Anda di halaman 1dari 4

A.

Pengertian Ilmu Akhlak


Kata “Akhlak” berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun ( ‫ق‬ ٌ ُ‫) ُخل‬   yang menurut
bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-
segi persesuaian dengan perkataan khalqun (‫ق‬ ٌ ‫ ) َخ ْل‬yang berarti kejadian, yang juga erat
hubungannya dengan khaliq (‫ق‬ ٌ ِ‫ )خَ ال‬yang artinya sang pencipta, demikian pula dengan
makhluqun (‫ق‬ٌ ْ‫ ) َم ْخلُو‬yang berarti yang diciptakan.
Kata akhlak di dalam al-Qur’an disebutkan seperti berikut ini:
‫َّك لَ َع َل خلق عظيم‬ ِ
َ ‫َوان‬
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam[68]: 4)
)137( ‫ان هذا اال خلق االولني‬
“(Agamakami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan yang dulu.”(QS. As-Syu’ara[26]: 137)
)‫اكمل املؤ منني اميانا احسنهم خلقا (رواه الرتمذى‬
“Orang mukmin yang paling sempurna keimananya adalah orang sempurna budi
pekertinya.” (HR. Turmudzi)
)‫امنا بعثت ألمتم مكارم األخالق (رواه امحد‬
“bahwasanya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti.” (HR.
Ahmad)
            Ayat yang pertama disebut di atas menggunakan kata khuluq untuk arti budi pekerti,
sedangkan ayat yang kedua menggunakan kata akhlak untuk arti adat kebiasaan. Selanjutnya
hadis yang pertama menggunakan khuluq untuk arti budi pekerti, dan hadis yang kedua
menggunakan kata akhlak yang juga digunakan untuk arti budi pekerti. Dengan demikian,
kata akhlaq atau khuluq secara kebahasaan berarti budi pekerti, adat kebiasaan, perangai,
muru’ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabi’at.
Menurut Istilah, terdapat beberapa pengertian akhlak adalah:
1.    Ibnu Miskawaih:
‫حال للنفس داعية لها الى افعالها من غير فكر‬
Artimya:
“sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melaksanakan perbuatan tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”1
2.    Imam Ghazali:
‫عبارة عن هيءة فى النفس راسخة عنها تصدر االفعال بسهولة و يسر من غير حاجة الى فكر و رؤية‬
Artinya:
“sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan yang mudah,
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”2
  Dalam perkembangan selanjutnya akhlak tumbuh menjadi suatu ilmu yang berdiri
sendiri, yaitu ilmu yang memiliki ruang lingkup pokok bahasan, tujuan, rujukan, aliran dan
para tokoh yang mengembangkannya. Kesemua aspek yang terkandung dalam akhlak ini
kemudian membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan dan membentuk suatu ilmu.
1 Ibn Miskawaih, Tahzib al-Akhlaq wa Tathhir al-A’raf. (Mesir: al-Mathba’ah al-Mishriyyah, 1934), cet.
1, h.40.

2 Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid III, (Beirut: Dar al- Fikr, t.t.), h. 56.
 Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia,
kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau
perbuatan yang buruk. Ilmu akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan
dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada
perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk. Dalam
pengertian yang hampir sama dengan kesimpulan di atas, Dr. M Abdullah Dirroz,
mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:
“Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana
berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak
yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).”
Di dalam Mu’jam al-Wasith disebutkan bahwa ilmu akhlak adalah:
ِ ُ ‫ام َتَتعلَّ ُق بِ ِه اْألَ ْعم‬ ِ
َ ْ‫ف بِا‬
‫لح َس ِن َو اْل ُق ْب ِح‬ َ ‫ال الَّتى ُت ْو‬
ُ ‫ص‬ َ َ ٌ ‫ض ْوعُهُ اَ ْح َك‬
ُ ‫ْم َم ْو‬
ُ ‫اْلعل‬
“Ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan
manusia yang dapat disifatkan dengan  baik atau buruk.”
Selain itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ilmu akhlak adalah ilmu tentang
tata krama.
Dengan memperhatikan keterangan tersebut di atas, dapat dipahami bahwasanya yang
dimaksud dengan ilmu akhlak adalah ilmu yang mengkaji suatu perbuatan yang dilakukan oleh
manusia yang dalam keadaan sadar, kemauan sendiri, tidak terpaksa dan sungguh-sungguh atau
sebenarnya, bukan perbuatan yang pura-pura. Perbuatan-perbuatan yang demikian kemudian
diberi nilai baik atau buruk. Untuk menilai apakah perbuatan itu baik atau buruk diperlukan
pula tolak ukur, yaitu baik atau buruk menurut siapa dan apa ukurannya.

B. Ruang Lingkup Ilmu Akhlak


Jika dilihat dari definisi tentang ilmu akhlak tersebut, maka akan tampak bahwa ruang
lingkup pembahasan ilmu akhlak adalah membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia,
kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau yang
buruk.
Dengan demikian obyek pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian
terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Jika kita katakan baik atau buruk,
maka ukuran yang digunakan adalah ukuran normatif. Selanjutnya jika kita katakan suatu itu
benar atau salah, maka yang demikian itu termasuk masalah hitungan atau akal pikiran.
Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan
manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk,.dalam
hubungan ini Ahmad Amin mengatakan sebagai berikut:
“bahwa objek ilmu akhlak adalah membahas perbuatan manusia yang selanjutnya
perbuatan tersebut ditentukan baik atau buruk”3
Pendapat di atas menunjukan dengan jelas bahwa objek pembahasan ilmu akhlak adalah
perbuatan manusia untuk selanjutnya diberikan penilaian apakah baik atau buruk.
Pengertian ilmu akhlak selanjutnya dikemukakan oleh Muhammad Al-Ghazali.
Menurutnya bahwa kawasan pembahasan ilmu akhlak adalah seluruh aspek kehidupan
manusia, baik sebagai individu (perseorangan) maupun kelompok. Dengan demikian, terdapat
akhlak yang bersifat perorangan dan akhlak yang bersifat kolektif.
3 Ahmad Amin, Kitab al-Akhlaq, (Mesir: Dar al-Kutub al Mishriyyah, cet. III, t.t.), h. 2.
Namun, perlu ditegaskan kembali di sini bahwa yang dijadikan objek kajian ilmu akhlak
di sini adalah perbuatan yang memiliki ciri-ciri yaitu perbuatan yang dilakukan atas kehendak
dan kemauan, sebenarnya, mendarah daging dan telah dilakukan secara kontinyu atau terus
menerus sehingga mentradisi dalam kehidupannya. Perbuatan atau tingkah laku yang tidak
memiliki cirri-ciri tersebut tidak dapat dsebut sebagai perbuatan yang dijadikan garapan ilmu
akhlak.
Adapun ruang lingkup ilmu akhlak adalah:
1. Akhlak terhadap diri sendiri meliputi kewajiban terhadap dirinya disertai dengan larangan
merusak, membinasakan dan menganiyaya diri baik secara jasmani (memotong dan
merusak badan), maupun secara rohani (membirkan larut dalam kesedihan).
2. Akhlak dalam keluarga meliputi segala sikap dan perilaku dalam keluarga, contohnya
berbakti pada orang tua, menghormati orang tua dan tidak berkata-kata yang menyakitkan
mereka.
3. Akhlak dalam masyarakat meliputi sikap kita dalam menjalani kehidupan soaial, menolong
sesama, menciptakan masyarakat yang adil yang berlandaskan Al-Qur’an dan hadist.
4. Akhlak dalam bernegara meliputi kepatuhan terhadap Ulil Amri selama tidak bermaksiat
kepada agama, ikut serta dalam membangun Negara dalam bentuk lisan maupun fikiran.
5. Akhlak terhadap agama meliputi beriman kepada Allah swt.tidak menyekutukan-Nya,
beribadah kepada Allah. Taat kepada Rosul serta meniru segala tingkah lakunya.

Banyak sekali petunjuk dalam agama yang dapat dijadikan sarana untuk memperbaiki
akhlak manusia, antara lain anjuran untuk selalu bertobat, bersabar, bersyukur, bertawakal,
mencintai orang lain, mengasihani serta menolongnya. Anjuran-anjuran itu sering didapatkan
dalam ayat-ayat akhlak, sebagai nasihat bagi orang-orang yang sering melakukan perbuatan
buruk.

C.           Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak


Berkenaan dengan manfaat mempelajari ilmu akhlak ini, Ahmad Amin mengatakan
sebagai berikut:
“Tujuan mempelajari ilmu akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat
menetapkan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang baik dan sebagian perbuatan lainnya
sebagai yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuat zalim termasuk
perbuatan buruk, membayar utang kepada pemiliknya termasuk perbuatan baik, sedangkan
mengingkari hutang termasuk perbuatan buruk.”4
Selanjutnya Mustafa Zahri mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu, ialah untuk
membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci
bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan.5
Keterangan tersebut memberi petunjuk bahwa ilmu akhlak berfungsi memberikan
panduan kepada manusia agar mampu menilai dan menentukan suatu perbuatan untuk
selanjutnya menetapkan bahwa perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang baik atau yang
buruk.
Selanjutnya karena ilmu akhlak menentukan kriteria perbuatan yang baik dan yang
buruk, serta perbuatan apa saja yang termasuk perbuatan yang baik atau yang buruk itu, maka

4 Ahmad Amin, Kitab al-Akhlaq, (Mesir: Dar al-Kutub al Mishriyyah, cet. III, t.t.), h. 1.


5 Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Taswuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), h. 67.
seseorang yang mempelajari ilmu ini akan memiliki pengetahuan dan akan banyak mengetahui
perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk.
Dengan mengetahui yang baik ia akan terdorong untuk melakukannya dan mendapatkan
manfaat serta keuntungan darinya, sedangkan dengan mengetahui yang buruk ia akan
terdorong untuk meninggalkannya dan ia akan terhindar dari bahaya yang menyesatkan.
Selain itu ilmu akhlak juga akan berguna secara efektif dalam upaya membersihkan diri
manusia dari perbuatan dosa dan maksiat. Diketahui bahwa manusia memiliki jasmani dan
rohani. Jasmani dibersihkan secara lahiriyah melalui fikih, sedangkan jasmani dibersihkan
secara batiniyah melalui akhlak.
Jika tujuan ilmu akhlak tersebut tercapai, maka manusia akan memiliki kebersihan batin
yang pada gilirannya melahirkan perbuatan yang terpuji. Dari perbuatan yang terpuji inilah
akan lahirlah masyarakat yang damai, harmonis, rukun, sejahtera lahir dan batin, yang
memungkinkan ia dapat beraktifitas guna mencapai kebahagiaan hidup di akhirat.
Ilmu akhlak atau akhlak yang mulia juga berguna dalam mengarahkan dan mewarnai
berbagai aktifitas kehidupan manusia di segala bidang. Seseorang yang memiliki ilmu
pengetahuan dan tekhnologi yang maju yang disertai dengan akhlak yang mulia, niscaya ilmu
pengetahuan dan tekhnologi modern yang ia miliki itu akan dimanfaatkan sebaik-baiknya
untuk kebaikan hidup manusia. Sebaliknya, orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan
tekhnologi modern, memiliki pangkat, harta, kekuasaan dan sebagainya namun tidak disertai
dengan akhlak yang mulia, maka semuanya itu akan disalah gunakan yang akibatnya akan
menimbulkan bencana di muka bumi.
Demikian juga dengan mengetahui akhlak yang buruk serta bahaya-bahaya yang akan
ditimbulkan darinya, menyebabkan orang enggan untuk melakukannya dan berusaha untuk
menjauhinya. Orang yang demikian pada akhirnya akan terhindar dari berbagai perbuatan yang
dapat membahayakan dirinya.
Dengan demikian, secara ringkas dapat dikatakan bahwa ilmu akhlak bertujuan untuk
memberikan pedoman dan penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik
atau yang buruk, dan terhadapa perbuatan yang baik ia berusaha melakukannya, dan terhadapa
perbuatan yang buruk ia berusaha untuk menghindarinya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Yatimin. Studi Akhlak dalam Perspektif Al Qur’an. (Jakarta: Amzah, 2007)


Mahjudin. Akhlak Tasawuf I. (Jakarta: Kalam Mulia, 2009).
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. (Jakarta: Rajawali Pers, 2014)
Zahri, Mustafa. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. (Surabaya : Bina Ilmu, 1995.)

Anda mungkin juga menyukai