TEMA “AKHLAK”
Segala puji dan rasa syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah - Nya ,sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang
berjudul“ AKHLAK’’ ini.
Pada kesempatan ini tak lupa penulis ucapkan terimah kasih kepada kedua orang tua, yang
berjasa telah besar dan penuh pengorbanan serta selalu berdo’a dalam memenuhi segala kebutuhan
ananda, sehingga penulis sekses dalam menuntut ilmu untuk kehidupan masa depan yang lebih
baik.
Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan
kekurangan dalam penyusunannya, baik dalam penyajian data, bahasa maupun sistematika
pembahasannya. Penulis juga mengharpkan masukan atau kritikan maupun saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaannya di masa yang akan datang.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan pada kesempatan ini Mudah-mudahan dengan
adanya karya tulsis ini sedikit banyaknya dapat membawa manfaat kepada kita semua, dan juga
dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang.........................................................................
1.2. Tujuan......................................................................................
Bab II Pembahasan
2.1 Pengertian Akhlak..........................................................................
2.2 Definisi...........................................................................................
2.3 Syarat Berakhlak............................................................................
2.4 Pembagian Akhlak........................................................................
2.5 Ruang Lingkup Akhlak...................................................................
2.6 Sumber dan Ciri-Ciri Akhlak Islami.................................................
2.7 Akhlak islami dalam kaitannya dengan status pribadi....................
2.8 Akhlak Da’I/ Mubaligh....................................................................
2.9 Macam-Macan Akhlak...................................................................
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan.........................................................................................
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Akhlak merupakan sifat yang tumbuh dan menyatu di dalam diri seseorang. Dari sifat
yang ada itulah terpancar sikap dan tingkah laku perbuatan seseorang, seperti sifat sabar, kasih
sayang, atau malah sebaliknya pemarah, benci karena dendam, iri dan dengki, sehingga
memutuskan hubungan silaturahmi.
Akhlak yang baik dan mulia akan mengantarkan kedudukan seseorang pada posisi yang
terhormat dan tinggi. Atas dasar itulah kami menyusun makalah ini, agar kita semua sebagai
makhluk Allah, tidak tersesat dalam menjalani hidup, dan dapat menjadikan Rasulullah sebagai
idola kita, karena sesungguhanya pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik bagi kita.
1.2 Tujuan
Penulisan makalah ini, dimaksudkan untuk menginformasikan kepada pembaca, apa itu
akhlak sesama manusia, apa dan bagaimana akhlak yang sebenarnya diajarkan islam, demi
terciptanya kehidupan yang islami menuju keridhoan Allah.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Jujur (Ash-Shidqu)
3. Malu (Al-Haya')
6. Sabar (Ash-Shobr)
Dari 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, semoga Allah merelakannya, berkata,
"Rasulullah SAW. bersabda", "Ketika Allah mengumpulkan segenap makhluk pada hari kiamat
kelak, menyerulah Penyeru", "Di manakah itu, orang-orang yang utama (ahlul fadhl) ?". Maka
berdirilah sekelompok manusia, jumlah mereka sedikit, dengan cepatnya mereka bergegas menuju
syurga, para malaikat berpapasan dengan mereka, lalu menyapa mereka. "Kami lihat kalian begitu
cepat menuju syurga, sipakah kalian ?". Orang-orang ini menjawab, "Kamilah itu orang-orang
yang utama (ahlul fadhl)". "Apa keutamaan kalian ?", tanya para malaikat. Orang-orang ini
memperjelas, "Kami, jika didzalimi, kami bersabar. Jika diperlakukan buruk, kami memaafkan.
Jika orang lain khilaf pada kami, kamipun tetap bermurah hati". Akhirnya dikatakan pada mereka,
"Masuklah ke dalam syurga, karena demikian itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang
beramal". Setelah itu menyerulah lagi penyeru, :"Di manakan itu, orang-orang yang bersabar
(ahlush shabr) ?". Maka berdirilah sekelompok manusia, jumlah mereka sedikit, dengan cepatnya
mereka bergegas menuju syurga, para malaikat berpapasan dengan mereka, lalu menyapa mereka.
"Kami lihat kalian begitu cepat menuju syurga, sipakah kalian ?". Orang-orang ini menjawab,
"Kamilah itu orang-orang yang sabar (ahlush shabr). "Kesabaran apa yang kalian maksud ?", tanya
para malaikat. Orang-orang ini memperjelas, "Kami sabar bertaat pada Allah, kamipun sabar tak
bermaksiat padaNya. Akhirnya Dikatakan pada mereka, "Masuklah ke dalam syurga, karena
demikian itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal". (Hilyatul Auliyaa'/ Juz III/
Hal. 140)
Persoalan “Akhlak” di dalam islam banyak dibicarakan dan dimuat pada Al-Qur’n dan Al-
Hadits. sumber tersebut merupakan batasan-batasan dalam tindakan sehari-hari bagi manusia. Ada
yang menjelaskan arti baik dan buruk. Memberi informasi kepada umat, apa yang semestinya harus
diperbuat dan bagaimana harus bertindak. Sehingga dengan mudah dapat diketahui, apakah
perbuatan itu terpuji atau tercela, benar atau salah.
Kita telah mengetahui bahwa akhlak islam adalah merupakan system moral/akhlak yang
berdasarkan islam, yakni bertitik tolak dari akidah yang diwahyukan Allah pada nabi/Rasul-Nya
yang kemudian agar disampaikan kepada umatnya.
Memang sbagaimana disebutkan terdahulu bahwa secara umum akhlak/moral terbagi atas
moral yang berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan akhirat dan kedua moral yang
sama sekali tidak berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan, moral ini timbul dari sumber-sumber
sekuler.
Akhlak islam, karena merupakan system akhlak yang berdasarkan kepercayaan kepada
Tuhan, maka tentunya sesuai pula dengan dasar daripada agama itu sendiri. Dengan demikian,
dasar/sumber pokok daripada akhlak islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits yang merupakan
sumber utama dari agama islam itu sendiri.
Dinyatakan dalam sebuah hadits Nabi:
َ َِِو ُسنَّة
ِِو َرسُوْ لِ ِِه َ َضلُّوْ اِماَِِتَ َم َّس ْكتُ ْمِِبِ ِه َماِ ِكت
َ َِابِِللا ُ ِتَ َر ْك:ِِِِو َسلَّ َم
ِ تِِفِ ْي ُك ْمِِاَ ْم َر ْي ِنِِلَ ْنِِت َ صلَّىِللاُِِ َعلَ ْي ِه
َ َِسِِ ْب ِنِِماَلِكِِقَا َلِِالنَّبُّى
ِ ع َْنِِاَن
Artinya:
“ Dari Anas Bin Malik berkata: Bersabda Nabi Saw: Telah kutinggalkan atas kamu sekalian dua
perkara, yang apabila kamu berpegang kepada keduanya, maka tidak akan tersesat, yaitu Kitab
Allah dan Sunah Rasul-Nya”.
b Dengan keyakinannya terhadap kebenaran wahyu Allah dan sunah Rasul-Nya, membawa
konsekuensi logis, sebagai standard dan pedoman utama bagi setiap moral muslim. Ia member
sangsi terhadap moral dalam kecintaan dan kekuatannya kepada Allah, tanpa perasaan adanya
tekanan-tekanan dari luar.
d. Islam tidak moral yang baru, yang bertentangan dengan ajaran dan jiwa islam, berasaskan darI
Al-Qur’an dan Al-Hadits, diinterprestasikan oleh ulama mujtahid.
e. Ajaran Akhlak Islam meliputi segala segi kehidupan manusia berdasrkan asas kebaikan dan
bebas dari segala kejahatan. Islam tidak hanya mengajarkan tetapi menegakkannya, dengan janji
dan sangsi Illahi yang Maha Adil. Tuntutan moral sesuai dengan bisikan hati nurani , yang
menurut kodratnya cenderung kepada kebaikan dan membenci keburukan.
Dengan demikian dapat ditegasakan disini bahwa dasar dari akhlak islam secara global
hanya ada dua yakni: Percaya adanya Tuhan dan percaya adanya hari kemudian/ pembalasan,
sebagai disebutkan oleh Abul A’la Maududi bahwa system moral/akhlak ada yang berdasarkan
kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan setelah mati.
Dalam islam, budi pekerti merupakan refleksi iman dari seseorang sebagai contoh(suri
tauladan) yang pas dan benar ialah Rasullah Saw. Beliau memiliki akhlak yang sangat muia, agung
dan teguh. Sehingga tidak mustahil kalau Allah memilih beliau sebagai pemimpin umat manusia.
“Akhlak” di dalam iajaran islam sangat rinci, berwawasan multi dimensial bagi kehidupan,
sistematis dan beralasan realitas. Juga “Akhlak” banyak dibicarakan tentang konsekuensi yang
bagi manusia yang tidak berpegang pada “ akhlak islam”.
3. Kemantapan
Akhlak Islamiayah menjamin kebaikan yang mutlak dan sesuai pada diri manusia. Ia
bersifat tetap, langgeng dan mantap, sebab yang menciptakan Tuhan yang bijaksana, yang selalu
memliharanya dengan kebaikan yang mutlak. Akan tetapi akhlak/etika ciptaan manusia bersifat
berubah-rubah dan tidak selalu sama sesuai dengan kepentingan masyarakat dalam satu jaman atau
satu bangsa. Sebagai contoh aliran materialism, hati nurani dana lain sebagainya.
Dibagian ini kami akan menjelaskan “Akhlak islami” yang mengatur dan membatasi
kedudukan (satus) pribadi sebagai:
1. Hamba Allah
2. Anak
3. Ayah/ibu
4. Anggota masyarakat
5. Jama’ah
6. Da’i/Muballigh
7. Pemimpin
Dengan demikian “akhlak islami” mengarah kepada status pribadi yang berada pada
kelompok social yang beraneka ragam. Fungsi, peran dan bagaimana semestinya berperilaku pada
posisi(kedudukan) dalam kelompok sosial tersebut, dengan adanya “akhlak Islami” dapat dihindari
(pola hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan kholiqnya) keliruan
bertindak.
Kenyataan di jagad raya (dunia) membuktikan bahwa ada kekuatan yang tidak Nampak.
Dia mengatur dan memelihara alam semesta ini.Juga Dialah yang menjadi sebab adanya semua
ini. Dalam pengaturan alam semesta ini terlihat ketertiban, dan ada suatu peraturan yang berganti-
ganti dan gejala datang dengan keteraturan-Nya.
Semua kenikmatan tersebut, bukan berarti “ Sang Pencipta mempunyai maksud kepada
manusia supaya membalas dengan sesuatu, itu tidak, tetapi Allah SWT.memerintahkan manusia
agar senantiasa beribadah kepada-Nya.
Hubungan manusia dengan Allah adalah hubungan makhluk dengan kholiknya. Dalam
masalah ketergantungan , hidup manusia selalu mempunyai ketergantungan kepada yang lain. Dan
tumpuan serta pokok ketergantungan adalah ketergantungan kepada yang Maha Kuasa, Yang
Maha Perkasa, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Sempurna, ialah Allah Rabul ‘alamin, Allah
Tuhan Maha Esa.
Ketika nabi Ibrahim masih kecil, berdialog kepada ayahnya tentang Tuhan. Dan
kesimpulannya bahwa Tuhan telah member petunjuk kepada manusia bahwa memperTuhan benda
adalah sangat keliru.
Dengan demikian, dunia anak sangat penting diperhatikan. Apabila keliru dalam mendidik
akhlak anak, bias jadi dunia anak akan tidak mengenal akhlak yang lebih lanjut anak akan
melakukan perbuatan yang abnormal kriminalitas dan lain sebagainya. Contoh dalam pendidikan
akhlak, apabila anaka-anak sekolah berdusta di dalam segala apa yang mereka bicarakan, didukung
para gurunya berdusta juga di dalam mengajar dan segala pembicaraannya, maka masyarakat
(anak-anak) tidak dapat berujud. Dan apabila dunia anak terancam demikian, masyarakat yang
akan dating tidak dapat berwujud karena adanya tiap-tiap yang dibicarakan menjurus dusta. Dan
yang membekas dan berwujud pada masyarakat yang merusak dan rendah martabatnya.
Maka model mendidik akhlak anak, tidak langsung berkata itu baik, atau itu buruk, apabila
seorang anak baru saja belajar membaca, menurut kita itu jelek/buruk namun kita tidak seharusnya
berkata demikian. Sebab dapat menyakiti hati dan patah semangat. Tetapi kita beri semangat dan
dorongan yang dapat memacu dan bergiatnya si anak.
Betapa berat tangguangan seorang ibu dikala mengandung dan demikian pula kalau sudah
dating waktunya melahirkan. Dengan mengerahkan seluruh perhatian, jiwa raga dan tenaga si ibu
melahirkan jabang bayinya dengan harap-harap cemas. Berharap agar si bayi yang dilahirkannya
sehat dan sempurna keadaannya sebagai manusia sempurna anggota badannya, seperti susunan
jasmaninya dan tumbuh dalam keadaan yang wajar baik jasmani maupun rohaninya.
Mengapa demikian besar kasih sayang ibu kepada anaknya. Padahal sewaktu belum
mengandung seakan belum mau mempunyai anak. Atau karena anaknya sudah dua tiga ingin tidak
ada yang keempat. Tetapi karena dikarunia Tuhan anak yang selanjutnya kasih saying ibu tidak
ada bedanya antar kepada yang pertama yang kedua dan seterusnya.
Dari mana datangnya cinta kasih saying kepada putranya, padahal tiada pamrih. Lain
dengan cinta seorang kekasih kepada pacarnya, yang kalau kasihnya tiada terbalas bias berbalik
menjadi benci. Tetapi kasih ibu bagaimanapun tiada akan berubah dan hilang, walaupun si anak
tiada membalas kasih dan cinta ibu.
Memang itu kareana “Hidayah”, anugerah dari pada Allah Yang Maha Pengasih dan
Penyayang. Hidayah itu tersebut insting atau naluri, dalam ilmu agama disebut “Hidayah-
ghariziyyah”.
Beberapa perkara yang harus di perhatikan dan dilaksanakan oleh seorang anak kepada Orang tua
yakni:
c. Berbuat baik kepada Ibu dan atau Ayah yang sudah meninggal dunia
Apabila ibu dan ayah masih hidup, si anak berkewajiban berbuat baik, dan itu mudah dilakukan
dengan berbagai macam cara, baik yang bersifat moaral, maupun yang bersifat material.
Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ayah dan atau ibunya yang sudah tiada. Hal ini
agama islam mengajarkan supaya seorang anak:
a. Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan memintakan ampun kepada Allah dari segala dosa
orang tua kita. Doa yang sering di amalkan yakni:
ىِص ِغيْرً ا
َ ِىِِ َوارْ َح ْمهُ َماِ َك َماِ َربَّيَان ِ ْاللَّهُ َّمِِا ْغفِر
َّ لىِِ َولِ َوالِ َد
b. Menepati janji kedua ibu bapak, Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai janji kepada
seseorang, maka anaknya harus berusaha menunaikan menepati janji tersebut. Umpamanya beliau
akan naik haji, yang belum sampai melaksanakannya. Maka kewajiban anaknya untuk menunaikan
haji untuk orang tuanya tersebut.
c. Memuliakan teman-teman kedua orang tua. Di waktu hidupnya ibu dan ayah, beliau-beliau
mempunyai teman-teman akrab, yang segulung-segalang orang tua kita dengan temannya.
dِِ Bersilaturrahmi kepada orang-orang yang mempunyai hubungan dengan kedua orang tua.
Pokok utama kerasulan nabi Muhammad Saw adalah menyempurnakan akhlak yang mulia.
Mencakup semua bentuk sikap dan perbuatan yang terpuji dikalangan orang-orang (masyarakat)
yang bertaqwa. Di samping terpuji berdasarkan norma-norma yang ditetapkan Allah SWT.
Akhlak mulia merupakan akhlak yang berlaku dan berlangsung di atas jalur Al-Qur’an dan
perbuatan nabi Muhammad Saw. Dalam sikap dan perbuatan. Seperti di dalam Al-Qur’an surat l-
Qalam ayat 4.”Dan sesungguhnya engkau Muhammad mempunyai akhlak yang mulia”.
Dengan demikian setiap muslim diwajibkan untuk memlihara norma-norma (agama) di
masyarakat terutama di dalam pergaulan sehari-hari baik keluarga rumah tangga, kerabat, tetangga
dan lingkungan kemasyarakatan.
Dan kesempulan tata cara diatas akan diterangkan secara terperinci di bawah ini:
Menurut Jamludin Kafie, sebagai Da’I, pelaksana dakwah harus memperhatikan prinsip-
prinsip kemimpinan yang baik yaitu:
a. Sifat terbuka
b. Berani berkorban
c. Aktif berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat
d. Sanggup menjadi pelopor dan perintis dalam kebajikan
e. Mengembangkan sifat-sifat kooperatif, kemusiaan dan sikap-sikap toleransi, kebijaksanaan
dan keadilan social
f. Tidak menjadi parasit atau membebani masyarakat
g. Percaya diri dan yakin akan kebenaran yang dibawanya
h. Optimis dan tidak putus asa
Dengan demikian sikap Da’I harus memahami kondisi dan situasi masyarakat yang menjadi
sasarannya. Juga perlu terus menambah wawasannya. Kerena beraneka ragam budaya ,
kompleksitas permasalahan di masyarakat.
Tugas pemimpin tidak ringan. Tanggung jawab yang ia pikul senantiasa bernafaskan amanat.
Baik amanat dari masyarakat/ warga atau Negara. Bahkan agama. Agama islam sangat
memperhatikan masalah kepemimpinan. Menurut Islam. Semua pemimpin akan dimintai
pertanggung jawabnya. Pemimpin keluarga bertanggung jawab atas kebahagiaan, kesejahteraan
keluarganya, pemimpin Negara/bangasa akan dimintai pertanggung jawabnya oleh masyarakat
dan lain sebagainya.
Sebagai contoh seorang pemimpin sejati adalah Rasullah Saw dan para sahabatnya seperti Abu
bakar sebagai orang yang berwibawa dan tenang. Oerangnya penuh ramah tamah, cinta sesama
dan selalu membenarkan dan menepati pada rasul yang agung. Umar bin khotob sebagai pemimpin
yang mempunyai pendapat yang berbobot. Dia adalah orang yang terpercaya terhadap rahasia-
rahasianya. Utsman sebagai pengumpul firman Kitab Allah. Dia adalah seorang pemimpin yang
meluruskan akida. Sedangkan Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin yang pandai menyusun
pasukan perang untuk mengalahkan orang-orang jahat. Dan Ali adalah seorang pemimpin yang
mampu sebagai pewaris ilmu rasullah dan pemelihara janjinya.
Demikianlah akhlak pemimpin yang dicontohkan kepada kita untuk menjadi pemimpin sejati.
Akhlak pemimpin baik, sebab sifat, perilaku dan sikapnya dapat membahagiakan orang lain (umat
manusia) dan menampakkan karismatiknya pada yang dipimpin, jadi dapat dikemukakan di sini,
bahwa pemimpin berakhlak baik apabila memiliki kepribadian yang sesuai dengan tata aturan
(ketentuan) agama, masyarakat, keluarga dan Negara/bangsa.
Ada 2 (dua) penggolongan akhlak secara garis besar yaitu: akhlak mahmudah(fadilah) dan
akhlak mazmumah(qabihah). Di samping istilah tersebut Imam Al-Ghazali menggunakan juga
istilah “munjiyat” untuk akhlak mahmudah dan “muhlihat” untuk yang mazmumah.
Di kalangan ahli tasawuf, kita mengenal system pembinaan mental, dengan istilah: Takhalli, tahalli
dan tajalli.
Takhalli adalah mengosongkan atau membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela, karena
sifat-sifat tercela itulah yang dapat mengotori jiwa manusia.
Dan tahalli adalah mengisi jiwa ( yang telah kosong dari sifat-sifat tercela) dengan sifat-
sifat yang terpuji (mahmudah).
Jadi dalam rangka pembinaan mental, pensucian jiwa hingga dapat berada dekat dengan
Tuhan, maka pertama kali yang dilakukan adalah pengosongan atau pembersihan jiwa dari sifat-
sifat tercela, hingga akhirnya sampailah pada tingkat berikutnya dengan apa yang disebut “tajalli”,
yakni tersikapnya tabir sehingga diperoleh pancaran Nur Ilahi.
Sedangkan yang dimaksud dengan akhlak mahmudah adalah segala macam sikap dan tingkah laku
yang baik (yang terpuji). Sebaliknya segala macam sikap dan tingkah laku yang tercela disebut
dengan akhlak mazmumah. Akhlak mahmudah tentunya dilahirkan oleh sifat-sifat mahmudah
yang terpendam dalam jiwa manusia, demikian pula akhlak mazmumah dilahirkan oleh sifat-sifat
mazmumah. Oleh karena itu sebagaimana telah disebutkan terdahulu bahwa sikap dan tingkah laku
yang lahir adalah merupakan cermin/ gambaran daripada sifat/kelakuan batin.
Beberapa akhlak mahmudah seperti bersikap setia, jujur, adil, pemaaf, disenangi, menepati
janji, memelihara diri, malu, berani, kuat, sabar, kasih sayang, murah hati, tolong menolong,
damai, persaudaraan, menyambung tali persaudaraan, menghoranati tamu, merendahkan diri,
berbuat baik, menundukkan diri, berbudi tinggi, memlihara kebersihan badan, cenderung kepada
kebaikan, merasa cukup dengan apa yang ada, tenang, lemah lembut, bermuka manis, kebaikan,
menahan diri dari berlaku maksiat, merendahkan diri kepada Allah, berjiwa kuat dan lain
sebagainya.
Sedangkan yang termasuk dalam akhlak mazmumah, antara lain; egoistis, lacur, kikir,
dusta, peminum khamr, khianat, aniaya, pengecut, aniaya, dosa besar, pemarah, curang, culas,
mengumpat, adu domba, menipu, memperdaya, dengki, sombong, mengingkari nikmat, homosex,
ingin dipuji, ingin didengar kelebihannya, makan riba, berolok-olok, mencuri, mengikuti hawa
nafsu, boros, tergopoh-gopoh, membunuh, penipuan, dusta, berlebih-lebihan, berbuat kerusakan,
dendam, merasa tidak perlu pada yang lain dan lain sebagainya yang menunjukkan sifat-sifat yang
tercela
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akhlak ialah suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan-
perbuatan dengan senang tanpa memerlukan pemikiran dan penelitian. Apabila perbuatan yang
keluar itu baik dan terpuji menurut syara dan aqal, perbuatan itu dinamakan akhlak yang mulia.
Sebaliknya apabila keluar perbuatan yang buruk, ia dinamakan akhlak yang buruk.
Oleh karena itu kita sebagai muslim, haruslah menanamkan sifat-sifat yang baik, agar
akhlak yang keluar dari diri kita, merupakan akhlak yang terpuji, yang disukai oleh Allah, dan
hanya Rasulullah yang pantas kita jadikan idola dalam kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Tatapangarsa, Humaidi. AKHLAK YANG MULIA. Surabaya : PT. Bina Ilmu. 1991.