Anda di halaman 1dari 4

SIFAT SYAJA'AH

1. Pengertian Syaja'ah
Secara bahasa, syaja'ah berarti berani atau gagah. Menurut istilah, syaja'ah adalah
keteguhan hati, kekuatan pendirian untuk membela dan mempertahankan kebenaran
secara berani dan terpuji. Jadi, syaja'ah adalah keberanian yang berlandaskan kebenaran
dan dilakukan dengan penuh pertimbangan.
Secara etimologi kata al-syaja'ah berarti 'berani antonimnya dari kata al-jabn yang berarti
pengecut. Kata ini digunakan untuk menggambarkan kesabaran di medan perang. Sisi
positif dari sikap berani yaitu mendorong seorang muslim untuk melakukan pekerjaan
berat dan mengandung resiko dalam rangka membela kehormatannya. Tetapi sikap ini
bila tidak digunakan sebagaimana mestinya menjerumuskan seorang muslim kepada
kehinaan. Selain itu syajaah (berani) bukanlah semata-mata berani berkelahi dimedan
laga, melainkan suatu sikap mental seseorang, dapat menguasai jiwanya dan berbuat
menurut semestinya. Berdasarkan pengertian di atas, dipahami bahwa berani terhadap
sesuatu bukan berarti hilangnya rasa takut menghadapinya. Keberanian dinilai dari
tindakan yang berorientasi kepada aspek maslahat dan tanggungjawab dan berdasarkan
pertimbangan maslahat.
Allah Swt berfirman tentang syaja'ah dalam surah Ali Imran ayat 139:

َ‫َواَل تَ ِهنُوا َواَل ت َْح َزنُوا َوا ْنتُ ُم اَأْل ْعلَ ْونَ ِإنْ ُكنتُ ْم ُمْؤ ِمنِيْن‬

"Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal
kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman" (QS. Ali Imran [3]: 139)
Ayat tersebut menegaskan bahwa syaja'ah itu mengarahkan pada kita agar tidak merasa
minder atau merasa lemah dalam membela kebenaran karena manusia yang paling mulia
di sisi Allah itu adalah orang-orang yang paling beriman dan bertakwa kepada Allah
Swt.1
Kesadaran untuk memperoleh konsekwensi keberanian, al-Ghazali lebih menitik beratkan
pada akibatnya setelah kematian dibanding dengan semasa masih hidup. Hal ini dapat
dipahami karena sikap sufi yang sangat dominan dalam pribadinya, sehingga ia
cenderung mengutamakan hal-hal yang bersifat ukhrowi daripada hal-hal yang
mengandung unsur duniawi. Sehingga dalam memperjuangkan atau menegakkan
keberanian tidak ada istilah takut mati, sebab keberanian adalah merupakan salah satu
keutamaan akhlak yang amat terpuji. Seperti halnya kebijaksanaan (al-hikmat),
keberanian juga memiliki beberapa cabang. Al-Ghazali menyebut cabang-cabang
keberanian ini dengan beberapa variasi. Dalam Mizan al-amal ia menyebut ada sembilan
macam, sementara dalam kitab al-Arbain ia menyebut ada delapan macam, tetapi dalam
1
Fitriah Dwi Cahyani, Machnunah Ani Zulfah, Aqidah Akhlak, (Jombang : LPPM Universitas KH. A. Wahab Hasbullah, 2021), hlm.
69-71
Ihya ia menyebut sepuluh macam cabang dari sifat keberanian tersebut. Kesepuluh
cabang keberanian tersebut adalah kemuliaan, pantang takut, perkasa, jiwa besar, tahan
uji, murah hati, ulet, tahan marah, tahu diri, dan ramah.
Namun demikian dari keberanian tersebut ada dua kehinaan di dalamnya yaitu
melampaui batas dan pengecut. di dalamnya terdapat sifat-sifat yang hina yaitu:
Pemborosan, menghabis-habiskan, keberanian tak sopan, merasa takut, bermegah-megah,
menghina diri, keluh kesah, lekas marah, lambat marah. sombong, berbuat keji, 'ujub, dan
menjadi hina. 2
2. Macam-macam Syaja'ah
Sifat syaja'ah dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut :

a. Syaja'ah harbiyah
yaitu keberanian melawan kemungkaran yang tampak atau terlihat oleh mata.
Contohnya, keberanian saat menghadapi musuh dalam peperangan menegakkan
agama Allah (Jihad fi Sabilillah). Orang yang memiliki keberanian dan semangat
tidak akan pernah mundur dari medan perang Allah SWT berfirman:
َ َ ‫سبِي ِل هَّللا ِ َوا ْعلَ ُم ٓوا َأنَّ هَّللا‬
‫س ِمي ٌع َعلِي ٌم‬ َ ‫َو ٰقتِلُوا فِى‬
Artinya:
"Dan berperanglah kamu di jalan Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Mendengar, Maha Mengetahui" (QS. Al-Baqarah/2: 244) Dalam ayat yang lain.
Allah SWT juga berfirman:
‫ار‬ َ َ‫ٰيَٓأيُّ َها الَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓوا ِإ َذا لَقِيتُ ُم الَّ ِذينَ َكفَ ُروا َز ْحفًا فَاَل ت َُولُّو ُه ُم اَأْل ْدب‬
َ ِ‫ب ِّمنَ هَّللا ِ َو َمْأ ٰوىهُ َج َهنَّ ُم ۖ َوب‬
‫ْئس‬ َ ‫َو َمنْ يُ َولِّ ِه ْم يَ ْو َمِئ ٍذ ُدبُ َر ٓۥهُ ِإاَّل ُمت ََح ِّرفًا لِّقِتَا ٍل َأ ْو ُمت ََحيِّزًا ِإ ٰلى فَِئ ٍة فَقَ ْد َبٓا َء بِ َغ‬
ٍ ‫ض‬
‫صي ُر‬ِ ‫ا ْل َم‬
Artinya :
"Wahai orang yang beriman! Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir yang
akan menyerangmu maka janganlah kamu berbalik membelakangi mereka (mundur).
Dan barang siapa mundur pada waktu itu, kecuali berbelok untuk (tiasat) perang
atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sungguh, anang
itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah. Tempatnya ialah neraka
Jahanam, dan seburuk-buruk tempat kembalinya. "(QS. Al-Anfäl/8: 15-16)
b. Syaja'ah nafsiyah
Yaitu keberanian dalam menegakkan kebenaran dan menghadapi bahaya atau
penderitaan. Berani menyatakan suatu perkara yang diyakini sendiri kebenarannya
walaupun akan dibenci orang lain. Bentuk-bentuk syaja'ah nafiyah di antaranya
sebagai berikut.
a) Keberanian Mengatakan Kebenaran Keberanian mengatakan kebenaran
merupakan sikap mulia yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Bahkan,
Rasulullah pernah menyampaikan dalam hadisnya "Katakanlah kebenaran
2
Kasron Nst, Konsep Keutamaan Akhlak Versi Al-ghazali, Jurnal Manajemen Pendidikan dan Keislaman, Vol. 6, No. 1, (2017),
hlm. 7-8
walaupun itu pahit." (HR. Ahmad). Menyampaikan kebenaran memiliki risiko.
terlebih menyatakan kebenaran di depan penguasa yang zalim. Rasulullah SAW
bersabda yang artinya :
"Dari Abu Said Al-Khudri berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Jihad yang paling
utama adalah memperjuangkan keadilan kepada penguasa yang zalim atau
pemimpin yang zalim." (HR. Abu Daud)
c. Keberanian Mengendalikan Nafsu Marah Selain akal, Allah juga melengkapi manusia
dengan nafsu sehingga nafsu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam diri
manusia. Nafsu cenderung mengarahkan seseorang kepada hal-hal yang negatif
termasuk marah. Nafsu tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat dikendalikan.
d. Keheranian Mengakui KesalahanMelakukan suatu kesalahan adalah hal yang wajar
karena pada hakikatnya manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Akan tetapi,
mengakui kesalahan yang telah diperbuat bukanlah perkara yang mudah. Karena
gengsi atau takut orang lain mengetahui kesalahannya, seseorang tidak mau
mengakuinya kesalahannya, bahkan berusaha untuk menutupi kesalahannya dengan
cara menyalahkan orang lain. Oleh karena itu, butuh keberanian dalam hati yang luar
biasa untuk mengakui kesalahan tersebut dan meminta maaf kepada orang lain jika
kesalahan tersebut berhubungan dengan orang lain, serta bersedia bertanggung jawab
atas kesalahan yang telah diperbuatnya.
e. Keberanian dalam Menghadapi Kesulitan, Penderitaan, dan Ujian Hal terpenting
dalam bentuk keberanian ini adalah memiliki ketabahan yang luar biasa dalam
menghadapi setiap kesulitan. Kesulitan dan penderitaan yang dirasakan disebabkan
karena keberanian mempertahankan keimanan dan ketakwaan di hadapan penguasa
yang kafir. Akibat dari keberanian ini mendatangkan berbagai kesulitan, penderitaan,
bahaya, hingga penyiksaan karena tetap berada di jalan Allah. Hal ini pernah dialami
oleh para sahabat Rasulullah di awal-awal Islam. Mereka harus menerima siksaan
yang kejam dari kaum kafir Quraisy karena berani mempertahankan akidahnya. Saat
ini, terutama di sebagian negara Eropa, masih banyak perlakuan diskriminasi kepada
kaum muslimin yang teguh mempertahankan keimanannya. Mereka mendapatkan
perlakuan yang kurang menyenangkan, kesulitan dalam melaksanakan ibadah dan
mendapat pelayanan umum, dan bahkan mendapatkan ancaman dan intimidasi.
f. Keberanian dalam Menjaga Rahasia Menyimpan rahasia bukanlah perkara yang
mudah. Tidak semua orang mampu menyimpan rahasia agar tidak diketahui oleh
orang lain, baik rahasia tentang dirinya, orang lain, maupun rahasia dakwah dalam
agama. Banyak orang yang gagal dalam menyimpan rahasia karena lisannya tak
sanggup untuk tidak berbicara dengan orang lain tentang suatu rahasia yang dia
miliki. Oleh karena itu, berani dalam menjaga rahasia merupakan perkara yang berat
karena keberanian ini merupakan tanda seseorang bertanggung jawab dan amanah.3
3. Hikmah Sifat Syaja'ah

3
Tim Ganesha Opration, Pasti Bisa Pendidikan Agama Islam dan Bukti Pekerti, ( Bandung : Penerbit Duta, 2019), hlm. 57-59
Beberapa hikmah syaja'ah dalam hidup di antaranya sebagai berikut :
a. Menumbuhkan keimanan dan ketakwaan yang kokoh kepada Allah SWT karena
keberaniannya dilandasi tawakal dan harapan kepada Allah.
b. Mendapatkan balasan pahala dan surga di akhirat nanti karena keberaniannya dalam
menyampaikan kebenaran sebagaimana yang diperintahkan Allah.
c. Memiliki ketabahan yang besar dalam menghadapi segala macam kesulitan dan
penderitaan dalam hidup yang dijalaninya.
d. Melahirkan sikap terus terang (jujur) dalam kebenaran dan berkata benar di hadapan
orang lain meskipun di hadapan penguasa yang zalim.
e. Menumbuhkan sikap sabar dalam ketaatan menjalankan perintah Allah dan rasul-
Nya.
f. Mampu membentuk diri menjadi pribadi yang amanah karena mampu menyimpan
rahasia sebagai bentuk tanggung jawab.
g. Menjadikan diri pribadi yang kuat secara fisik dan psikis, serta mampu bekerja
dengan baik, cermat. dan penuh perhitungan.
h. Mendatangkan berbagai kebaikan bagi kehidupan beragama, berbangsa, dan
bernegara.
i. Mendatangkan banyak hikmah dan kebaikan dalam bentuk sifat-sifat mulia, seperti
cepat tanggap, perkasa, memaafkan, tangguh, menahan amarah, tenang, dan
mencintai sesama.
j. Menumbuhkan sifat objektif dalam menilai kemampuan diri, baik kelebihan maupun
kekurangan dirinya, sehingga tahu dalam bersikap dan bertindak, tidak sombong
dengan kemampuan yang dimilikinya, dan tidak rendah diri dengan kekurangan yang
ada pada dirinya.4

4
Ibid, hlm. 60-61

Anda mungkin juga menyukai