Abu Dzar r.a pernah diberi wejangan oleh Rasulullah saw. Diantara wejangannya
adalah:

‫قُ ِل ا ْل َح َّق َوإِنْ َكانَ ُم ًّرا‬


“Katakan kebenaran, sekalipun itu pahit” (HR. Imam Baihaqi dalam Syu’abul
Iman, No. 4737)

Kitmanu As-Sirri (Memegang Rahasia)


Dalam memegang rahasia, tentunya butuh keberanian pada diri kita. Apalagi informasi yang kita pegang
tersebut terindikasi berbahaya jika ada kebocoran. Dengan menjaga rahasia, seseorang juga menjaga
amanah yang telah diberikan oleh orang lain.

Di kalangan sahabat Rasulullah saw pun tidak banyak yang dipercaya sebagai pemegang rahasia. Salah
satu sahabat yang mampu menjaga rahasia adalah Hudzaifah Ibnul Yaman ra. yang sangat dikenal akan
dengan sebutan Shahibus Sirri (pemegang rahasia).

Hudzaifah adalah sahabat yang Rasulullah beritahukan mengenai semua orang-orang munafik yang ada.
Selama hidupnya, Hudzaifah ini menjaga informasi mengenai hal ini bahkan kepada khalifah yang
sedang menjabat saat itu (Khalifah Umar).

Al-I’tirafu Bil Khatha’i (Mengakui Kesalahan)

Orang yang siap dan mau mengakui kesalahannya menjadi salah satu ciri orang yang memiliki
sifat syaja’ah (berani).

Mengakui kesalahan memang tidak mudah. Kita harus siap untuk dicaci, dimaki, dikucilkan ataupun hal
lain yang diakibatkan karena kesalahan yang pernah kita perbuat.

Dibutuhkan keberanian yang besar untuk mengakui kesalahan dan siap untuk menerima konsekuensi
atas kesalahan yang kita lakukan tersebut.

Al-Inshafu Min Adz-Dzati (Bersikap Objektif Pada Diri Sendiri)

Ada sebagian orang yang menganggap dirinya lebih dari orang lain (over confidence). Ada juga sebagian
orang yang menganggap dirinya lebih bodoh dibandingkan orang lain (under confidence).

Jika hal tersebut muncul dalam diri seseorang, tentunya tidak proporsional dan tidak objektif terhadap
diri sendiri. Orang yang bersifat syaja’ah akan menilai dirinya secara objektif dan meyakini bahwa dirinya
memiliki kekurangan dan kelebihan.

Milku An-Nafsi ‘Inda Al-Ghadhabi (Menguasai Diri Saat Marah)

Salah satu ciri orang yang memiliki sifat syaja’ah adalah ketangguhan ia dalam melawan hawa nafsu dan
amarah. Meskipun dalam kondisi yang emosional, ia masih dapat berpikir jernih.

Ia mampu melampiaskan kemarahannya, namun ia arahkan pada hal yang sesuai.

5. CARA MENANAMKAN SIKAP SYAJA’AH

Ada beberapa cara untuk menanamkan sifat keberanian ini kepada diri kita. Antara lain:

1) Al-Imanu Bil Ghaib (Iman Kepada Yang Ghaib)

Dengan iman kepada hal yang ghaib, kita akan yakin terhadap pertolongan Allah.

Allah berfirman:
‫ص ُر ُك ْم مِنْ َب ْع ِد ِه ۗ َو َع َلى‬ ُ ‫ص ْر ُك ُم هَّللا ُ َفاَل َغال َِب َل ُك ْم ۖ َوإِنْ َي ْخ ُذ ْل ُك ْم َف َمنْ َذا ا َّلذِي َي ْن‬
ُ ‫إِنْ َي ْن‬
َ‫هَّللا ِ َف ْل َي َت َو َّك ِل ا ْل ُم ْؤ ِم ُنون‬
“Jika Allah menolong kamu, maka tak ada orang yang dapat mengalahkan
kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka
siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah
itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mu’min
bertawakkal.” (QS. Ali Imran, 3: 160)

Selain yakin akan pertolongan Allah, ia pun akan percaya akan apapun yang sudah ditentukan oleh Allah.

Allah berfirman:

َ ِّ ‫س ْس َك ِب َخ ْي ٍر َف ُه َو َع َل ٰى ُكل‬
‫ش ْي ٍء‬ َ ‫ف َل ُه إِاَّل ه َُو ۖ َوإِنْ َي ْم‬ ُ ‫س ْس َك هَّللا ُ ِب‬
َ ِ‫ض ٍّر َفاَل َكاش‬ َ ‫َوإِنْ َي ْم‬
‫َقدِي ٌر‬
“Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak
ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia
mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap
sesuatu.” (QS. Al-An’am, 6: 17)

Dengan keyakinan akan hal-hal ghaib seperti ini, maka akan muncul keberanian pada diri seorang
muslim. Keberanian ini dibentengi oleh keimanan dan ke tawakkal-an pada Allah swt.

2) AL-MUJAHADATU ‘ALAL KHAUF (MENAKLUKKAN RASA TAKUT)

Rasa takut sebenarnya merupakan sifat yang dimiliki oleh setiap manusia. Misalnya takut ketinggian,
takut tenggelam, takut terbakar ataupun ketakutan yang lainnya. Namun, ketakutan ini harus berada
dibawah Khauf Syar’i takut kepada Allah Ta’ala.

Setiap rasa takut yang muncul pada dirinya, ia akan memasrahkannya kepada Allah Ta’ala. Dengan
begitu, ia akan mampu mengendalikan rasa takutnya. Melawan ketakutan akan kedzaliman menjadi
salah satu pembuktian kesungguhan dalam taat dan keimanan.

Allah Ta’ala berfirman:

ْ‫سى أَن‬ َ ‫ش ْي ًئا َوه َُو َخ ْي ٌر َل ُك ْم َو َع‬ َ ‫سى أَنْ َت ْك َرهُوا‬ َ ‫ِب َع َل ْي ُك ُم ا ْلقِ َتال ُ َوه َُو ُك ْرهٌ َل ُك ْم َو َع‬
َ ‫ُكت‬
َ‫ش ٌّر َل ُك ْم َوهَّللا ُ َي ْع َل ُم َوأَ ْن ُت ْم اَل َت ْع َل ُمون‬
َ ‫ش ْي ًئا َوه َُو‬
َ ‫ُت ِح ُّبوا‬
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu
yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-
Baqarah, 2: 216)

3) TAURITSUL KHAIRIYYAH (PEWARISAN KEBAIKAN)

Jika kita menginginkan penerus kita menjadi seseorang yang pemberani melawan kebathilan, maka
wariskanlah sifat tersebut kepada mereka. Bagaimana caranya? Dengan memberikan contoh dan
teladan kepada mereka mengenai keberanian.

Abul Ala Al Maududi menegaskan bahwa untuk mendapatkan keturunan dan generasi yang lebih baik,
maka jangan lakukan sifat-sifat rendahan kepada mereka. Berikan contoh yang baik kepada mereka.

Ingatlah, kebaikan akan mewariskan suatu kebaikan. Keburukan akan mewarisi suatu keburukan pula.

4) Ash-Shabru ‘Ala Ath-Tha’ah (Bersabar Dalam Ketaatan)

Kokohnya sifat keberanian ini ditopang oleh kesabaran dalam diri. Tanpa kesabaran, keberanian
hanyalah bentuk emosi semata.

Ketika syaja’ah ditegakkan, tentu akan muncul tantangan, ujian dan cobaan. Oleh karena itu,
seimbangkanlah antara kesabaran dan keberanian.

Dalam suatu hadits dari Khabab, ia berkata:

‫ا‬HH‫ا َي‬HH‫ ُه َفقُ ْل َن‬H ‫ردَ ًة َل‬H ْ H‫سدًا ُب‬ ِّ ‫س َّل َم َوه َُو فِي ظِ ل ِّ ا ْل َك ْع َب ِة ُم َت َو‬ َ ‫ص َّلى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو‬ َ ِ ‫سول َ هَّللا‬ ُ ‫أَ َت ْي َنا َر‬
ْ‫د‬HH‫ال َ َل َق‬HH‫ ُه أَ ْو َت َغ َّي َر َف َق‬H‫اح َم َّر َل ْو ُن‬H
ْ H‫اس َت ْنصِ ْرهُ َقال َ َف‬ ْ ‫ار َك َو َت َعا َلى َل َنا َو‬ َ ‫سول َ هَّللا ِ ادْ ُع هَّللا َ َت َب‬ ُ ‫َر‬
‫ا‬HH‫ ُّق َم‬H‫ش‬ َ ‫ ِه َف ُي‬H‫ ُع َع َلى َر ْأ ِس‬H‫وض‬ َ ‫ار َف ُي‬ ِ H‫ش‬ َ H‫َكانَ َمنْ َكانَ َق ْب َل ُك ْم ُي ْح َف ُر َل ُه ُح ْف‬
َ ‫ ا ُء ِبا ْل ِم ْن‬H‫رةٌ َو ُي َج‬H
‫ص ِرفُ ُه‬ ْ ‫ب َما َي‬ ٍ ‫ص‬ َ ‫شاطِ ا ْل َحدِي ِد َما دُونَ َع ْظ ٍم مِنْ َل ْح ٍم أَ ْو َع‬ َ ‫ش ُط ِبأ َ ْم‬َ ‫ص ِرفُ ُه َعنْ دِي ِن ِه َو ُي ْم‬ ْ ‫َي‬
‫ ْن َعا َء إِ َلى‬HH‫ص‬ َ َ‫ِب َما َب ْين‬ ُ ‫الراك‬ َّ ‫ير‬ َ ِ‫ار َك َو َت َعا َلى ه ََذا اأْل َ ْم َر َح َّتى َيس‬ َ ‫َعنْ دِي ِن ِه َو َل ُي ِت َّمنَّ هَّللا ُ َت َب‬
َ‫شى إِاَّل هَّللا َ َت َعا َلى َوال ِّذ ْئ َب َع َلى َغ َن ِم ِه َو َل ِك َّن ُك ْم َت ْع َجلُون‬ َ ‫ض َر َم ْو َت اَل َي ْخ‬ ْ ‫َح‬

“Kami mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau


berada di dekat ka’bah dengan selimut musim dinginnya, kami bertanya,
‘Wahai Rasulullah, berdo’alah kepada Allah untuk kami dan mintalah tolong
padanya!’ Khabab berkata, ‘Maka wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berubah merah. Beliau lalu bersabda: ‘Sungguh telah berlalu pada
orang-orang sebelum kalian seorang yang digalikan lubang untuknya, lalu
diletakkan gergaji di atas kepalanya hingga membelahnya, namun hal itu
tidak merubah keyakinannya. Ada yang disisir dengan sisir besi panas
hingga terkoyak dagingnya, namun itu tidak mengubah dari agamanya. Dan
sungguh, benar-benar Allah Tabaaraka Wa Ta’ala akan menyempunakan
urusan (agama) ini hingga ada seorang pengendara berjalan dari Shan’a
menuju Hadarmaut dalam keadaan tidak takut kepada siapa pun kecuali
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, atau kawatir kambingnya akan dimakan
serigala. Akan tetapi kalian terburu-buru.” (HR. Ahmad)

5) Keyakinan Pada Al-Ajru Min Allah (Pahala Dari Allah Ta’ala)

Dengan selalu mengharap ridha dan pahala dari Allah swt membuat seorang muslim menjadi seseorang
yang pemberani. Ia akan tetap berkomitmen untuk beramal dan berjuang di jalan Allah.

Allah berfirman:

ْ ‫إِنَّ ا َّلذِينَ َقالُوا َر ُّب َنا هَّللا ُ ُث َّم‬


‫اس َت َقا ُموا َت َت َن َّزل ُ َع َل ْي ِه ُم ا ْل َمال ِئ َك ُة أَال َت َخافُوا َوال َت ْح َز ُنوا‬
‫َوأَ ْبشِ ُروا ِبا ْل َج َّن ِة ا َّلتِي ُك ْن ُت ْم ُتو َعدُون‬
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Tuhan kami ialah Allah’
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan
turun kepada mereka (dengan mengatakan): ‘Janganlah kamu merasa takut
dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu’”. (QS. Al-Fushilat,
41: 30)

Demikianlah pembahasan kita mengenai salah satu sifat yang perlu dimiliki oleh
seorang muslim, yakni Syaja’ah.
Semoga bermanfaat untuk kalian semua yaa ngentd

Anda mungkin juga menyukai