OLEH :
XI IPA 1
SMA NEGERI MOJOAGUNG
Jalan Raya Janti 18 Mojoagung Jombang (61482), Telp.(0321) 495408
E-mail : sman1mojoagung@yahoo.com Fax.(0321) 492107
Website : sman-mojoagung.sch.id
A. PENTINGNYA MEMILIKI SifAT SYAJA’AH
I. ُ )
PENGERTIAN SYAJA’AH (َشجَاع
Secara etimologi kata al-syaja’ah berarti berani antonimnya dari kata al-jubn yang berarti
pengecut. Kata ini digunakan untuk menggambarkan kesabaran di medan perang. Sisi positif
dari sikap berani yaitu mendorong seorang muslim untuk melakukan pekerjaan berat dan
mengandung resiko dalam rangka membela kehormatannya. Tetapi sikap ini bila tidak
digunakan sebagaimana mestinya menjerumuskan seorang muslim kepada kehinaan.
Sedangkan menurut istilah berarti keteguhan hati, kekuatan pendirian untuk membela dan
mempertahankan kebenaran secara jantan dan terpuji.
Syaja’ah dalam kamus bahasa Arab artinya keberanian atau keperwiraan, yaitu seseorang
yang dapat bersabar terhadap sesuatu jika dalam jiwanya ada keberanian menerima musibah
atau keberanian dalam mengerjakan sesuatu. Pada diri seorang pengecut sukar didapatkan
sikap sabar dan berani. Selain itu Syaja’ah (berani) bukanlah semata-mata berani berkelahi
di medan laga, melainkan suatu sikap mental seseorang, dapat menguasai jiwanya dan
berbuat menurut semestinya.
Jadi, Syaja’ah dapat diartikan keberanian yang berlandaskan kebenaran, dilakukan dengan
penuh pertimbangan dan perhitungan untuk mengharapkan keridaan Allah Swt. Keberanian
(Syaja’ah) merupakan jalan untuk mewujudkan sebuah kemengangan dalam keimanan.
Allah Swt berfirman :
َ ََو ََل ت َ ِهنُوا َو ََل تَحْ زَ نُوا َوأَ ْنت ُ ُم ْال َ ْلْعوَ ْو َ ِن ْ ُن ْنت ُ ْم ُؤمْ ِؤ ِن
Artinya : “Jaganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati,
padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman.” ( Q.S. Ali Imran/3: 139)
Menurut Raid ‘Abdul Hadi dalam bukunya Mamarat Al-Haq (dalam Ilyas, 2012 : 118), ada
tujuh faktor yang menyebabkan seseorang memiliki keberanian :
Artinya: “(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka
ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan
pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka
perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah
menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung". (QS. Ali-Imran :
173)
Perlu dipahami bahwa dunia bukanlah tujuan akhir, namun hanya sebagai jembatan
menuju akhirat. Seorang muslim tidak akan ragu meninggalkan dunia asalakan dia
mendapat kebahagiaan di akhirat.
Apabila ajal sudah datang, tidak ada yang dapat mencegah atau lari darinya. Kematian
adalah sebuah kepastian dan setiap orang pasti akan mati.
“Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu
didalam benteng yang tinggi lagi kokoh…”. (QS. An-Nisa :78)
Seorang muslim tidak akan takut mati, apalagi mati dalam Jihad.
4. Tidak ragu-ragu
Salah satu yang menyebabkan munculnya rasa takut adalah perasaan ragu-ragu.
Apabila seseorang ragu dengan kebenaran yang dia lakukan tentu dia akan
menghadapi resiko. Tetapi apabila dia penuh keyakinan maka muncullah keberanian.
Rasulullah SAW mengajarkan :
“Tinggalkanlah apa yang meragukanmu, menuju apa-apa yang tidak meragukanmu”.
(HR. Tirmidzi dan Nasa’i)
Orang yang berjuang untuk kebenaran tidak pernah takut, karena setelah berusaha
dengan keras maka dia akan bertawakal dan memohon pertolongan kepada Allah
SWT,
Artinya : “Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan
barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya.
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. At-
Talaq:3)
7. Hasil Pendidikan
Sikap berani lahir melalui pendidikan yang diterapkan dirumah, sekolah, masjid,
maupun lingkungan. Sebagai contoh, anak yang dididik dan diasuh oleh orang tua
pemberani juga akan tumbuh dan berkembang menjadi pemberani.
V. PENERAPAN SYAJA’AH
Bentuk penerapan kedua macam syaja’ah dalam kehidupan sehari-hari, sebgai berikut
:
1. Keberanian menghadapi musuh dalam peperangan di jalan Allah (jihad fii sabililah)
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir
yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).
Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok
untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain,
maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan
tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” (QS. al-
Anfal [8]: 15-16).
2. Berani menegakkan kebenaran
Mengatakan yang benar dengan terus terang memang sesuatu yang pahit bila dilihat
dari sisi dampak yang bakal muncul. Namun bila dilihat dari sisi manfaat dan izzah
keimanan ia menjadi sebuah keharusan. Sebagaimana sabda Nabi saw melalui Hadits
Riwayat Ibnu Hibban. ‘Qulil haq walau kaana muuran ’ (katakan yang benar
meskipun itu pahit) dan berkata benar di hadapan penguasa yang zhalim adalah juga
salah satu bentuk jihad bil lisan. Jelas saja dibutuhkan keberanian menanggung segala
risiko bila kita senantiasa berterus terang dalam kebenaran.
"Jihad yang paling afdhal adalah memperjuangkan keadilan di hadapan penguasa
yang zhalim”. (Hadits Riwayat Abu Daud Dan Tirmidzi)
Memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan, penderitaan dan
mungkin saja bahaya dan penyiksaan karena ia berada di jalan Allah. Banyak suri
tauladan dalam sejarah perjuangan penyebaran dan penegakan Islam. Di masa-masa
awal penyebaran Islam dalam fase Makkah, begitu besar sekali bentuk cobaan yang
dirasakan kaum muslimin. Kekuatan yang belum seberapa saat itu, masih dalam
rintisan awal-awal dakwah, harus dihadapi berbagai bentuk perlawanan, permusuhan,
makar. Boikot ekonomi, siksaan terhadap individu bahkan pembunuhan. Secara
umum kaum muslimin sungguh menderita waktu itu.
5. Mengendalikan Nafsu
Nafsu adalah bagian yang tak terpisahkan dari diri manusia. Nafsu tidak dapat
dihilangkan tapi dapat dikendalikan.
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Tuhanku.” (QS. 12: 53).
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang
bertaqwa. Yaitu orang yang berinfak baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-
orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah
mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.”(QS. 3:133-134).
“Bukanlah dinamakan pemberani itu orang yang kuat bergulat, sesungguhnya
pemberani itu ialah orang yang sanggup menguasai dirinya di waktu marah.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
6. Mengakui Kesalahan
“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk
orang-orang yang merugi”. (QS 7: 23)
Mengukur diri, memahami bahwa diri memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan
untuk diperbaiki semaksimal mungkin dan kelebihan untuk dioptimalkan sebaik
mungkin. Jangan terlalu berlebihan memandang diri yang mungkin bisa berakhir pada
keangkuhan dan kesombongan.
Ada berbagai cara untuk menanamkan sikap Syaja’ah di diri kita, diantaranya
a) Berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT, mentaati perintahnya, dan
menumbuhkan rasa takut terhadap Allah SWT.
b) Banyak membaca dan belajar tentang ilmu akhirat agar menambah motivasi untuk
mendapatkan Jannah-Nya dengan berbagai cara salah satunya Syaja’ah dan
menjadikan kita menganggap sebelah mata dunia yang fana ini.
c) Mempelajari Sirah Nabawiyah agar menambah motivasi dan pengetahuan kita betapa
beratnya perjuangan Nabi – Nabi Allah dalam mensyiarkan agamannya agar menjadi
panutan kita guna menumbuhkan sikap Syaja’ah.
d) Senantiasa percaya dan yakin akan akan segala jenis pertolongan Allah SWT yang
akan diberikan kepada hambanya yang mau berdiri dan membela di jalan-Nya.
e) Meningkatkan sikap Istiqamah, ketenangan, dan optimis akan segala sesuatu hal.
1. Timbulnya sikap untuk maju, keberanian merupakan sebuah sikap yang perlu
diterapkan dalam keadaan tertentu, hal ini dapat dicontohkan ketika Nabi Muhammad
SAW dan para sahabatnya berperang melawan kaum quraisy. Mereka berani melawan
musuh walaupun jumlah musuh lebih banyak dari kaum muslimin. Mereka berpikir
bahwa pertolongan Allah selalu menyertai mereka shingga mereka tidak ragu untuk
berperang. Keberanian mereka dapat ditarik hikmahnya bahwa keberanian dapat
menimbulkan sikap maju.
3. Dengan menerapkan sikap syaja'ah atau berani maka dalam hidupnya akan timbul
ketentraman. Suatu kedamaian tidak dapat datang secara sendirinya. Kita harus berani
dalam mengambil keputusan dengan percaya bahwa ini merupakan jalan yang baik.
Berani dalam mengambil keputusan dengan baik maka hasil tidak akan mengingkari
usaha tersebut.
Syaja'ah atau disebut juga seikap berani, berani di sini dapat diartikan berani dalam
membela kebenaran dan memerangi kemungkaran yang ada. Dengan melaksanakan
syaja'ah ini dalam kehidupan sehari hari, dapat memberikan dampak atau manfaat yang
baik. Berikut manfaat syaja'ah: